Oleh :
Patofisiologi osteoporosis berkaitan dengan perubahan kepadatan dan kekuatan tulang
akibat ketidakseimbangan pembentukan dan resorpsi tulang. Kepadatan dan kekuatan
tulang ini ditentukan oleh aktivitas osteoblas untuk membentuk tulang dan aktivitas
osteoklas untuk resorpsi tulang. Ketidakseimbangan proses berupa peningkatan resorpsi
hingga melebihi pembentukan tulang dalam jangka panjang akan menyebabkan terjadinya
osteoporosis.
Puncak massa tulang biasanya tercapai pada sekitar usia 30 tahun. Setelah itu perlahan
massa tulang menurun menjadi semakin berporos, tulang trabekula menipis.
Puncak massa tulang yang inadekuat, mengakibatkan densitas massa tulang rendah.
Berbagai faktor risiko seperti penuaan, hipogonadisme maupun kondisi menopause, laju
turnover tulang yang tinggi akan meningkatkan kehilangan massa tulang sehingga
menurunkan kualitas tulang. Penurunan massa dan kualitas tulang akan meningkatkan
kerapuhan tulang. Tulang menjadi rentan fraktur.
PENATALAKSANAAN OSTEOPOROSIS
Oleh :
Penatalaksanaan osteoporosis bertujuan untuk mencegah kehilangan tulang lebih lanjut dan
mencegah terjadinya fraktur patologis. Insidensi fraktur panggul dapat berkurang 20-25%
jika osteoporosis ditangani dengan tepat. Pilihan penatalaksanaan terdiri atas
medikamentosa dan nonmedikamentosa.[14,15]
Tata laksana medikamentosa meliputi hormonal atau nonhormonal. Pada prinsipnya terapi
bekerja menghambat resorpsi tulang atau meningkatkan pembentukan tulang.
Terapi Hormonal
PENYEBAB OSTEOPOROSIS
Osteoporosis primer
Osteoporosis sekunder
Kelainan gastrointestinal Penyakit pankreas dan kantung empedu, riwayat operasi pencernaan
DIAGNOSIS OSTEOPOROSIS
Dokter akan mengajukan beberapa pertanyaan seputar gejala dan riwayat penyakit,
melakukan pemeriksaan fisik, dan apabila diperlukan akan melakukan pemeriksaan
penunjang.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan seperti pengukuran Bone Mineral
Density (BMD) dengan menggunakan teknik X-ray absorptiometry (DXA). BMD berfungsi
untuk mengukur kekuatan tulang.
Lokasi pengukuran BMD sebaiknya dari area panggul, tulang paha, atau tulang belakang
bagian pinggang (lumbar).
Usia ≥ 65 tahun, perokok, konsumsi alkohol berlebihan, fraktur tulang belakang atau
osteopenia yang telah terindentifikasi oleh foto radiografi, berat badan <60 kg,
rheumatoid arthritis, penggunaan glukokortikoid jangka panjang, obat- obatan lain
KOMPLIKASI OSTEOPOROSIS
Osteoporosis termasuk “silent disease”, penurunan massa tulang akan berkurang perlahan
selama bertahun- tahun tanpa adanya gejala. Pasien baru akan menyadari mereka
menderita osteoporosis setelah pemeriksaan massa tulang atau terjadinya fraktur.
Fraktur adalah gejala klinis osteoporosis yang dapat terlihat. Fraktur paling sering terjadi
pada area kerangka utama seperti tulang belakang (vertebra), panggul, pergelangan
tangan, atau bahu pada dewasa usia >50 tahun dengan atau tanpa trauma.
Fraktur dapat terjadi saat terjatuh dari ketinggian tinggi badan atau kurang. Fraktur dapat
menimbulkan nyeri akut dan kronik, disabilitas (kecacatan yang berkepanjangan), citra diri
yang buruk (fraktur kompresi pada vertebra dapat menimbulkan pengurangan tinggi badan),
depresi, bahkan kematian.
PENATALAKSANAAN OSTEOPOROSIS
Kalsium karbonat adalah kalsium dengan harga murah namun dapat menimbulkan keluhan
pencernaan. Kalsium sitrat tidak menimbulkan keluhan pencernaan dan absorpsinya tidak
dipengaruhi asam lambung namun harganya lebih mahal. Vitamin D penting untuk absorpsi
kalsium, kesehatan tulang, kinerja otot, dan keseimbangan. IOM mengajurkan konsumsi
vitamin D sebanyak 600IU/hari hingga usia 70 tahun dan 800IU/hari untuk usia >70 tahun.
Dosis maksimal vitamin D adalah 4.000IU/hari. Terdapat 2 macam vitamin D antara lain
vitamin D2 (ergocalciferol) dan vitamin D3 (cholecalciferol). Konsumsi kalsium dan vitamin D
dapat diiringi dengan latihan beban dan penguatan otot, mengurangi rokok dan alkohol,
serta terapi pencegahan jatuh. Terapi osteoporosis bertujuan untuk mencegah fraktur dan
menurunkan risiko jatuh, mengurangi gejala fraktur dan deformitas tulang, untuk
meningkatkan fungsi fisik normal.
Salah satu terapi adalah dengan pemberian obat agen antiresorpsi seperti estrogen,
bisphosphonates (BPs), dan lainnya. Agen resorpsi tidak menstimulasi pembentukan tulang,
hanya mengurangi resorpsi mineral tulang. Obat ini dikombinasi dengan konsumsi vitamin D
dan kalsium secara rutin di samping terapi rehabilitasi fisik seperti latihan beban, penguatan
otot punggung, dan terapi keseimbangan serta koordinasi.
Terapi rehabilitasi ini juga dapat mengurangi keluhan pada pasien usia lanjut dengan kifosis
berat (kifosis : kelainan di lengkung tulang belakang yang membuat punggung atas terlihat
membengkok atau membulat), rasa tidak nyaman pada punggung, dan gaya berjalan yang
tidak stabil.
Selain itu untuk pasien usia lanjut perlu dievaluasi faktor risiko jatuh, modifikasi area
lingkungan tempat tinggal, penggunaan alas kaki yang nyaman, penanganan yang adekuat
untuk kondisi komorbid seperti gangguan penglihatan, hipotensi postural, aritmia jantung,
konsumsi obat psikoaktif, malnutrisi, kifosis, kelemahan otot, dan penurunan kemampuan
proprioseptif.