DI SUSUN OLEH:
TK 2A KELOMPOK 3
MK : KEPERAWATAN JIWA
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena berkat
dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan askep yang berjudul “Asuhan Keperawatan
Jiwa Pada Dengan Risiko Perilaku Kekerasan’’. Askep ini disusun guna memenuhi
tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa.
Banyak rintangan dan hambatan yang kami hadapi dalam proses penyusunan
makalah ini. Namun atas berkat dukungan dari semua pihak, kami dapat menyelesaikan
makalah ini sehingga kami pun tidak lupa mengucapkan limpah terimakasih kepada
semua pihak tersebut.
penyusun
DAFTAR ISI
COVER.................................................................................................................................
KATA PENGANTAR..........................................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................
1.3 Tujuan.......................................................................................................................
2.1 Pengertian..................................................................................................................
2.2 Rentang Respon
Marah..................................................................................................................
2.6 Penatalaksanaan.....................................................................................................
BAB IV PEMBAHASAN...................................................................................................
BAB V PENUTUP...............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa berat yang bersifat berat dan kronis
yang menyerang 20 juta orang di seluruh dunia (WHO, 2019). Skizofrenia
merupakan penyakit kronis, parah, dan melumpuhkan, gangguan otak yang di
tandai dengan pikiran kacau, waham, delusi, halusinasi, dan perilaku aneh atau
katatonik (Pardede, & Laia. 2020).
Privalensi ganguan jiwa di Indonesia berdasarkan KEMENKES 2019 di urutan
pertama Provinsi Bali 11,1% dan nomor dua disusul oleh Provinsi DI Yogyakarta
10,4%, NTB 9,6%, Provinsi Sumatera Barat 9,1%, Provinsi Sulawesi Selatan
8,8%, Provinsi Aceh 8,7%, Provinsi Jawa Tengah 8,7%, Provinsi Sulawesi
Tengah 8,2%, Provinsi Sumatera Selatan 8%, Provinsi Kalimantan Barat 7,9%.
Sedangkan Provinsi Sumatera Utara berada pada posisi ke 21 dengan privalensi
6,3% (KEMENKES, 2019).
Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang dapat berakhir dengan hilanngya dengan
nyawa seseorang. Dalam penanganan penyakit ini karena jiwa yang tergangangu
maka di butuhkan adalah terapi, rehabilitasi serta dengan konseling. Upaya
terbesar untuk penangan penyakit gangguan jiwa terletak pada keluarga dan
masyarakat, dalam hal ini terapi terbaik adalah bentuk dukungan keluarga dalam
mencegah kambuhnya penyakit skizofrenia (Pitayanti, & Hartono, 2020).
Tanda dan gejala yang timbul akibat skizofrenia berupa gejala positif dan negatif
seperti perilaku kekerasan. Resiko perilaku kekerasan merupakan salah satu
respon marah yang diespresikan dengan melakukan ancaman, mencederai diri
sendiri maupun orang lain. Pada aspek fisik tekanan darah meningkat, denyut nadi
dan pernapasan meningkat, marah, mudah tersinggung, mengamuk dan bisa
mencederai diri sendiri. Perubahan pada fungsi kognitif, fisiologis, afektif, hingga
perilaku dan sosial hingga
menyebabkan resiko perilaku kekerasan. Berdasarkan data tahun 2017 dengan resiko
perilaku kekerasan sekitar 0,8% atau dari 10.000 orang menunjukkan resiko perilaku
kekerasan sanggatlah tinggi (Pardede,2020).Perilaku kekerasan merupakan salah satu
respon terhadap streesor yang dihadapi oleh seseorang, respon ini dapat menimbulkan
kerugian baik kepada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan. Seseorang yang
mengalami perilaku kekerasan sering menunjukan perubahan perilaku seperti
mengancam, gaduh, tidak bisa diam, mondar-mandir, gelisah, intonasi suara keras,
ekspresi tegang, bicara dengan semangat, agresif, nada suara tinggi dan bergembira
secara berlebihan. Pada seseorang yang mengalami resiko perilaku kekerasan
mengalami perubahan adanya penurunan kemampuan dalam memecahkan masalah,
orientasi terhadap waktu, tempat dan orang serta gelisah (Pardede, Siregar, & Halawa,
2020). Risiko mencederai merupakan suatu tindakan yang memungkinkan dapat
melukai atau membahayakan diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sehingga masalah
yang terjadi pada pasien parilaku kekerasan akan melibatkan keluarga (Suryeti 2017).
