Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN SKIZOFRENIA

DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN


DENGAN INTERVENSI MINDFULNESS
SPIRITUAL METODE STOP

DI SUSUN OLEH:
BACHTIAR ADHI SETIAWAN
NIM.P21016

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM D3


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA
TAHUN 2023
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Era globalisasi dan persaingan bebas menambah kecenderungan jiwa semakin

meluas, hal ini menyebabkan adanya stresor dalam kehidupan semakin kompleks. Peristiwa

kehidupan semakin kompleks, peristiwa kehidupan yang semakin tertekan oleh tuntutan

hidup, seperti kehilangan seseorang yang dicintai, purusnya hubungan sosial, pengangguran,

masalah dalam pernikahan, ekonomi, tekanan pekerjaan dan diskriminasi meningkatkan

resiko penderita gangguan jiwa (sulwati, 2010). Ganggun jiwa adalah gangguan dalam cara

perbikir (cognitive), keauan (volition), eomosi (affaectife), tindakan (psychomotor).

Gangguan jiwa merupakan perubahan pada fungsi jiwa menyebabkan adanya gangguan

tertentu pada fungsi jiwa, mengakibatkan penderita pada individu atau hambatan dalam

melakukan peran sosial (Keynejad, Spagnolo, & Thornicroft, 2021).

Indonesia mengalami peningkatan jumlah penderita gangguan jiwa cukup banyak,

diperkirakan jumlah psikosis/ skizofrenia di indonesia pada tahun 2013 sekitar 26% dari 1.

728 orang penduduk di jawa tengah. Fakta menarik mengenai gangguan jiwa di indonesia

berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukan bahwa jumlah

gangguan berat dalam istilah medis disebut psikosis/skizofrenia di daerah perdesaan

ternyata lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan. Skizofrenia merupakan suatu penyakit

yang dimana kepribadian dalam diri mengalami gangguan, baik alam pikir, perbuatan dan

perasaan. Menurut dari hasil pencatatan jumlah penderita gangguan jiwa di RSJD Amino

Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah pada thun 2018-2019 sebanyak 2557 orang.
Salah satu diagnosa dari gangguan jiwa yaitu resiko perilaku kekerasan, perilaku

kekerasan merupakan perilaku yang dapat menciderai diri sendiri dan dapat melakukan

tindakan yang dapat berbahaya (Pujiastuti & NS, 2016). Beberapa faktor yang dapat

berpengaruh dalam perilaku kekerasan pada individu yaitu ketika keinginan tidak tercapai,

mekanisme koping masa lalu tidak menyenangkan, perasaan frustasi, tindakan KDRT dan

faktor lingkungan memiliki pengaruh terhadap RPK. Berdasarkan data pasien yang

diperoleh di Indonesia pada tahun 2019 mecatat rata-rata pasien rawat inap di RSJD atma

Husada Mahakam mengalami 38% perilaku kekerasan, 5% harga diri rendah, 2 % waham,

15% isolasi sosial, 30% halusinasi dan 10% mengalami defisit perawatan diri (Nisa,

Fitriani, & Ibrahim, 2014). Berdasarkan Riskesdas 2018, didapatkan estimasi prevalensi

orang yang pernah menderita psikosis di Indonesia sebesar 1,8 per 1000 penduduk.

Prevalensi antar provinsi berkisar 0.9 sampai 3.5 per 1000 penduduk. Adapun faktor

predisposisi pasien resiko perilaku kekerasan sebagian besar responden menyatakan tidak

ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, pernah dirawat sebelumnya, sering

mengalami kekerasan fisik yang dilakukan oleh keluarga, mengalami kekambuhan

dikarenakan pasien diprovokasi, keinginan pasien tidak terpenuhi dan ketidakpatuhan

terhadap pengobatan (Livana & Suerni, 2019). Respons perilaku kekerasan mayoritas secara

kognitif berupa perubahan isi pikir dan menyalahkan orang lain, respons afektif berupa

perasaan tidak nyaman, respons fisiolofis berupa pandangan tajam dan tangan mengepal,

respons perilaku berupa memukul benda/ orang dan agresif, respons sosial berupa sering

mengungkapkan keinginannya dengan nada mengancam (Suerni & Livana, 2019).

Metode pengobatan yang dapat dilakukan untuk proses penyembuhan yaitu obat-

obatan farmakologi dan terapi non-farmakologi. Terapi non-farmakologi anatara lain seperti

tarik nafas dalam, latihan verbal, latihan pukul bantal dan minum obat secara teratur dan

mindfulness spiritual. Mindfulness yaitu salah satu terapi yang baik untuk menjaga kesehatan
mental. Mindfulnes adalah bentuk perhatian penuh pada saat ini pada lingkungan dan

aktivitas sekitarnya. Mindfulness adalah kondisi seseorang yang memiliki kesadaran dengan

penuh perhatian pada apa yang terjadi saat ini tanpa terganggu oleh pikiran apapun dan

mampu fokus pada moment saat ini. Mindfulness memiliki tujuan untuk membantu seseorang

untuk mengurangi tekanan psikologis, membantu meningkatkan kemampuan dalam

mengontrol pikiran dan membantu upaya menerima kenyataan yang ada (Mchugh dan Wood,

2013). Mindfulness dapat dipakai untuk mengatasi masalah psikologis dan fisik. Penelitian

Maharani (2016) menunjukkan mindfulness mampu menurunkan aspek fisik, dilanjutkan

aspek emosi, perilaku dan kognitif. Terapi mindfulness mampu mengontrol atau

mengendalikan emosi (Anggraini & Khotijah, 2023). Terapi Mindfulness diterapkan karena

memiliki pengaruh yang positif terhadap pasien gangguan jiwa. Hal itu dibuktikan dengan

penelitian sebelumnya dilakukan oleh Dwidiyanti (2019)

Berdsarkan latar belakang tersebut mendasari penelitian untuk melakukan pemberian

jadwal aktivitas sehari-hari terhadap kemampuan mengontrol prilaku kekerasan dan

menyusun karya tulis ilmiah dengan judul “asuhan keperawatan jiwa pada pasien skizofrenia

dengan resiko perilaku kekerasan dengan intervensi mindfulness sepiritual metode stop”.

