OLEH :
KELOMPOK VIII
HEIDY ALV IONITA BURERE
STENLY LODOWIK DAHOKLORY
LARAS MUT IARA EVELINKA
DEBORA YOHANA MANSARI
SULIH RIST IYANI AYU SAPUTRI
STANLEY HANNY SAIYA
KRIST IN AYU MARLINDA K
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan akhir Jiwa “Resiko
Perilaku Kekerasan” Tn. S di Ruang Mawar RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini masih banyak kekurangan
yang jauh dari sempurna maka penyusun sangat mengharapkan adanya kritikan dan saran yang
membangun demi kesempurnaannya laporan kasus ini.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang terkait
yaitu :
1. Direktur RS Jiwa Dr. Soeharto Heerdjan Jakarta, yang telah memberikan izin kami
praktek stase jiwa.
2. Direktur STIKIM, yang telah memberi kami kesempatan untuk mengaplikasikan ilmu
yang telah diperoleh salam perkuliahan.
3. Pembimbing klinik dari ruang Mawar yang telah membimbing kami selama praktek jiwa.
4. Pembimbing klinik institusi pendidikan yang telah membimbing kami selama praktek
jiwa.
5. Kepala ruangan dan perawat ruangan Mawar yang bekerja sama dalam aplikasi asuhan
keperawatan jiwa.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan konstribusi selama proses
penyusunan laporan ini, sehingga laporan ini dapat terselesaikan dengan baik. Akhir kata
penyusun berharap semoga laporan ini dapat berguna bagi yang membaca dan dapat memberikan
pengetahuan yang lebih terhadap keperawatan jiwa.
Kelompok VIII
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Krisis multidimensi telah mengakibatkan tekanan yang berat terhadap sebagian besar
masyarakat dunia umumnya dan indonesia khususnya. Masyarakat yang mengalami krisis
ekonomi tidak saja akan mengalami gangguan kesehatan fisik berupa gangguan gizi, terserang
berbagai jenis penyakit infeksi, tetapi juga dapat mengalami gangguan kesehatan mental psiaktri
(Rasman 2001)
Fenomena gangguan jiwa pada saat ini mengalami peningkatan yang sangat signifikan,
dan setiap tahun di berbagai belahan dunia jumlah penderita gangguan jiwa bertambah.
Berdasarkan data dari World Health Organisasi (WHO) dalam Yosep (2013) , ada sekitar 450
juta orang di dunia yang mengalami gangguan jiwa. WHO menyatakan setidaknya ada satu dari
empat orang didunia mengalami masalah mental, dan masalah gangguan kesehatan jiwa yang
ada di seluruh dunia sudah menjadi masalah yang sangat serius. Berdasarkan hasil penelitian dari
Rudi Maslim dalam Mubarta (2011 ) prevalensi masalah kesehatan jiwa di Indonesia sebesar
6,55%. Angka tersebut tergolong sedang dibandingkan dengan negara lainnya. Data dari 33
Rumah Sakit Jiwa ( RSJ ) yang ada di seluruh Indonesia menyebutkan hingga kini jumlah
penderita gangguan jiwa berat mencapai 2,5 juta orang. Penderita gangguan jiwa berat dengan
usia di atas 15 tahun di Indonesia mencapai 0,46%. Hal ini berarti terdapat lebih dari 1 juta jiwa
di 2 Indonesia yang menderita gangguan jiwa berat. Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa
11,6% penduduk Indonesia mengalami masalah gangguan mental emosional ( Riset kesehatan
dasar, 2007 ). Sedangkan pada tahun 2013 jumlah penderita gangguan jiwa mencapai 1,7 juta
(Riskesdas, 2013 )
Di dalam hidup di masyarakat manusia harus dapat mengembangkan dan melaksanakan
hubungan yang harmonis baik dengan individu lain maupun lingkungan sosialnya. Tapi dalam
kenyataannya individu sering mengalami hambatan bahkan kegagalan yang menyebabkan
individu tersebut sulit mempertahankan kestabilan dan identitas diri, sehingga konsep diri
menjadi negatif. Jika individu sering mengalami kegagalan maka gangguan jiwa yang sering
muncul adalah gangguan konsep diri misal Resiko Perilaku Kekerasan. Bila individu tidak dapat
beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi, maka akan menimbulkan gangguan kesehatan
diberbagai bidang, seperti mengamuk, sulit berinteraksi, malu akan keadaan dirinya mondar-
mandir tanpa tujuan dan merusak barang.
