Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN SKIZOFRENIA

OLEH :

NAMA : EDEL B.M SAI SALE

NIM : 21310213

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN DAN NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YOGYAKARTA

JL. Nitikan Baru No 69 Yogyakarta


A.    Pengertian
Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu “ Skizo “ yang artinya retak atau pecah
(split), dan “ frenia “ yang artinya jiwa. Dengan demikian seseorang yang
menderita skizofrenia adalah seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau
keretakan kepribadian ( Hawari, 2003).
Schizofrenia merupakan gangguan  psikotik yang merusak yang dapat
melibatkan gangguan yang khas dalam berpikir (delusi), persepsi (halusinasi),
pembicaraan, emosi dan perilaku. Keyakinan irasional tentang dirinya atau isi
pikiran yang menunjukkan kecurigaan tanpa sebab yang jelas, seperti bahwa
orang lain bermaksud buruk atau bermaksud mencelakainya (Raboch, 2007).\

B.     Etiologi
1.      Teori somatogenik
a.       Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri
0,9-1,8 %,  bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang tua
yang menderita Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu
telur 61-86 % (Maramis, 1998; 215 ).
b.      Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada
waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium.,
tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.
c.       Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat,
ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun
serta pada penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam menurun.
Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan pemberian obat halusinogenik.
d.      Susunan saraf pusat
Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon
atau kortek otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin disebabkan
oleh perubahan postmortem atau merupakan artefakt pada waktu membuat
sediaan.
2.       Teori Psikogenik
a.       Teori Adolf Meyer
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang
tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada
SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau
penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer
Skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga
timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan
diri dari kenyataan (otisme).
b.      Teori Sigmund Freud
Skizofrenia terdapat
1)      kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun somatik
2)      superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yamg berkuasa
serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme
3)      kehilangaan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi
psikoanalitik tidak mungkin.
c.       Eugen Bleuler
Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu
jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses
berfikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi 2
kelompok yaitu gejala primer (gaangguan proses pikiran, gangguan emosi,
gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala
katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain).
d.      Teori lain
Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-
macam sebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan
jiwa, penyakit badaniah seperti lues otak, arterosklerosis otak dan penyakit lain
yang belum diketahui.

C.    Patofisiologi
Prevalensi penderita schizophrenia di Indonesia adalah 0,3 – 1 % dan
biasanya timbul pada usia sekitar 18 - 45 tahun. Schizophrenia disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain: faktor genetik, faktor lingkungan dan faktor keluarga.
Schizophrenia tidak hanya menimbulkan penderitaan  bagi individu penderitanya
tetapi juga bagi orang-orang terdekat ( Arif, 2006). Penderita schizophrenia sering
kali mengalami gejala positif dan negatif yang memerlukan penanganan serius.
Penderita schizophrenia juga mengalami penurunan motivasi dalam berhubungan
sosial, perilaku ini sering tampak dalam bentuk perilaku autistic dan mutisme.
Akibat adanya penurunan motivasi ini sering tampak timbulnya masalah
keperawatan isolasi sosial menarik diri dan jika tidak diatasi dapat menimbulkan
perubahan persepsi sensoris halusinasi. Halusinasi yang terjadi pada penderita
schizophrenia tidak saja disebabkan oleh perilaku isolasi sosial tetapi juga dapat
disebabkan oleh gangguan konsep diri harga diri rendah. Dampak dari halusinasi
yang timbul akibat schizophrenia ini sangat tergantung dari isi halusinasi. Jika isi
halusinasi mengganggu, maka penderita schizophrenia akan cenderung melakukan
perilaku kekeeraan sedangkan halusinasi yang isinya menyenagkan dapat
mengganggu dalam berhubungan sosial dan dalam pelaksanaan aktivitas sehari-
hari termasuk aktivitas perwatan diri ( Stuart, 2007).
Schizophrenia sering dimanifestasikan dalam bentuk waham, perilaku
katatonik, adanya penurunan motivasi dalam melakukan hubungan sosial serta
penurunan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Waham yang dialami pasien
schizophrenia dapat berakibat pada kecemasan yang berlebihan jika isi wahamnya
tidak mendapatkan perlakuan dari lingkungan sehingga berisiko menimbulkan
perilaku kekerasan yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
Adanya perilaku katatonik, menyebabkan perasaan tidak nyaman pada diri
penderita, hal ini karena kondisi katatonik ini berdampak pada hambatan untuk
melakukan aktivitas sehari-hari.
Hambatan dalam aktivitas sehari-hari menyebabkan koping individu menjadi
tidak efektif yang dapat berlanjut pada gangguan konsep diri harga diri rendah dan
bila tidak diatasi berisiko menimbulkan perilaku kekerasan ( Ingram, 1996).
Penderita dapat mengalami ambivalensi, kondisi ini dapat menimbulkan
terjadinya penurunan motivasi dalam melakukan aktivitas perawatan diri dan
kemampuan dalam berhubungan sosial dengan orang lain. Adanya ambivalensi
membuat penderita menjadi kesulitan dalam pengambilan keputusan sehingga
dapat berdampak pada penurunan motivasi dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Penderita schizophrenia yang menunjukkkan adanya gejala negatif ambivalensi
ini, sering kali dijumpai cara berpakaian dan berpenampilan yang tidak sesuai
dengan realita seperti rambut tidak rapi, kuku panjang, badan kotor dan bau
( Rasmun, 2007). Prognosis untuk schizophrenia pada umumnya kurang begitu
menggembirakan sekitar 25 % pasien dapat pulih dari episode awal dan fungsinya
dapat kembali pada tingkat sebelum munculnya gangguan tersebut. Sekitar 25%
tidak pernah pulih dan perjalanan penyakitnya cenderung memburuk, dan sekitar
50 % berada diantaranya ditandai dengan kekambuhan periodik dan
ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali akan waktu singkat ( Arif,
2006)

D.    Manifestasi Klinis
Menurut Keltner et al (1995), gejala-gejala ini dapat dikelompokkan menjadi
4 kategori :
1.      Gangguan Persepsi
a.    Halusinasi
Adalah pengalaman sensori yang terjadi tanpa stimulus dari luas. Menurut
Moller dan Murphy dalam Stuart dan Sundeen (1997) tingkatan halusinasi dibagi
menjadi 4 tingkatan yaitu :