1.2 Rumusan Masala

“Bagaimana gambaran asuhan keperawatan jiwa pada pasien skizofrenia dengan

resiko perilaku kekerasan dengan intervensi mindfulness sepiritual metode stop ?”

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran asuhan keperawatan jiwa pada pasien skizofrenia

dengan resiko perilaku kekerasan dengan intervensi mindfulness

sepiritual metode stop.


1.3.2 Tujuan Kusus
1. Melakukan pengkajian keperawatan jiwa dan pasien resiko perilaku kekerasan

dengan pemberian pretes kuisioner.

2. Menegakkan Diagnosis keperawatan jiwa pada pasien resiko prilaku

kekerasan dengan pemberian prites kuisioner.

3. Menyusun perencanaan keperawatan jiwa pada pasien resiko prilaku

kekerasan dengan pemberian prites kuisioner.

4. Melaksanakan tindakan keperawatan jiwa pada resiko prilaku kekerasan

dengan pemberian prites kuisioner.

5. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan jiwa pada resiko pillaku kekerasan

dengan pemberian hasil prites kuisioner

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Secara Teoritis

1. Bagi penulis

Pengembangan ilmu keperawtan sebagai studi kasus dan membawa wawasan

untuk mengurangi resiko prilaku kekerasan dengan pemberian kuisioner.

2. Bagi mahasiswa keperawatan

Diharapkan hasil karya tulis ilmiah tentang prilaku kekerasaan ddengan

pemberian kuisioner dapat dijadikan acuan lebih lanjut mengenai penulisan

studi kasus.

1.4.2 Manfaat secara praktis

1. Bagi tenaga kesehatan khususnya perawat


Diharapkan dapat digunakan perawat dalam melakukan tindakan mandiri

sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan lainya dalam melakukan asuhan

keperawatan padaa pasien dengan gangguan resiko prilaku kekerasan sehingga

pasien mendapatkan penanganan tepat dan optimal.

2. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan dapat meberikan pelayanan kesehatan dengan baik khususnya

pada pasien prilaku kekerasan dan meningkatkan pelayanan mutu Rumah Sakit

Jiwa.

3. Bagi Pasien dan Keluarga

Diharapkan dapat membantu perkembangan kesehatan pada pasien prilaku

kekerasan yang menjalani perawatan di Rumah Sakit Jiwa.

4. Bagi Institusi Penddikan

Diharapkan penulis karya tulis ilmiah ini dapat menambahkan refrensi ilmu

dalam perpustakaan institusi Pendidikan tentang pemberian asuhan

keperawatan pada pasien prilaku kekerasan dengan pemberian kuisioner.

5. Bagi Penulis

Penulis dapat menambah pengetahuan dan pengalaman serta meningkatkan

keterampilan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan

gangguan prilaku kekerasan.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori


2.1.1. Konsep Perilaku Kekerasan

1. Definisi Perilaku Kekerasan

Resiko prilaku kekerasan merupakan salah satu bentuk perilaku yang

memiliki resiko untuk melukai seseorang baik fisik maupun psikologis, dengan gejala

prilaku kekerasan yang salah satunya di ungkapkan melalui kemarahan (Nuriza dkk,

2017). Perilaku kekerasan merupakan salah satu keaadaan dimana seseorang

melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

orang lain maupun lingkungan (Suryanti, 2018)

Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon marah yang di ekspresikan

dengan melakukan ancaman mencedrai orang lain, dan atau merusak lingkungan.

Respon tersebut biasanya muncul akibat adanya stressor. Respon ini dapat

menimbulkan kerugian baik pada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Keliat,

2012; I made eka dkk 2018)

2. Etiologic

Menurut Afnuhazi, 2015 dalam putrid kk, 2018. Faktor penyebab terjadinya

perilaku kekerasan pada seseorang sebagai berikut :

a. Faktor Predisposisi

1). Psikologis

Terjadi karena akumulasi frustasi hal ini dapat terjadi ketika keinginan

individu terhadap sesuatu tidak tercapai maupun terhambat. Hal ini yang dapat

mendorong individu berperilaku agresif.

2). Prilaku

Kemarahan merupakan proses belajar, hal ini dapat tercapai apabila

tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung.


3). Sosisal Budaya

Norma merupakan kontrol masyarakat pada kekerasan. Hal ini

mendefinisikan ekspresi perilaku kekerasan yang diterima atau tidak diterima

akan menimbulkan sanksi. Budaya dimasyarakat dapat mempengaruhi

perilaku kekerasan. Kontrol masyarakat yang rendah. Perilaku kekerasan dan

kecenderungan menerima perilaku kekerasan sebagai cara penyelesaian

masalah dalam masyarakat.

b. Faktor Presipitasi

Faktor yang bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan

orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik), keputus

asaan, ketidak berdayaan, kurang percaya diri dapat menjadi penyebab

perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut,

padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang

dicintainya, kehilangan pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab

yang lain. Interaksi yang profokatif dan konflik dapat pula memicu perilaku

kekerasan (Prabowo, 2014).

3. Manifestasi Klinis

Menurut (Sutejo, 2019) dan (Nurhalimah, 2016). Resiko perilaku kekerasan

yang dapat ditemukan melalui observasi sebagai berikut :

a. Data Subjectif :

1). Ungkapan berupa ancaman

2). Ungkapan kata – kata kasar

3). Ungkapan ingin memukul atau melukai

4). Informasi dari keluarga tindak kekerasan yang dilakukan oleh pasien

b. Data Objectif
1). Ada tanda atau jejeas prilaku kekerasan pada anggota tubuh

2). Wajah memerah dan tegang

3). Mengatubkan rahang dengan kuat

4). Mengepal tangan

5). Bicara kasar

6). Suara tinggi, menjerit dan berteriak

7). Pandangan tajam

8). Mondar mandir

9). Melempar, memukul benda atau orang lain

4. Mekanisme Koping

Menurut (Marni, 2015). Mekanisme koping adalah tiap

upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian

masalah langsung dan mekanisme pertahanan digunakan untuk melindungi diri,

kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena ada ancaman.

Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri

antara lain :

a. Sublimasi : Menerima suatu saran pengganti yang mulia artinya di masyarakat

untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyaluran secara normal.

Misalnya seorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada

objek lain seperti memeras adonan kue, meninju tembok dan sebagainya.

Tujuan adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.

b. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukasaran atau keinginan yang

tidak baik. Misalnya seperti wanita muda yang menyangkal bahwa

mempunyai perasaan seksual terhadap teman, berbalik menuduh bahwa

temennya tersebut mencoba merayu.


c. Resepsi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke

alam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya

yang tidak disukai. Tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterima sejak

kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk

oleh tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekan dan akhirnya dapat

melupakan.

d. Reaksi formasi : Mencengah keinginan yang berbahaya bila di ekspresikan,

dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan

menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada

temen suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.

e. Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan,

pada objek yang tidak begitu berbahya seperti yang pada mulanya

membangkitkan emosi itu. Misalnya seorang anak berusia 4 tahun marah

karena baru saja mendapatkan hukuman dari ibunya karena menggambar di

dinding kamarnya. Kemudian mulai bermain perang-perangan dengan

temannya.

5. Rentang Respon Marah

Gambar 2.1 : Rentang Respon Marah (Yusuf, 2015)

a. Respon adaptif
1). Asertif adalah mengemukakan pendapat atau mendeskripsikan rasa tidak

senang atau tidak setuju tanpa menyakiti lawan bicara dan tidak akan

menimbulkan masalah besar.

2).Frustasi adalah respon yang terjadi akibat gagal atau terhambatn dalam

mencapai suatu tujuan (Nurhalimah, 2016).

b. Respon transisi

Pasif adalah respon hanya diam dan merasa tidak mampu mengungkapkan

perasaan yang dialami dan tidak mampu mengungkapkan perasaan sebagai hak –

haknya (Nurhalimah, 2016)

c. Respon mal adaptive

1). Agresif adalah suatu perilaku yang menyertai rasa marah dorongan mental

untuk bertindak dan masih terkontrol. Perilaku agresif dibagi menjadi 2

yaitu:

a. Agresif pasif adalah perilaku yang tampak dapat berupa pendedam, keras

kepala, suka menghambat dan bermalas-malasan.

b. Agresif aktif adalah sikap menentang, suka membantah, bicara keras,

cenderung menuntut secara terus menerus, bertingkah laku kasar diserai

kekerasan.

2). Amuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat dan disertai kehilangan

control diri. Individu tersebut dapat merusak diri sendiri, orang lain atau

lingkungan (Nurhalimah, 2016).

2.1.2. Konsep Asuhan Keperawatan Prilaku Kekerasan

1. Pengkajian
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang

bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar

dapat mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan

dan keperawatan pasien, baik fisik, mental, social, dan lingkungan

(Dermawan, 2012).

a. Identitas Klien

Melakukan perkenalan bina hubungan saling percaya dan kontrak

dengan klien tentang :

1) Memperkenalkan diri : nama mahasiswa, nama panggilan

mahasiswa yang disukai, menjelaskan tujuan, waktu, tempat

pertemuan, dan topik yang akan dibicarakan.

2) Menanyakan identitas klien : nama klien, nama panggilan

yang disukai.

3) Tanyakan dan catat usia klien tanggal pengkajian serta

sumber data yang didapatkan.

b. Alasanmasuk rumasakit jiwa

Penyebab klien atau keluarga datang ke rumah sakit jiwa. Apa

yang menyebabkan klien melakukan kekerasan, apa yang klien

lakukan di rumah, apa yang sudah dilakukan keluarga untuk

mengatasi masalah dirumah.

c. Faktor Prediposisi

Menanyakan apakah keluarga mengalami gangguan jiwa,

bagaimana hasil pengobatan sebelumnya, apakah pernah

melakukan atau mengalami penganiayaan fisik, seksual, penolakan

dari lingkungan, kekerasan dalam keluarga, dan tindakan criminal.


d. Faktor presitasi

Menanyakan pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan,

adanya riwayat anggota keluarga yang memiliki gangguan jiwa

dan riwayat penganiayaan.

e. Pemeriksaan fisik

Memeriksa tanda-tanda vital seperti tekanan darah, nadi, suhu,

pernapasan, tinggi badan, berat badan, dan tanyakan apakah ada

keluhan fisik yang dirasakan klien. Pada pasien dengan perilaku

kekerasan tekanan darah meningkat, pernapasa meningkat, napas

dangkal, muka memerah, tonus otot meningakat dan dilatasi pupil.

f. Psikososial

1). Genogram

Menggambarkan klien dengan keluarga, dilihat dari pola

komunikasi, pengambilan keputusan, bersama siapa klien tinggal

dan pola asuh. Pada klien dengan perilaku kekerasan perlu dikaji

bagaimana cara keluarga dalam menghadapi klien yang

melakukan tindakan perilaku kekerasan selama dirumah.

2). Konsep diri

Konsep diri adalah pengetahuan individu tentang dirinya sendiri,

merupakan gambaran tentang diri dan gabungan kompleks dari

perasaan,sikap dan persepsi baik yang disadari maupun yang

tidak disadari. Konse diri merupakan representasi psikis individu

yang dikelilingi dengan semua persepsi dan pengalaman yang

terorganisir (Potter dan Perry, 2005 dalam Dermawan dan

Deden, 2013).
a). Gambaran Diri (Citra tubuh)

Citra tubuh adalah sikap individu secara sadar atau tidak

sadar terhadap tubuhnya. Meliputi persepsi masa lalu atau

sekarang mengenai ukuran dan bentuk fungsi, penampilan

dan potensi tubuh. Tanyakan persepsi klien terhadap

tubuhnya, bagian tubuh mana yang disukai, reaksi klien

terhadap bagian tubuh yang tidak disukai dan bagian

tubuh yang disukai.

b). Peran diri

Peran diri merupakan serangkaian perilaku yang

diharapkan oleh lingkungan sosial yang berhubungan

dengan fungsi individu di berbagai kelompok sosial.

Perubahan yang terjadi saat klien sakit dan dirawat,

bagaimana perasaan klien akibat perubahan tersebut.

c). Harga diri

Harga diri merupakan penilaian terhadap hasil yang

dicapai dengan analisis, sejauh mana perilaku memenuhi

ideal diri. Harga diri tinggi adalah perasaan yang berakal

dalam menerima dirinya, meskipun telah melakukan

kesalahan dan kegagalan, tetap merasa sebagai orang yang

penting dan berharga. Harga diri yang dimiliki klien

perilaku kekerasan adalah harga diri rendah karna

penyebab awal perilaku kekerasan, marah yang tidak bisa

menerima kenyataan dan memiliki sifat labil yang tidak

terkontrol beranggapan dirinya tidak berharga.


d). Identitas diri

Prinsip pengorganisasian kepribadian yang

bertanggungjawab terhadap kesatuan, kesinambungan,

konsistensi, dan keunikan individu. Status klien sebelum

dirawat di rumah sakit, kepuasan terhadap status

posisinya, kepuasan sebagai laki-laki atau perempuan,

keunikan yang dimiliki sesuai dengan jenis kelaminnya.

Klien dengan perilaku kekerasan biasanya identitas diri

moral yang kurang karena menunjukkan pendendam,

pemarah, dan bermusuhan

e). Ideal diri

Ideal diri merupakan persepsi individu tentang bagaimana

harus berperilaku sesuai dengan standar perilaku. Klien

dengan perilaku kekerasan mengenai ideal diri harus

dilakukan pengkajian yang berhubungan dengan harapan

klien terhadap keadaan tubuh yang idal, posisi, tugas,

peran dalam keluarga, pekerjaan atau sekolah, harapan

klien terhadap lingkungan, penyakitnya, dan bagaimana

jika kenyataan tidak sesuai dengan harapannya.

3).Hubungan sosial

Hubungan sosial pada perilaku kekerasan terganggu

karena adanya resiko mencederai diri sendiri, orang lain,

dan lingkungan serta memiliki amarh yang tidak dapat

terkontrol. Observasi mengenai adanya hubungan

kelompok apa saja yang diikuti dalam masyarakat,


keterlibatan dalam kegiatan masyarakat, hambatan dalam

berhubungan dengan orang lain, minat dalam

berinteraksi dengan orang lain.

4).Sepiritual

Nilai, keyakinan, kegiatan ibadah, dan kepuasaan dalam

menjalankan keyakinan.

f). Setatus mental

1). Penampilan

Melihat penampilan klien apakah rapi atau tidak rapi,

penggunaan pakaian tidak sesuai, dan cara berpakaian

tidak seperti biasa. Pada klien dengan perilaku kekerasan

biasannya tidak mampu merawat penampilannya.

2). Pembicaraan

Amati pembicaraan klien apakah cepet, keras, terburu-

buru, gagap, sering terhenti, lambat, membisu,

menghindar, dan tidak mampu memulai pembicaraaan.

3). Aktivitas motorik

Amati perilaku klien kekerasan yang agresif, menyerang

diri sendiri orang lain maupun menyerang objek yang ada

disekitarnya. Klien dengan perilaku kekerasan biasanya

akan terlihat tegang, gelisah, muka marah, dan jalan

mondarmandir.