Faktor psikososial merupakan faktor utama yang berpengaruh dalam kehidupan
seseorang (anak, remaja, dan dewasa). Yang mana akan menyebabkan perubahan dalam
kehidupan sehingga memaksakan untuk mengikuti dan mengadakan adaptasi untuk
menanggulangi stressor yang timbul. Ketidakmampuan menanggulangi stressor itulah yang akan
memunculkan gangguan kejiwaan.
Salah satu gangguan jiwa yang ditemukan adalah gangguan konsep Resiko Perilaku
Kekerasan, yang mana Resiko Perilaku Kekerasan digambarkan sebagai perasaan yang negatif
terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai
keinginan (Keliat, 2001). Perawat akan mengetahui jika perilaku seperti ini tidak segera
ditanggulangi, sudah tentu berdampak pada gangguan jiwa yang lebih berat. Beberapa tanda-
tanda Resiko Perilaku Kekerasan adalah rasa bersalah terhadap diri sendiri, merendahkan
martabat sendiri, merasa tidak mampu, gangguan hubungan sosial seperti menarik diri, percaya
diri kurang, kadang sampai mencederai diri (Townsend, 2007).
Peristiwa traumatic, seperti kehilangan pekerjaan, harta benda, dan orang yang dicintai dapat
meninggalkan dampak yang serius. Dampak kehilangan tersebut sangat mempengaruhi persepsi
individu akan kemampuan dirinya sehingga mengganggu harga diri seseorang.
Banyak dari individu-individu yang setelah mengalami suatu kejadian yang buruk dalam
hidupnya, lalu akan berlanjut mengalami kehilangan kepercayaan dirinya. Dia merasa bahwa
dirinya tidak dapat melakukan apa-apa lagi, semua yang telah dikerjakannya salah, merasa
dirinya tidak berguna, dan masih banyak prasangka-prasangka negative seorang individu kepada
dirinya sendiri. Untuk itu, dibutuhkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak agar rasa
percaya diri dalam individu itu dapat muncul kembali. Termasuk bantuan dari seorang perawat.
Perawat harus dapat menangani pasien yang mengalami diagnosis keperawatan Resiko Perilaku
Kekerasan, baik menggunakan pendekatan secara individual maupun kelompok. Karakteristik
masalah keperawatan di ruang Mawar RSJ Soeharto Heerdjan adalah Halusinasi, Resiko
Perilaku Kekerasan, Resiko Perilaku Kekerasan, Deficit Perawatan Diri, Isolasi
Sosial,Waham,dan Resiko Bunuh Diri.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Diperoleh secara nyata pengalaman, informasi dan gambaran pelaksanaan asuhan
keperawatan pada klien dengan Resiko Perilaku Kekerasan di ruang Mawar RSJ Dr.
Soeharto Heerdjan.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan Resiko Perilaku Kekerasan
b. Mampu merumuskan masalah keperawatan pada klien dengan Resiko Perilaku
Kekerasan
c. Mampu melaksanakn tindakan keperawatan pada klien dengan Resiko Perilaku
Kekerasan
d. Mampu melakukan evaluasi pada klien dengan Resiko Perilaku Kekerasan
e. Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara kasus dan teori pada
klien dengan Resiko Perilaku Kekerasan
f. Mampu menidentifikasi faktor pendukung, penghambat, serta dapat mencari
solusinya
g. Mampu mendokumentasikan semua kegiatan keperawatan dalam bentuk narasi.
A. PENGKAJIAN
RUANGAN RAWAT : Ruangan Mawar
TANGGAL DIRAWAT : 24-10-2017
I. IDENTITAS PASIEN
Inisial : Tn.S [ L ]
Tanggal Pengkajian : SELASA 25-10-2017
Umur : 40 Thn
RM No. : 00-78-97
Informan : Tn.S
II. ALASAN MASUK
Klain mengatakan di bawah ke rumah sakit karna marah-marah dan melempar gelas kalau
tidak diberi rokok.
Aniaya fisik - - - - - -
Aniaya seksual - - - - - -
Penolakan - - - - - -
Kekerasan dalam keluarga - - - - - -
Tindakan kriminal - - - - - -
Jelaskan No. 1, 2, 3, : Klien pertama kali dirawat RSJSS tahun 2007, lalu masuk lagi tahun 2009
dan 2011. Pernah di panti sosial selama 2 tahun (2013-2015), klien pernah putus obat karena
kurang dikontrol dan klien bosan minum obat, sehingga memicunya untuk marah-marah dan
melempar barang di rumah.
Masalah Keperawatan : Regimen therapi in efektif, Perilaku Kekerasan, koping individu
tidak efektif, koping keluarga tidak efektif
4. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
o Ya
o Tidak
Hubungan keluarga Gejala Riwayat pengobatan/perawatan
Adik kandung Marah-marah Pernah dirawat di RSJ SS
Masalah Keperawatan : Koping keluarga in efectif
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan:
Tidak ada Masalah
Masalah Keperawatan :
IV. FISIK
1. Tanda vital : TD : 100/70 mmhg N : 92x/menit S : 36,3 P : 20 x/menit
2. Ukur : TB : 170 cm BB : 48 kg
3. Keluhan fisik :
o Ya
o Tidak
Jelaskan : Klien Malnutrisi : berat badanya di bawah normal
Masalah Keperawatan : Nutrisi kurang dari kebutuhan dari kebutuhan tubuh
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Ket :
: Ayah
:Ibu
: Klien
: Tinggal serumah
Jelaskan : Klien mengatakan tinggal bersama ibu dan adiknya yang bungsu, dua adiknya
yang lain sudah menikah,ibunya masih bekerja dan masih menafkahi keluarga. Ayah klien
meninggal saat klien berusia 14 tahun. Klien berobat diantar oleh ibunya, namun ibu klien
kurang memperhatikan waktu minum obat klien, sehingga klien tidak meminum obat. Klien juga
mengatakan lupa untuk meminum obat jika tidak diberikan oleh ibu klien.
Masalah Keperawatan : Koping keluarga tidak efektif, koping individu tidak efektif
2. Konsep Diri
a. Gambaran diri : klien mengatakan menyukai seluruh anggota tubuhnya
b. Identitas : Klien mengatakanumurnya 40 tahun dan belum menikah,klien anak pertama
dan pnya 3 adik. Klien dirumah bekerja membantu ibunya membuat sarung tangan motor
c. Peran : Klien mengatakan peranya dalam keluarga sebagaianak dan selalu
membantu ibunya bekerja dan membersihkan rumah
d. Ideal diri : Klien mengatakan inggin cepat pulang dan berkumpul dengan keluarga dan
kembali bekerja
e. Harga diri : Klien mengatakan merasa tidak mampu bekerja karna takut bila bekerja
akan marah marah. Klien merasa sebagai anak pertama belum bisa menafkai keluarga
dengan layak, menggantikan ayahnya yang sudah meninggal.
Masalah Keperawatan : Harga diri rendah
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang berarti : ayahnya klien, namun sudah meninggal
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat: klien mengatakan tidak
mengikuti kegiatan di masyarakat
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: Klien mengatakan malu
untuk berinteraksi dengan tetangga karena takut merasa rishi dengan dirinya
Masalah Keperawatan : harga diri rendah
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan : Klien beragama islam
b. Kegiatan ibadah : Klien mengatakan hafal beberapa surat-surat Alquran sering
membacanya ,Dan juga sholat
Masalah Keperawatan : Tidak ada
VI. STATUS MENTAL
1. Penampilan :
o Tidak rapih
o Penggunaan pakaian tidak sesuai
o Cara berpakaian seperti biasanya
Jelaskan : Penampilan bersih dan rapih
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
kkk
2. Pembicaraan :
Cepat
Keras Gagap
Inkoheren
Tidak mampu
Memulai
Apatis Lambat Membisu
pembicaraan
Jelaskan : Klien berbicara dengan suara yang keras dengan nada yang tinggi ,tatapan
mata tajam tampak ngotot dengan pendapatnya,terkadang inkoheren dan berbicara tidak
jelas
Masalah Keperawatan : Resiko perilaku kekerasan
3. Aktifitas Motorik :
Lesu Tegang Gelisah Agitasi
Waham:
Agama somatik kebesaran curiga
Nihilistic sisip pikir siar pikir kontrol pikir
Disorientasi:
Waktu Tempat Orang
Jelaskan : Tidak ada gangguan tingkat kesadaran dan disorientasi pada klien
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah
11. Memori:
Gangguan daya ingat Gangguan daya ingat
jangka panjang jangka pendek
Gangguan daya ingat Konfabulasi
saat ini
Jelaskan : Normal
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
14. Daya Tilik Diri:
Mengingkari penyakit Menyalahkan hal-hal di luar dirinya
yang diderita
2. BAB/BAK:Mandiri
Bantuan minimal Bantuan total
4. Berpakaian/berhias: Mandiri
Bantuan minimal Bantuan total
7. Pemeliharaan Kesehatan:
Perawatan Lanjutan
V Ya Tidak
Perawatan Pendukung
V Ya Tidak
Mencuci pakaian
Ya V Tidak
Pengaturan keuangan
Ya v Tidak
Jelaskan : Klien hanya keluar rumah jika disuruh ibunya untuk membeli kebutuhan di
rumah, namun untuk kegiatan sosial, klien kurang berminat karena merasa malu pada
tetangga
Masalah Keperawatan : Harga diri rendah
VIII. MEKANISME COPING
Adaptif Maladaptif
Bicara dengan orang lain Minum alkohol
Mampu menyelesaikan masalah V Reaksi lambat/berlebih
Tehnik relaksasi Bekerja berlebihan
Aktifitas konstruktif V Menghindar
Olahraga Mencederai diri
Lainnya V Lainnya
____________________________ Marah-marah dan melempar
barang
Masalah Keperawatan : Perilaku kekerasan
IX. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN:
Masalah dengan dukungan kelompok
Spesifik:klien kurang bergaul dengan teman
Masalah berhubungan dengan lingkungan
Spesifik:Klien malu untuk berinteraksi dengan tetangga
Masalah dengan pendidikan
Spesifik:klien mengatakan menyelesaikan sekolah sampai SMA
Masalah dengan pekerjaan
Spesifik:Klien pengangguran , hanya membantu pekerjaan ibunya jika ada
pekerjaan
Masalah dengan perumahan
Spesifik:Tidak ada
Masalah ekonomi
Spesifik:Klien masih diberikan uang oleh ibunya jika membantu ibunya
Masalah dengan pelayanan kesehatan
Spesifik:Tidak ada
Masalah lainnya
Spesifik:Tidak ada
B. MASALAH KEPERAWATAN
Data Masalah
DS: Perilaku Kekerasan
Klien mengatakan dibawa ke RS karena
marah-marah dan melempar gelas kalau
tidak diberi rokok
DO:
Klien tampak berbicara dengan keras
Klien tampak suara tinggi
Klien tampak tatapan mata tajam
Klien tampak bertahan dengan pendapatnya
C. POHON MASALAH:
Resiko perilaku kekerasan
Mahasiswa,
BAB III
LANDASAN TEORI
Faktor Predisposisi
Faktor perkembangan merupakan faktor hambatan perkembangan dan
mengganggu hubungan intrapersonal yang dapat meningkatkan stress dan ansietas yang
dapat berakhir dengan gangguan persepsi, klien mungkin tertekan perasaannya sehingga
pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak efektif. Kemudian factor budaya yang
tertutup dan membatas secara diam dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah prilaku kekerasan diterima. Sedangkan factor
psikologis merupakan faktor terjadinya kegagalan yang dialami dapat menimbulkan
frustasi yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk, masa kanak-kanak yang tidak
menyenangkan yaitu ditolak atau dihina dan dianiaya. Selain itu factor biologis juga
akan menyebabkan terjadinya kerusakan system limbik (pusat marah), lobus frontal,
lobus temporal dan ketidakseimbangan membrane transmitter turut berespon terhadap
terjadinya prilaku kekerasan.
Pada Tn. S yang menjadi faktor predisposisi yaitu :
a. Kegagalan pengobatan yang berulang
b. Keluarga melarang klien berinteraksi dengan lingkungan sekitar
Faktor Presipitasi :
Faktor presipitasi adalah sebagai faktor pencetus terjadinya suatu perilaku
kekerasan. Dapat bersumbar dari klien, lingkungan atau interaksi dari orang lain, kondisi
klien seperti kelemahan fisik (penyakit fisik) keputusasaan, ketidak berdayaan, percaya
diri yang kurang, dapat menjadi penyebab prilaku kekerasan.
Pada Tn. S yang menjadi faktor prespitasi yaitu:
1. Klien menderita gizi kurang (malnutrisi)
2. Adanya perasaan malu dengan tetangga
3. Tidak memiliki pekerjaan tetap
4. Sebagai anak pertama, klien tidak dapat menafkahi keluarga
Keterangan
1. Respons adaptif
Respons yang bisa diterima norma-norma sosial dan kebudayaan secara
umum yang berlaku, diantaranya :
a. Asertif (pernyataan) adalah respons marah dimana individu mampu menyatakan
atau mengungkapkan perilaku kekerasan rasa marah (tidak setuju tanpa
menyalahkan
orang lain)
b. Frustasi adalah respons yang terjadi akibat individu gagal mencapai tujuan
kepuasan, rasa aman yang biasanya dalam keadaan tersebut individu.
2. Respons maladaptif
Respons yang diberikan individu dalam menyelesaikan masalah yang sudah
menyimpang dari norma sosial dan kebudayaan , diantaranya :
a. Pasif adalah suatu keadaan dimana individu tidak mampu untuk mengungkapkan
prilaku kekerasan perasaan yang sedang dialami untuk menghindari suatu
tuntutan nyata.
b. Agresif adalah prilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan induvidu
untuk menuntut sesuatu yang dianggap benar dalam bentuk destruktif tetapi masih
terkontrol.
c. Kekerasan (amuk) adalah respon atau perasaan marah dan bermusuhan yang kuat
disertai hilang kontrol dimana individu dapat merusak diri sendiri, orang lain dan
lingkugan.
Pada Tn.S yang menjadi respon maladaptif yaitu:
a. Menghindar dan menjadi pendiam
b. Bertengkar dengan keluarga
c. Melempar-lempar barang dan membakar kertas yang ada di rumah
Mekanisme koping yang sering digunakan pada klien dengan perilaku kekerasan
adalah :
1. Displacemen
Pengalihan emosi yang semula ditunjukkan pada seseorang atau benda kepada orang
lain yang biasanya netral atau lebih sedikit mengancam jiwanya
2. Sublimasi
Penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya dimana suatu masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami halangan dalam penyaluran secara normal
3. Proyeksi
Pengalihan unsur emosianal dari suatu pikiran yang menggangu dapat bersifat
sementara atau berjangka waktu
4. Persepsi
Mengesampingkan secara tidak sadar tentang suatu pikiran, impuls atau ingatan yang
menyakitkan atau bertentangan dari kesadaran seseorang.
Mekanisme koping yang dilakukan pada pasien Tn. S yaitu :
a. Menghindar
b. Berdiam diri
Pohon Masalah
Resiko Perilaku Kekerasan
Perilaku Kekerasan
B. TINDAKAN KEPERAWATAN
Tujuan khusus :
a. Membina hubungan saling percaya
Tindakan keperawatan :
1) Beri salam setiap berinteraksi
2) Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perawat berkenalan
3) Tanyakan dan panggil nama kesukaan klien
4) Tunjukkan sikap empati, jujur dan menepati janji setiap kali interaksi
5) Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien
6) Buat kontrak interaksi yang jelas
7) Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan perasaan klien
Tindakan keperawatan :
1) Motivasi klien untuk menceritakan penyebab rasa kesal atau jengkelnya
2) Dengarkan tanpa menyela atau member penilaian setiap ungkapan perasaan klien
Tindakan keperawatan :
1) Motivasi klien menceritakan jenis-jenis kekerasan yang selama ini pernah
dilakukannya
Tindakan keperawatan :
1) Diri sendiri
2) Orang lain/keluarga
3) Lingkungan
Tindakan keperawatan :
1) Apakah klien mau mempelajari cara baru mengungkapkan marah yang sehat
2) Jelaskan berbagai alternative pilihan untuk mengungkapkan marah selain
perilaku kekerasan yang diketahui klien.
a) Cara fisik : nafas dalam, pukul bantal atau kasur, olah raga
Tindakan keperawatan :
Diskusikan cara yang mungkin dipilih dan dianjurkan klien memilih cara yang
mungkin untuk mengungkapkan kemarahan
1) Latih klien mempergunakan cara yang dipilih
d) Beri pengertian pada klien, perbaiki cara yang masih belum sempurna
Tujuan khusus :
a. Membina hubungan saling percaya
Tindakan keperawatan:
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal/non verbal
2) Perkenalkan diri dengan sopan
Tindakan keperawatan:
1) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
Tindakan keperawatan:
1) Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit
Tindakan keperawatan:
1) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai
kemampuan:
a) Kegiatan mandiri
Tindakan keperawatan:
1) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yangtelah dilakukan
Tindakan keperawatan :
1) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien dengan
harga diri rendah
Aziz R. Dkk. (2003). Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang RSJDDR. Amino
Gunohutomo
Ernawati, Dalami. (2009). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa 1. Jakarta: Trans
Info Media
Fitria Nita. (2009). Prinsip Dasar dann Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta: Salemba Medika
Keliat Budi Ana. (1999). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi. 1 Jakarta : EGC
Purba, dkk. (2008). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Masalah Psikososial dan
Gangguan Jiwa. Medan: USU Press.
Stuart GW, Sundeen (1995). Princeples And Practice Of Psykiatric Nursing (S th ed). St Louis
mosby Year Book
Tim Dikrektorat Keswa. (2000). Standar Asuhan Keperawatan Jiwa Edisi 1. Bandung : RSJP
Bandung
BAB IV
PELAKSANAAN TINDAKAN
Bab ini membahas mengenai pelaksanaan tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada Klien
Tn. S, kelompok melakukan intervensi pada dua diagnosa keperawatan yakni : Resiko Perilaku
Kekerasan dan Harga Diri Rendah, yang dilakukan intervensi dari tanggal 25 Oktober 2017
sampai 3 November 2017.
A. Resiko Perilaku Kekerasan
Implementasi dari diagnosa keperawatan Resiko Perilaku Kekerasan dilaksanakan SP 1.
Tujuan umum klien dapat mengontrol perilaku kekerasan.
Pertemuan ke satu SP 1 dilaksanakan yakni hari Rabu, 25 Oktober 2017 pukul 10.10-
10.20 WIB. Implementasi yang dilakukan meliputi : membina hubungan saling percaya,
mendiskusikan penyebab perilaku kekerasan. Mendiskusikan tanda dan gejala perilaku
kekerasan, mendiskusikan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan, mendiskusikan akibat
perilaku kekerasan, melatih mencegah perilaku kekerasan dengan cara fisik: tarik napas
dalam, menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal kegiatan harian. Evaluasi dari
pertemuan ke satu diagnosa Resiko Perilaku Kekerasan: Subjektif : klien mengatakan
marah-marah jika tidak diberikan rokok oleh ibunya, klien mengatakan kalau marah
rasanya dada berdebar, tidak nyaman dan melempar gelas, klien mengatakan mengerti dan
paham cara mencegah perilaku kekerasan dengan tarik napas dalam, klien mengatakan
akan latihan tarik napas dalam. Objektif : klien tampak tenang dan mau mendengarkan
arahan perawat, klien mau dan mampu mempraktikkan cara mencegah perilaku kekerasan
dengan tarik napas dalam. Analisa : resiko perilaku kekerasan tidak terjadi . Planning,
untuk perawat: anjurkan klien melakukan tarik napas dalam untuk mencegah perilaku
kekerasan, untuk klien: anjurkan klien memasukkan cara mencegah perilaku kekerasan
dengan tarik napas dalam ke jadwal kegiatan harian.
Pertemuan kedua, SP II dilaksanakan yakni pada hari Kamis, 26 Oktober 2017 pukul
10.00-10.15 WIB. Implementasi yang dilakukan meliputi: mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien mencegah perilaku kekerasan secara fisik : tarik napas dalam, melatih pasien
mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik II, menganjurkan pasien memasukkan ke
dalam jadwal kegiatan harian. Evaluasi : dari pertemuan ke dua diagnosa Resiko Perilaku
Kekerasan, Subjektif : klien mengatakan sudah latihan tarik nafas dalam, mengerti cara
mencegah perilaku kekerasan yang kedua yaitu dengan pukul-pukul bantal, nanti akan
latihan cara mencegah perilaku kekerasan dengan cara pukul-pukul bantal, perasaaan nya
lebih senang. Objektif : klien tampak mau dan mampu mencegah perilaku kekerasan
dengan cara pukul-pukul bantal, mampu mencegah perilaku kekerasan dengan tarik napas
dalam, tenang, dan klien mampu menuliskan ke dalam jadwal kegiatan harian. Analisa :
Resiko Perilaku Kekerasan tidak terjadi. Planning, untuk perawat : anjurkan klien
melakukan pukul-pukul bantal untuk mengontrol perilaku kekerasan, untuk klien :
anjurkan klien memasukkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan pukul-pukul
bantal dalam ke jadwal kegiatan harian.
Pertemuan ketiga, SP III dilaksanakan yakni pada hari Jumat, 27 Oktober 2017 pukul
10.00-10.15 WIB. Implementasi yang dilakukan meliputi: mengevaluasi jadwal kegiatan
harian pasien, melatih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal,
menganjurkan memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. Evaluasi : dari pertemuan ke
tiga diagnosa Resiko Perilaku Kekerasan, Subjektif : klien mengatakan tidak ada rasa
untuk marah, sudah melakukan latihan mengontrol perilaku kekerasan dengan cara
memukul-mukul bantal, mengerti dan paham dengan cara mengontrol perilaku kekerasan
dengan cara bicara baik-baik, dan klien akan melakukan latihan cara mengontrol perilaku
kekerasan dengan berbicara baik-baik . Objektif : klien tampak klien tampak tenang,
mampu melakukan pukul-pukul bantal untuk mengontrol perilaku kekerasan, mau latihan
cara mengontrol perilaku kekerasan dengan bicara baik-baik, dapat memasukkan cara
mengontrol perilaku kekerasan dengan bicara baik-baik ke dalam jadwal kegiatan harian.
Analisa : resiko perilaku kekerasan tidak terjadi. Planning, untuk perawat : anjurkan klien
melakukan pukul-pukul bantal untuk mengontrol perilaku kekerasan, untuk klien :
anjurkan klien memasukkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara bicara baik-
baik ke jadwal kegiatan harian.
Pertemuan keempat dilakukan pada hari Sabtu, 28 Oktober 2017 pukul 11.00-11.15 WIB.
Implementasi yang dilakukan meliputi : mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien,
melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual, dan menganjurkan
pasien memasukkan dalam jadwal kegiatan harian. Evaluasi dari pertemuan keempat
diagnosa Resiko Perilaku Kekerasan, Subjektif : klien mengatakan tidak ada keinginan
untuk marah, sudah berlatih bicara secara baik-baik, mau untuk berlatih mengontrol
perilaku kekerasan dengan cara spiritual (membaca juz’amma), Objektif : klien tampak
tenang, mampu berlatih mengontrol perilaku kekerasan dengan membaca juz’amma, dapat
memasukkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual ke dalam jadwal
kegiatan harian. Analisa : resiko perilaku kekerasan tidak terjadi. Planning untuk perawat
: anjurkan klien membaca juz amma untuk mengontrol perilaku kekerasan, untuk klien :
anjurkan klien memasukkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan membaca juz
amma ke jadwal kegiatan harian.
Pertemuan kelima dilakukan pada hari Senin, 30 Oktober 2017 pukul 10.45-11.00 WIB.
Implementasi : mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien, melatih klien mengontrol
perilaku kekerasan dengan minum obat, menganjurkan pasien memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian. Evaluasi dari pertemuan pertama respon klien secara Subjektif : klien
mengatakan memahami obat yang diminum apa saja, berapa kali diminum, dan mengetahui
manfaat obat yang diberikan, sudah melakukan berlatih mengontrol perilaku kekerasan
dengan membaca juz ‘amma, Objektif : klien tampak tenang, kontak mata kurang,
mampu menjelaskan ulang obat yang diterima, dan klien sudah memasukkan kegiatan
meminum obat ke dalam jadwal kegiatan harian. Analisa : resiko perilaku kekerasan tidak
terjadi. Planning, untuk perawat : anjurkan klien untuk mengulangi semua latihan yang
telah diajarkan untuk mengontrol perilaku kekerasan, untuk klien : anjurkan klien
memasukkan cara mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat ke jadwal kegiatan
harian.
Pertemuan kedua, SP II dilaksanakan yakni hari Jumat, 3 November 2017 pukul 10.00-
10.15 WIB. Implementasi yang dilakukan meliputi : mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien, melatih kemampuan kedua, menganjurkan pasien memasukkan ke dalam jadwal
kegiatan harian, Evaluasi dari pertemuan ke dua diagnosa HDR adalah : subjektif : klien
mengatakan senang berbincang-bincang dengan perawat, mau untuk membereskan tempat
tidur, dan senang dalam melakukan kegiatan membereskan tempat tidur. Objektif : Klien
tampak mau untuk merapihkan tempat tidur, bicara seperlujnya, sering menunduk, dan
kontak mata kurang.
Analisa : Harga diri rendah teratasi. Planning, untuk perawat : anjurkan klien melakukan
kegiatan merapihkan tempat tidur, untuk klien : anjurkan memasukkan kegiatan ke dalam
jadwal kegiatan harian.
BAB V
PEMBAHASAN
Kesesuain Antara Teori dan Kasus pada bab ini kelompok akan membahas tentang
keberhasilan tindakan yang telah dilakukan dan hambatan yang ditemukan selama berinteraksi
dengan klien dan pemecahan masalah yang telah dilakukan serta membandingkan antara teori
dan kasus yang ditemukan serta menganalisa sejauh mana faktor penghambat dan altrenatif,
dalam memberikan, asuhan keperawatan pada Tn. S dengan resiko perilaku kekerasan dari
tanggal 25 Oktober-3 November 2017.
Menurut teori ada 2 diagnosa keperawatan yang muncul, namun dari kajian analisa data
ditemukan pada Tn. S mengalami 6 masalah keperawatan yakni harga diri rendah, koping
keluarga inefektif, koping individu inefektif, regimen terapeutik inefektif, perilaku kekerasan dan
resiko perilaku kekerasan. Dalam menentukan diagnosa hambatan-hambatan yang dihadapi
ialah sulitnya mendapatkan informasi dari klien karena klien kurang terbuka saat ditanyakan
mengenai perilaku kekerasan yang dilakukan dan sulit mencari informasi yang akurat karena
pengkaji tidak diperbolehkan melihat status klien. Waktu yang terbatas dalam pengkajian serta
perumusan masalah diambil berdasarkan diagnosa here and now maka kami mengangkat
diagnosa perilaku kekerasan sebagai masalah karena masalah ini dianggap megancam klien.
1. Resiko Perilaku Kekerasan
Pada pengkajian teoritis pada klien dengan diagnosa keperawatan resiko perilaku kekerasan,
secara umum terdapat data sebagai berikut:
Data subjektif: klien mengatakan pernah melakukan tindakan kekerasan, klien mengatakan
merasa orang lain mengancam, dan klien mengatakan orang lain jahat. Data Objektif: Muka
tampak marah, mata melotot, tegang saat berbicara, nada suara tinggi, sering mengepalkan
tangan, mengatupkan rahangnya, dan jalan mondar-mandir.
Sedangkan data yang di dapat dari Tn. S ialah: Data Subjektif: Klien mengatakan dibawa ke
RS karena melempar-lempar barang, klien mengatakan marah-marah karena tidak diberikan
rokok oleh ibunya, klien juga pernah dibawa ke RS karena hal yang sama.
Berdasarakan data yang didapat, kami memberikan implementasi dalam bentuk SP 1-4 P
Resiko perilaku kekerasan.
2. Harga diri rendah
Pada pengkajian teoritis pada klien dengan diagnosa keperawatan harga diri rendah, secara
umum terdapat data sebagai berikut:
Data subjektif: Perasaan tidak mampu, pandangan hidup yang pesimis, perasaan lemah dan
takut, penolakkan terhadap kemampuan diri sendiri, pengurungan diri/ menjelekan diri
sendiri, hidup yang bipolarisasi, ketidakmampuan menentukan tujuan, mengungkapkan
kegagalan pribadi, dan merasionalkan penolakan.
Data Objektif: produktif menurun, perilaku destruktif pada diri sendiri dan orang lain,
penyalahgunaan zat, manarik diri dari hubungan social, ekspresi wajah malu dan rasa
bersalah, menunjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar makan), dan tampak mudah
tersinggung/ mudah marah.
Sedangkan data yang didapat dari Tn. S ialah: Data subjektif: Klien mengatakan merasa
tidak mampu untuk bekerja karena takut bila bekerja akan marah-marah, ibu klien juga
melarang klien untuk bekerja di luar rumah karrena takut klien marah-marah, dan klien
mengatakan klien anak pertama dari 4 bersaudara namun klien merasa sebagai anak pertama
tidak dapat menafkahi keluarga dengan layak untuk menggantikan ayahnya yang sudah
meninggal.
Data Objektif: klien tampak sering menyendiri, kontak mata berkurang, pembicaraan yang
melambat dan menunduk.
Berdasarakan data yang didapat, kami memberikan implementasi dalam bentuk SP 1 dan 2 P
harga diri rendah
BAB VI
PENUTUP
A Kesimpulan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan
(Fitria, 2009).
Menurut teori ada 2 diagnosa keperawatan yang muncul, namun dari kajian analisa
data ditemukan pada Tn. S mengalami 6 masalah keperawatan yakni harga diri rendah,
koping keluarga inefektif, koping individu inefektif, regimen terapeutik inefektif, perilaku
kekerasan dan resiko perilaku kekerasan. Dalam menentukan diagnosa hambatan-hambatan
yang dihadapi ialah sulitnya mendapatkan informasi dari klien karena klien kurang terbuka
saat ditanyakan mengenai perilaku kekerasan yang dilakukan dan sulit mencari informasi
yang akurat karena pengkaji tidak diperbolehkan melihat status klien. Waktu yang terbatas
dalam pengkajian serta perumusan masalah diambil berdasarkan diagnosa here and now
maka kami mengangkat diagnosa perilaku kekerasan sebagai masalah karena masalah ini
dianggap megancam klien.
Diagnosa harga diri rendah dilakukan sesuai teori SP 1P dan SP 2P dan diagnosa resiko
perilaku kekerasan dilakukan sesuai teori SP 1P hingga SP 4P. Semua intervensi yang
dilakukan melalui masing-masing strategi pelaksanaan tindakan secara bergantian sesuai
kondisi klien. Faktor yang mendukung keberhasilan yaitu klien cukup kooperatif, sehingga
mudah untuk melakukan apa yang dilakukan oleh perawat.
B Saran
Saran kami bagi perawat baik itu mahasiswa atau perawat ruangan untuk harus lebih
sabar dan telaten dalam memberikan asuhan keperawatan jiwa kepada klien-klien agar
meningkatkan mutu pelayanan dan derajat kesehatan di Indonesia dalam hal ini perlu
perhatian perawat dalam melihat diagnosa resiko perilaku kekerasan agar tidak terjadi
kekambuhan.