KEPERAWATAN JIWA
(Ns. Silvia Intan Suri, S.Kep, M,Kep) (Ns. Rosa Panjaitan S.Kep)
(Ns. Silvia Intan Suri, S.Kep, M.Kep) (Ns. Rosa Panjaitan, S.Kep)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan banyak manfaat dan
kemudahan. Sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas kelompok ini yang merupakan sebagai salah
satu unsur utama dalam pengembangan profesi keperawatan.
Dalam penyusunan tugas kelompok ini, penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan, namun
berkat bimbiingan dan arahan dari berbagai pihak akhirnya tugas ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Untuk itu dengan ketulusan hati penulis menyampaikan rasa hormat dan terimakasih.
1. Ibu dr. Elita Sari selaku PLT direktur Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau.
2. Ibu Ns. Zaibah S,Kep MM selaku kepala bidang keperawatan Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi
Riau.
3. Ibu ns. Silvia Intan Suri, S,Kep M,Kep sebagai pembimbing Akademik Universitas Mohammad
Natsir Yarsi Bukittinggi.
4. Ibu Ns. Rosa Panjaitan S.Kep selaku kepala Ruangan Kampar dan pembimbing Klinik Rumah Sakit
Jiwa Tampan Provinsi Riau dan Kepada seluruh staf ruangan Kampar yang tidak bias disebutkan
satu persatu namanya.
5. Teman sejawat mahasiswa/i D-III Keperawatan Universitas Mohammad Natsir Yarsi Bukittinggi.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan jiwa saat ini masih menjadi permasalahan yang serius di dunia. Gangguan jiwa harus
di tangani dan di identifikasi sebagai masalah medis yang dikaitkan dengan adanya distress atau
disabilitas pada satu atau lebih area fungsi yang penting (videback,2012). Gangguan jiwa dalah
suatu penyakit yang bias terjadi pada semua orang tanpa mengenal ras,budaya,umur. Gangguan
jiwa merupakan salah satu gangguan mental yang disebabkan oleh beragam factor yang berasal
dari dalam maupun luar. Gangguan mental ini dapat dikenali dengan perubahan pola
piker,tingkah laku,dan emosi yang berubah secara mendadak tanpa disertai alasan yang jelas.
(Yosep,2011).
World Health Organization (WHO) 2013 menegaskan bahwa jumlah klien gangguan jiwa di dunia
mencapai 450 juta orang, dan paling tidak, ada 1 dari 4 orang di dunia mengalami masalah
gangguan jiwa dan di prediksikan akan meningkat menjadi 15% pada tahun 2020. Dapat
disimpulkan bahwa permasalahan kesehatan jiwa akan semakin besar dan menimbulkan beban
kesehatan yang signifikan.
Berdasarkan data Riskesdas (2013) prevalensi gangguan mental emosional di indonesia pada
usia 15 tahun ke atas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia.
Data dokumen rekam medic Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau tahun2017 mencatat
bahwa klien rawat inap sebanyak 1.887 orang. Data dokumen rekam medic Rumah Sakit Jiwa
Tampan Provinsi Riau tahun 2017 juga mencatat klien di rawat dengan masalah gangguan
persepsi sensori: Halusinasi sebesar 62%, gangguan proses pikir : Waham sebesar 5% , perilaku
kekerasan sebesar 26% , isolasi social sebesar 4% , gangguan konsep diri : Harga diri rendah
sebesar 7% dan resiko bunuh diri sebesar 2% (RSJ Tampan,2017) . Sehingga dapat disimpulkan
presentase teringgi kedua adalah perilaku kekerasan yaitu 26%.
Perilaku kekerasan merupakan suatu respon terhadap stesor yang di hadapi oleh seseorang
yang dapa menimbulkan kerugian baik pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan
(Keliat,2010). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada ditinya sendiri maupun orang lain, disertai
oleh amuk dan gelisah yang tidak terkontrol ( Kusumawatu dan Hartono,2010). Perilaku
kekerasan adalah menyentuh orang lain secara menakutkan, memberi kata kata ancaman
melukai atau merusak secara social (Keliat, 2010). Perilaku kekerasan adalah perilaku seseorang
yang dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain secara fisik yang di sertai amuk dan
gaduh yang dapat merugikan diri sendiri ataupun orang lain. Adapun risiko yang mungkin terjadi
yaitu dapat mencederai orang lain dan lingkungan yang di akibatkan karena ketidakmampuan
mengendalikan amarah secara konstruksif.