Survei awal pada pembuatan askep pada skizofrenia ini dilakukan di Yayasan Pemenag
Jiwa Sumatera dengan pasien resiko perilaku kekerasan dengan pasien nama inisial Tn..
S, klien datang ke yayasan di bawa adik klien karena awalnya klien sering marah,
membanting barang yang ada di rumah, dan sklien juga memukul salah satu keluarga
yang di sekitar rumah klien.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka dapat dirumuskan masalah
saebagai berikut : Bagaimana Memberikan Asuhan Keperawatan Jiwa Pada
Pasien dengan Risiko Perilaku Kekerasan.
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuannya sebagai berikut :
a) Tujuan Umum
Penulis mampu memberikan asuhan keperawatan jiwa pada pasien dengan
Risiko Perilaku Kekerasan.
b) Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu mengetahui defenisi, tanda & gejala, faktor
penyebab, mekanisme koping, penatalaksanaan pada pasien dengan
Risiko Perilaku Kekerasa
2. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan Risiko
Perilaku Kekerasan
3. Mahasiswa mampu menegakkan diagnosa atau masalah keperawatan
pada pasien dengan Risiko Perilaku Kekerasan.
4. mampu menetapkan intervensi keperawatan secara menyeluruh pada
pasien dengan Risiko Perilaku Kekerasan.
5. mampu melakukan tindakan keperawatan yang nyata pada pasien
dengan Risiko Perilaku Kekerasan.
6. mampu mengevaluasi sebagai tolak ukur guna menerapkan asuhan
keperawatan pada pasien dengan Risiko Perilaku Kekerasan.
7. mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
Risiko Perilaku Kekerasa
BAB II
PEMBAHASAN
B. Pengkajian
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai
seseorang, baik secara fisik mapun psikologis. Perilaku kekerasan dapat di lakukan secara
verbal yang di arahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
Perilaku kekerasan mengaju pada dua bentuk, yaitu perilaku kekerasan saat sedang
berlangsung atau perilaku kekerasan terdahulu ( Riwayat perilaku kekerasan).
1. Faktor predisposisi
Menurut stuart ( 2013 ), masalah perilaku kekerasan dapat disebabkan oleh adanya
faktor predisprosisi ( faktor ) yang ( melatar belakangi ) munvulnya masalah dan
faktor presipitasi ( faktor yang memicu adanya masalah ).
Didalam faktor prediposisi, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
masalah perilaku kekerasan, seperti faktor biologis, psikologis dan sosiofultural.
a. Faktor biologis
1. Teori dorongan naluri ( instinctual drive theory )
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebab kan oleh suatu
dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
2. Teori psikomatik ( psycomatic theory )
Pengalaman marah dapat di akibatkan oleh respon sikologi terhadap stimulus
eksternal maupun internal sehingga, sistem limbik memiliki peran sebagian
pusat untuk mengeskpresikan maupun menghambat rasa malas.
b. Faktor psikologis
1. Teori afresif frustasi ( frustasion aggresion theory )
Teori menerjemahkan perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil akumulasi
frustasi. Hal ini dapat terjadi apa bila keinginan individu untuk mencapai
sesuatu gagal atau terhambat. Keaadan frustasi dapat mendorong individu
untuk berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan berkurang melalu
perilaku kekerasan.
2. Teori perilaku ( behaviororal theory )
Kemarahan merupakan bagian dari proses belajar. Hal ini dapat di capai
apabila terdedia fasilitas atau situasi yang mendukung. Reinforcement yang
diterima saat melakukan kekerasan sering menimbulkan kekerasan didalam
maupun diluar rumah atau lingkungan.
3. Teori eksitensi ( existential theory )
Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah bertindak sesuai perilaku. Apabila
kebutuhan tsb tidak dipenuhi melalu perilaku konstruktif, maka individu akan
memenuhi kebutuhannya melalui perilaku destruktif.