4). Alam perasaan

Amati apakah klien sedih, ketakutan, putus asa, khawatir,

dan gembira berlebihan.


5). Afek dan emosi

Klien dengan perilaku kekerasan afek dan emosinya labil,

emosi klien cepat berubah-ubah cenderung mudah

mengamuk, membanting barang, melukai diri sendiri,

orang lain maupun objek disekitar, dan berteriak-teriak.

6). Interaksi selama wawancara

Klien dengan perilaku kekerasan selam ibteraksi biasanya

mudah marah, bermusuhan, tidak kooperatif, mudah

tersinggung, kontak mata (-), defensif bahwa

pendapatnya paling benar, curiga, sinis, dan menolak

dengan kasar.

7). Persepsi atau sensori

Klien dengan perilaku kekerasan resiko mengalami

persepsi sensori sebagai penyebabnya. Pendengaran,

penglihatan, perabaan, pengecapan, penghidung (bau).

8). Proses pikir

Otistik (autisme) : bentuk pemikiran yang berupa

lamunan. Hidup dalam pikirannya sendiri, hanya

memuaskan keinginannya tanpa peduli sekitarnya

menandakan ada arus asosiasi. Proses pikir Data diperoleh

dari observasi dan saat wawancara :

a) Sirkumstansial : pembicaraan yang berbelitbelit tapi

sampai pada tujuan pembicaraan.

b) Tangensial : pembicaraan yang berbelit-belit tapi tidak

sampai pada tujuan.


c) Kehilangan asosiasi : pembicaraan tak ada hubungan

antara satu kalimat dengan kalitnat lainnya, dan klien

tidak menyadarinya.

d) Flight of ideas : pembicaraan.yang meloncat dari satu

topik ke topik lainnya, masih ada hubungan yang tidak

logis dan tidak sampai pada tujuan.

e) Bloking : pembicaraan terhenti tiba-tiba tanpa

gangguan eksternal kemudian dilanjutkan kembali.

f) Perseverasi : pembicaraan yang diulang berkali-kali.

9) Isi pikir

Klien dengan perilaku kekerasan memiliki pemikiran

curiga, tidak percaya kepada orang lain dan merasa

dirinya tidak aman.

10) Tingkat Kesadaran

Bingung, sedasi (mengatakan merasa melayanglayang

antara sadar atau tidak sadar), stupor (gangguan motorik

seperti kekakuan, gerakan yang dilakukan secara ulang).

Disorientasi : Waktu, tempat, dan orang.

11) Memori

Gangguan daya ingat jangka panjang, gangguan daya

ingat jangka pendek, gangguan daya ingat saat ini, dan

konfabulasi (pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan).

Klien dengan perilaku kekerasan masih dapat mengingat

kejadian jangka pendek maupun panjang.

12) Tingkat Konsentrasi dan berhitung


Mudah beralih, tidak mampu konsentrasi, dan tidak

mampu berhitung sederhana. Pada klien dengan perilaku

kekerasan mudah beralih dari satu obyek ke obyek

lainnya.

13) Kemampuan penilaian atau pengambilan keputusan

Gangguan kemampuan penilaian ringan (mengambil

keputusan yang sederhana dengan bantuan orang lain) dan

gangguan kemampuan penilaian bermakna (tidak mampu

mengambil keputusan walaupun dibantu orang lain). Pada

klien dengan perilaku kekerasan tidak mampu mengambil

keputusan yang nyata.

14) Daya tilik diri

Mengingkari penyakit yang diderita : tidak menyadari

gejala penyakit (perubahan fisik, emosi) pada dirinya dan

merasa tidak perlu pertolongan dan menyalahkan hal-hal

diluar dirinya : menyalahkan orang lain atau lingkungan

yang menyebabkan kondisi saat orang lain atau

lingkungan yang menyebabkan kondisi saat ini.

15) Mekanisme koping

Menanyakan kepada klien dengan resiko perilaku

kekerasan saat menghadapi suatu permasalahan, apakah

menggunakan cara seperti bicara dengan orang lain, dan

apakah dapat menyelesaikan masalahnya.

2. Diagnosis Keperawatan

Masalah keperawatan yang mungkin muncul menurut


Azizah dkk, 2016 antara lain:

a. Resiko perilaku kekerasan mencederai (pada diri sendiri, orang

lain lingkungan dan verbal)

b. Perilaku kekerasan

c. Harga diri rendah

3. Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan pada risiko perilaku kekerasan adalah suatu

bentuk susunan perencanaan tindakan keperawatan untuk mengatasi

dengan risiko perilaku kekerasan.

a. Resiko perilaku kekerasan

Keliat dkk (2019) rencana keperawatan resiko perilaku

kekerasan sebagai berikut:

1) Tujuan

a) Kognitif

(1) Klien mampu menyebutkan penyebab resiko perilaku

kekerasan

(2) Klien mampu menyebutkan tanda dan gejala resiko

perilaku kekerasan

(3) Klien mampu menyebutkan akibat yang ditimbulkan

b) Psikomotor

(1) Klien mampu mengendalikan resiko perilaku

kekerasan dengan relaksasi : tarik nafas dalam, pukul

bantal atau kasur, senam, relaksasi otot progresif dan

jalanjalan
(2) Klien mampu berbicara dengan baik mengungkapkan,

meminta, dan menolak dengan baik

(3) Klien mampu melakukan kegiatan ibadah seperti sholat,

berdoa, dan kegiatan ibadah lainnya

(4) Patuh minum obat (benar nama, benar obat, benar dosis,

benar cara, benar waktu, benar tanggal kadaluawarsa

dan benar dokumentasi)

c) Afektif

(1) Merasakan manfaat dari latihan yang dilakukan

(2) Membedakan perasaan sebelum dan sesudah latihan

2) Intervensi Keperawatan

a) Latih klien untuk melakukan relaksasi : tarik nafas dalam,

pukul bantal atau kasur, senam, relaksasi otot progresif,

dan jalan-jalan

b) Latih klien untuk berbicara dengan baik :

mengungkapkan, meminta, dan menolak dengan baik

c) Latih klien untuk melakukan kegiatan ibadah seperti

sholat, berdoa, dan kegiatan ibadah lainnya

d) Latih klien Patuh minum obat (benar nama, benar obat,

benar dosis, benar cara, benar waktu, benar tanggal

kadaluawarsa dan benar dokumentasi)

e) Bantu klien dalam mengendalikan resiko perilaku

kekerasan jika klien mengalami kesulitan

f) Berikan pujian pada klien saat mampu mempraktikkan

latihan mengendalikan resiko perilaku kekerasan


b. Harga Diri rendah

Keliat dkk (2019) rencana keperawatan harga diri rendah

sebagai berikut :

1) Tujuan

a) Kognitif

(1) Klien mampu mengenal aspek positif dan kemampuan

yang dimiliki

(2) Klien mampu menilai aspek positif dan kemampuan

yang dapat dilakukan

(3) Klien mampu memilih aspek positif dan kemampuan

yang ingin dilakukan

b) Psikomotor

(1) Klien mampu aspek positif dan kemampuan yang

dimiliki

(2) Klien mampu berfikir positif

(3) Klien mampu menceritakan keberhasilan pada orang

tua

2) Intervensi keperawatan

a) Diskusikan aspek positif dan kemampuan yang dimiliki

b) Bantu klien menilai aspek positif dan kemampuan yang

dapat dilakukan

c) Bantu klien memilih aspek positif dan kemampuan yang

ingin dilakukan

d) Berikan pujian untuk setiap kegiatan yang dilakukan

dengan baik
e) Bantu klien membuat jadwal latihan untuk

membudayakan

f) Bantu klien menilai manfaat latihan yang dilakukan

4. Implementasi Keperawatan

Proses implementasi adalah melaksanakan rencana tindakan yang

sudah disusun dan disesuaikan dengan kondisi saat itu.

Mengimplementasikan intervensi, perawat kesehatan jiwa

menggunakan intervensi yang luas yang dirancang untuk mencegah

penyakit meningkat, mempertahankan, dan memulihkan kesehatan

fisik dan mental (Damayanti, 2012)

5. Evaluasi Keperawatan

Menurut Yusuf (2015), pada evaluasi perawat mengevaluasi respon

berdasarkan kemampuan yang sudah diajarkan pada, berupa

evaluasi yang dapat dilakukan untuk menilai respon verbal dan non

verbal yang dapat diobservasi oleh perawat berdasarkan respon yang

ditunjukkan oleh.

Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekataan

SOAP :

a. S : Respon subyektif pasien terhadap tindakan

keperawatan yang telah dilaksanakan

b. O : Respon Obyektif pasien terhadap tindakan

keperawatan yang telah dilaksanakan


c. A : Analisa terhadap data subjektif dan obyektif untuk

menyimpulkan apakah masalah manis ada atau telah

teratasi atau muncul masalah baru

d. P : Perencanaan tindakah lanjut berdasarkan hasil analisis

respon pasien.

2.1.3 Mindfulness

1. Definisi Mindfulness Stop

Mindfulness yaitu salah satu terapi yang baik untuk menjaga kesehatan

mental. Mindfulnes adalah bentuk perhatian penuh pada saat ini pada

lingkungan dan aktivitas sekitarnya. Mindfulness adalah kondisi seseorang

yang emeiliki kesaran dengan penuh perhatian pada apa yang terjadi saat ini

tanpa terganggu oleh pikiran apapun dan mampu fokus pada moment saat ini.

Mindfulness memiliki tujuan untuk membantu seseorang untuk mengurangi

tekanan psikologis, membantu meningkatkan kemampuan dalam mengontrol

pikiran dan membantu upaya menerima kenyataan yang ada.

Teknik stop menjadi salah satu Teknik sederhana untuk melatih

mindfulness pasien melalui pengaturan nafas. Mindfulness merupakan kondisi

yang memutuskan pikiran terhadap emosi yang dirasakan, menerima secara

terbuka dan bersyukur tanpa banyak menuntut serta mampu memberikan

respon yang paling tepat.

2. Tujuan Mindfulness

Mindfulness memiliki tujuan untuk membantu seseorang untuk

mengurangi tekanan psikologis, membantu meningkatkan kemampuan dalam

mengontrol pikiran dan membantu upaya menerima kenyataan yang ada

(Mchugh dan Wood, 2013).


a. mindfulness mampu menurunkan aspek fisik

b. menurunkan aspek emosi

c. mengatasi masalah prilaku dan kognitif

d. mengatasi kesehatan mental

3. Manfaat Mindfulness

Terapi Mindfulness diterapkan karena memiliki pengaruh yang positif

terhadap pasien gangguan jiwa. Hal itu dibuktikan dengan penelitian

sebelumnya dilakukan oleh Dwidiyanti (2019)

4. Cara kerja Mindfulness

pada penelitian ini yang pertama menyiapkan data dengan melakukan

pretest dengan menyebar kuesioner, setelah itu data dihitung dulu, setelah

itu diberikan perlakunan berupa terapi mindfulness stop selama 3 hari

dalam sehari terapi diberikan 3 kali, tahapan terapi mindfulness stop yang

pertama yaitu Stop: berhenti sementara dari apa yang kita pikirkan atau

lakukan,tarik nafas panjang dan hembuskan diulang selama 20 menit.

Lakukan midnfulness pernapasan kurang lebih 15 menit. Ambil posisi

duduk tegak sandarkan bantal. Tarik nafas pelan-pelan. Kemudian

mengobservasi diri kita saat ini meliputi apa yang kita pikirkan (misal:

saya sangat lelah bekerja) dan emosi (misal: saya sangat marah, saya

frustasi), mindfulness of body dilakukan selama 20 menit melakukan

istighfar/ pengampunan kepada tuhan yang Maha Esa. Selanjutnya

intropeksi diri dan refleksi diri sampai merasa lepas. Setelah 3 hari pasien

diberikan postest dengan menyebarkan kembali kuesioner lalu dihitung

kembali hasilnya dan dianalisa menggunakan uji wilcoxon.


5. Hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan penerapan mindfulness

Menurut (Suerni & Livana, 2019), hal – hal yang perlu diperhatikan

dalam melakukan kegiatan terapi mindfulness

a. Pasien nampak tenang

b. Dibutuhkan waktu 20 menit dengan 3 kali terapi dalam satu hari

c. Perhatikan posisi tubuh, dan hindari dengan posisi berdiri

d. Memeriksa pasien apakah benar benar rileks

e. Terus menerus memberikan intruksi

f. Memberikan intruksi tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat

6. Prosedur Teknik mindfulness

Teknik Mindfulness Maharani (2016)

a. Persiapan

1) .Posisikan tubuh klien secara nyaman yaitu duduk dikursi dengan

kepala ditopang, hindari posisi berdiri.

2) .Lepaskan asesoris yang digunakan seperti kacamata, jam, dan

sepatu.

3). Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain yang sifatnya

mengikat ketat.

b. Fase orientasi

1) Memberikan salam terapeutik

a) Memberi salam

b) Memperkenalkan diri

c) Identifikasi pasien (nama lengkap dan tanggal lahir) sesuai

dengan gelang identitas memanggil pasien dengan panggilan

yang disukai pasien


2) Melakukan evaluasi validasi

a) Menanyakan perasaan pasien saat ini

b) Melakukan validasi masalah pasien

c) Melakukan evaluasi kemampuan pasien

3) Melakukan kontrak

a) Melakukan kontrak topik

b) Melakukan kontrak waktu

c) Melakukan kontrak tempat

c. Fase kerja

Desain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu one group pretest-

posttest, dengan mengukur penurunan tanda gejala resiko perilaku

kekerasan pada pasien gangguan jiwa sebelum dan sesudah

dilaksanakan intervensi.instrumen yang digunakan sebagai alat

pengumpulan data adalah lembar evaluasi tanda gejala resiko perilaku

kekerasan. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien gangguan

jiwa dengan diagnosa perilaku kekerasan.

e. Fase terminasi

1) Evaluasi

a) Evaluasi subjektif : Menanyakan perasaan pasien setelah

melakukan latihan

b) Evaluasi objektif : Memberi kesempatan pasien mengulang cara

kontrol marah dengan metode mindfulness sepiritual

2) Rencana Tindak Lanjut

a) Menganjurkan menggunakan cara yang dilatih saat marah

b) Membimbing mengisi jadwal kegiatan harian pasien


3) Kontrak

a) Melakukan kontrak topik

b) Melakukan kontrak waktu

c) Melakukan konrak tempat

Gambar 2.2 : Kerangka Teori

Sumber : Kliat, (2006) dan Yosep, (2011).

2.3 Kerangka konsep

Kerangka konsep merupakan bentuk kerangka berpikir yang dapat digunakan sebagai

pendekatan untuk memecahkan masalah (Nikmatur dan Saiful, 2012)


Gambar 2.3 Kerangka konsep

BAB III

METODE STUDI KASUS

3.1 Rancangan studi kasus

Studi kasus ini meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri dari satu

unit tunggal. Unit yang menjadi masalah di analisa secara mendalam baik dari segi yang

berhubungan dengan kasus itu sendiri, factor resiko yang mempengaruhi, kejadian yang

berhubungan dengan kasus maupun tindakan dan reaksi dari kasus terhadap suatu

perlakuan (Setiadi, 2013). Studi kasus ini untuk mengeksplorasi masalah asuhan

keperawatan pada pasien gangguan jiwa dengan resiko perilaku kekerasan.

3.2 Subjek studi kasus

Subjek studi kasus adalah subjek yang dituju untuk diteliti oleh peneliti (Notoadmodjo,

2019). Subjek yang digunakan adalah satu orang pasien dengan resiko perilaku kekerasan

3.3 Fokus studi kasus

Fokus penelitian adalah kajian utama dari masalah yang akan dijadikan titik acuan

penelitian (Notoadmodjo,2019). Fokus utama dalam studi kasus ini adalah mengontrol

perilaku kekerasan pada pasien resiko perilaku kekerasan.

3.4 Definisi oprasional


3.4.1 Resiko prilaku kekerasan

Pasien dengan resiko perilaku kekerasan merupakan keadaan dimana pasien

kemungkinan melakukan tindakan yang dapat mencederai diri sendiri, orang lain

dan lingkungan akibat ketidakmampuan mengendalikan rasa marah, sedangkan

pasien dengan perilaku kekerasan merupakan keadaan dimana pasien melakukan

tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang

lain, maupun lingkungan. Peneliti akan mengukur gejala resiko perilaku kekerasan

pada pasien dengan menggunakan lembar kuesioner atau lembar evaluasi gejala

resiko perilaku kekerasan yang diambil dari jurnal keperawatan Nuriza Choirul

Fhadilah tahun 2017. Evaluasi gejala resiko perilaku kekerasan tersebut akan

dilakukan sebelum dan sesudah diberikan intervensi keperawatan.

3.4.2 Mindfulness spiritual

Desain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu one group pretest-posttest,

dengan mengukur penurunan tanda gejala resiko perilaku kekerasan pada pasien

gangguan jiwa sebelum dan sesudah dilaksanakan intervensi.instrumen yang

digunakan penulis sebagai alat pengumpulan data adalah lembar evaluasi tanda

gejala resiko perilaku kekerasan. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien

gangguan jiwa dengan diagnosa perilaku kekerasan, Langkah-langkah pengukuran

data pada penelitian ini yang pertama menyiapkan data dengan melakukan pretest

dengan menyebar kuesioner, setelah itu data dihitung dulu, setelah itu diberikan

perlakunan berupa terapi mindfulness stop selama 3 hari dalam sehari terapi

diberikan 3 kali, tahapan terapi mindfulness stop yang pertama yaitu Stop: berhenti

sementara dari apa yang kita pikirkan atau lakukan,tarik nafas panjang dan

hembuskan diulang selama 20 menit. Lakukan midnfulness pernapasan kurang


lebih 15 menit. Ambil posisi duduk tegak sandarkan bantal. Tarik nafas pelan-

pelan

3.5 Tempat dan waktu pengambilan studi kasus

Lokasi penelitian adalah tempat dimana penelitian dilakukan. Penetapan lokasi

penelitian merupakan tahap yang sangat penting di dalam penelitian

(Notoadmodjo,2010).

3.5.1 Tempat Pengelolaan studi kasus akan dilaksanakan di Rumah Sakit

Jiwa Daerah Surakarta.

3.5.2 Waktu pengambilan data studi kasus akan dilaksanakan pada Februari 2024 Lama

waktu dikelola satu pasien yaitu minimal 3 hari

3.6 Pengumpulan data

3.6.1 Wawancara

Wawancara adalah menanyakan atau tanya jawab yang

berkaitan dengan masalah yang dihadapi oleh klien, biasa juga disebut dengan

anamnesa. Wawancara berlangsung untuk menanyakan hal-hal yang berhubungan

dengan masalah yang dihadapi klien dan merupakan suatu komunikasi yang

direncanakan. Tujuan dari wawancara adalah untuk memperoleh data tentang

masalah kesehatan dan masalah keperawatan klien, serta untuk menjalin hubungan

antara perawat dengan klien. Wawancara studi kasus ini dapat dilakukan dengan

pasien, keluarga dan perawat.

3.6.2 Observasi

Observasi adalah cara pengumpulan data dengan pengamatan secara langsung

kepada klien untuk mencari perubahan hal-hal yang akan di teliti. Studi kasus ini

mengobservasi kemampuan mengontrol marah pada pasien dengan perilaku

kekerasan.
3.6.3 Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi yaitu metode pengumpulan data dengan cara mengambil data

yang berasal dari dokumentasi asli dapat berupa informasi, gambar, table atau

daftar periksa. di dokumentasi

3.7 Penyajian data

Penyajian data merupakan salah satu kegiatan dalam pembuatan laporan hasil penelitian

yang telah dilakukan agar data yang telah dikumpulkan dapat dipahami dan dianalisis

sesuai dengan tujuan yang diinginkan.

Penyajian data pada studi kasus ini disajikan dalam dokumentasi laporan asuhan

keperawatan pada pasien perilaku kekerasan dengan pemberian intervensi mindfulness

sepiritual metode stop.

3.8 Etika sudi kasus

Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting,

mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, maka etika

harus benar-benar diperhatikan (Hidayat, 2011). Etika yang mendasari dilaksankannya

penelitian terdiri dari informed consent (persetujuan sebelum melakukaan penelitian untuk

dijadikan responden), anonymity (tanpa nama), dan confidentiality (kerahasiaan).

3.8.1. Informed Concent (Persetujuan)

Informed Concent adalah penyampaian ide dan isi penting peneliti kepada calon

subyek. Tujuan informed concent adalah agar responden mengerti maksud dari tujuan

penelitian serta mengetahui dampaknya. Beberapa yang harus ada di dalam informed

concent adalah partisipan, tujuan dilakukan tindakan, jenis data yang dibutuhkan,

kerahasiaan, dan lain-lain.

3.8.2. Anonymity (Tanpa Nama)


Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan kepada

responden untuk tidak memberikan atau mencantumkan identitas atau nama

responden pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3.8.3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Salah satu dasar etika keperawatan adalah kerahasiaan. Tujuan kerahasiaan ini

adalah untuk memberikan jaminan kerahasiaan hasil dari penelitian, baik dari

informasi maupun data yang telah dikumpulkan peneliti.

Anda mungkin juga menyukai