Marah adalah perasaan jengkel yang timbul sebagai suatu respon terhadap kecemasan yang di
rasakan sebagai ancaman individu. Pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konstruktif
pada saat terjadi dapat melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti perasaan
yang sebenarnya sehingga individu tidak mengalami kecemasan, stress, dan merasa bersalah
dan bahkan merusak diri sendiri orang lain dan lingkungan. Dalam hal ini,peran serta keluarga
sangat penting, namun perawatan merupakan ujung tombak dalam pelayanan kesehatan jiwa
dari pernyataan-pernyataan di atas kelompok tertarik untuk membahas satu masalah kesehatan
jiwa dengan perilaku kekerasan.
Berdasarkan data Rumah Sakit Jiwa Tampan Provinsi Riau ruangan Kampar Dengan diagnose
RPK Bulan Oktober 43,85% , November 28,94% , Desember 24,7% . Berdasarkan latar belakang
tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan Asuha Keperawatan pada Klien dengan Resiko
Perilaku Kekerasan.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah melaksanakan praktek lapangan di harapkan Mahasiswa mampu memahami konsep
dan teori serta penerapan Asuhan Keperawatan pada Tn. E dengan resiko perilaku
kekerasan.
2. Tujuan Khusus
Setelah menyusun makalah ini di harapkan :
a. Mahasiswa/i mampu melakukan pengkajian pada pada pasien denga resiko perilaku
kekerasan.
b. Mahasiswa/i mampu melakukan analisa data dan menegakkan diagnose keperawatan
pada klien dengan risiko perilaku kekerasan.
c. Mahasiswa/i mampu menyusun rencana tindakan pada klien resiko perilaku kekerasan.
d. Mahasiwa/i mampu melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan resiko perilaku
kekerasan
e. Mahasiswa/i mampu melakukan evaluasi pada klien dengan resiko [perilaku kekerasan
f. Mahasiswa/i mampu melakukan dokumentasi pada klien dengan resiko perilaku
kekerasan.
g. Mahasiswa/I mampu mengidentifikasi hambatan dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pada klien dengan resiko perilaku kekerasan.
C. Metode Penulisan
Dalam penulisan ini, penulis menggunakan metode deskriptif dengan teknik pendekatan antara
lain :
1. Observasi
Mengadakan pengamatan yang dilakukan terhadap hal-hal melalui panca indra untuk hal
yang tidak ditanyakan, misalnya berkaitan dengan lingkungan fisik seperti ventilasi,
penerangan, kebersihan rumah, dan lain-lain.
2. Wawancaea
Melakukan dialog atau komunikasi dua arah yang berkaitan dengan hal yang perlu diketahui
baik aspek fisik, mental, social budaya, ekonomi, kebiasaan di lingkungan tersebut.
3. Studi Dokumentasi
Mengumpulkan data dari Rumah Sakit, berupa dokumen riwayat kesehatan klien selama
dirawat di Rumah Sakit JIwa Tampan Provinsi Riau.
D. Sistematika Penulisan
Penulisan laporan ini disusun secara sistematika menjadi 4 bab sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan
Bab II : tinjauan teori
Bab III : Pembahasan
Bab IV : Penutup
Daftar Pustaka
Lampiran
BAB II TINJAUAN TEORITIS
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka perilaku kekerasan dapat
dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku
kekerasan dapat terjadi dalam 2 bentuk yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan atau
riwayat perilaku kekerasan. Adapun beberapa definisi lain mengenai perilaku kekerasan yaitu:
Perilaku kekerasan adalah nyata melakukan kekerasan ditujukan pada diri sendiri/orang lain
secara verbal maupun non verbal dan pada lingkungan.(Depkes RI, 2010).
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
baik secara fisik maupun psikologis (Depkes RI, 2013).
Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang dihadapi oleh seseorang, yang
ditujukan dengan perilaku actual melakukan kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain maupun
lingkungan, secara verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk melukai orang lain secara fisik
maupun psikologis (Berkowitz 2000, dikutip oleh Yosep 2008 : 245).
Menurut Patricia D. Barry (1998, dikutip oleh Yosep 2008 : 145), perilaku kekerasan
adalah suatu keadaan emosi yang merupakan campuran perasaan frustasi dant benci atau marah.
Hal ini didasari keadaan emosi secara mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting dari
keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan kelingkingan, kedalam diri atau secara
destruktif.