2. Faktor presipitasi
Faktor presipisasi berhbungan dengan pengaruh stresor yang mencetuskan perilaku
kekerasan bagi setiap individu. Stresor dapat disebabkan dari luar maupun dalam.
Stresor yang berasal dari luar dapat berupa serangan fisik, kehilangan, kematian, dll.
Stresor yang berasal dari dalam dapat berupa, kehilangan keluarga atau sahabat yang
di cintai, letakutan terhadap oenyakit fisik, penyakit dalam, dll.
3. Faktor resiko
NANDA ( 2016 ) menyatakan faktor-faktor resiko dari risiko perilaku kekerasan
terhadap diri sendiri ( risk for self-directed violonce ) dan resiko perilaku kekerasan
terhadap orang lain ( risk for other-direccted violonce )
a. Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri ( risk for self-directed violence )
1. Usia ≥ 45 tahun
2. Usia 15-19 tahun
3. Isyarat tingkah laku ( menulis catatan cinta yang sedih, menyatakan oesan
bernada kemarahan kepada orang tertentu yang telah menolak individu
tersebut, dll )
4. Konflik mengenai orientasi seksual
5. Konflik dalam hubungan interpersonal
6. Pengangguran atau kehilangan pekerjaan ( masalah pekerjaan )
7. Terlibat dalam tindakan seksual autoerotik
8. Sumber daya personal yang tidak memandai
9. Status perkawinan ( Sendiri, menjanda, bercerai)
10. Isu kesehatan mental ( Depresi, psikosis, gangguan kepribadian,
penyalahgunaan zat)
11. Pekerjaan (Profesional, eksekutif, administrator atau pemilik bisnis, dll)
12. Pola kesehatan dalam keluarga ( Riwayat bunuh diri, sesuatu yang bersifat
kekerasan atau konfliktual)
13. Isu kesehatan fisik
14. Gangguan psikologis
15. Isolasi sosial
16. Ide bunuh diri
17. Rencana bunuh diri
18. Riwayat upacara bunuh diri berulang
19. Isyarat verbal ( membicarakan kematian, menanyakan tentang dosis
mematikan sesuatu obat, ddl)
b. Resiko perilaku kekerasan terhadap orang lain ( risk for other-directed vionce)
1. Akses atau ketersedian senjata
2. Alterasi ( Gangguan) fungsi kognitif
3. Perlakuan kejam terhadap binatang
4. Riwayat kekerasan masa kecil, baik secara fisik, psikologis maupun seksual
5. Riwayat penyalahgunaan zat
6. Riwayat menyaksikan kekerasan dalam keluarga
7. Impulsif
8. Pelanggaran atau kejahatan kendaraan bermotor (seperti pelanggaran lalu
lintas, penggunaan kendaraan bermotor untuk melampiaskan amarah )
9. Bahasa tubuh negatif ( seperti kekakuan, mengapalkan tinju/ pukulan,
hiperaktivitas, dll)
10. Gangguan neurologis ( trauma kepala, gangguan serangan, kejang, dll)
11. Intoksikasi patologis
12. Riwayat melakukan kekerasan tidak langsung (kincing di lantai, menyobek
objek di dinding, melempar barang, memecahkan kaca, membanting pintu, dll
13. Pola perilaku kekerasan terhadap orang lain ( menendang, memukul,
menggigit, mencakar, upaya pemerkosaan, memperkosa, pelecahan seksual,
mengincingi orang, dll)
14. Pola ancaman kekerasan ( ancaman secara verbal terhadap objek atau orang
lain, menyumpah serapah, gestur atau catatan mengancam, ancaman seksual,
dll)
15. Pola perilaku kekerasan antisosial (mencuri, meminjam dengan memaksa,
penolakan terhadap medikasi, dll)
16. Komplikasi perinatal
17. Komplikasi prenatal
18. Menyalahkan api
19. Gangguan psikosis
20. Perilaku bunuh diri
4. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat di nilai dari ungkapan pasien dan di
dukung dengan hasil observasi
a. Data subjektif
Ungkapan berupa ancaman
Ungkapan kata-kata kasar
Ungkapan ingin memukul/ melukai
b. Data objektif
Wajah memerah dan tegang
Pandangan tajam
Mengatuhkan rahang dengan kuat
Mengapalkan tangan
Bicara kasar
Suara tinggi, menjerit atau berteriak
Mondar mandir
Melempar atau memukul benda/ orang lain
5. Mekanisme koping
Perawat perlu mempelajari mekanisme koping untuk membantu klien
mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam mengekspresikan
marahnya. Secara umum, mekanisme koping yang sering di gunakan, antara lain
mekanisme pertahanan ego seperti displacement, sublimasi, proyeksi, depresi, deniel
dan reaksi farmasi.
