KEKERASAN (RPK)
Kelas : A18.1
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................3
A. LATAR BELAKANG......................................................................................3
B. TUJUAN PENULISAN ...................................................................................4
BAB II ISI...............................................................................................................5
A. KASUS .............................................................................................................5
B. PENGKAJIAN .................................................................................................6
I. Identitas...................................................................................................6
II. Alasan Masuk..........................................................................................7
III. Faktor Predisposisi dan Presipitasi..........................................................7
IV. Pemeriksaan Fisik....................................................................................8
V. Psikososial dan Spiritual........................................................................10
VI. Status Mental.........................................................................................12
VII. Mekanisme Koping................................................................................13
C. ANALISA DATA ..........................................................................................13
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN ...................................................................14
E. POHON MASALAH .....................................................................................14
F. INTERVENSI.................................................................................................15
G. PEMBAHASAN.............................................................................................18
A. KESIMPULAN...............................................................................................20
B. SARAN...........................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................21
LAMPIRAN..........................................................................................................22
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Saat ini kesehatan jiwa menjadi salah satu masalah kesehatan yang sangat serius
dan memprihatinkan.Dalam lingkup sosial, seseorang dengan gangguan kejiwaan
sangat sulit untuk diterima oleh kelompok masyarakat.Hal ini terjadi karena sebagian
orang masih menganggap bahwa individu dengan gangguan jiwa adalah sebuah hal
yang memalukan dan kerap kali solusi yang diambil untuk mengatasi masalah ini
sangat tidak bermoral dan manusiawi.
Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (RISKESDAS) tahun 2013, angka rata-
rata nasional gangguan mental emosional pada penduduk usia 15 tahun ke atas yaitu
6%, angka ini setara dengan 14 juta penduduk. Sedangkan gangguan jiwa berat, rata-
rata sebesar 0,17% atau setara dengan 400.000 penduduk. Berdasarkan dari data
tersebut bahwa data pertahun di Indonesia yang mengalami gangguan jiwa selalu
meningkat.Selain itu, berdasarkan data Departemen Kesehatan, diperkirakan terdapat
200.000 kasus baru yang di diagnosa skizofrenia.
Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan
timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan dan perilaku aneh yang terganggu
(Videbeck, 2008). Gejala umum yang timbul pada pengidap skizofrenia salah satunya
adalah adanya gangguan persepsi sensori (halusinasi penglihatan).Halusinasi
merupakan salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan
persepsi sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa
suara,penglihatan,pengecapan,perabaan. Gejala lain yang timbul pada klien dengan
skizofrenia ialah risiko perilaku kekerasan.
Risiko perilaku kekerasan merupakan perilaku seseorang yang menunjukan
bahwa ia dapat membahayakan diri sendiri, orang lain atau lingkungan, baik secara
fisik, emosional, seksual, dan verbal (Sutejo, 2017). Berbeda dengan risiko perilaku
keekrasan, perilaku kekerasan memiliki definisi sendiri. Perilaku kekerasan
didefinisikan sebagai suatu keadaan hilang kendali perilaku seseorang yang diarahkan
pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan(Sutejo, 2017).
3
B. TUJUAN
1. Melakukan pengkajian asuhan keperawatan jiwa pada klien yang mengalami
skizofrenia paranoid dengan gangguan persepsi sensori.
2. Menetapkan diagnosis keperawatan jiwa pada klien yang mengalami skizofrenia
paranoid dengan gangguan persepsi sensori.
3. Menyusun intervensi keperawatan jiwa pada klien yang mengalami skizofrenia
paranoid dengan gangguan persepsi sensori.
4
BAB II
ISI
A. KASUS
Seorang klien bernama Nn. S berusia 27 tahun datang ke RSJD dr. Amino
Gondohutomo dan didiagnosis medis Skizofrenia paranoid (F20.0) pada 19 Maret 2021
bersama ibunya Ny. S. Klien belum menikah dan merupakan seorang muslim. Klien
berasal dari Tawangharjo RT 04/RW 02, Wedarijaksa, Pati, Jawa Tengah. Klien masih
tinggal bersama orang tua dan sering membantu orang tuanya bekerja. Klien merupakan
anak pertama dari dua bersaudara. Dalam keluarga klien lebih dekat dengan ibunya dan
dilingkungan rumahnya klien mudah bergaul dengan siapa saja. Klien adalah anak pertama
dari dua bersaudara dan memiliki satu orang adik perempuan. Meskipun dekat dengan
ibunya klien cenderung memendam permasalahannya sendiri dan enggan bercerita dengan
orang lain termasuk ibunya karena takut membebani keluarga.
Klien lulusan SMA dan saat ini tidak bekerja. Sebelum dibawa ke RSJD Amino
Gondohutomo, klien mengatakan sering mendengar bisikan aneh, dan kurang lebih 2 hari
yang lalu klien sulit tidur, mondar-mandir, marah-marah, sering mengamuk dan juga
hampir memukul tembok bahkan cenderung memukul diri sendiri serta sulit untuk
ditenangkan. Selama proses pengkajian yang dilakukan pada tanggal 20 Maret 2021, klien
mengatakan bahwa tiga tahun lalu klien pernah memeriksakan dirinya ke dokter spesialis
jiwadi Pati karena sering mendengar suara yang memprovokasi dan melihat bayangan
sampai marah-marah tidak jelas lalu diberi obat oleh dokter dan diminumnya dengan
teratur.Klien juga mengatakan bahwa semasa SMP klien sering diolok-olok (bullying) oleh
teman-temannya.Dalam silsilah keluarga klien, tidak ada anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa.
Klien juga menceritakan pengalamannnya saat empat tahun lalu bekerja di pabrik,
klien sering melihat makhluk halus yang matanya berwarna merah dan badannya putih.
Makhluk halus itu akandatang dan melotot didepan muka klien saat klien tiduran.
Semenjak peristiwa itu klien mengatakan pikirannya jadi kacau, mudah marah, bingung,
dan ada yang membisiki serta memprovokasi klien. Klien juga mengatakan belum lama
5
inimerasa sedih dan dan dibohongi oleh temannyakarena uang hasil kerjanya di pabrik
dipinjam oleh temannya lalu diganti dengan motor yang harganya tidak sesuai. Awalnya
klien diam saja dan memendam kekesalannya sebab klien tidak berani menegur karena
takut dibunuh tapi saat ini klien sudah tidak sabar sehingga sering mondar-mandir, marah-
marah dan kadang over thinking.
Saat dikaji kondisi fisik klien didapati hasil bahwa tekanan darah klien 120/80
mmHg, HR 84 x/menit, RR 20 x/menit suhu 36,5 0C, TB 168 cm dan BB 60 kg. Klien
terlihat cukup bersih dan rapi, tidak terlihat luka dari tubuh klien dan seluruh bagian tubuh
klien tidak ada yang abnormal. Selain itu klien juga tidak mengeluhkan adanya nyeri tekan,
atau keluhan fisik yang lain.Klien dapat berbicara serta mengungkapkan perasaannya
dengan baik meskipun kadang terlihat bingung dan dapat melakukan aktivitas motorik
seperti senam dan aktivitas lainnya dengan baik, orientasi ruang dan waktu dengan cukup
baik serta memiliki memori yang cukup baik.Hanya saja terkadang klien terlihat sedih,
berpikir, kadang melamun, serta merasa malu karena dirinya berbeda dengan orang lain
yang normal.Klien mengatakan bahwa penyakitnya berasal dari Allah SWT dan sebagai
seorang manusia harus selalu bersyukur. Saat di rumah sakit klien jarang sholat lima waktu
tetapi klien sering berdzikir dikamarnya jika lupa sholat. Klien terlihat bisa membaur
dengan klienlain dirumah sakit dan mau mengikuti terapi yang diberikan di rumah sakit
seperti terapi TAK dan terapi lainnya. Namun diluar terapi, klien terlihat jarang mengobrol
dengan klien lain dan mengatakan ingin dirawat jalan saja dan ingin cepat pulang.
B. PENGKAJIAN
I. Identitas
1. Identitas Klien
Nama : Nn. S
Umur : 27 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Tawangharjo RT 04/RW 02, Wedarijaksa, Pati, Jawa
Tengah
Pendidikan : SMA
6
Pekerjaan : Tidak bekerja
Tgl. Masuk RS : 19 Maret 2021
Tgl. Pengkajian : 20 Maret 2021
Diagnose Medis : Skizofrenia Paranoid (F20.0)
No. RM : xxx
7
melotot didepan muka klien saat klien tiduran. Semenjak peristiwa itu klien
mengatakan pikirannya jadi kacau, mudah marah, bingung, dan ada yang
membisiki serta memprovokasi klien.
2. Faktor Presipitasi
Klien mengatakan belum lama ini merasa sedih dan dan dibohongi oleh
temannya karena uang hasil kerjanya di pabrik dipinjam oleh temannya lalu
diganti dengan motor yang harganya tidak sesuai. Awalnya klien diam saja dan
memendam kekesalannya sebab klien tidak berani menegur karena takut
dibunuh tapi saat ini klien sudah tidak sabar sehingga sering mondar-mandir
dan marah-marah.
2. Tanda-tanda Vital
a. Tekanan darah : 120/80 mmHg
b. Frekuensi nadi : 84 x/menit
c. Frekuensi napas : 20 x/menit
d. Suhu : 36,5 0C
3. Data Antropometri
a. Tinggi badan : 158 cm
b. Berat badan : 50 kg
4. Keluhan fisik
Klien tidak memiliki keluhan fisik
8
5. Pemeriksaan Fisik Head to Toe
9
V. Psikososial dan Spiritual
1. Genogram
2. Konsep Diri
a. Gambaran Diri
Klien menganggap dirinya sebagai makhluk ciptaan Allah SWT dan harus
bersyukur atas semua nikmat yang diberikan oleh Allah SWT.
b. Identitas Diri
Klien dapat mengenali dirinya sendiri dengan baik, dan klien juga mampu
menyebutkan identitasnya seperti nama, usianya, agama, jenis kelamin
status pernikahan, dan lain sebagainya.
10
c. Peran
Klien mampu menyebutkan perannya dalam keluarga yang mana masih
tinggal bersama kedua orang tuanya dan sebagai seorang anak yang
terkadang membantu orang tuanya bekerja.
d. Ideal Diri
Klien mengatakan ingin segera pulang dari rumah sakit.
e. Harga Diri
Terkadang klien merasa malu akibat penyakit yang dialami terhadap orang
lain yang kondisinya normal.
3. Hubungan Sosial
Dalam keluarga klien lebih dekat dengan ibunya, tetapi klien sulit untuk
menceritakan masalah atau kejadian yang dialami terhadap anggota keluarga
atau bahkan terhadap ibunya. Klien lebih senang memendam masalahnya agar
tidak membebani keluarganya. Meskipun lebih dekat dengan ibunya tapi klien
sadar akan perannya dalam keluarga diamana sebagai anak terkadang klien
membantu pekerjaan orang tuanya. Sedangkan di lingkungan tempat
tinggalnya, klien mudah bergaul meskipun pada suatu waktu klien merasa malu
akibat kondisinya.
Selain itu saat dirumah sakit klien terlihat bisa membaur dengan klienlain dan
mau mengikuti terapi yang diberikan di rumah sakit seperti terapi TAK dan
terapi lainnya. Namun diluar terapi, klien terlihat jarang mengobrol dengan
klien lain.
4. Spiritual
Klien beragama Islam, dan klien menyatakan bahwa dirinya adalah ciptaan
Allah SWT, yang mana klien harus bersyukur terhadap nikmat yang Allah
berikan. Klien juga mempercayai bahwa penyakit yang saat ini dialami
datangnya dari Allah SWT. Terkait kegiatan ibadah klien mengaku jarang
melakukan sholat 5 waktu saat di rumah sakit dan jika klien lupa sholat klien
akan berdzikir.
11
VI. Status Mental
1. Penampilan
Klien berpenampilan cukup bersih dan rapi, tidak memiliki bau yang aneh-aneh
dan dari anggota tubuh klien juga terlihat cukup bersih.
2. Pembicaraan
Klien dapat berbicara serta mengungkapkan perasaannya dengan baik meskipun
kadang terlihat bingung.
3. Aktivitas Motorik
Klien dapat melakukan aktivitas motorik seperti senam dan aktivitas lainnya
dengan baik.
4. Alam Perasaan
Klien terlihat sedih, bingung dan terkadang klien melamun.
5. Interaksi Selama Wawancara
Selama proses wawancara klien dapat menjawab pertanyaan dengan tepat
meskipun cukup berbelit-belit.
6. Persepsi
Klien mengalami gangguan persepsi yaitu halusinasi, dimana klien sering
mendengan suara bisikan yang akan memprovokasinya seperti ketika klien
sedang emosi, marah-marah atau mengamuk.
7. Isi Pikir
Klien tidak memiliki gangguan seperti adanya obsesi maupun adanya waham.
8. Tingkat Kesadaran
Kesadaran klien composmentis serta memiliki orientasi yang cukup baik
terhadap ruang dan waktu.
9. Memori
10. Memiliki memori yang cukup baik dimana mapu mengingat beberapa kejadian
yang dialami.
12
VII. Mekanisme Koping
Klien terlihat belum memiliki koping yang efektif dimana saat klien sedang emosi
klien melampiaskannya dengan marah-marah dan mengamuk bahkan klien juga
memukul tembok dan memukul diri sendiri.Selain itu klien belum mampu untuk
mengontrol amarah dan emosinya.
C. ANALISA DATA
13
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko Perilaku Kekerasan
2. Gangguan Persepsi Sensori
E. POHON MASALAH
14
F. INTERVENSI
15
No Diagnosa Tujuan Umum Tujuan Khusus Intervensi
Keperawatan
obat secara teratur ke dalam jadwal kegiatan
harian.
3. Lakukan SP 3 Klien
Latih cara verbal atau bicara dengan baik
a. Evaluasi jadwal harian untuk Latihan
mengontrol perilaku kekerasan dengan cara
nafas dalam dan memukul bantal atau Kasur
b. Latih mengungkapkan rasa marah secara
verbal seperti menolak dengan baik, meminta
dengan baik, mengungkapkan perasaan
dengan baik
c. Susun jadwal Latihan mengungkapkan marah
secara verbal
4. Lakukan SP 4 Klien
Latih dengan cara spiritual
a. Diskusikan Latihan mengontrol perilaku
kekerasan secara fisik dan social/verbal
b. Latih sholat atau berdoa
c. Susun jadwal Latihan sholat atau berdoa
2. Gangguan Persepsi Setelah dilakukan Tindakan Setelah dilakukan Tindakan 1. Strategi Pelaksanaan 1 Klien
keperawatan selama 3 x 24 keperawatan 3 x 24 jam a. Identifikasi terkait dengan halusinasi yang di
Sensori
jam diharapkan intervensi diharapkan intervensi yang dengar atau dilihat oleh klien, waktu
yang diberikan kepada klien diberikan kepada klien dapat terjadinya halusinasi, frekuensi terjadinya
dapat meningkatkan fungsi meningkatkan keyakinan yang halusinasi, serta situasi yang menyebabkan
persepsi sensori dengan sesuai dengan kenyataan halusinasi itu muncul dan respon dari klien
kriteria hasil dengan kriteria hasil saat mengalami halusinasi tersebut
Luaran Utama Luaran Tambahan b. Latih “menghardik halusinasi”
Persepsi Sensori (L.09083) Status Orientasi (L.09090)
c. Jelaskan cara menghardik
a. Klien mampu a. Klien mampu
16
No Diagnosa Tujuan Umum Tujuan Khusus Intervensi
Keperawatan
mengungkapkan mengatasi keyakinan d. Minta klien memperagakan ulang
atau menjelaskan sesuai dengan e. Pantau klien
bisikan yang kenyataan f. Susun jadwal harian
didengarkan b. Klien mampu untuk 2. Lakukan SP 2 Klien
b. Klien dapat menenagkan dirinya a. Evaluasi Latihan menghardik halusinasi
mengungkapkan c. Klien dapat berperilaku b. Latih minum obat untuk mengatasi halusinasi
atau menjelaskan sesuai dengan realita c. Jelaskan pentingnya menggunakan obat
bayangan atau d. Jelaskan akibat tidak meminum obat
makhluk halus yang e. Susun jadwal harian
dilihatnya 3. Lakukan SP 3 Klien
c. Klien mampu a. Evaluasi kepatuhan minum obat klien
mengatasi masalah b. Latih bercakap-cakap dengan orang lain
halusinasinya c. Susun jadwal harian
d. Klien dapat 4. Lakukan SP 4 Klien
bersosialisasi atau a. evaluasi jadwal sebelumnya
berhubungan dengan b. dorong klien untuk membuat jadwal aktivitas
orang lain harian
17
G. PEMBAHASAN
Nn. S berusia 27 tahun ini datang ke Rumah Sakit dengan diagnosa medis
skizofrenia paranoid. Setalah dilakukannya pengkajian keperawatan didapatkan bahwa
masalah keperawatan klien berupa Risiko Perilaku Kekerasan (RPK) dan Gangguan
Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran. Hal ini dikarenakan klien mengatakan sering
mendengar bisikan aneh, dan klien sulit tidur, mondar-mandir marah-marah, sering
mengamuk dan juga sampai memukul tembok serta sulit untuk ditenangkan. Selain itu
klien juga sering melihat makhluk halus yang matanya berwarna merah dan badannya
putih.Semenjak peristiwa itu klien mengatakan pikirannya jadi kacau, mudah marah,
bingung, dan ada yang membisiki serta memprovokasi klien. Klien juga mengatakan
belum lama ini merasa sedih dan sering memikirkan uang hasil kerjanya di pabrik yang
dipinjam oleh temannya lalu diganti dengan motor yang harganya tidak sesuai.
Awalnya klien diam saja dan memendam kekesalannya sebab klien tidak berani
menegur karena takut dibunuh tapi saat ini klien sudah tidak sabar sehingga sering
mondar-mandir dan marah-marah
Menurut Direja (2011), perilaku kekerasan adalah salah satu rentang emosi yang
berupa ungkapan marah seseoarang yang ditunjukkan secara verbal maupun fisik
terhadap lingkungan sekitar. Sehingga keadaan klien dapat membahayakan diri sendiri,
orang lain dan lingkungan secara fisik. Serta respon yang diperlihatkan oleh seseorang
berbeda-beda sesuai dengan keadaan klien. Tindakan yang dapat dilakukan perwat
dalam mengurangi risiko perilaku kekerasan dan gangguan persepsi sensori: halusinasi
pendengaran pada klien adalah dengan menggunakan Strategi Pelaksanaan (SP).
Strategi pelaksanaan ini adalah salah satu pendekatan yang sifatnya membina hubungan
saling percaya antara klien dan perawat. Lalu jika strategi pelaksanaan ini tidak
diberikan maka akan berdampak pada diri sendiri dan dapat membahayakan orang lain.