Perilaku kekerasan merupakan suatu perilaku yang identik yang biasanya ditujukan ke
orang lain dengan karakteristik bertindak marah, kebencian dan permusuhan yang membawa
ancaman yang bahaya bagi orang lain dalam konteks yang tidak dapat diterima oleh orang lain
(Martin,1998 hal : 26).
Jadi, berdasarkan definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa perilaku kekerasan adalah
suatu perilaku yang menggambarkan keadaan marah, agresif verbal maupun nonverbal, serta
perasaan benci yang dapatmenimbulkan bahaya pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.
2.2. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang dialami tiap orang merupakan factor predisposisi, artinya mungkin
terjadi / mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika factor berrikut dialami oleh individu:
a. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat
timbul agresif atau amuk. Masa kanak-kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan
ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiayaan.
c. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan control
sosial yang tidal pasti terhadap pelaku kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku
kekerasan yang diterima (permissive).
d. Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistim limbik, lobus frontal, lobus temporal,
dan ketidakseimbangan neurotransmitter turut berperan dalam terjadinyan perilaku
kekerasan.
2.Faktor Prespitasi
Factor prespitasi dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain.
Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputusan, ketidakberdayan, percaya
diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi
lingkungan yang rebut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang
yang dicintai / pekerjaan dan kekerasan merupakan factor penyebab yang lain. Interaksi
social yang provokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku kekerasan ( Budiana Keliat,
2014 ).
Pada pengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien dibawa kerumah sakit adalah periaku
kekerasan, klien dengan perilaku kekerasan sering menunjukkan adanya tanda dan gejala sebagai
berikut :
1. Data Obyektif
a.Muka merah
b.Pandangan tajam
c.Otot tegang
d.Nada suara tinggi
e.Berdebat
2.Data Subyektif
Adaptif Maladaptif
1. Asertif
Klien mampu mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan memberikan
kelegaan.
2.Frustasi
Klien gagal mencapai tujuan dan kepuasan / saat marah dan tidak dapat menemukan
alternative.
1.Pasif
Klien merasa tidak dapat mengungkapkan perasaannya, tidak berbahaya dan menyerah.
2.Agresif
Klien mengekspresikan secara fisik, tapi masih terkontrol, mendorong orang lain dengan
ancaman.
3.Kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat dan hilang control, disertai amuk dan merusak
lingkungan.
Mekanisme koping yang umum digunakan adalah mekanisme pertahanan ego seperti:
a. Displacement (pemindahan): pengalihan emosi yang semula ditujukan pada seseorang atau
benda lain yang biasanya netral atau lebih sedikit mengancam dirinya.
b. Sublimasi: mengganti keinginan atau tujuan yang terhambat dengan cara yang dapat
diterima oleh masyarakat.
c. Proyeksi: pengalihan buah pikiran atau impuls kepada orang lain yang tidak dapat di
toleransi.
d. Represi: pengesampingan secara tidak sadar tentang pikiran dari kesadaran seseorang.
f. Reaksi formasi: pengembangan sikap dan perilaku yang ia sadari, yang bertentangan
dengan apa yang ia rasakan atau ingin lakukan (Abdul Nasir, 2011) .
2.6. Penatalaksaan
1. Farmakoterapi
2.Terapi Modalitas
a.Terapi Keluarga
Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi masalah klien dengan
memberikan perhatian :
1) Jangan memncing emosi klien
b.Terapi Kelompok
Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan social dan aktivitas lain
dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klien karena masalah
sebagian orang merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang lain.
c.Terapi Music
Dengan music klien terhibur, rileks dan bermain untuk mengembalikan kesadaran klien.
Hubungan saling percaya antara perawat dan klien merupakan dasar utama dalam
melakukan asuhan keperawatan pada klien gangguan jiwa, karena peran perawat dalam
asuhan keperawatan jiwa adalah membantu klien untuk dapat menyelesaikan masalah sesuai
dengan kemampuan yang dimiliki (Keliat, 2006). Dalam penyusunan asuhan keperawatan
melalui tahapan yaitu pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
B. Pengkajian
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan. Pengumpulan data yang akurat dan
sistematis akan membantu penentuan status kesehatan klien dan pola pertahanan klien
mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien serta merumuskan diagnosis keperawatan.