6. Perilaku
Klien dengan gangguan perilaku kekerasan memiliki bebrapa perilaku yang perlu di
perhatikan. Perilaku klien dengan gangguan perilaku kekerasan dapat membahayakan
bagi dirinya sendiri, orang lain, maupun lingkungan sekitar. Adapun perilaku yang
harus di kenali dari klien gangguan resiko perilaku kekerasan, antara lain:
a. Menyerang atau menghindari
Pada keadaan ini respon psikologis timbul karena kegiatan sistem saraf otonom
bereaksi terhadap sekresi ephineprin yang menyebabkan tekanan darah
meningkat, takikardi, wajah merah, pupil melebar, sekresi HCL meningkat,
peristaltik gaster menurun, pengeluaran urine , dan saliva meningkat, konstivasi,
kewaspadaan meningkat, di sertakan dengan ketegangan otot seperti rahang
terkatuk tangan mengepal, tubuh menjadi kakudan di sertai refleks yang cepat
b. Menyatakan secara asertif
Perilaku yang sering di tampilkan individu dalam mengekspresikan
kemarahannya, yaitu perilaku pasif, agresif, dan asertif. Perilaku asertif
merupakan cara terbaiki individu untuk mengekspresikan rasa marahnya tanpa
menyakiti orang lain secara fisik maupun psikologis. Dengan perilaku tersebut,
indivudu juga dapat mengembangkan diri.
c. Memberontak
Perilaku yang muncul biasanya di sertai kekerasan akibat konflik perilaku untuk
menarik perhatian orang.
d. Perilaku kekerasan
Tindakan kekerasan atau amuk yang di tunjukan kepada diri sendiri, orang lain,
maupun lingkungan.
C. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan resiko perilaku kekerasan di rumuskan jika klien saat ini tidak
melakukan perilaku kekerasan, tetapi pernah melakukan perilaku kekerasan dan belum
mampu mengendalikan perilaku kekerasantersebut
Gambar. Pohon Masalah Diagnosis Risiko Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan
D. Perencanaan
DIAGNOSA PERENCANAAN
KEPERAWAT
AN
(Tuk/Tum)
b. Berjabat
tangan dengan
klien
c. perkenalkan
diri dengan
sopan
d. Tanyakan
nama lengkap
klien dan nama
panggilan yang
disukai klien
e. Jelaskan
tujuan
pertemuan
f. Membuat
kontrak topik,
waktu dan
tempat setiap
kali
g. Tunjukkan
sikap empati
dan menerima
klien apa
adanya
h. Beri
perhatian
kepada klien
dan perhatian
kebutuhan
dasar klien.
dilakukannya
masalah yang
dialami
teratasi.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah menguraikan tentang proses keperawatan pada pasien dan disimpulkan bahwa
pasien dapat mengontrol risiko perilaku kekerasan dengan terapi yang di ajarkan oleh
mahasiwa. Dimana pasien dapat melakukan tarik nafas dalam, memukul bantal secara
mandiri untuk mengontrol amarahnya. Pasien juga minum obat secara teratur dan
berbicara secara baik-baik jika ingin meminta sesuatu atau melakukan penolakan, hingga
pasien dapat melakukan spritual sesuai ajaran agama yang dianut.
B. Saran
1. Diharapkan pada keluarga sering mengunjungi pasien selama waktu
perawatan karena dengan seringnya keluarga berkunjung, maka pasien
merasa berarti dan dibutuhkan dan juga setelah pulang keluarga harus
memperhatikan obat dikonsumsi seta membawa pasien kontrol secara
teratur kepelayana kesehatan jiwa ataupun rumah sakit jiwa.
2. Bagi mahasiswa /mahasiwi agar lebih memperdalam ilmu pengetahuan
khusus tentang keperawatan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA