Dj Kelrey, S.Si.T
Nip.140 057 142
SKIZOFRENIA
1. Pengertian
Skizofrenia adalah diskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan
perjalanan penyakit (tidak selalu bersifat kronis atau deteriorating yang luas serta sejumlah
akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya) (Rusdi
Maslim, 1997).
Skizofrenia adalah sekelompok gangguan psikotik dengan gangguan dasar pada kepribadian,
diskripsi khas proses pikir, kadang-kadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang
dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya, waham yang kadang-kadang aneh, gangguan
persepsi, afek abnormal yang terpadu dengan situasi nyata atau sebenarnya dan autisme
(Mansjoer, 2000).
Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi
individu, termasuk berfikir realitas, merasakan dan menunjukkan emosi, dan berperilaku dengan
sikap yang dapat diterima secara sosial (Issacs, 2004).
1.1.2 Penyebab
1. Ketentuan
Berbagai penelitian membuktikan bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9% – 1,8%, bagi
saudara kandung 7% – 15%, bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita skizofrenia
40% – 68%, kembar 2 telur 2% – 15%, kembar 1 telur 61% – 86% (Maramis, 1998).
2. Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya skizofrenia pada waktu pubertas
kehamilan atau pueperium dan klimakterium, tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.
3. Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung
ekstremitas agar sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita
dengan stuper katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian
dengan pemberian obat halusinogenik.
Menurut pendapat lain, skizofrenia merupakan aktivitas dopamin otak yang berlebihan,
dilaporkan juga bahwa kadar 5-hydroxiindoleacetic acid (SHIAA) menurun pada skizofrenia
kronik dan pada pasien skizofrenia dengan pelebaran ventrikel.
7. Eugen Bleuler
Penggunaan istilah skizofrenia menonjolkan segala utama penyakit ini yaitu jiwa terpecah
belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir perasaan dan perbuatan. Bleuer
membagi gejala skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer (gangguan proses pikiran,
gangguan emosi, gangguan kemauan dan autisme), gejala sekunder (waham, halusinasi dan
gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain).
8. Teori lain
Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-macam sebab
antara lain keturunan, pendidikan yang salah, meladapsi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti
lues otak, anteriosklerasis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.
Sampai sekarang belum diketahii dasar penyebab skizofrenia, faktor keturunan mempunyai
pengaruh, faktor yang mempercepat yang menjadikan manifestasi atau faktor pencetus seperti
penyakit badaniah atau stress psikologis, biasanya tidak menyebabkan skizofrenia walaupun
pengaruhnya terhadap suatu penyakit skizofrenia yang sudah ada tidak dapat disangkal
(Maramis, 1998).
Kraepelin membagi skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama antara lain :
1. Skizofrenia Simplek
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa kedangkalan emosi dan
kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang
didapat, jenis ini timbulnya berlahan-lahan.
2. Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau sub-akut dan sering timbul pada masa remaja atau antara usia
15 – 25 tahun. Gejala yang mencolok adalah gangguan proses berfikir, gangguan kemauan dan
adanya depersonalisasi atau double personallity. Gangguan psikomotor seperti mannerium,
neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham dan halusinasi banyak sekali.
3. Skizofrenia Katatonik
Timbulnya pertama kali umur15 – 30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh stress
emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
4. Skizofrenia Paranoid
Gejala yang mencolok ialah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan
halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses berfikir, gangguan
afek emosi dan kemauan.
6. Skizofrenia Residual
Keadan skizofrenia dengan gejala primernya Bleuer, tetapi tidak jelas adanya gejala sekunder.
Keadaan ini timbul sesudah beberapa hari serangan skizofrenia.
1. Gejala primer
a. Gangguan proses piker
b. Gangguan emosi
c. Gangguan kemauan :
Negativisme
Ambivalensi
Otomatisme
2. Gejala psikomotor
a. Waham
b. Halusinasi
PPDGJ III
1. Gejala amat jelas
Suara-suara halusinasi yang berkomentas terus-menerus
Waham-waham yang menetap
2. Paling sedikit memiliki dua gejala yang terus ada dengan yang :
Halusinasi secara menetap dalam setiap modelitas
Arus pikir terputus-putus atau mengalami sisipan
Perilaku katatonik seperti gaduh gelisah atau fleksi belitas serta negatisme seperti
apatis dan sebagainya.