(Keliat, 2006)
C. Pengumpulan Data
1) Identitas Klien
Data yang perlu dikaji dalam identitas klien terdiri dari nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, agama, suku bangsa, pekerjaan, status perkawinan, nomor rekam medik,
ruangan, tanggal masuk dan tanggal dikaji, diagnosis medik dan alamat serta identitas
penanggung jawab. (Keliat, 2006)
2) Alasan Masuk
Kaji dan tanyakan pada klien dan keluarga, apakah yang menyebabkan klien dibawa ke
RSJ, upaya apa yang sudah dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi masalah perilaku
kekerasan dan bagaimana hasilnya. (Keliat, 2006)
3) Faktor Predisposisi
4) Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang diekspresikan oleh individu sebagai suatu tantangan, ancaman,
tuntutan yang memerlukan energi ekstra yang digunakan untuk koping.
5) Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ, observasi tanda-tanda vital,
tinggi dan berat badan, apakah ada penurunan atau kenaikan berat badan, dan kaji lebih
lanjut tentang system dan fungsi organ serta jelaskan sesuai dengan keluhan yang ada
(Keliat, 2006). Klien dengan perilaku kekerasan bisanya terlihat gelisah, amuk atau
kemarahan disertai peningkatan tanda-tanda vital.
6) Psikososial
a. Genogram
b. Konsep diri
1. Citra tubuh: tanyakan pada klien mengenai persepsi klien terhadap tubuhnya,
bagian tubuh yang disukai dan tidak disukainya. (Keliat, 2006)
2. Identitas diri: tanyakan pada klien mengenai status dan posisiklien sebelum
dirawat, kepuasan terhadap status dan posisinya, serta kepuasan sebagai laki-laki
atau perempuan. (Keliat, 2006)
4. Ideal diri: tanyakan tentang harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas/peran:
harapan terhadap lingkungannya dan harapan terhadap penyakitnya. (Keliat,
2007)
5. Harga diri: tanyakan hubungan klien dengan orang lain sesuai dengan no
1,2,3,4 serta penilaian/penghargaan orang lain terhadap diri dan kehidupannya.
(Keliat, 2006)
7) Hubungan sosial
Orang terdekat dalam kehidupan klien, tempat mengadu, tempat bicara, minta bantuan
atau sokongan. Kelompok apa saja yang diikuti klien dalam masyarakat. Sejauh mana
klien terlibat dalam kelompok di masyarakat. (Keliat, 2006).
8) Spiritual
1. Nilai keyakinan: pandangan dan keyakinan, terhadap gangguan jiwa sesuai dengan
norma budaya dan agama yang dianut, pandangan masyarakat setempat tentang
gangguan jiwa.
2. Kegiatan ibadah kegiatan ibadah di rumah secara individu dan kelompok. Pendapat
klien/keluarga tentang gangguan jiwa.(Keliat, 2006)
9) Status Mental
1. Penampilan: observasi penampilan dari ujung rambut sampai ujung kaki, apakah
penampilan rapi, penggunaan baju sesuai atau tidak serta cara berpakaian sesuai atau
tidak. (Keliat, 2006)
2. Pembicaraan: amati pembicaraan klien apakah cepat, keras, gagap, membisu, apatis
dan atau lambat (Keliat, 2006). Pada umumnya klien dengan perilaku kekerasan
pembicaraannya cepat, keras, mendominasi pembicaraan, berkata-kata dengan
ancaman, pembicaraan kacau.
4. Alam perasaan: observasi keadaan sedih, putus asa, gembira berlebih, ketakutan
dan khawatir (Keliat, 2006). Pada klien dengan perilaku kekerasan akibat skizofrenia
paranoid biasanya gembira, sedih berlebihan tidak sesuai dengan situasi saat ini, alam
perasaan tidak sejalan dengan perilaku, ekspresi raut muka terlihat marah.
5. Afek: observasi keadaan afek apakah datar, tumpul, labil, serta tidak sesuai (Keliat,
2006). Klien dengan perilaku kekerasan emosi labil dan cepat berubah-ubah.
6. Interaksi selama wawancara meliputi: bermusuhan atau tidak koperatif atau mudah
tersinggung, kontak mata kurang depensif dan curiga (Keliat, 2006). Pada saat
berinteraksi dengan klien dengan perilaku kekerasan akibat skizofrenia paranoid
kemungkinan sifat bermusuhan dan curiga akan muncul, klien mudah tersinggung.
mendominasi pembicaraan, berusaha mempertahankan pendapat, mudah curiga
terhadap orang lain yang mencoba mendekatinya dan tidak mudah percaya terhadap
orang lain.