Strategi pelaksanaan yang dilakukan ini cukup efektif dalam mengatasi masalah
keperawatan tersebut.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sujarwo, dkk (2018), Strategi
Pelaksanaan (SP) yang dilakukan oleh klien dengan risiko perilaku kekerasan ini adalah
dengan cara mengontrol perilaku kekerasan secara fisik, obat, verbal dan spiritual. Cara
tersebut telah dilakukan Bersama dengan 6 responden lainnya yang menunjukkan
bahwa mengontrol marah paling efektif dengan cara berdoa dan ikhlas menerima
kenyataan yang telah terjadi. Pendekatan spiritual yang digunakan juga dapat melalui
calming technique dan saling memaafkan (Padma& Dwidiyanti, 2014). Mengontrol
18
perilaku kekerasan dengan menggunakan nafas dalam juga dapat dilakukan karena
dapat berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat emosi klien dengan risiko perilaku
kekerasan.Hal tersebut memberikan efek menenangkan dan merelaksasikan pikiran
sehingga klien dapat mengontrol emosinya. Penelitian yang dilakukan oleh (Sujarwo,
dkk, 2018) ini juga mengatakan bahwa klien merasakan lega dan tenang setelah
mengontrol emosinya.Mengontrol risiko perilaku kekerasan ini dapat juga dilakukan
dengan memukul bantal.Banyak penelitian yang mengatakan bahwa aktivitas fisik dan
terapi olahraga dapat mengontrol kemarahan klien (Sulistyowati, dkk, 2015).
Kemudian Tindakan yang dapat dilakukan pada masalah keperawatan gangguan
persepsi sensori: halusinasi pendengaran ini adalah dengan cara Strategi Pelaksanaan
(SP) halusinasi klien. Menurut Aldam, dkk (2019), mengontrol halusinasi ini dapat
dilakukan dengan cara menghardik dengan menutup telinga atau mengajak klien untuk
berkonsentrasi dan yakin bahwa pada dalam hatinya mampu untuk menghilangkan
halusinasi, mengontrol halusinasi dengan mematuhi meminum obat, mengajak klien
untuk mengobrol dengan orang lain, dan mengajak klien melakukan aktivitas yang
disukai serta lakukan evaluasi untuk mengetahui perkembangannya.
19
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari hasil pengkajian kasus asuhan keperawatan pada Nn. S dengan Risiko
Perilaku Kekerasan (RPK) dan Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran.
Hal ini dikarenakan klien mengatakan sering mendengar bisikan aneh, dan kurang lebih
2 hari yang lalu klien sulit tidur, mondar-mandir, marah-marah, sering mengamuk dan
juga hampir memukul tembok serta sulit untuk ditenangkan. Maka disimpulkan bahwa
strategi Pelaksanaan (SP) yang dapat dilakukan adalah dengan cara mengontrol
perilaku kekerasan secara fisik, obat, verbal, dan spiritual.
1. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan diagnosa yang didapat dari keluhan Nn. S, disimpulkan bahwa
diagnosa prioritas yaitu: Risiko Perilaku Kekerasan berhubungan dengan
Gangguan pada Kontrol Emosi.
2. Rencana Keperawatan
Menurut analisa data yang telah dilakukan dimana didapat diagnosa keperawatan
yaitu risiko perilaku kekerasan berhubungan dengan gangguan pada kontrol
emosi. Maka, rencana keperawatan pada risiko perilaku kekerasan ialah dari SP 1
– SP 4 meliputi SP 1 : latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik
yaitu nafas dalam dan pukul kasur/bantal, SP 2 : latih cara mengontrol perilaku
kekerasan dengan obat, SP 3 : latih cara mengungkapkan rasa marah secara
verbal, SP 4 : latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan pendekatan
spiritual yaitu shalat atau berdoa.
B. SARAN
Peran keluarga untuk ikut serta dalam memberikan asuhan keperawatan pada
klien gangguan persepsi sensori sangat dibutuhkan agar klien merasa mendapat
dukungan sehingga proses penyembuhan penyakitnya pun menjadi optimal. Selain itu,
perawat diharapkan lebih mengutamakan pelayanan yang mampu membina hubungan
saling percaya dan hubungan terapeutik guna memberikanrasa nyaman dan keterbukaan
sehingga masalah cepat teratasi.
20
DAFTAR PUSTAKA
Aldam, SFS.,& Wardani, IY. 2019. Efektifitas Penerapan Standar Asuhan Keperawatan Jiwa
Generalis Pada Klien Skizofrenia Dalam Menurunkan Gejala Halusinasi. Jurnal
Keperawatan Jiwa. 7 (2). Hal 165-172.
Awaludin, I. N. (2016).Upaya Peningkatan Kemampuan Mengontrol Emosi dengan Cara
Fisik pada Klien Risiko Perilaku Kekerasan di RSJD dr. Arif Zainudin
Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Direja, A. H. (2011). Buku ajar asuhan keperawatan jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika.
Keliat, B. A., Akemat., Helena C. D., Nurhaeni, H. (2012). Keperawatan KesehatanJiwa
Komunitas: CMHN (Basic Course). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kusumaningtyas, K. P. (2018). Penerapan Tindakan Asertif pada Klien dengan Risiko
Perilaku Kekerasan di Bangsal Maintenance RSJ Grhasia Yogyakarta.
Poltekkes Yogyakarta, Yogyakarta.
Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Andi
Offset.
Nasir, A & Muhith, A. (2011).Dasar-Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.
Padma, S. & Dwidiyanti, M. (2014).Studi Kasus: Mindfulness dengan Pendekatan Spiritual
pada Klien Skizofrenia dengan Risiko Perilaku Kekerasan. Program Studi Ilmu
Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Konas Jiwa XI
Riau: Hal 290-294.
Putra, A. K. (2019). Penerapan Pendidikan Kesehatan pada Keluarga KlienRisiko Perilaku
Kekerasan di Puskesmas Pejagoaan. STIKES Muhammadiyah Gombong,
Kebumen.
RISKESDAS.(2013). Riset Kesehatan Dasar. Jurnal: Myra.
Sujarwo.,& Livana, PH. 2018. Studi Fenomenologi: Strategi Pelaksanaan Yang Efektif Untuk
Mengontrol Perilaku Kekerasan Menurut Klien Di Ruang Rawat Inap Laki
Laki. Jurnal Keperawatan. 6 (1). Hal 29-35.
Sulistyowati, D & Prihantini. 2015. Pengaruh terapi psikoreligi terhadap penurunan perilaku
kekerasan pada klien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta. Jurnal
Terpadu Ilmu Kesehatan, 4(1), 72-77. Kementrian kesehatan politeknik
kesehatan Surakarta jurusan keperawatan.
Sutejo.(2017). Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Pustaka Baru Press
Videbeck, S. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC, 45, 2010-2011.
21
LAMPIRAN
Tahap Orientasi
Tahap Kerja
Tahap Terminasi
Tahap Orientasi
22
- Memvalidasi data pasien
- Membina hubungan saling percaya
- Menanyakan perasaan klien saat ini, serta masalah yang sedang dirasakan
- Menyampaikan topik dan tujuan kegiatan
- Menetapkan kontrak waktu untuk kesepakatan pelaksanaan kegiatan
- Menjelaskan teknik pelaksanaan kegiatan
- Mengevaluasi SP sebelumnya
Tahap Kerja
- Jelaskan dan latih klien minum obat dengan prinsip 6 benar, manfaat/keuntungan minum
obat dan kerugian tidak minum obat.
- Jelaskan tentang obat yang diminum (6 benar: jenis, dosis, frekuensi, cara, orang dan
kontinuitas minum obat).
- Diskusikan manfaat minum obat dan kerugian tidak minum obat dengan klien
- Latih klien cara minum obat secara teratur
- Latih klien memasukkan kegiatan minum obat secara teratur ke dalam jadwal kegiatan
harian.
Tahap Terminasi
SP 3: Verbal
Tahap Orientasi
23
Tahap Kerja
Tahap Terminasi
SP 4: Spiritual
Tahap Orientasi
Tahap Kerja
Tahap Terminasi
24
- Menutup acara serta mengucapkan salam
25