1)      Tahap 1  Comforting
Tingkat cemas sedang, halusinasi secara umum adalah sesuatu yang
menyenangkan.Pengalaman halusinasi karena emosi yang meningkat seperti
cemas, kesepian, rasa bersalah, takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran
yang nyaman untuk melepaskan cemas. Individu mengenal bahwa pikiran dan
pengalaman sensori dalam kontrol kesadaran jika cemas dapat dikelola. Tingkah
laku yang dapat diobservasi :
a)      Meringis atau tertawa pada tempat yang tidak tepat.
b)      Menggerakkan bibir tanpa mengeluarkan suara.
c)      Pergerakan mata yang cepat.
d)     Respon verbal pelan seperti jika sedang asyik.
e)      Diam dan tampak asyik.
2)      Tahap II
Pengalaman sensori dari beberapa identifikasi indera terhadap hal yang
menjijikkan dan menakutkan. Halusinator mulai kehilangan control dan ada usaha
untuk menjauhkan diri dari sumber stimulus yang diterima . Individu mungkin
merasa malu dengan adanya pengalaman sensori dan menarik diri dari orang lain.
Tingkah laku yang dapat diobservasi :
a)      Meningkatnya system syaraf otonom, tanda dan gejala dari cemas seperti
meningkatnya nadi, pernafasan dan tekanan darah.
b)      Lapang perhatian menjadi sempit
c)      Asyik dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk
membedakan halusinasi atau realitas.
3)      Tahap III
Controlling tingkat kecemasan berat, pengalaman sensori menjadi hal yang
menguasai. Halusinator mencoba memberi perintah , isi halusinasi mungkin
menjadi sangat menarik bagi individu. Individu mungkin mengalami kesepian ,
jika sensori yang diberikan berhenti. Psychotic. Tingkah laku yang dapat
diobservasi :
a.       Perintah langsung oleh halusinasi dapat diikuti.
b.      Kesulitan berhubungan dengan orang lain.
c.       Lapang perhatian hanya beberapa detik aau menit.
d.      Gejala fisik dan cemas berat seperti berkeringat, tremor, ketidakmampuan
mengikuti perintah.
4)      Tahap IV
Conquering, tingkat cemas, panik, umumnya halusinasi menjadi terperinci
dan khayalan tampak seperti kenyataan. Pengalaman sensori mungkin mengancam
jika individu tidak mengikuti perintah. Halusinasi mungkin memburuk dalam 4
jam atau sehari atau sehari jika tidak ada intervensi terapeutik. Tingkah laku yang
dapat diobservasi :
a)      Teror keras pada tingkah laku seperti panic.
b)      Potensial kuat untuk bunuh diri.
c)      Aktivitas fisik yang menggambarkan isi dai halusinasi seperti kekerasan, agitasi,
menarik diri atau katatonia.
d)     Tidak dapat berespon pada perintah yang kompleks.
e)      Tidak dapat berespon pada lebih satu orang.
b.     Delusi
Adalah gejala yang merupakan keyakinan palsu yang timbul tanpa stimulus
luar yang cukup dan mempunyai cirri-ciri realistic, tidak logis, menetap,
egosentris, diyakini kebenarannya oleh pasien sebagai hal yang nyata, pasien
hidup dalam wahamnya, keadaan atau hal yang diyakini itu bukan merupakan
bagian dari sosiokultural setempat. Maam-macam waham :
1)      Waham rendah pikir, pasien percaya bahwa pikirannya, perasaannya, ingkah
lakunya dikendalikan dari luar.
2)      Waham kebesaran, suatu kepercayaan bahwa penderita adalah orang yang
penting dan berpengaruh dan mungkin mempunyai kelebihan kekuatan yan
terpendam atau benar-benar merakanfiur orang kuat sepanjang sejarah.
3)      Waham diancam, suatu keyakinan bahwa dirinya selalu diancam, diikti atau ada
sekelompok orang yang memenuhinya.
4)      Waham tersangkut, adana kepercayaan bahwa seala sesatu yang terjadi di
sekelilngnya mempai hubungan pribadi seperti perinah atau pesan khusus.
5)      Waham bizarre, pasien sering memperlihakan adanya waham soatik msalnya
pasien percaya adanya benda ang begerak-gerak di dalam ususnya. Yang termasuk
waham ini adalah waham sedot pikir, waham sisip pikir, waham siar pikir, waham
kendali pikir.
c.    Paranoid dimanifestasikan dengan interpretasi yang menetap bahwa tindakan
orang lain sebagai suatu ancaman atau ejekan.
d.    Ilusi adalah kesalahan dalam menginterpretasikan stimulus dari luar yang nyata.

2.      Gangguan Proses Pikir


a.       Flight of idea, serangkaian pikiran yang diucapkan secara cepat disertai
perpindahan materi pembicaraan yang menddak tanpa alas an logic yang nyata.
b.      Retardation, adalah lambatnya aktifitas mental sebagai contoh pasien mengatakan
saya tidak dapat berpikir apa-apa.
c.       Blocking, putusnya pikiran ang ditandai dengan putusnya secara sementara atau
terhentinya pembicaraan.
d.      Autisme, pikiran yang timbul dari fantasi.
e.       Ambivalensi adalah keinginan yang sangat pada dua hal yang berbeda pada
waktu yang sama dan orang yang sama.
f.       Kehilangan asosiasiidak adanya hubungan pola pikir, ide dan topik yang normal,
tiba-tiba beralih tanpa menunjukkan hubungan dengan topic sebelumnya.
3.      Gangguan Kesadaran
Manifestasi dari ganguan kesadaran antara lain bingung, inkoherensi
pembicaraan, pembicaraan ang tidak dapat dimengerti, terdapat distrsi tata bahasa
atau susunan kalimat, sering memakai istilah aneh, inkherensi timbul karena
pikiran kacau sehingga beberapa pikiran dikeluarkan dalam satu kalimat, clouding
atau kesadaran berkabut, kesadaran menurun disertai gangguan persepsi dan
sikap.
4.      Gangguan Afek
a.    Afek yang tidak tepat, suatu keadaan disharmoni afek yang tidak sesuai dengan
tingkah laku pasien.
b.    Afek tumpul, ketidakmampuan membangkitkan emosi dan berespon terhadap
berita duka.
c.    Afek datar, ketidakmampuan membangkitkan respon terhadap berbagai respon.
d.    Afek labil, kondisi emosi yang cepat berubah.
e.    Apatis, warna emosi yang tumpul disertai keacuhan atau ketidakpedulian.
f.     Euforia, gembira berlebihan, aa peningkatan perasaan dari biasanya selalu merasa
optimis, senang dan percaya diri, bersikap meyakinkan

E.     KOMPLIKASI
Menurut Keliat (1996), dampak gangguan jiwa skizofrenia antara lain :
1.      Aktifitas hidup sehari-hari
Klien tidak mampu melakukan fungsi dasar secara mandiri, misalnya
kebersihan diri, penampila dan sosialisasi.
2.      Hubungan interpersonal
Klien digambarkan sebagai individu yang apatis, menarik diri, terisolasi
dari teman-teman dan keluarga. Keadaan ini merupakan proses adaptasi klien
terhadap lingkungan kehidupan yang kaku dan stimulus yang kurang.
3.      Sumber koping
Isolasi social, kurangnya system pendukung dan adanya gangguan fungsi
pada klien, menyebabkan kurangnya kesempatan menggunakan koping untuk
menghadapi stress.
4.      Harga diri rendah
Klien menganggap dirinya tidak mampu untuk mengatasi kekurangannya,
tidak ingin melakukan sesuatu untuk menghindari kegagalan (takut gagal) dan
tidak berani mencapai sukses.
5.      Kekuatan
Kekuatan adalah kemampuan, ketrampilan aatau interes yang dimiliki dan
pernah digunakan klien pada waktu yang lalu.
6.      Motivasi
 Klien mempunyai pengalaman gagal yang berulang.

7.      Kebutuhan terapi yang lama


Klien disebut gangguan jiwa kronis jika ia dirawat di rumah sakit satu
periode selama 6 bulan terus menerus dalam 5 tahun tau 2 kali lebih dirawat di
rumah sakit dalam 1 tahun.
F.     Penatalaksanaan
1.      Medis
Obat antipsikotik digunakan untuk mengatasi gejala psikotik (misalnya
perubahan perilaku, agitasi, agresif, sulit tidur, halusinasi, waham, proses piker
kacau). Obat-obatan untuk pasien skizophrenia yang umum diunakan adalah
sebaga berikut :
a.       Pengobatan pada fase akut
1)      Dalam keadaan akut yang disertai agitasi dan hiperaktif diberikan injeksi :
a)      Haloperidol 3x5 mg (tiap 8 jam) intra muscular.
b)      Clorpromazin 25-50 mg diberikan intra muscular setiap 6-8 jam sampai keadaan
akut teratasi.
c)      Kombinsi haloperidol 5 mg intra muscular kemudian diazepam 10 mg intra
muscular dengan interval waktu 1-2 menit.
2)      Dalam keadaan agitasi dan hiperaktif diberikan tablet :
a)      Haloperidol 2x1,5 – 2,5 mg per hari.
b)      Klorpromazin 2x100 mg per hari
c)      Triheksifenidil 2x2 mg per hari
b.      Pengobaan fase kronis
Diberikan dalam bentuk tablet :
1)      Haloperidol 2x  0,5 – 1 mg perhari
2)      Klorpromazin 1 x 50 mg sehari (malam)
3)      Triheksifenidil 1- 2x 2 mg sehari
a)      Tingkatkan perlahan-lahan, beri kesempatan obat untuk bekerja, disamping itu
melakukan tindakan perawatan dan pendidikan kesehatan.
b)      Dosis maksimal
Haloperidol : 40 mg sehari (tablet) dan klorpromazin 600 mg sehari (tablet).
c.       Efek dan efek samping terapi
1)      Klorpromazine
Efek : mengurangi hiperaktif, agresif, agitasi
Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, sedasi, hipotensi
ortostatik.
2)      Haloperidol
Efek : mengurangi halusinasi
Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, sedasi, hipotensi
ortostatik.
2.      Tindakan keperawatan efek samping obat
a.       Klorpromazine
1)      Mulut kering  : berikan permen, es, minum air sedikit-sedikit dan membersihkan
mulut secara teratur.
2)      Pandangan kabur : berikan bantuan untuk tugas yang membutuhkan ketajaman
penglihatan.
3)      Konstipasi : makan makanan tinggi serat
4)      Sedasi : tidak menyetir atau mengoperasikan peralatan ang berbahaya.
5)      Hipoensi ortostatik : perlahan-lahan bangkit dari posisi baring atau duduk.
b.      Haloperidol
1)      Mulut kering  : berikan permen, es, minum air sedikit-sedikit dan membersihkan
mulut secara teratur.
2)      Pandangan kabur : berikan bantuan untuk tugas yang membutuhkan ketajaman
penglihatan.
3)      Konstipasi : makan makanan tinggi serat
4)      Sedasi : tidak menyetir atau mengoperasikan peralatan ang berbahaya.
5)      Hipotensi ortostatik : perlahan-lahan bangkit dari posisi baring atau duduk

G.    Diagnosa Keperawatan
1.      Perilaku Kekerasan
a.    Definisi
Suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan
yang merupakan respon dari kecemasan dan kebutuhan yang tidak terpenuhi yang
dirasakan sebagai ancaman.(Yoseph,2007)
b.    Faktor yang berhubungan :
1)      Kurang rasa percaya : kecurigaan terhadap orang lain
2)      Panik
3)      Rangsangan katatonik
4)      Reaksi kemarahan/amok
5)      Instruksi dari halusinaasi
6)      Pikiran delusional
7)      Berjalan bolak balik
8)      Rahang kaku; mengepalkan tangan, postur tubuh yang kaku
2.      Perubahan Persepsi Sensoris : Halusinasi
a.       Definisi
Pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera dimana orang
tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh psikotik,
gangguan fungsional, organik, atau histerik. (Maramis,2004)
b.      Faktor yang berhubungan :
1)      berbicara dan tertawa sendiri
2)      bersikap seperti mendengarkaan sesuatu ( memiringkan kepala kesatu sisi seperti
jika seseorang sedang mendengarkan sesuatu ).
3)      Berhenti berbicara ditengah-tengah kalimat unutk mendengarkaan sesuatu
4)      Disorientasi
5)      Konsentrasi rendah
6)      Pikiran cepat berubah-ubah
3.      Isolasi Sosial : Menarik Diri
a.       Definisi
Keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau merasakan
kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan dengan orang lain
tetapi tidak mampu untuk membuat kontak. (Carpenito, 1998)
b.      Faktor yang Berhubungan
1)         Menyendiri dalam ruangan.
2)         Tidak berkomunikasi, menarik diri, tidak melakukan kontak mata  ( mutisme,       
autism).
3)         Sedih, afek datar .
4)         Adanya perhatian daan tindakan yang tidak sesuai dengan perkembangan usianya.
5)         Berfikir tentang sesuatu menurut pikirannya sendiri, tindakan yang berulang-ulang
dan bermakna.
6)         Mendekati perawat untuk berinteraksi namun kemudian menmolak untuk berespons
terhadap penerimaan perawat terhadap dirinya.
7)         Mengekspresikan perasaan penolakan atau kesepian kepada orang lain. 
4.      Gangguan Proses Pikir : Waham
a.       Definisi
Menurut Townsend (1998) perubahan proses pikir waham merupakan suatu
keadaan dimana seseorang mengalami kelainan dalam mengoperasionalkan
kognitif dan aktivitas.
b.      Faktor yang Berhubungan
1)      Waham (ide-ide yang salah)
2)      Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi
3)      Kewaspadaan yang berlebihan
4)      Kelainan rentang perhatian-distrakbilitas
5)      Ketidaktepatan interpretasi lingkungan
6)      Kelainan kemampuan mengambil / membuat keputusan , menyelesaikan masalah ,
alasan , pemikiran abstrak atau konseputulisasi , berhitung
7)      Perilaku sosial yang tidak sesuai ( merefleksikan ketidaktepatan pemikiran ).
5.      Defisit Perawatan Diri
a.       Definisi
Suatu keadaan dimana seseorang mengalami kerusakan kemampuan untuk
melakukan atau menyelesaikan kegiatan hidup sendiri. (Townsend, 1998)
b.      Faktor yang Berhubungan
1)      mengalami kesukaraan daaalam mengambil atau ketidakmampuan untuk membawa
makanan dari piring kedaalam mulut.
2)      ketidakmampuan / menolak untuk membersihkan tubuh atau bagian-bagian tubuh.
3)      kelainan kemampuan atau kurangnya minat dalam memilih pakaiaan yang sesuai
untuk dikenakan, berpakaian, merawat atau mempertahankan penampilan pada
tahap yang emuaskan.
4)      Ketidakmampuan atau tidak adanya keinginan untuk melakukan defekasi dan
berkemih tanpa bantuan.
H.    Fokus Intervensi
1.      Resiko tinggi perilaku kekerasan
a.       Tujuan  :
Setelah dilakuakn tindakan keperawatan, penderita dapat mengontrol perilaku
kekerasan dengan kriteria hasil :
1)      Bersedia mengungkapkan perasaan
2)      Mengungkapkan perasaan kesal dan marah
3)      Dapat mengidentifikasi bentuk-bentuk kekerasan yang dilakukan
4)      Dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
5)      Ansietas dipertahankan pada tingkat dimana pasien tidak menjadi agresif
6)      Pasien memperlihatkan rasa percaya kepada oraang lain disekitarnya
7)      Pasien mempertahankan orientasi realitanya.
b.      Intervensi
1)      Pertahankan agar lingkungan pasien pada tingkat stimulus yang rendah
(penyinaran rendah dan tingkat kebisingan rendah ).
Rasional :
Tingkat ansietas akan meningkat dalam lingkungan yang penuh stimulus.
Individu-individu yang ada mungkin dirasakan sebagai suatu ancaman karena
mencurigakan, sehingga akhirnya membuat pasien agitasi
2)      Observasi secara ketat perilaku pasien (setiap 15 menit). Kerjakaan hal ini
sebagai suatu kegiatan yang rutin untuk pasien untuk menghindari timbulnya
kecurigaan dalam diri pasien
Rasional :
Dengan demikian intervensi yang tepat dapat diberikan segera dan untuik selalu
memastikan bahwa pasien beerada dalam keadaan aman.
3)      Singkirkan semua benda-benda yang dapat membahayakan dari lingkungan 
sekitar pasien
Rasional:
Jika pasien berada dalam keadaan gelisah, bingung, pasien tidak akan
menggunakan  benda-benda tersebut untuk membahayakan diri sendiri maupun 
orang lain.
4)      Coba salurkan perilaku merusak diri ke kegiatn fisik untuk menurunkan  ansietas
pasien (mis,memukuli karung pasir).
Rasional :
Latihan fisik adalah suatu cara yang aman dan efektf untuk menghilaangkan
ketegangan yang terpendam.
5)      Staf harus mempertahankan daan menampilkan perilaku yang tenang terhadap 
pasien.
Rasional :
Ansietas menular dan dapat ditransfer dari perawat kepada pasien.
6)      Miliki cukup staf yang kuat secara fisik yang dapat membantu mengamankan
pasien jika dibutuhkan.
Rasional :
Hal ini dibutuhkan untuk mengontrol situasi dan juga memberikan keamanan fisik
kepada staf.
7)      Berikan obat-obatan stranquliser sesuai program terapi pengobatan. Pantau
keefektifan obat-obatan dan efek sampingnya.
Rasional :
Cara mencapai batasaan alternatif yang paling sedikit harus diseleksi ketika
merencanakan intervensi untuk psikiatri.
8)      Jika pasien tidak menjadi tenang dengan cara “ mengatakan sesuatu yang lebih
penting daripada yang dikatakan oleh pasien atau dengan obat-obatan, gunakan
alat-alat pembatasan gerak ( fiksasi ). Pastikan bahwa anda memiliki cukup
banyak staf untuk membantu. Jika pasien mempunyai riwayat menolak obat-
obatan, berikan obat setelah fiksasi dilakukan.
9)      Observasi pasien yang dalam keadaan fiksasi setiap 15 menit  ( sesuai kebijakan
institusi ). Pastikan bahwa sirkulasi pasien tidak terganggu ( periksa TTV dan
ekstremitas ). Bantu pasien untuk memenuhi , kebutuhannya untuk nutrisi, hidrasi
dan eliminasi. Berikan posisi yang memberikan rasa nyaman untuk pasien dan
dapat mencegah aspirasi.
Rasional :
Keamanan klien merupakn prioritas keperawatan. Begitu kegelisahan menurun,
kaji kesiapan pasien untuk dilepaskan dari fiksasi.Lepaskan satu persatu fiksasi
pasien atau dikurangi secara bertahap, jangan sekaligus, sambil terus mengkaji
respons pasien.
2.      Perubahan Persepsi Sensoris : Halusinasi
a.    Tujuan
1)    Jangka Panjang :
Pasien dapat mendefinisikan dan memeriksa realitas, mengurangi terjadinya
halusinasi.
2)    Jangka Pendek :
Pasien dapat mendiskusikan isi halusinasinya dengan perawat dalaam waaktu 1
minggu.
b.    Kriteria hasil
1)  Pasien dapat mengakui bahwa halusinasi terjadi pada saat ansietas meningkat
secara ekstrem.
2)  Pasien dapat mengatakan tanda-tanda peningkatan ansietas dan menggunakan
tehnik-tehnik tertentu untuk memutus ansietas tersebut
c.       Intervensi dan rasional :
1)    Observasi pasien dari tanda-tanda halusinasi (sikap seperti mendengarkan
sesuatu, bicara atau tertawa sendiri, terdiam ditengah pembicaraan ).
Rasional :
Intervensi awal akan mencegah respons agresif yang diperintah dari
halusinasinyaa.
2)    Hindari menyentuh pasien sebelum mengisyaratkan kepadanya bahwa kita juga
tidak apa-apa diperlakukan seperti itu
Rasional :
Pasien dapat saja mengartikan sentuhan sebagaai suatu ancaman dan berespons
dengan cara yang agresif.
3)    Sikap menerima akan mendorong pasien untuk menceritakan isi halusinaasinya
dengan perawat.
Rasional: 
Penting untuk mencegah kemungkinan terjadinya cedera terhadap pasien atau
orang lain karena adanya perintah dari halusinasi.
4)    Jangan dukung halusinasi. Gunakan kata-kata “suara tersebut” daripada kata-kata
“mereka” yang secara tidak langsung akan memvalidasi hal tersebut. Biarkan
pasien tahu bahwa perawat tidak sedang membagikaan persepsi. Katakan
“meskipun saya menyadari bahwa suara-suara tersebut nyata untuk anda, saya
sendiri tidak mendengarkan suara-suara yang berbicara apapun.”
Rasional :
Perawat harus jujur kepada pasien sehingga pasien menyadari bahwa halusinasi   
tersebut adalah tidak nyata.

5)    Coba untuk mengalihkan pasien dari halusinasinya.


Rasional :
Keterlibatan pasien dalam kegiatan-kegiataan interpersonal dan jelaskan tentang
situasi kegiatan tersebut, hal ini akan menolong pasien untuk kembaliu kepada
realita.         

3.      Gangguan Proses  Pikir : Waham


a.       Tujuan
1)      Jangka panjang
Pasien dapat menyatakan berkurangnya pikiran-pikiran waham. Pasien mampu
membedaka antara pikiran waham dengan realita skizofrenik , delusi , dan kelainan-
kelainan psikosis
2)      Jangka pendek
Pasien dapat mengakui dan mengatakan bahwa idi-ide yang salah itu terjadi
khususnya pada saat ansietas meningkat dalam 2 minggu
b.      Kriteria hasil
1)       Mengungkapkan secara verbal refleksi dan proses pikir yang berorientasi pada
realita
2)         Pasien dapat mempertahankaan aktivitas sehari-hari yang mampu dilakukan
3)         Pasien mampu menahan diri dari berespons terhadaap pikiran-pikiraan delusi, bila
pikiran-pikiran tersebut muncul.
c.       Intervensi dan Rasional
1)         Tunjukkan  bahwa anda menerima keyakinan pasien yang mendukung keyakinan
tersebut.
Rasional :
Penting untuk dikomunikasikan kepada pasien bahwa anda tidak menerima delusi
sebagai suatu realita.
2)         Jangan menambah atau menyangkal keyaakinan pasien. Gunakan tehnik keraguan
yang beralasan sebagai tehnik terapiutik : saya merasa sukar untuk mempercayai
hal tersebut
Rasional :
Membantah pasien atau menyangkal akan menghlangi perkembangan hubungan
saling percaya.
3)         Bantu paasien untuk mencoba menghubungkan keyakinan-keyakinan yang salah
tersebut dengan peningkataan ansietas yang dirasakan oleh pasien. Diskusikan
tehnik-tehnik yang dapat digunakan untuk mengontrol ansietas (misalnya latihan-
latihan relaksasi)
Rasional :
Jika pasien dapat belajar untuk menghentikan ansietas yangt meningkat, pikiran
wahamnya mungkin dapat dicegah
4)   Fokus dan kuatkan pada realita. Kurangi lamanya ingatan tentang pikiran irasional.
Bicara tentang kejadian-kejadian dan orang yang nyata
Rasional :
Diskusi yang berfokus pada ide-ide yang salah tidak akan berguna dan mencapai
tujuan, dan mungkin membuat psikosisnya menjadi lebih buruk.
5)   Bantu dan dukung pasien dalam usahanya untuk mengungkapkan secara verbal
perasaan ansietas, takut atau tidak aman
Rasional :
Ungkapan perasaan secara verbal dalam lingkungan yang tidak mengancam akan
menolong pasien untuk mengungkapkan perasaannya yang mungkin sudah
dipendam cukup lama.
3.      Isolasi Sosial : Menarik Diri
a.       Tujuan
1)      Jangka panjang
      Pasien dapat secara sukarela meluangkan waktu bersama paaaasien lain dan
perawat dalam aktivitas kelompok di unit rawat inap.
2)      Jangka pendek :
         Pasien siap masuk dalam terapi aktifitas ditemani oleh seorang perawat yang
dipercayanya dalamn satu minggu.
b.      Kriteria hasil
1)      Pasien dapat mendemonstrasikan keinginan dan hasrat untuk bersosialisasi
dengan orang lain
2)      Pasien dapat mengikuti aktivitas kelompok tanpa disuruh
3)      Pasien melakukan pendekatan interaaaaksi satu-satu dengan orang lain dengan
cara yang sesuai / dapat diterima.

b.      Intervensi dan Rasional


1)      Perlihatkan sikap menerima dengan cara melakukan kontak yang sering tapi
singkat.
Rasional :
Sikap menerima dari orang lain akan meningkatkan harga diri pasien dan
memfasilitasi rasa percaya kepaada oraang lain.
2)      Perlihatkan penguatan positif kepada pasien
Rasional :
Membuat pasien merasa menjadi seseorang yang akan berguna
3)      Temani pasien untuk memperlihatkan dukungan selama aktivitas kelompok yang
mungkin merupakan hal yang menakutkan atau sukar untuk pasien
Rasional :
Kehadiran seseorang yang dipercayai akan memberikan rasa aman  kepada pasien 
4)      Jujur dan menepati semua janji
Rasional :
Kejujuran dan rasa membutuhkan menimbulkan suatu hubungan saling percaya.
5)      Orientasikan pasien pada waktu, orang, tempat, sesuai kebutuhan.
6)      Berhati-hatilah dengan sentuhan. Biarkan pasien mendapat ruangan extra dan
kesempatan untuk keluar ruangan jika pasien menjadi begitu ansietas.
Rasional :
Pasien yang curiga dapat saja menerima sentuhan sebagai suatu bahasa tubuh
yang mengisyaratkan ancaman.
7)      Berikan obat-obat penenang sesuai program pengobatan pasien. Pantau
keefektifan dan efek samping obat.
Rasional :
Obat-obatan anti psikosis menolong untuk menurunkan gejala-gejala psikosis
8)      Diskusikan dengan pasien tanda-tanda peningkatan ansietas dan tehnik untuk
memutus respon ( misalnya latihan relaksasi)
Rasional :
Perilaku maladaptif seperti menarik diri dan curiga dimanifestasikan selama terjadi
peningkatan ansietas.
9)      Berikan pengakuan dan penghargaan tanpa disuruh pasien dapat berinteraksi
dengan orang lain.
Rasional :
Penguatan akan meningkatkan harga diri pasien dan mendoirong terjadinya
pengulangan perilaku tersebut.                                        

4.      Defisit perawatan diri


a.       Tujuan
1)      Jangka panjang
Pasien mampu melakukan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri dan  
mendemonstrasikan suatu keinginan untuk melakukannya.
2)      Jangka Pendek
Pasien dapat mengatakan keinginan untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari
dalam 1 minggu.
b.      Kriteria hasil :
1)   pasien makan sendiri tanpa bantuan
2)   pasien memilih pakaian yang sesuai, berpakaian merawat dirinya taaanpa bantuan
3)   pasien mempertahankan kebersihan diri secara optimal dengan mandi setiap hari
dan melakukan prosedur defekasi dan berkemih tanpa bantuan.
c.       Intervensi dan Rasional:
1)   Dukung pasien untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari sesuai tingkat
kemampuan pasien.
Rasional :
Keberhasilan menampilkan kemandirian dalam melakukan suatu aktivitas akan
meningkatkanharga diri.
2)   Dukung kemandirian pasien, tapi berikan bantuan saat pasien tidak mampu
melakukan beberapa kegiatan.
Rasional :
Kenyamanan dan keamanan pasien merupakan prioritas dalam keperawatan
3)   Berikan pengakuan dan penghargaan positif untuk kemampuannya yang mandiri
Rasional :
Penguatan positif akan meningkatkan harga diri daan mendukung terjadinya
pengulanganperilaku yang diharaapkan.
4)   Perlihatkan pasien secara kongkrit, bagaimana melakukan kegiatan yangf menurut
pasien sulit untuk dilakukannya.
Rasional :
Dengan berlakunya pikiran kongkrit, penjelasan harus diberikan sesuai dengan
tingkat pengertian yang nyata
5)   Buat catatan secara terinci tentang masukan makanan dan cairan
Rasional :
Informasi penting untuk mendapatkan suatu pengkajian nutrisi yang adekuat.
6)   Berikan makaanan kudapan dari cairan diantara waktu makan.
Rasional :
Pasien mungkin tidak mampu mentoleransi makanan dalam jumlah yang besar pada
saat makan dan mungkin untuk itu membutuhkan penambahan makanan diluar
waktu makan.
7)   Jika pasien tidak makan karena curiga dan takut diracuni, jika memungkinkan
sarankan untuk makanan tersebut dimakan secara bersama-sama.
     Rasional :
Pasien akan melihat setiap orang makan dari hidangan yang sama sehingga
kecurigaan berkurang/hilang
8)   Jika pasien mengotori dirinya, tetapkan jadwal rutin untuk kebutuhan BAB dab BAK.
Bantu pasien kekamar mandi sesuai jadwal yang telah ditetapkan sesuai kebutuhan,
sampai pasien mampu memenuhi kebutuhan tanpa bantuan.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
HALUSINASI PENDENGARAN PERTEMUAN I

1.        Kondisi klien
a.     Klien tampak ketakutan
b.      Klien mengatakan mendengar suara-suara yang memperingatkan bahwa ada ular di
sekelilingnya
c.       Klien bicara sendiri dan tertawa
2.        Diagnosa keperawatan
Halusinasi Dengar
3.        Tujuan Khusus:
a.       Klien dapat Membina  hubungan saling percaya dengan perawat
b.      Klien mengenal halusinasi yang dialaminya
4.        Tindakan Keperawatan
a.       Bina hubungan saling percaya dengan teknik komunikasi terapeutik
b.      Diskusikan tentang halusinasi yang sedang dialami klien
5.        Strategi Komunikasi
a.      Orientasi
1)      Salam terapeutik : “Selamat pagi Mas. Perkenalkan nama saya Ni Made Raysita
Dewi. Saya senang dipanggil Made. Saya akan merawat Mas selama Mas di rumah
sakit ini. Nama lengkap Mas siapa ? Mas senang dipanggil apa ?
2)      Evaluasi/validasi : “Bagaimana perasaan Mas hari ini ?”
3)      Kontrak : “Bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang suara-suara yang
sering Mas dengar? Berapa lama kita akan berbincang-bincang ? Bagaimana
kalau 30 menit ? Dimana tempat yang menurut Mas cocok untuk kita berbincang-
bincang ? Bagaimana kalau di teras depan ?

b.      Kerja
1)      “Coba ceritakan suara-suara yang Mas dengar.
2)      Apakah Mas bisa mengenali suara-suara ?
3)      Kalau Mas bisa mendengar, itu suara siapa?
4)      Kapan suara tersebut muncul ?
5)      Situasi yang bagaimana yang menurut Mas menjadi pencetus munculnya suara?
6)      Berapa kali suara itu muncul dalam sehari ?
7)      Apakah Mas merasa terganggu dengan suara-suara?
8)      Apa yang Mas lakukan ketika suara-suara?
9)      Apakah Mas mengikuti suara-suara?
10)  Bagaimana perasaan Mas ketika suara-suara tersebut muncul ?
5.      Terminasi
a.       Evaluasi subyektif : “Saya senang sekali Mas sudah menceritakan tentang suara-
suara yang muncul selama ini. Bagaimana persaan Mas  setelah kita berbincang-
bincang hari ini ?
b.      Evaluasi obyektif : Jadi seperti Mas  katakan tadi bahwa suara yang Mas dengar
adalah….. Suara itu muncul pada saat…. Dalam sehari Mas bisa mendengar suara
sebanyak….kali. yang Mas lakukan setelah mendengar suara tersebut adalah…..
Perasaan Mas pada saat mendengar suara tersebut adalah…
c.       Tindak lanjut : “kalau Mas masih mendengar suara-suara, tolong panggil perawat
biar dibantu !”
d.      Kontrak yang akan datang : “Besok kita akan berbincang-bincang lagi.” Kita akan
membicarakan tentang bagaimana mengendalikan suara-suara tersebut. Nanti kita
bercakap-cakap di sini dan sekitar 20 menit yamas. Setuju kan, Mas?“
e.       Baiklah mas..sekarang Mas saya antar untuk melakukan aktivitas yang lainnya ya
mas .. Selamat Siang ya Mas..”.

STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN


HALUSINASI PENDENGARAN PERTEMUAN II
1.    Kondisi klien
a.    Klien tampak ketakutan
b.    Klien mengatakan mendengar suara-suara yang memperingatkan bahwa ada ular di
sekelilingnya
c.    Klien bicara sendiri dan tertawa
2.    Diagnosa keperawatan
Halusinasi Dengar
3.    Tujuan Khusus:
a.    Klien dapat mengontrol halusinasinya
4.    Tindakan Keperawatan
a.    Diskusikan dengan klien cara yang dilakukan selama ini untuk mengontrol
halusinasinya.
b.    Diskusikan manfaat dan kerugian cara yang selama ini dilakukan.
c.    Diskusikan dengan klien cara baru mengontrol halusinasi.
5.      Strategi Komunikasi
a.       Orientasi
1)      Salam Terapeutik: “Selamat pagi Mas...”Masih ingat kan dengan saya,iya bagus
sekali mas...
2)      Evaluasi/validaasi“Bagaimana perasaan Mas saat ini”. “Apakah Mas masih
mendengar suara- suara seperti yang kita bicarakan kemarin mas?”.
3)      Kontrak (topik waktu, tempat) Mas ingat apa yang akan kita lakukan sekarang”.
“Mas, sesuai janji kita kemarin, sekarang kita akan berdiskusi tentang bagaimana
cara untuk mengendalikan suara-suara tersebut ya mas “. Mas mau berapa lama kita
bercakap-cakap, bagaimana kalau 10 menit”. “Mas mau bercakap-cakap dimana,
bagaimana kalau diruangan ini saja mas ?”.
b.      Kerja
1)               “Mas kalau mas mendengar suara-suara yang sangat mengganggu tersebut,apa
yang Mas lakukan ?”.
2)               “Bagaimana perasaan Mas saat mendengar suara-suara tersebut?”
3)               “Apa yang Mas pikirkan saat mendengar suara-suara tersebut?”
4)               “Apakah dengan cara seperti itu suara yang Mas dengar bisa berkurang ataupun
hilang?”.
5)               “Apa yang Mas sebutkan tadi sudah bagus, saya punya berbagai cara untuk
mengendalikan suara-suara seperti yang Mas dengar”.
6)               “Cara tersebut adalah, pertama kalau Mas mendengar suara-suara itu langsung
dalam hati Maskatakan...... Saya tidak mau dengar....Pergi.Pergi. Coba Mas ulangi
seperti yang saya ucapkan tadi!Bagus, ya seperti itu mas cara yang pertama”.
7)               “Cara yang kedua adalah Mas langsung pergi ke perawat katakan kepada perawat
bahwa Masmendengar suara-suara tersebut”.
8)               “Cara yang ketiga adalah dengan cara Mas menyibukkan diri dengan berbagai
kegiatan yang bermanfaat. Jangan biarkan waktu luang Mas  digunakan untuk
bengong dan melamun.”
9)               “Ini saya bawakan daftar aktivitas yang kemudian mas isi dengan daftar
aktivitas Mas ya !. Ayo Mascoba di isi, mulai bangun tidur sampai Mas  tidur
malam. Bagus seperti itu.”
10)           “Nah sekarang jadwal aktivitas Mas sudah jadi dan Mas harus menepati jadwal ini
ya mas....”
11)           “Cara yang keempat adalah dengan minum obat secara teratur ya mas. Obat itu
sangat penting untuk diminum secara teratur. Tolong Mas minta obat kepada
perawat jika waktu pemberian obat sudah tiba ya mas”.
12)           “Nah dari cara-cara tersebut mana yang akan Mas coba terlebih
dahulu? Bagus ! Oke mas... ?”
6.      Terminasi
a.             Evaluasi subyektif : “Bagaimana persaan Mas setelah kita berbincang-bincang hari
ini ?”
b.            Evaluasi obyektif : Jadi Mas, ada 4 cara untuk mengendalikan halusinasi, yang
pertama yaitu dengan cara menghardik halusinasi,kedua dengan cara berbincang-
bincang dengan orang lain,ketiga mengatur aktivitas sehingga tidak ada waktu
luang,dan yang ke empat dengan cara minum obat secara teratur”.
c.             Tindak lanjut : “Kalau Mas masih mendengar suara-suara,tersebut, Mas langsung
coba dengan cara yangMas pilih tadi!”
d.            Kontrak yang akan datang : “Besok kita akan berbincang-bincang lagi ya.” Kita akan
membicarakan tentang obat-obatan yang Mas akan minum untuk mengatasi suara-
suara yang menganggu tersebut. Nanti kita bercakap-cakap di sini saja dan sekitar
20 menit ya mas?. Setuju Kan mas ? “
e.             “Baiklah mas..Sekarang Mas saya antar untuk melakukan aktivitas yang lainnya ya
mas .. Selamat Siang ya Mas..”.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1.    Pengkajian
Adapun komponen data yang perlu dikaji pada klien skizofrenia hebefrenik antara
lain:
1) Identitas klien
2) Identitas informan atau yang bertanggung jawab terhadap klien
3) Keluhan utama
4) Riwayat perjalanan penyakit
5) Riwayat kekambuhan terakhir
6) Pertumbuhan dan perkembangan premorbid
7) Persepsi dan harapan klien dan keluarga
8) Keadaan kesehatan fisik

2.    Riwayat Kesehatan/penyakit yang lalu


3.    Pola Aktivitas sehari-hari
(1)   Penampilan dan kebersihan diri.
Klien skizofrenia menunjukkan penurunan minat terhadap penampilan dan
kebersihan dirinya. Ini tampak pada penampilan yang acak – acakan. Badan
tampak kotor.
(2) Kebiasaan merokok dan minum – minuman keras.
(3) Tidur dan istirahat :
Klien dapat sulit tidur. Adanya halusinasi dapat menyebabkan kecemasan, klien
mendengar suara – suara yang mengganggu atau mengancam dirinya. Klien sering
bermimpi buruk sehingga terbangun dan sulit tidur lagi, dan sering dia berada
dalam keadaan terjaga.
(4)      Nutrisi

Menurunnya kemauan dan meningkatnya aktivitas motorik menyebabkan klien


tidak mau makan. Porsi makan utuh/makan sedikit, dapat pula klien menolak
makan karena adanya halusinasi yang melarangnya makan.
(5)                 Pola eliminasi.
4.  Pemeriksaan fisik
5.  Pemeriksaan penunjang
6.    Status Mental
a)      Afek / Emosi
- Afek datar : tidak ada tanda ekspresi afektif, suatu monoton, da wajahnya
imobil.
- Afek yang tidak serasi : tidak sesuai dengan rangsangan, misalnya orang yang
disekitarnya ramai tertawa karena ada kelucuan tetapi klien malah menunjukkan
kesedihan/menangis.
- Keadaan emosi yang berlebihan sehingga kelihatannya seperti dibuat – buat,
misalnya dari keadaan gembira seketika itu berubah menjadi sedih.
b) Konsep Diri
Konsep diri kacau dan tidak realistik. Klien mempunyai perasaan rendah diri,
menganggap dirinya tidak mampu mengatasi kekurangannya, tidak ingin
melakukan sesuatu hal untuk menghindari kegagalan (takut gagal). Klien
menghinakan, menyalahkan dirinya atas suatu hal yang pernah atau tidak pernah
dilakukannya. Tidak punya keinginan/cita – cita, merasa diri tidak berdaya, sakit
sehingga tidak dapat melakukan peranannya. Dapat terjadi klien merasa asing
dengan dirinya, merasa bahwa dirinya sudah menjadi yang lain.
c) Gaya Komunikasi
(1) Gaya verbal klien
Inkoherensi menyebabkan klien banyak bicara yang tak bisa dimengerti, berteriak
– teriak tanpa sebab. Isi pembicaraan sedikit, tersamar, abstrak atau sangat
konkret.
(2) Respon non verbal klien
- Pandangan mata terkesan kosong
- Tidak ada kontak mata
- Tersenyum – senyum, tertawa kecil tanpa adanya rangsang, atau ekspresi wajah
sedih
d) Interaksi/hubungan dengan dunia luar.
Adanya kecenderungan menarik diri dari keterlibatannya dari dunia luar dan
berpreokupasi dengan idenya yang tak logis. Gila parah kondisi itu dinamakan
autisme. Orang lain akan nampak sibuk dengan dunianya sendiri, tidak
terpengaruh dengan orang lain.
e)    Pola pertahanan diri
Mekanisme pertahanan regresi (kekanak – kanakan), misalnya klien menjadi
tergantung pada orang lain dalam memenuhi kebutuhannya.
f)     Persepsi sensorik
Klien skizofrenia hebefrenik sering mengalami gangguan persepsi sensorik berupa
ilusi/halusinasi, terutama halusinasi dengar, dimana klien akan tampak berbicara
sendiri atau tertawa sendiri.
g)   Motorik
Aktivitas psikomotorik yang abnormal, tidak bertujuan seperti berlari – lari jalan
mondar – mondir, menggoyang – goyangkan badannya, memukul – mukul tanpa
sebab, atau imobilitas yang apatis. Hal ini umumnya disebabkan adanya
halusinasi, kecemasan yang meningkat, kebingungan, atau adanya dorongan yang
tidak dapat dikontrol.
h)   Orientasi.
Pada periode kekambuhan, klien dapat bingung, tidak mengenal orang, waktu atau
tempat dimana ia berada.
i) Pikiran.
Gangguan pada isi pikir dapat berupa waham yang tidak sistematis, mudah berubah. Klien
merasa bahwa perasaannya, dorongan pikirannya atau tindakannya dipaksakan dari luar
kepada dirinya. Adanya preokupasi, yaitu pikiran terpaku pada sebuah ide biasanya
berkaitan dengan keadaan emosional yang kuat, misalnya preokupasi dengan anaknya,
suami yang sudah meninggal. Klien dapat merasakan kekhawatiran yang berlebihan
tentang kesehatan fisiknya. Untuk gangguan pada bentuk dan arus pikir yang sering
ditemukan adalah kelonggaran asosiasi, dimana ide – ide berpindah dari satu subjek ke
subjek lain yang sama selalu tidak ada hubungan atau hubungannya tidak tepat, dan hal
lain tidak disadarinya. Apalagi pelonggaran asosiasi ini terlalu berat dapat terjadi
inkoherensi, percakapan yang tidak dapat dimengerti. Dapat pula terjadi miskinnya isi
pembicaraan dimana isi pembicaraannya masih cukup tetapi isinya sedikit karena samar,
abstrak, atau sangat konkret, berulang – ulang (stereotipik). Hambat pikir (blocking) dapat
pula terjadi, yaitu jalan pikiran tiba-tiba berhenti di tengah sebuah kalimat. Klien tidak
dapat menerangkan mengapa ia berhenti. Gangguan lain berupa irelevasi, isi pikiran atau
ucapan yang tidak ada hubungannya dengan pertanyaan, atau dengan hal yang sedang
dibicarakan.
j)        Insight (penghayatan)
tingkat penghayatan terhadap kondisi dirinya dan kebutuhannya. Klien merasa dirinya
tidak sakit atau bahkan merasa dirinya sakit parah. Klien dapat menyadari atau tidak
menyadari akan faktor – faktor yang mempengaruhi tingkah lakunya, sehingga
adakalanya ia tidak mampu bereaksi sesuai dengan realitas dan bertanggung jawab.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi 
2. Gangguan proses pikir 
3. Kerusakan komunilasi verbal 
4. Isolasi social 
5. Defisit perawatann diri 
6. Ansietas 
7. Koping individu tidak efektif 
8. Ketidak seimbangan nutrisi 
9. Resiko bunuh diri

INTERVENSI KEPERAWATAN
1.    Gangguan persepsi sensori : halusinasi
  Bina hubungan saling percaya
  Bantu klien mengenal halusinasi
   Diskusikan dengan klien wktu, isi, frekuensi dan situasi pencetus
munculnya halusinasi
  Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan perasaanya.
  Diskusikan cara baru untuk mengendalikan halusinasi.
2.    Gangguan proses pikir
  Bina hubungan saling percaya
  Latihan mengingat memori yang telah dilalui
  Ingatkan kembali masa lalu klien
  Libatkan klien dalam TAK orientasi realitas
  Beri kesempatam klien mendiskusikan wahamnya dengan petugas / perawat
  Dukung klien untuk memfalidasi keyakinan terhadap wahannya
  Berikan aktivitas reaksi atau aktivitas yang membutuhkan perhatian atau
dan ketrampilan di waktu luang klien.
3.    Kerusakan Komunikasi Verbal
  Bina hubungan saling percaya
  Beri kesempatan klien untuk bicara
  Dengarkan pembicaraan klien lalu identifikasi tema yang berkaitan
  Kaji kemampuan klien menilai pesan pembicaraan orang lain
  Kaji kemampuan klien menangkap dan menerima pesan non verbal dari lawan
bicara
  Latihan daya ingat untuk mengungkapkan perasannya secara verbal atau non
verbal.

4.    Isolasi Sosial

  Bina hubungan saling percaya


  Dorong klien untuk membagi masalah yang dihadapinya
  Berikan perasaan aman dan nyaman pada klien
  Bantu klien mengidentifikasi kelebihan, hambatam, dan kesulitan dalam
komunikasi dengan orang lain.
  Dukung klien mengembangkan hubungan yang telah terbina
  Lebatkan klien dalam TAK sosialisasi

5.    Defisit perawatan diri


   Bina hubungan saling percaya
    Diskusikan bersama klien keuntungandan manfaat kebersihan diri
     Bantu klien menentukan tindakan untuk perawat klien
     Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan kegiatan sehari-hari
     Kaji perasaan klien setelah perawatan dirinya terpenuhi.

6.    Ansietas

  Bina hubungan saling percaya


  Tenangkan klien
  Kaji kecemasan klien
  Jelaskan seluruh prosedur tindakan kepada klien dan perasaan yang
mungkin muncul pada saat melakukan tindakan
  Berusaha memahami klien
  Gunakan pendekatan sentuhan verbalisasi untuk meyakinkan perasaan klien
tidak sendiri dan mengajukan pertanyaan
  Sediakan aktifitas untuk menurunkan ketegangan
  Bantu klien mengidentifikasi yang dapat menimbulkan cemas
  Tentukan klien untuk mengambil keputusan
  Intruksikan klien untuk menggunakan teknik relakasasi barikan pengobatab
untuk menurunkan kecemasan.

7.    Koping individu tidak efektif


 Bina hubungan saling percaya
 Hargai pemahaman pasien tentang proses penyakit dan konsep diri
 Hargai dan diskusikan alternative respon terhadap situasi
 Hargai sikap klien terhadap perubahan peran dan hubungan
 Dukung penggunaan sumber spiritual jika diminta
 Gunakan pendekatan yang tenang dan berikan jaminan
 Bantu klien untuk mengidentifikasi strategi positif untuk mengatasi
keterbatasan dan mengelola gaya hidup dan perubahan
 Bantu klien beradaptasi dan mengatasi perubahan klien

8.    Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan 

 Bina hubungan saling percaya


                 

 Monitor perubahan berat badan


                 

 Monitor tipe dan jumlah aktifitas yang biasa dilakukan


                 

 Monitor kulit dan pigmentasi


                 
 Monitor turgor kulit
                 

 Monitor mual muntah


                 

 Monitor kalori dan intake cairan


                 

9.    Resiko bunuh diri

                    Bina hubungan saling percaya

                    Tentukan riwayat percobaan bunuh diri

                    Tentukan apakah ia mempunyai rencana spesifik untuk bunuh diri

                    Diskusikan dengan klien factor pencetus bunuh diri.

                    Lakukan observasi secara ketat

                   Jauhkan benda-benda berbahaya dari lingkungan klien

                    Awasi klien selama melakukan aktivitas diluar.

4.      Gangguan Proses Pikir : Waham

a.       Definisi

Menurut Townsend (1998) perubahan proses pikir waham merupakan suatu


keadaan dimana seseorang mengalami kelainan dalam mengoperasionalkan
kognitif dan aktivitas.

b.      Faktor yang Berhubungan

1)      Waham (ide-ide yang salah)

2)      Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi

3)      Kewaspadaan yang berlebihan


4)      Kelainan rentang perhatian-distrakbilitas

5)      Ketidaktepatan interpretasi lingkungan

6)      Kelainan kemampuan mengambil / membuat keputusan , menyelesaikan


masalah , alasan , pemikiran abstrak atau konseputulisasi , berhitung

7)      Perilaku sosial yang tidak sesuai ( merefleksikan ketidaktepatan pemikiran ).

DAFTAR PUSTAKA
Arif ,L. 2006. Skizofrenia, Memahami Dinamika Keluarga  Pasien. Jakarta:
Penerbit  Refika Aditama

Johnson , Marion, dkk.  2000.  Nursing Outcome Classification (NOC). USA:


Mosby

Kaplan & Sadock. 1997. Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri


Klinis. Edisi 7. Jakarta : Binarupa Aksara.

Keliat, Herawati. 1999.  Proses Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC


Stuart & Sudeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa.edisi 3. Jakarta: EGC 

Anda mungkin juga menyukai