7. Persepsi: kaji apakah klien mengalami halusinasi, jika iya kaji isi halusinasi,
frekuensi gejala yang tampak pada saat klien berhalusinasi, dan perasaan klien
terhadap halusinasinya (Keliat, 2006). Perilaku kekerasan dapat disebabkan oleh
adanya halusinasi pendengaran.
9. Isi pikir: kaji dari data hasil wawancara apakah terdapat obsesi (pemikiran yang
selalu muncul walaupun klien berusaha untuk menghilangkannya); Fobia (ketakutan
yang patologis/ tidak logis terhadap objek/situasi tertentu); Hipokondria (keyakinan
terhadap adanya gangguan pada organ dalam tubuh yang sebenarnya tidak ada);
Depersonalisasi (perasaan klien yang asing terhadap diri sendiri, orang, atau
lingkungannya): Ide yang terkait (keyakinan klien terhadap kejadian yang terjadi di
lingkungan, bermakna, dan terkait pada dirinya): Pikiran magis (keyakinan klien
tentang kemampuannya melakukan hal-hal yang mustahil diluar kemampuannya);
(Keliat, 2006). Klien dengan perilaku kekerasan akibat skizofrenia paranoid biasanya
mengalami waham curiga, obsesi dan 10. Tingkat kesadaran: pengkajian dapat
dilakukan melalui wawancara dan observasi, yaitu tentang keadaan bingung dan
sedasi (melayang-layang antara sadar dan tidak); stupor (gangguan motorik, seperti
kekakuan, gerakan yang diulang-ulang sikap canggung) dilakukan melalui observasi;
dan orientasi waktu, orang dan tempat didapat melalui wawancara (Keliat, 2006).
11. Memori: kaji apakah terjadi gangguan pada daya ingat jangka panjang, jangka
pendek, daya ingat saat ini, konfabulasi (cerita atau pembicaraan yang tidak benar
untuk menutupi gangguan daya ingatnya) (Keliat, 2006). Kemungkinan akibat
perilaku kekerasan yang dialami mengalami gangguan memori daya ingat jangka
panjang, pendek maupun saat ini.
12. Kemampuan penilaian: kaji apakah terjadi gangguan kemampuan penilaian ringan
(dapat mengambil keputusan yang sederhana dengan bantuan orang lain), atau terjadi
gangguan kemampuan penilaian bermakna (tidak dapat mengambil keputusan yang
sederhana walaupun dengan bantuan orang lain) (Keliat, 2006).
13. Tingkat konsentrasi dan berhitung kaji mengenai konsentrasi, perhatian dan
kemampuan dalam berhitung (Keliat, 2006).
14. Daya tilik diri: kaji apakah klien mengingkari penyakit yang diderita dengan
adanya perilaku mengkritik diri sendiri dan/atau orang lain(Keliat, 2006). Klien
dengan perilaku kekerasan berpandangan mengingkari penyakit.
pikiran magis. Waham (keyakinan yang berlebih dan tidak sesuai dengan
kenyataannya, baik waham agama, somatik, kebesaran, curiga, nihilistik).
3. Mandi: observasi dan tanyakan tentang frekuensi, cara mandi, menyikat gigi, cuci
rambut, gunting kuku, cukur (kumis, rambut, dan jenggot); observasi kebersihan
tubuh dan bau badan.
4. Istirahat dan tidur: observasi dan tanyakan tentang lama dan waktu tidur siang dan
malam; persiapan sebelum tidur, aktivitas sesudah tidur.
6. Pemeliharaan kesehatan: tanyakan pada klien dan keluarga tentang apa, bagaimana,
kapan, dan tempat perawatan lanjutan; siapa sistem pendukung yang dimiliki.
Data didapatkan dari melalui wawancara pada klien atau keluarga tentang koping yang biasa
digunakan baik adaptif maupun mal adaptif.
Masalah psikososial dan lingkungan didapatkan melalui wawancara dengan klien atau
keluarga tentang masalah-masalah berhubungan dengan dukungan kelompok lingkungan
pendidikan pekerjaan, perumahan ekonomi pelayanan kesehatan dan lain-lain.
