Anda di halaman 1dari 83

MODUL KEPERAWATAN JIWA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PERILAKU


KEKERASAN

Dosen Pengampu :

1. Sri Martini, S.Pd, S.Kp, M.Kes


2. Dr. Ira Kusumawaty, S.Kp, M.Kep, MPH
3. Sri Endriyani, S.Kep, Ns, M.Kep
4. Marta Pastari, S.Kep, Ns, M.Kes

Disusun Oleh : kelompok 2


Tingkat 2A

1. Fanisa Amalia Safitri (PO7120119032)


2.Febriani Suci Priadi (PO7120119034)
3.Fholsen Frohansen (PO7120119036)
4.Fitria Oktaviani (PO7120119037)
5.Indah Wahyuni (PO7120119043)

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


PRODI DIII KEPERAWATAN PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
MODUL KEPERAWATAN JIWA
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PERILAKU
KEKERASAN

Dosen Pengampu :

1. Sri Martini, S.Pd, S.Kp, M.Kes


2. Dr. Ira Kusumawaty, S.Kp, M.Kep, MPH
3. Sri Endriyani, S.Kep, Ns, M.Kep
4. Marta Pastari, S.Kep, Ns, M.Kes

POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG


PRODI DIII KEPERAWATAN PALEMBANG
TAHUN AKADEMIK 2020/2021

2
3
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kepada Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah Keperawatan Jiwa
dengan judul : Modul Keperawatan Jiwa Asuhan Keperawatan pada Pasien
Perilaku Kekerasan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki.
Oleh karena itu kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan
kritik yang membangun dari berbagai pihak. Kami berharap semoga makalah ini
dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Palembang, 09 Juni 2021


Penulis

4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang..................................................................................4
1.2       Rumusan Masalah.............................................................................3
1.3       Tujuan ..............................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
2.1    Konsep Dasar Perilaku Kekerasan.....................................................6
2.2     Konsep Dasar Asuhan Keperawatan.........................................23
2.3    Asuhan Keperawatan pada Pasien Perilaku Kekerasan..........38
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................76
3.2 Saran................................................................................................76
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................78
LAMPIRAN SOAL................................................................................81

5
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan
jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan suatu hal
yang di butuhkan oleh semua orang. Kesehatan jiwa adalah perasaan sehat dan
bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain
sebagai mana adanya. Serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan
orang lain (Kemenkes, 2013).
Menurut Sekretaris Jendral Dapertemen Kesehatan (Sekjen Depkes), H.
Syafii Ahmad, kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi
setiap negara termasuk Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan
teknologi informasi memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya
pada masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang
sama untuk menyusuaikan dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik
dan stres tersebut (Diktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Pelayanan Medik
Dapertemen Kesehatan, 2017).
Gangguan jiwa yaitu suatu sindrom atau pola perilaku yang secara klinis
bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan menimbulkan
gangguan pada satu atau lebih fungsi kehidupan manusia (Keliat, 2014). Upaya
Kesehatan Jiwa adalah setiap kegiatan untuk mewujudkan derajat kesehatan jiwa
yang optimal bagi setiap individu, keluarga, dan masyarakat dengan pendekatan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diselenggarakan secara
menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah,
atau masyarakat (UU Kesehatan Jiwa, 2014).
Setiap saat dapat terjadi 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak
permasalahan jiwa, syaraf maupun perilaku dan jumlahnya terus meningkat. Pada
study terbaru WHO di 14 negara menunjukkan bahwa pada negaranegara
berkembang, sekitar 76-85% kasus gangguan jiwa parah tidak dapat pengobatan
apapun pada tahun utama (Hardian, 2018).