III. Penatalaksanaan
Farmakoterapi
Obat neuroleptika selalu diberikan, kecuali obat-obat ini terkontraindikasi, karena 75%
penderita skizofrenia memperoleh perbaikan dengan obat-obat neuroleptika. Kontraindikasi
meliputi neuroleptika yang sangat antikolinergik seperti klorpromazin, molindone, dan
thioridazine pada penderita dengan hipertrofi prostate atau glaucoma sudut tertutup. Antara
sepertiga hingga separuh penderita skizofrenia dapat membaik dengan lithium. Namun,
karena lithium belum terbukti lebih baik dari neuroleptika, penggunaannya disarankan
sebatas obat penopang.
Meskipun terapi elektrokonvulsif (ECT) lebih rendah dibanding dengan neuroleptika bila
dipakai sendirian, penambahan terapi ini pada regimen neuroleptika menguntungkan
beberapa penderita skizofrenia.
Intervensi Psikososial
Tujuannya adalah :
5. Mengidentifikasi perilaku problematik pada penderita dan anggota keluarga lainnya dan
memperjelas pedoman bagi penderita dan keluarga.
Psikodinamik atau berorientasi insight belum terbukti memberikan keuntungan bagi individu
skizofrenia. Cara ini malahan memperlambat kemajuan. Terapi individual menguntungkan
bila dipusatkan pada penatalaksanaan stress atau mempertinggi kemampuan social spesifik,
serta bila berlangsung dalam konteks hubungan terapeutik yang ditandai dengan empati, rasa
hormat positif, dan ikhlas. Pemahaman yang empatis terhadap kebingungan penderita,
ketakutan-ketakutannya, dan demoralisasinya amat penting dilakukan.
Halusinasi adalah suatu keadaan dimana individu mengalami suatu perubahan dalam
jumlah atau pola rangsang yang mendekat (baik yang dimulai secara eksternal maupun internal)
disertai dengan respon yang berkurang dibesar-besarkan, distorsi atau kerusakan rangsang
tertentu (Towsend, 1998). Dari keempat pengertian di atas maka penulis menyimpulkan bahwa
halusinasi adalah persepsi yang timbul tanpa stimulus eksternal serta tanpa melibatkan sumber
dari luar yang meliputi semua system panca indra.
Faktor predisposisi dari halusinasi menuruut Stuart & Laraia (1998) adalah aspek
biologis, psikologis, genetik, sosial dan biokimia. Dari predisposisi tersebut pada klien Ny. Y
yang dominan adalah faktor sosial karena klien menikah dalam usia muda (belum siap fisik dan
psikis)dan orang tua klien bercerai pada saat klien berusia 11 tahun dan faktor psikologis dimana
klien mempunyai kepribadian tertutup. Jika tugas perkembangan terlambat atau hubungan
interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stress atau kecemasan. Beberapa faktor
di masyarakat dapat membuat seseorang terisolasi dan kesepian sehingga menyebabkan
kurangnya rangsangan dari eksternal. Stress yang menggangggu sistem metabolisme tubuh akan
mengeluarkan suatu zat yang bersifat halusinogen.
Faktor presipitasi menurut Stuart & Sundeen (1998) adalah stresor sosial dimana stress
dan kecemasan akan meningkat bila terjadinya penurunan stabilitas, keluarga, perpisahan dari
orang yang sangat penting atau diasingkan oleh kelomppok/masyarakat; faktor biokimia dapat
meyebabkan partisipasi klien berinteraksi dengan kelompok kurang, suasana yang terisolasi
(sepi) sehingga dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang mengeluarkan halusinogenik;
faktor psikologis yang juga akan meningkatkan intensitas kecemasan yang berkepanjangan
disertai terbatasnya kemampuan dalam memecahkan masalah mungkin akan mulai
berkembangnya perubahan sensori persepsi klien, biasanya hal ini untuk pengembangan koping
menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan diganti dengan hayalan yang menyenangkan.
Masalah keperawatan yang menjadi penyebab (sebagai Triger) munculnya halusinasi adalah
harga diri rendah dan isolasi sosial (Stuart & Laraia, 1998). Akibat rendah diri dan kurangnya
keterampilan mengakibatkan sosial klien menjadi menarik diri dari lingkungan.selanjutnya klien
akan lebih terfokus pada dirinya sendiri. Stimulus inernal akan menjadi lebih dominan daripada
stimulus eksternal. Klien lama kelamaan akan kehilangan kemampuanmembedakan stimulus
internal dengan stimulus eksternal. Ini memicu terjadinya halusinasi. Selain itu akibat lanjut dari
Masalah keperawatan rendah diri yang terjadi pada klien dapat didukung oleh koping
keluarga tidak efektif: kurang pengetahuan, ketidakmampuan merawat klien dan bahkan
menolak klien berada di rumahnya. Hal ini dapat membuat klien kurang mendapat penguatan
terhadap kemampuan yang ia miliki sehinggga klien menganggap dirinya makin tidak berharga
dan mengakibatkan keluarga kurang tepat dalam menanganni klien di rumah atau regimen
therapeutik tidak efektif.