13) Pengetahuan
Pengetahuan didapat dari hasil tanya jawab dengan klien atau keluarga tentang penyakit jiwa,
faktor predisposisi, faktor presipitasi, penggunaan obat obatan penyakit fisik, mekanisme
koping dan lain-lain (Keliat, 2006:85)
Daftar masalah keperawatan ditulis sesuai dengan masalah yang ditemukan pada saat melakukan
pengkajian baik data subjektif maupun objektif. Adapun masalah keperawatan yang mungkin
muncul antara lain:
E. Analisa Data
Dari data yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokan menjadi dua macam yaitu data
objektif yang ditemukan secara nyata (data ini didapat melalui observasi dan periksaan secara
langsung) dan data subjektif yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarganya (data ini
didapat dari wawancara perawat kepada klien dan keluarga). Perawat dapat menyimpulkan
kebutuhan atau masalah klien dari kelompok data yang dikumpulkan yaitu :
a. Tidak ada masalah tetapi ada kebutuhan, klien hanya memerlukan pemeliharaan kesehatan
dan memerlukan follow up secara periodik karena tidak ada masalah serta klien telah
mempunyai pengetahuan untuk antisipasi masalah
b. Klien memerlukan peningkatan kesehatan berupa upaya preventif dan promotif sebagai
program antisipasi terhadap masalah.
c. Ada masalah dengan kemungkinan resiko terjadi masalah karena sudah ada faktor yang
dapat menimbulkan masalah atau aktual, terjadi masalah disertai data pendukung (Keliat,
2006:4).
F. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status
kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara
akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga
status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah, dan merubah (Nursalam, 2001).
Diagnosa keperawatan adalah suatu pertimbangan klinis tentang respon individu, keluarga atau
komunitas terhadap masalah kesehatan proses kehidupan yang aktual dan potensial. Diagnosa
keperawatan memberikan dasar bagi pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil
yang menjadi tanggung gugat perawat(Doenges, 2007).
1) Analisa data yang ditemukan baik data subjektif maupun data objektif
d. Melempar b. Katatonia
Menurut buku Satuan Acuhan Keperawatan Jiwa oleh RSJ Cimahi tahun 2007 sesuai
dengan Musyawarah Nasional menerangkan bahwa, diagnosa keperawatan terdiri dari satu
komponen yaitu P (problem) saja (single diagnosis), (Workshop Standar Proses Keperawatan
Jiwa, 2007).
Dari masalah perilaku kekerasan dapat ditemukan diagnosa keperawatan sebagai berikut:
a. Perilaku kekerasan
b. Isolasi sosial
G. Perencanaan
Rencana tindakan adalah desain spesifik intervensi untuk membantu klien dalam
mencapai kriteria hasil. Rencana tindakan dilaksanakan berdasarkan komponen penyebab dari
diagnosa keperawatan (Nursalam, 2001:57)
PERENCANAAN KEPERAWATAN
- Sholat
I. Evaluasi
a.Pasien mampu menyebutkan penyebab, tanda dan gejala perilaku, perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan, dan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukan
b.Pasien mampu menggunakan cara mengontrol perilaku kekerasan secara teratur sesuai jadwal :
1)Secara fisik
2)Secara social/verbal
3)Secara spiritual
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
Klien dengan inisial Tn.D berusia 22 tahun masuk Rumah Sakit Jiwa Tampan
Provinsi Riau tanggal 23 januari 2022 melalui IGD dan diobservasi di UPIP , berjenis
kelamin laki-laki , beragama Kristen, status belum menikah klien anak ke 4 dari 4
bersaudara, pendidikan terakhir SMP, bertempat tinggal di jl.mawar lr utama n0.51 rw003
padang terubuk/senapelan, klien masuk IGD diantar orangtua karena sejak 2 minggu terakhir,
klien sering mengamuk, menghancurkan dan memecahkan barang-barang dirumah ,
melemparkan barang- barang ke ayah kandung, klien bicara sendiri, marah2 dan tertawa-
tertawa sendiri . klien marah saat dilihat, klien post rawat ruang rokan sejak tanggal 21
januari 2022 dan hasil swab pcr 2 kali negarif, sudah 2 bulan klien mulai mengalami
perubahan perilaku, klien sering mengurung diri dikamar saat itu pasien ketakutan karena
teman klien yang mencuri kabel bersama klien ditangkap ,klien jarang mandi, klien sering
merasa dilihat dengan tidak baik oleh orang lain, klien merasa cemburu dengan abangnya
yang sakit epilepsy dan diperlakukan istimewa, klien sering bilang ingin mati saja. Pada saat
pengkajian tanggal 31 januari 2022 klien terlihat kooperatif, kontak mata ada, tatapan mata
tajam, dan klien tidak mau di ganggu, setelah dilakukan pengkajian secara perlahan klien
mengatakan merasa sedih dan tidak berguna karena tidak memiliki pekerjaan dan belum
menikah sampai saat ini.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital tekanan darah 120/60 mmHg, nadi 89x/menit,
pernafasan 21x/menit, BB 58 Kg, TB 168 cm, klien tidak ada keluhan dibagian, diagnose
medis skizofrenia paranoid
Theraphy oral yang didapat selama dirawat antara lain : resporidon 2mg, diazepam,
LOD.
