A. Latar Belakang
Gangguan yang berhubungan dengan mental akhir – akhir ini banyak mencuri
perhatian. Salah satu gangguan mental berat adalah Skizofrenia. Gejala dari gagguan ini
akan menyebabkan penderita skizofrenia mengalami penurunan fungsi ataupun
ketidakmampuan dalam menjalani hidupnya, bahkan produktivitas serta hubungan
dengan orang lain akan sangat terhambat. Hal ini disebabkan karena gangguan
skizofrenia ditandai dengan unculnya gejala – gejala positif seperti delusi, gangguan
kognitif, pembicaraan yang kacau, halusinasi dan persepsi.
Menurut WHO (2001) saat ini di dunia terdapat lebih dari 450 juta jiwa hidup
dengan gangguan jiwa, dalam penelitian Lewis (2001) angka prevalensi gangguan jiwa
skizofrenia di dunia berkisar 4 per mil, kemudian meningkat menjadi 5,3 per mil (Eric,
2006). Sedangkan di Indonesia pada tahun 2007 prevalensi skizofrenia di Indonesia
adalah 2 per mil kemudian menurut WHO prevalensi penderita skizofrenia di Indonesia
tahun 2013 meningkat menjadi 2,6 per mil pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Dengan
banyaknya data yang ada, gangguan mental ini menjadi salah satu gangguan yang
mencuri perhatian banyak orang dan harus diperhatikan secara serius. Skizofrenia sendiri
tidak hanya menimbulkan penderitaan pada penderitanya, tetapi juga bagi orang – orang
sekitarnya.
B. Tujuan Umum
Tujuan pembuatan paper ini untuk mengetahui dan memahami lebih dalam mengenai
skizofrenia katatonik.
C. Tujuan Khusus
- Mengetahui dan memahami pengertian dari skizofrenia katatonik
- Mengetahui dan memahami gejala dan ciri-cir dari skizofrenia katatonik
- Mengetahui bagaimana cara mendiagnosa skizofrenia katatonik
- Mengetahui diagnosa keperawatan bagi pasien skizofrenia katatonik
- Mengetahui penatalaksanaan skizofrenia katatonik
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, Schizein yang berarti terpisah atau pecah
dan Phren yang berarti jiwa. Sehingga sekilas dapat dimengerti pengertian skizofrenia
merupakan terjadi pecahnya atau ketidakserasian antara afek, kognitif, dan perilaku.
Skizofrenia termasuk sekolompok gangguan psikotik dengan distorsi khas proses piker,
sehingga membuat penderita terkadang mempunyai perasaan bahwa dirinya sedang
dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya, waham yang kadang – kadang aneh,
gangguan persepsi, afek abnormal yang terpadu dengan situasi nyata atau sebenarnya,
dan autisme.
Adapula beberapa tipe skizofrenia dari DSM-IV-TR. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan gejala domain. Salah satu tipe skizofrenia yaitu skizofenia katatonik.
Skizofrenia merupakan salah satu gangguan mental yang menunjukkan gangguan pada
pergerakan (katatonik). Skizofrenia katatonik ini memiliki ciri utama gangguan
psikomotor meliputi ketidakbergerakan motorik (waxy flexibility), ktivitas motorik yang
berlebihan, negativism yang ekstrim, sama sekali tidak mau bicara dan berkomunikasi
(mutism), gerakan- gerakan yang tidak terkendali, mengulang ucapan orang lain
(echolalia) atau mengikuti tingkah laku orang lain (echopraxia).
B. Tinjauan Teori
1. Teori Somatogenik
Teori yang mencari penyebab skizofrenia dalam kelainan badaniyah. Teori ini mencakup
gangguan endokrin dan gangguan metabolisme. Adanya gangguan endokrin karena
skizofrenia sering muncul pada waktu pubertas, waktu kehamilan / puerperium dan
klimakterium. Akan tetapi hal ini tidak dapat dibuktikan. Adanya gangguan
metabolisme karena penderita akan tampak pucat dan tidak sehat, namun hal ini juga
tidak dapat dibenarkan (Maramis et al, 2009).
2. Teori Psikogenik
Teori yang menganggap skizofrenia sebagai gangguan fungsional dan penyebab utamanya
adalah konflik, stress psikologis, serta hubungan antarmanusia yang mengecewakan,
dalam teori psikogenik mencakup tiga teori :
a) Teori adolf meyer : skizofrenia merupakan reaksi yang salah yakni maladaptasi,
maka dari itu dapat muncul disorganisasi kepribadian dan lama-kelamaan akan
menjauhkan diri dari kenyataan.
b) Teori Sigmund Freud : pada orang dengan skizofrenia, maka akan terdapat
kelemahan ego yang dapat muncul karena penyebab psikogenik status somatis,
superego dikesampingkan sehingga tidak dapat bertenaga lagi kemudian akan
terjadi regresi ke fase narsisisme, dan kehilangan kapasitas untuk transferensi
sehingga tidak dimungkinkan dilakukan terapi psikoanalitik.
c) Teori Eugen Bleuler : skizofrenia merupakan kondisi jiwa yang terpecah-belah,
adanya keretakan ataupun disharmoni antara proses berpikir; perasaan; dan
perbuatan (Maramis et al, 2009).
C. Gejala Skizofrenia Katatonik
Menurut Nurcholis (2013) gejala utama skizofrenia dikategorikan dalam tiga hal:
1. Gejala Positif
Mencakup hal-hal bersifat berlebihan dan distorsi
a. Delusi (waham) : keyakinan akan hal yang berlawanan atau tidak sesuai dengan
kenyataan.
b. Halusinasi : penuturan oleh penderita bahwa dunia yang dilihatnya terlihat
berbeda, bahkan tidak nyata bagi pasien. Distorsi persepsi yang paling dramatis
yaitu halusinasi dimana terdapat pengalaman indrawi tanpa adanya stimulasi
dari lingkungan sekitar penderita
2. Gejala Negatif
Mencakup berbagai deficit behavioral seperti :
a. Avolition : ketidakmampuan bertahan dalam aktivitas yang mempunyai tujuan
tertentu seperti sekolah atau bekerja, contoh lain adalah menarik diri dari
lingkungan sosial dan melamun sepanjang hari
b. Alogia : penurunan minat diserta penurunan kemampuan dalam berkomunikasi
c. Anhedonia : penurunan motivasi dan ketidakmampuan menikmati aktivitas yang
biasanya menyenangkan bagi penderita
d. Afek datar : tidak adanya respon penderita setelah diberikan berbagai stimulus
e. Asosiolitas : tidak ada ketertarikan atau menarik diri dari adanya hubungan
sosial
3. Gejala Disorganisasi
Mencakup pembicaraan dan perilaku yang aneh (bizzare). Disorganisasi pembicaraan
dikenal sebagai gangguan berpikir formal, merujuk pada masalah dalam
mengorganisasi berbagai pemikiran dan berbicara sehingga dapat dipahami oleh
pendengar. Perilaku aneh dapat diwujudkan dengan meledaknya kemarahan yang
tidak dapat dimengerti, memakai pakaian yang tidak biasa, bertingkah seperti anak,
memiliki gaya konyol, menyimpan makanan, mengumpulkan sampah atau
melakukan perilaku seksual yang tidak pantas (Nurcholis, 2013).
Selain itu menurut Widyastuti et al ( 2017) terdapat gejala yang paling membedakan dari
skizofrenia katatonik yaitu gejala psikomotor, antara lain sebagai berikut :
1. Mutisme, yakni hilangnya percakapan yang proporsional dan kehilangan
kemampuan untuk memproduksi seluruh bunyi saat berkomunikasi pada penderita
yang sadar
a. Kadang dengan mata tertutup
b. Tanpa mimik wajah seperti topeng
c. Penderita tidak merespon dalam waktu yang sangat lama, bisa hari bahkan bulan
(stupor)
2. Sikap penderita menentang saat diganti posisinya
3. Menolak makanan, tidak menelan air ludah sehingga meleleh keluar, menahan BAK
dan BAB
4. Terdapat grimas dan katalepsi
D. Ciri-ciri Skizofrenia Katatonik
1. Skizofrenia katatonik ini dapat muncul pertama kali pada rentang usia 15-30 tahun
2. Biasanya bersifat akut
3. Didahului adanya stress emosional (mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau
stupor katatonik) (Widyastuti et al. 2017). Gaduh gelisah katatonik dapat muncul
hiperaktivitas motorik, tidak disertai emosi yang semestinya serta tidak dipengaruhi
faktor rangsangan dari luar. Sedangkan stupor katatonik, penderita tidak
menunjukkan perhatian sama sekali terhadap lingkungan sekitar serta emosi yang
sangat dangkal, secara perlahan atau tiba-tiba penderita dapat mulai bicara dan
bergerak (Kirana. 2018).
E. Cara Mendiagnosa
Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosa Gagguan Jiwa (PPDGJ-III), skizofrenia katatonik
dengan kode: F20.2, dapat di diagnosa dengan melihat satu atau lebih perilaku yang
mendominasi gambaran klinisnya :
2. Gaduh gelisah : terlihat jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan dan tidak
dipengaruhi oleh stimuli ekternal
A. Kesimpulan
Skizofrenia merupakan adanya gangguan ketidakserasian pada proses kognitif,
afek, dan perilaku. Penderita skizofrenia kadang akan merasa dirinya dikendalikan
dari luar, terjadi waham, gangguan presepsi, afek yang diberikan abnormal terhadap
suatu kejadian, dan autism. Salah satu tipe dari skizofrenia adalah skizofrenia
katatonik, yang menjadi ciri utamanya yaitu gangguan psikomotor seperti tidak
adanya gerak motorik, gerak motorik yang berlebihan, meniru gerakan orang lain
negativism yang ekstrim, tidak mau berkomunikasi (mutisme), dan mengulangi
ucapan orang lain. Skizofrenia ini biasanya terjadi pada rentan umur 15-30 tahun
dimana biasanya bersifat akut dan didahului dengan adanya stress emosional.
Menurut (PPDGJ-III), cara mendiagnosa dengan melihat tujuh tanda dan
gejala skizofrenia katatonik yaitu melihat tingkat kesadaran diman biasanya pada
tingkat stupor, perilaku gaduh dan gelisah, memposisikan tubuh dalam posisi yang
abnormal atau dalam waktu yang lama, perilaku negativism, regiditas, fleksibilititas
cerea, dan commond autotism. Melihat tanda dan gejala yang terdapat pada pasien
skizofrenia katatonik dapat pula dilakukan diagnosa keperawatan yang meliputi
ketidakefektifan koping, control emosi labil, isolasi sosial, dan hambatan interaksi
sosial. Selain itu penataksanaan bagi pasien skizofrenia adalah dengan melakukan
perawatan di rumah sakit yang kemudian dapat dilakukan berbagai terapi seperti
terapi terapi medikamentosa dan terapi psikologi yang meliputi psikoterapi individual,
terapi perilaku, terapi kelompok, terapi berorientasi-keluarga.
B. Saran
Pengembangan pengetahuan tentang skizofrenia katatonik dan tipe skizofrenia lain
masih perlu dikembangkan untuk menekan angka terjadinya skizofrenia didalam
masyarakat, sehingga informasi yang mudah dipahami diperlukan untuk memberikan
edukasi bagi seluruh masyarakat serta menghapus stigma negative pada orang dengan
gangguan jiwa agar pertolongan cepat dan tepat diberikan.
DAFTAR PUSTAKA
Aryani F., Sari O. 2016. Gambaran Pola Penggunaan Antipsikotik Pada Pasien
Skizofrenia Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa. Jurnal manajemen dan
pelayanan farmasi 6(1): 35-40
Browne G, Courtney M. Housing, social support and people with schizophrenia: a grounded
theory study. Issues Ment Health Nurse. 2005;26(3):311-26.
Hendarsyah, F. (2016). Diagnosis dan Tatalaksana Skizofrenia Paranoid dengan Gejala-
Gejala Positif dan Negatif. Medula Unila, 5(2), 1–6.
https://doi.org/10.21274/dinamika.2016.16.2.202-220
Irwan M., Fajriansyah A., Sunuhadji B., Indrayana M T. 2008. Penatalaksanaan
Skizofrenia. Fakultas Kedokteran Universitas Riau Rumah Sakit Jiwa Tampan
Pekanbaru.
Maramis, W. F., & Maramis, A. A. (2009). Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa (edisi ke-2).
Surabaya: Airlangga University Press.
Nurcholis, M. M. (2013). Kebermaknaan Hidup Istri yang mempunyai Suami Skizofrenia
(dalam skripsi Program Studi Psikologi, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya).
Puskesmas, K., Ii, P., & Fibriana, A. I. (2016). Faktor Resiko Terjadinya Skizofrenia (Studi
Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Pati II). Public Health Perspective Journal, 1(1),
1–12.
Sari, S. P., & Wijayanti, D. Y. (2014). Keperawatan Spiritual Pada Pasien Skizofrenia
(Spirituality nursing among patients with schizophrenia). Jurnal Ners, 9(1), 7.
https://www.researchgate.net/publication/315367126_Spirituality_Nursing_Among_P
atients_With_Schizophrenia/link/5a243b6d4585155dd41eac7f/download
Widyastuti, K., Dirasandhi, P. (2017). Mutisme (Program Studi Neurologi FK UNUD/RSUP
Sanglah Denpasar). Diakses pada 24 April 2020, dari:
https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_penelitian_1_dir/506042cbb0a121d29dfc4815b
6419646.pdf.
Zahnia, S., & Wulan Sumekar, D. (2016). Kajian Epidemiologis Skizofrenia. Majority, 5(5),
160–166. http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/904/812