Menurut Towsend & Mary (1995), tanda dan gejala halusinasi adalah sebagai berikut:
1. Berbicara, senyum dan tertawa sendirian.
2. Mengatakan mendengar suara, melihat, menghirup, mengecap dan merasa sesuatu yang
tidak nyata.
3. Merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
4. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal tidak nyata, serta tidak mampu
melakukan asuhan keperawatan mandiri seperti mandi, sikat gigi, berganti pakaian dan
berhias yang rapi.
5. Sikap curiga, bermusuhan , menarik diri, sulit membuat keputusan, ketakutan, mudah
tersinggung, jengkel , mudah marah, ekspresi wajah tegang, pembicaraan kacau dan tidak
masuk akal, banyak keringat.
Dibawah ini beberapa tipe dari halusinasi (Cancro & Lehman, 2000):
1. Halusinasi Pendengaran
Mendengar suara-suara, sering mendengar suara-suara orang berbicara atau
membicarakannya, suara-suara tersebut biasanya familiar. Halusinasi ini paling sering
dialami klien dibandingkan dengan halusinasi yang lain.
2. Halusinasi Penglihatan
Melihat bayangan yang sebenarnya tidak ada, seperti cahaya atau seseorang yang telah
mati.
3. Halusinasi Penciuman
Mencium bau-bau padahal di tempat tersebut tidak ada bau. Tipe ini sering ditemukan
pada klien dengan dimensia seizure atau mengalami gangguan cerebrovaskuler.
4. Halusinasi Sentuhan
Perasaan nyeri, nikmat atau tidak nyaman padahal stimulus itu tidak ada.
5. Halusinasi Pengecapan
Termasuk rasa yang tidak hilang pada mulut, perasaan adanya rasa makanan dan berbagai
zat lainnya yang dirasakan oleh indra pengecapan klien.
Proses terjadinya halusinasi (Stuart & Laraia, 1998) dibagi menjadi empat fase yang terdiri dari:
1. Fase Pertama
Klien mengalami kecemasan, stress, perasaan terpisah dan kesepian, klien mungkin
melamun, memfokuskan pikirannnya kedalam hal-hal menyenangkan untuk
menghilangkan stress dan kecemasannya. Tapi hal ini bersifat sementara, jika kecemasan
2. Fase Kedua
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan eksternal,
individu berada pada tingkat listening pada halusinasinya. Pikiran internal menjadi
menonjol, gambarn suara dan sensori dan halusinasinya dapat berupa bisikan yang jelas.
Klien membuat jarak antara dirinya dan halusinasinya dengan memproyeksikan seolah-
olah halusinasi datang dari orang lain atau tempat lain.
3. Fase Ketiga
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol. Klien menjadi lebih terbiasa dan
tidak berdaya dengan halusinasinya. Kadang halusinasinya tersebut memberi kesenangan
dan rasa aman sementara.
4. Fase Keempat
Klien merasa terpaku dan tidak berdaya melepaskan diri dari kontrol halusinasinya.
Halusinasi sebelumnya menyenangkan berubah menjadi mengancam, memerintah,
memarahi. Klien tidak dapat berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan
halusinasinya. Klien hidup dalam dunia yang menakutkan yang berlangsung secara
singkat atau bahkan selamanya.
Pohon Masalah
Tujuan
1. Membantu klien mengenal halusinasinya.
2. Menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi.
3. Mengajarkan klien mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
SP I P.
Menghardik halusinasi.
Intervensi.
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi.
2. Mengidentifikasi isi halusinasi.
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi.
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi.
5. Mengidentifikasi situasi yang menimbulkan halusinasi.
6. Mengidentifiasi respon klien terhadap halusinasi.
7. Mengajarkan klien menghardik halusinasi.
8. Menganjurkan klien memasukan kedalam jadwal kegiatan harian.
SP II P.
Bercakap-cakap dengan orang lain.
Intervensi.
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien.
2. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara bercakap-cakap dengan
orang lain.
3. Menganjurkan klien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian.
SP III P.
Melakukan kegiatan/ aktifitas.
Intervensi.
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan klien
2. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara melakukan
kegiatan/aktivitas.
3. Menganjurkan klien memasukan ke dalam jadwal kegiatan harian.
SP IV P.
Minum obat secara teratur.
Intervensi.
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan klien.
2. Memberian pendidikan kesehatan tentang penggunaan/ minum obat secara teratur.
3. Menganjurkan klien memasukan ke dalam jadwal kegiatan harian .
SP II K.
Intervensi.
1. Melatih keluarga mempraktekan cara merawat klien dengan halusinasi.
2. Melatih keluarga melakukan cara merawat langsung kepada klien halusinasi.
SP III K.
Intervensi.
1.Membantu keluarga membuat jadwal aktifitas di rumah termasuk minum obat
discharge planning
I. IDENTITAS KLIEN
a. Klien mengalami gangguan jiwa dan mendapat perawatan di RSJ selama 1tahun
kemudian klien di pulangkan karna sudah menunjukan gejala yang baik, 1 bulan di
rumah obat pasien habis (klien tidak lagi minum obat/putus obat) Dan klien
menunjukkan tanda-tanda seperti sering bicara sendiri tertawa sendiri sering
mendengar bisikan -bisikan pada waktu pagi dan siang hari, suara yang muncul adalah
suara adiknya yang sudah meninggal,Yang menyuruhnya untuk pulang dan suka
menyendiri serta klien sering berjalan tanpa tujuan menunjukan perilaku aneh seperti
merusak barang-barang dalam rumah dan kemudian oleh keluarga mengambil
keputusan untuk membawa klien ke RSJ pada tanggal 09-02-2009 sehingga klien
mendapat perawatan lebih lanjut di UGD dan di pindahkan ke ruang akut laki- laki
dan kemudian di pindahkan ke ruang Asoka (bangsal laki -laki) kemudian di beri
terapy:
Haloperidol 5mg
Tryhexy penidil 2mg / 3x1 sehari
Diazepam 5mg/ 3x1/2
b. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu klien diberhentikan dari pekerjaan.
c. Tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
Hal –hal yang menyebabkan terjadinya gangguan jiwa yaitu klien diberhentikan dari pekerjaan
sehingga menyebabkan klien sering menyendiri
VI. PSIKOSOSIAL.
Genogram :
X X
? ? ? ? 34 ?
? ?
Keterangan:
Laki – laki :
Perempuan :
: Klien
Hubungan perkawinan :
X : meninggal
1. Gambaran Diri
Klien mengatakan ia menyukai seluruh anggota tubuh.
2. Identitas Diri
Klien mampu menyebutkan namanya dan identitas dirinya.Klien mengatakan ia sudah menikah.
3. Peran Diri
Sebelum sakit klien beraktifitas seperti biasa
Saat sakit klien tidak dapat beraktifitas seperti bisanya
4. Ideal Diri
Klien ingin cepat sembuh dan pulang ingin ketemu keluarga
5. Harga Diri
Klien mengatakan mau berhubungan dengan lingkungan tempat tinggal.
c. Spiritual
Pikiran yang sering muncul adalah cepat sembuh dan cepat pulang karena sudah kangen
sama keluarga.
a. Adaptif
Bicara dengan perawat
Mampu menyesuaikan diri dan berbaur dengan teman – temannya
Maladaptif
Pada saat wawancara klien sering mengalihkan pembicaraan dan cepat lelah jika diajak bicara.
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
Keterangan :
M : bila dilakukan secara mandiri
B : jika dilakukan dengan bantuan orang lain (diperintah)
T : ketergantungan
2. DS : Pasien mengatakan
Pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan yaitu klien diberhentikan dari
pekerjaan. Ganggguan konsep diri harga dii rendah
DO :
Klien ssering menyendiri
DO :
Suka menyendiri
No.CM : 01-33-56
Tujuan Intervensi
Nama Klien : Tn E. D
Ruangan ;
Asoka pria
No.RM : 008768
Tujuan Intervensi
Hari I (29-11-2010)
A.PROSES KEPERAWATAN
2. Diagnosa Keperawatan
Halusinasi Pendengaran
3. TUJUAN KEPERAWATAN
SP I P TINDAKAN KEPERAWATAN.
4. Menghardik halusinasi
INTERVENSI.
I.Fase awal/Perkenalan
Salam Teraupetik
Selamat pagi pak… Perkenalkan nama saya Sarly Matatula ,saya dari mahasiswa akper
Kesdam XVI/ Pattimura yang turun praktek disini,saya bertugas disini di ruangan asoka ini
dari jam 08.00-14.00 wit.kalau boleh tau nama bapak siapa? Dan biasa di panggil siapa?
Validasi
Kontrak
- Topik : Hari kita berbincang- bincang tentang halusinasi,tetapi hal tersebut tidak nyata
dan orang-orang bisannya sebutnya halusinasi
- Waktu : kita berbincang-bincang kurang lebih 10 menit
- Tempat : Menurut bapak bagusnya kita berbincang-bincang diman?
Sekarang saya ajarkan cara yang pertama dulu, yaitu cara menghardik: jika
terdengar suara itu “bapak pergi, saya tidak mau mendengar.pergi kau..”.
katakan hal tersebut berulang-ulang sampai suara itu hilang, lakukan sambil
menutup kedua telinga, coba bapak peragakan.
1. Fase terminasi
a. Evaluasi subjektif
Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang dengan saya?
b.Evaluasi objektif
bapak masih ingat tidak dengan nama saya?
bapak masih ingat cara menghardik suara yang muncul?
c. Rencana tindak lanjut
bapak saya harap jika besok saya bertemu, bapak masih ingat saya,dan bapak masih ingat
juga yang saya ajarkan tadi, sehingga bapak dapat memperagakannya.
d. Kontrak yang akan datang
Topik :bapak sekarang kita sudah selesai berbincang-bincang, bagaimana kalau besok kita
bertemu lagi, dan saya akan mengajaran cara mengatasi halusinasi dengan cara yang ke
dua,tiga, dan empat yaitu: Bercakap-cakap dengan orang lain, melakukan
kegiatan/Aktifitas,Minum obat secara teratur?
Waktu: bapak maunya berapa lama besok kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 10 menit?
Topik : Kalau besok maunya di tempat mana?
Bagaimana kalau di taman saja?
Hari II (30-11-2010)
A.Proses keperawatan
1.Kondisi klien
DS:
Masih sering mendengarkan bisikan-bisikan yang di dengarnnya pada waktu pagi
hari dan siang hari
Suara itu menyuruhnya untuk pulang
Suara itu adalah suara adiknya yang sudah meninggal
DO :
Klien suka menyendiri
2.Diagnosa keperawatan
Halusinai Pendengaran
3.Tujuan keperawatan
Bercakap-cakap dengan orang lain
Melakukan kegiatan /Aktifitas
Minum obat secara teratur
4.Tindakan Keperawatan
SP II P.
Bercakap-caap dengan orang lain
Interfensi:
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
2. Melatih klien mengendalikan halusinasi dengan cara bercaap-cakap
dengan orang lain
3. Menganjurkan klien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian.
SP III. P
Melaukan kegiatan/Aktivitas
Interfensi:
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien
SP IV. P
Minum obat secara teratur
1. Fase kerja
SP II. P
Selamat pagi bapak…
Sesuai dengan kontrak kita kemarin, saya akan mengajarkan bapak cara mengatasi
halusinasi dengan:
Bercakap-cakap dengan orang lain
a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien, yaitu dengan menanyakan pada
klien:
Tadi pagi bangun jam berapa?
Setelah bangun tidur, bapak melakukan kegiatan apa? Dan jam berapa?
bapak mandi pagi pada jam berapa?
Setelah sarapan pagi apa yang bapak lakukan?
Alau bisikan-bisikan itu datang, apa yang bapak lakukan? Dan pada jam
berapakah itu?
Setelah itu apakah bapak berbincang dengan teman? Dan pada pukul
berapakah itu?
jam berapakah bapak makan siang? Dan setelah makan siang bapak
minum obat?
Pada pukul 13.00-14.00 wit, apakah bapak mengatasi halusinasi dengan
cara menghardik?
SP III. P
a. Bapak, selain cara yang kedua, ada juga cara yang ketiga yaitu
melakukan kegiatan/aktifitas
SP IV. P
a. Memberikan penkes tentang penggunaan/minum obat secara teratur.
Bapak selain cara ketiga ada juga cara ke empat yaitu dengan
minum obat secara teratur, karna dengan bapak minum obat
secara teratur maka dapat mengontrol halusinasi tersebut.
2. Fase terminasi
a. Evaluasi subjetif
Bagaimana perasaan Bapak setelah berbincang-bincang dengan
saya?
Klin menjawab: saya merasa senang
b. Evaluasi objetif
Bapak masih ingat tidak dengan cara menghilangkan halusinasi?
Saya harap Bapak bisa mempraktekannya