B. Analisa data
Do :
- Saat pengkajian klien tampak tenang, klien
tampak curiga terhadap perawat.
- Ttv : 120/60 mmHg
- Nadi : 89x/menit
- Tatapan klien tampak tajam
- Klien berbicara dengan jelas
- Ekspresi kadang tampak tegang, klien detensif
- Klien tampak kontabulasi karena klien
berbicara dan apa yang ada di buku status
berbeda/manipulative
- Klien mudah berdalih
2. Ds : Gangguan persepsi
- Klien mengatakan merasa dihajar, bicara sensori : halusinasi
ngawur pendengaran dan
- Ibu klien mengatakan klien sering bicara penglihatan
sendiri, tertawa sendiri
- Klien mengatakan mendengar suara-suara
bisikan yang mengatakan “ masuk ke api
neraka “ pada jam 12 malam
- Klien mengatakan melihat bayangan putih saat
maghrib atau saat isya
Do :
- Saat klien pengkajian tampak tenang
- Klien tampak curiga terhadap perawat
- Aktivitas motoric klien tampak tegang
- Afek tumpul, kadang tampak mondar-mandir
3. Ds : Gangguan konsep diri :
- Ibu klien mengatakan sudah 2 bulan klien harga diri rendah
mengalami perubahan perilaku
- Klien mengatakan tidak mau keluar rumah
- Klien mengatakan sering diejek dan sering
merasa dipandang tidak baik oleh orang-orang
didekatnya.
- klien mengatakan merasa sedih dan tidak
berguna karena tidak memiliki pekerjaan dan
belum menikah sampai saat ini.
Do :
- Saat pengkajian klien tampak tenang
- Kontak mata ada
- Kadang klien tampak menyendiri
- Klien berbicara dengan suara jelas tapi kadang
teriak-teriak
C. Pohon masalah
D. Diagnosa keperawatan
1. Resiko perilaku kekerasan
2. Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran dan penglihatan
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
E. Rencana keperawatan
Terlampir
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian
terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah pasien. Data yang di
kumpulkan meliputi data biologis ,psikologis, sosial dan spiritual. Pengelompokan data pada
pengkajian jiwa dapat pula berupa faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap
stressor, sumber koping dan kemampuankoping yang dimiliki pasien (Stuart dan Laraia 2001).
Dalam pengumpulan data kelompok menggunakan metode wawancara dengan pasien observasi
secara langsung terhadap kemampuan dan perilaku pasien dan data dari Medical Record. Data
pengkajian yang telah dikumpulkan tentang identitas pasien, kondisi saat ini, alasan masuk atau
faktor presipitasi, faktor predisposisi, pemeriksaan fisik, Psikososial, status mental, kebutuhan
perencanaan pulang, mekanisme koping, lingkungan, analisa data, pohon masalah, diagnosa
keperawatan dan aspek medik. Dari beberapa data tersebut terdapat beberapa kesamaan. Untuk
masalah keperawatan Perilaku Kekerasan pada Tn. D yang menjadi alasan masuk pasien adalah,
Klien sering mengamuk, menghancurkan barang, dan memecahkan barang barang di rumah,
melemparkan barang ke ayahnya lalu berbicara sendiri. Hal ini sesuai dengan teori yang
dijelaskan oleh Stuart 2011 yang mana tanda gejala perilaku kekerasan yaitu ekspresi mata saat
membicarakan orang, merusak secara langsung benda;benda yang berada dalam lingkungan
emosi tidak adekuat, bermusuhan dan menyalahkan orang lain. Data objektif yang di temukan
pada saat pengkajian klien Berbicara dengan suara besar dan mata melotot. Data ini sesuai
dengan teori yang dikatakan oleh (Stuart dan Sudeen,2010). Menjelaskan perilaku kekerasan
merupakan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan, disertai
dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol.
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut buku satuan asuhan keperawatan jiwa RSJ Cimahi tahun 2007 sesuai dengan
Musyawarah Nasional menerangkan Bahwa, diagnose keperawatan terdiri dari 1 komponen yaitu
P (Problem) saja (single diagnosis). (workshop: Standar Proses Keperawatan Jiwa 2007),
ditemukan 4 diagnosa keperawatan, sedangkan pada asuhan keperawatan pada tn. D ditemukan 1
diagnosa keperawatan yaitu Resiko Perilaku Kekerasan.
C. Pelaksanaan Tindakan
-Intervensi Keperawatan
Perencanaan tindakan keperawatan disusun berdasarkan standar keperawatan yang ada di Rumah Sakit
dan berdasarkan teori-teori yang ada.
-Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan yang ditetapkan. Pada
pelaksanaan semua SP dengan diagnosa perilaku kekerasan memerlukan waktu selama 8 hari. Hal ini
dikarenakan klien memerlukan waktu untuk memahami pelatihan yang diberikan dan keengganan klien
untuk berlama-lama komunikasi namun setelah dilakukan pendekatan terus menerus, klien mulai
berinteraksi dengan perawat.
Implementasi keperawatan Tn. D dengan resiko perilaku kekerasan dilakukan pada tanggal
dengan melakukan SP perilaku kekerasan sesuai dengan teori yang ada dan SAK di Rumah Sakit.
Sementara SP keluarga prilaku kekerasan tidak dapat dilakukan karena kunjungan keluarga tidak datang
selama kelompok melakukan asuhan.
-Evaluasi
Evaluasi adalah proses berkelanjutan untuk menilai dari efek tindakan keperawatan pada pasien.
Evaluasi dilakukan secara terus menerus pada respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan (Kurniwati,2014). Evaluasi yang dilakukan meliputi hubungan saling percaya dengan pasien
tercapai dengan ditandai pasien bersedia menjawab pertanyaan yang diajukan oleh perawat dan bersedia
melatih cara mengontrol emosinya.
Evaluasi tindakan keperawatan untuk diagnosa perilaku kekerasan dapat dicapai, dimana klien mampu
menjelaskan semua cara mengontrol perilaku kekerasan melatih secara mandiri.
D. Hambatan
Selama dalam asuhan keperawatan jiwa di Ruang Kampar RSJ. Tampan kami mendapatkan hambatan
berupa :
1. Adanya overlood/banyaknya jumlah pasien dibandingkan dengan ruangan yang tidak cukup luas dan
jumlah staf yang imbang sehingga proses asuhan keperawatan tidak dapat terlaksana dengan maksimal.
2. Informconsent dari pihak keluarga yang belum patuh sehingga kami sulit untuk melakukan
pengambilan data yang sumber informasinya dari keluarga.
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan kepada Tn. D dengan diagnosa resiko perilaku
kekerasan di ruang kampar RSJ Tampan Pekanbaru pada tanggal 31 Januari 2022 sampai 3 Februari 2022
didapatkan kesimpulan dan saran sebagai berikut
A. Kesimpulan
Pengkajian yang dilakukan pada Tn. D di ruang kampar didapatkan diagnosa keperawatan yang
bisa diangkat oleh kelompok yaitu resiko perilaku kekerasan. Intervensi yang dilakukan dengan
mengajarkan strategi pelaksanaan resiko perilaku kekerasan (RPK) dengan hasil klien dapat
mempraktekkan secara mandiri strategi pelaksanaan yang telah diajarkan. Kelompok mampu
mendeskripsikan pengkajian, menetapkan diagnosa, membuat rencana keperawatan, melakukan
implementasi dan evaluasi serta mendokumentasikan asuhan keperawatan pada Tn. D dengan
perilaku kekerasan di ruang Kampar RSJ Tampan Provinsi Riau.
B. Saran
1. Institusi Pendidikan
Membagi ilmu keperawatan dari hasil makalah ini serta diharapkan dapat memberikan
informasi pada mahasiswa selanjutnya dalam melakukan asuhan keperawatan jiwa.
Waktu praktek keperawatan jiwa diusahakan memiliki waktu yang cukup dalam
menyelesaikan tugas dengan maximal.
2. Rumah Sakit
Bagi rumah sakit, makalah ini diharapkan dapat menjadi informasi dalam pengembangan
asuhan keperawatan jiwa dan bagi perawat ruangan lebih meningkatkan asuhan
keperawatan pada klien.
Melakukan pelaksanaan droping pasien yang terjadwal baik kembali ke keluarga ( rumah )
maupun dikembalikan ke Dinas sosial / panti.
3. Keluarga Pasien
Meningkatkan pelaksanaan kepatuhan informconsent yang sudah disetujui dalam kunjungan klien yang
sudah dijadwalkan.