Skizofrenia adalah suatu gangguan jiwa yang ditandai dengan penurunan


atau ketidakmampuan berkomunikasi, gangguan realita (halusinasi dan waham),
afek yang tidak wajar atau tumpul, gangguan kognitif (tidak mampu berfikir

6
abstrak) dan mengalami kesukaran melakukan aktivitas sehari-hari (Keliat,2014).
Seorang yang mengalami skizofrenia terjadi kesulitan berfikir dengan benar,
memahami dan menerima realita, gangguan emosi/perasaan, tidak mampu
membuat keputusan, serta gangguan dalam melakukan aktivitas atau perubahan
perilaku. Klien skizofrenia 70% mengalami halusinasi (Stuart, 2014).
Halusinasi merupakan keadaan seseorang mengalami perubahan dalam pola
dan jumlah stimulasi yang diprakarsai secara internal atau eksternal disekitar
dengan pengurangan, berlebihan, distorsi, atau kelainan berespon terhadap setiap
stimulus (Townsend, 2009 dalam Pardede, Keliat, & Yulia, 2015). Halusinasi
pendengaran paling sering terjadi ketika klien mendengar suarasuara, suara
tersebut dianggap terpisah dari pikiran klien sendiri. Isi suarasuara tersebut
mengancam dan menghina, sering kali suara tersebut memerintah klien untuk
melakukan tindakan yang akan melukai klien atau orang lain (Nyumirah, 2015).
Berdasar kan data dari medical record BPRS dari makasar provinsi
sulawesi selatan menunjukan pasien halusinasi yang dirawat pada tiga tahun
terakhir sebagai berikut: pada tahun 2006 jumlah pasien 8710 dengan halusinasi
sebanyak 4340 orang (52%), tahun 2007 jumlah pasien 9245 dengan halusinasi
sebanyak 4430 orang (49%), tahun 2008 ( januari-maret) jumlah pasien 2294
dengan halusinasi sebanyak 1162 orang. Agar perilaku kekerasan tidak terjadi pada
klien halusinasi maka sangat di butuh kan asuhan keperawatan yang
berkesinambungan.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas dan sebagai tugas untuk
memahami keperawatan jiwa tentang maraknya kejadian halusinasi, maka perlu
kiranya untuk membahas masalah gangguan jiwa dengan halusinasi menggunakan
Asuhan Keperawatan Jiwa pada pasien Halusinasi.

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana konsep dasar perilaku kekerasan?
2. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan?
3. Bagaimana contoh dari asuhan keperawatan dengan pasien perilaku kekerasan ?
7
1.3 Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui konsep dasar perilaku kekerasan
2. Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan.
3. Untuk mengetahui contoh dari asuhan keperawatan dengan pasien h

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Dasar Perilaku Kekerasan

8
2.1.1 Definisi Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan emosi yang merupakan
campuran perasaan frustasi dan benci atau amarah. Hal ini didasari
keadaan emosi secara mendalam dari setiap orang sebagai bagian
penting dari keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke
lingkungan, kedalam diri atau secara destruktif‟. (Paatricia D. Barry
1998, Dalam Yosep 2014: 151)

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan emosi yang merupakan


campuran perasaan frustasi dan benci atau marah. Perilaku kekerasan
dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dari marah atau ketakutan
(panic). Perilaku agresif dan perilaku kekerasan itu sendiri sering
dipandang sebagai suatu rentang, dimana agresif verbal suatu sisi dan
perilaku kekerasan di sisi yang lain‟. (Patricia dalam Yosep, 2010).
Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon marah yang
diekspresikan dengan melakukan ancaman, mencederai orang lain, dan
atau merusak lingkungan. Respon tersebut biasanya muncul akibat
adanya stressor. Respon ini dapat menimbulkan kerugian baik diri
sendiri, orang lain, maupun lingkungan (Keliat B.A, 2011:
180).Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik
kepada diri sendiri maupun orang lain. Sering juga disebut gaduh
gelisah atau amuk dimana seseorang marah terhadap suatu stressor
dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol‟. (Yosep, dalam
Damaiyanti, 2012: 95).

Jadi dari beberapa pengertian di atas, penulis dapat menarik kesimpulan


bahwa perilaku kekerasan adalah ungkapan perasaan marah dan
bermusuhan yang mengakibatkan hilangnya kontrol diri dimana
individu bisa berperilaku menyerang atau melakukan suatu tindakan
yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

2.1.2 Etiologi
2.1.2.1 Rentang respon marah
9
Menurut (Yosep, dalam Damaiyanti, 2012: 95). perilaku
kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan
kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik.
Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk komunikasi dan
proses penyampaian pesan dari individu. Orang yang
mengalami kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan pesan
bahwa ia “tidak setuju, tersinggung, merasa tidak dianggap,
merasa tidak dituruti atau diremehkan”. Rentang respon
kemarahan individu dimulai dari respon normal (asertif)
sampai pada respon sangat tidak normal
(maladaptif).
Respon Respon

Adaptif Maladaftif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar 2.1.Skema Rentang Respon Terhadap Kemarahan


(Damaiyanti, 2012: 96)

Keterangan:
a. Asertif
Klien dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan
orang lain dan memberikan kelegaan.
b. Frustasi
Klien gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan
tidak dapat menemukan alternatif.
c. Pasif
Klien tidak dapat mengungkapkan perasaannya, tidak
berdaya dan menyerah
d. Agresif
Klien mengekspresikan secara fisik, tapi masih terkontrol,
mendorong orang lain dengan ancaman.
e. Kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat dan hilang
kontrol, disertai amuk, merusak lingkungan.
10
Rentang kemarahan dapat berfluktasi dalam rentang adaptif sampai maladaptif.
Rentang respon kemarahan (Keliat, 2003) dapat digambarkan sebagai berikut :

Respon adaptif Respon Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Ngamuk


(kekerasan)

Assertif Mengungkapkan Karakter assertif sebagai berikut :


marah tanpa menyakiti, 1. Moto dan Kepercayaan : yakni bahwa
melukai perasaan orang diri sendiri berharga demikian juga
lain, tanpa orang lain. Assertif bukan berarti
merendahkan harga diri selalu menang, melainkan dapat
orang lain menangani

situasi secara efektif. Aku punya


hak, demikian juga orang lain.
2 Pola komunikasi : efektif,
. pendengar yang aktif. Menetapkan
batasan dan harapan. Mengatakan
pendapat sebagai hasil observasi
bukan penilaian. Mengungkapkan
diri secara langsung dan jujur.
Memperhatikan perasaan orang
lain.
3 Karakteristik : tidak menghakimi.
. Mengamati sikap daripada
menilainya. Mempercayai diri
sendiri dan orang lain. Percaya diri,
memiliki kesadaran diri, terbuka,
fleksibel, dan akomodatif.
Selera humor yang baik, mantap,
proaktif, inisiatif. Berorientasi pada
tindakan. Realistis dengan cita-cita
mereka.

11
4 Isyarat bahasa tubuh (non-verbal
. cues), terbuka, dan gerak-gerik
alami. Atentif , ekspresi wajah yang
menarik, kontak mata yang
langsung, percaya diri. Volume
suara yang sesuai. Kecepatan bicara
yang beragam.
5 Isyarat Bahasa (Verbal
. Cues) a. “Aku
memilih untuk...”
b. “Alternatif apa yang kita miliki?”
6 Konfrontasi dan Pemecahan
. Masalah
2 Bernegosiasi, menawar,
menukar, dan kompromi
3 Mengkonfrontir, masalah pada
saat
terjadi
4 Tidak ada perasaan negatif yang
muncul.
7 Perasaan yang dimiliki, yaitu :
.

antusiame, mantap, percaya diri dan


harkat diri, terus termotivasi, tahu
dimana mereka berdiri (Keliat, 1996)

12
Gaya komunikasi dengan Pendekatan yang harus dilakukan
orang assertif terhadap orang-orang dengan karakter
assertif ini adalah :
2 Hargai mereka dengan mengatakan
bahwa pandangan yang akan kita
sampaikan barangkali telah pernah
dimiliki oleh mereka sebelumnya.
3 Sampaikan topik dengan rinci dan
jelas karena mereka adalah
pendengar yang baik.
4 Jangan membicarakan sesuatu yang
bersifat penghakiman karena mereka
adalah orang yang sangat
menghargai setiap pendapat orang
lain.
5 Berikan mereka kesempatan untuk
meyampaikan pokok-pokok pikiran
dengan tenang dan runtun.
6 Gunakan intonasi suara variatif
karena mereka menyukai hal ini.
7 Berikan beberapa alternatif jika
menawarkan sesuatu karena mereka
tidak suka sesuatu yang berifat kaku.
8 Berbicaralah dengan penuh percaya
diri agar dapat mengimbangi
mereka.

Frutasi Adalah respon yang Frustasi dapat dialami sebagai suatu


timbul akibat gagal ancaman dan kecemasan. Akibat dari
mencapai tujuan atau ancaman tersebut dapat menimbulkan
keinginan. kemarahan.
Pasif Sikap permisif / pasif Salah satu alasan orang melakukan
adalah respon dimana permisif / pasif adalah karena takut /
individu tidak mampu malas / tidak mau terjadi konflik.
mengungkapkan
perasaan yang dialami ,
sifat tidak berani
mengemukakan
keinginan dan pendapat
sendiri, tidak ingin terjadi
konflik karena takut akan
tidak disukai atau
menyakiti perasaan orang
lain.

13
Agresif Sikap agresif adalah sikap Perilaku agresif sering bersifat
membela diri sendiri menghukum, kasar, menyalahkan, atau
dengan melanggar hak menuntut. Hal ini termasuk mengancam,
orang lain melakukan kontak fisik, berkata-kata
kasar, komentar menyakitkan dan juga
menjelek - jelekkan orang lain
dibelakang. Sikap agresif merupakan
perilaku yang menyertai marah namun
masih dapat dikontrol. Orang agresif
biasanya tidak mau mengetahui hak
orang lain. Dia berpendapat bahwa
setiap orang harus bertarung untuk
mendapatkan kepentingan sendiri.
Agresif memperlihatkan permusuhan,
keras dan menuntut, mendekati orang
lain dengan ancaman, memberi kata
ancaman tanpa niat melukai.Umumnya
klien masih dapat mengontrol perilaku
untuk tidak melukai orang lain.

Kekerasan Disebut sebagai gaduh Perilaku kekerasan ditandai dengan


gelisah atau amuk menyentuh orang lain secara
menakutkan, memberi kata-kata
ancaman melukai disertai melukai di
tingkat ringan dan yang paling berat
adalah melukai merusak secara serius.
Klien tidak mampu mengendalikan diri .
mengamuk adalah rasa marah dan
bermusuhan yang kuat disertai
kehilangan kontrol diri. Pada keadaan
ini, individu dapat merusak dirinya
sendiri maupun terhadap orang lain
(Keliat, 2002).

Kemarahan diawali oleh adanya stressor yang berasal dari


internal atau eksrernal. Stressor internal seperti penyakit,
hormonal, dendam, kesal. Sedangkan stressor eksternal
bisa berasal dari ledekan, cacian, makian hilangnya benda
berharga, tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya.
Keberhasilan individu dalam berespon terhadap
kemarahan dapat menimbulkan respon asertif. Respon
menyesuaikan merupakan respon adaptif. Kemarahan atau
14
rasa tidak setuju yang dinyatakan atau diungkapkan tanpa
menyakiti orang lain akan memberi kelegaan pada
individu dan tidak akan menimbulkan masalah.
Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat
menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau respon
melawan dan menentang. Respon melawan dan
menentang merupakan respon yang maladaftif yaitu
agresifkekerasan. Frustasi adalah respon yang terjadi
akibat gagal mencapai tujuan. Dalam keadaan ini tidak
ditemukan alternatif lain. Pasif adalah suatu keadaan
dimana individu tidak mampu untuk mengungkapkan
perasaan yang sedang dialami untuk menghindari suatu
tuntutan nyata. Agresif adalah perilaku yang menyertai
marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam
bentuk destruktif dan masih terkontrol. Sedangkan
kekerasan adalah perasaan marah dan bermusuhan yang
kuat disertai kehilangan kontrol diri. Individu dapat
merusak diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.

2.1.2.2 Faktor predisposisi dan faktor presipitasi dari perilaku


kekerasan (Yosep, dalam Damaiyanti, 2012 : 99) yaitu:
a. Faktor Predisposisi
1) Teori Biologis
a) Neurologic factor beragam komponen dari sistem
syaraf seperti sinap, neurotransmitter, dendrit,
akson terminalis mempunyai peran memfasilitasi
atau menghambat rangsangan dan pesan pesan
yang akan mempengaruhi sifat sifat agresif.
Sistem limbik sangat terlibat dalam menstimulasi
timbulnya perilaku bermusuhan dengan respon
agresif.

15
b) Genetic factor adalah adanya gen yang diturunkan
melalui orang tua, menjadi potensi perilaku
agresif. Menurut riset Kazuo murakami dalam
Damayanti (2012:100) menerangkan bahwa
dalam gen manusia terdapat dormant (potensi)
agresif yang sedang tidur akan bangun jika
terstimulasi oleh faktor eksternal. Menurut
penelitian genetic tipe karyotype XYY, pada
umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak
kriminal serta orang orang yang tersangkut hukum
akibat perilaku agresif.
c) Cycardian Rhytm adalah (irama sirkadian tubuh),
memegang peranan pada individu. Menurut
penelitian pada jam jam sibuk seperti menjelang
masuk kerja dan menjelang berakhirnya pekerjaan
sekitar jam 9-13. Pada jam tertentu orang lebih
mudah terstimulasi untuk bersikap agresif.
d) Biochemistry factor adalah (Faktor biokimia
tubuh) seperti neurotransmitter di otak (epineprin,
norepineprin, dopamine, asetilkolin dan serotonin)
sangat berperan dalam penyampaian informasi
melalui sistem persyarafan dalam tubuh, adanya
stimulus dari luar tubuh yang dianggap
mengancam atau membahayakan akan dihantar
melalui impuls neurotransmitter ke otak dan
meresponnya melalui serabut efferent.
Peningkatan hormone androgen dan norepineprin
serta penurunan serotonin dan GABA pada cairan
serebrospinal vertebra dapat menjadi faktor
predisposisi terjadinya perilaku agresif.
e) Brain area disorder adalah gangguan pada sistem
limbik dan lobus temporal, sindrom otak organik,
tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis,
epilepsi ditemukan sangat berpengaruh terhadap
perilaku agresif dan tindak kekerasan.

16
2.) Teori Psikologis
a) Teori psikoanalisa adalah agresivitas dan
kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh
kembang seseorang (life span history).
Teori ini menjelaskan bahwa adanya
ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun
dimana anak tidak mendapat kasih sayang dan
pemenuhan kebutuhan air air susu yang cukup
cenderung mengembangkan sikap agresif dan
bermusuhan setelah dewasa sebagai kompensasi
adanya ketidakpercayaan pada lingkungannya.
Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat
mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan
membuat konsep diri yang rendah. Perilaku agresif
dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaannya
dan rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.
b) Imitation,modeling and information processing
theory menurut teori ini perilaku kekerasan bisa
berkembang dalam lingkungan yang mentolelir
kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku
yang ditiru dari media atau lingkungan sekitar
memungkinkan individu meniru perilaku tersebut.
Dalam suatu penelitian beberapa anak
dikumpulkan untuk menonton tayangan pemukulan
pada boneka dengan reward positif pula (makin
keras pukulannya akan diberi coklat), anak lain
menonton tayangan cara mengasihi dan mencium
boneka tersebut dengan reward positif pula (makin
baik belaiannya mendapat hadiah coklat).
Setelahanak-anak keluar dan diberi boneka
ternyata masingmasing anak berperilaku sesuai
dengan tontonan yang pernah dialaminya.
c) Learning theory adalah perilaku kekerasan
merupakan hasil belajar individu terhadap
lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana
17
respon ayah saat menerima kekecewaan dan
mengamati bagaimana respon ibu saat marah. Ia
juga belajar bahwa agresivitas lingkungan sekitar
menjadi peduli, bertanya, menanggapi, dan
menganggap bahwa dirinya eksis dan patut untuk
diperhitungkan.

2.1.2.3 Faktor presipitasi


Menurut Yosep dalam Damaiyanti (2012:101) , faktorfaktor
yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan seringkali
berkaitan dengan:
a) Ekspresi diri, ingin menunjukkan misalnya: eksistensi
diri atau simbolis solidaritas seperti dalam sebuah
konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian dan sebagainya
b) Ekspresi dari tidak terpenuhinnya kebutuhan dasar dan
kondisi sosial ekonomi.
c) Kesulitan dalam mengasumsikan sesuatu dalam
keluarga serta tidak membiasakan dialog untuk
memecahkan masalah cenderung melakukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
d) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi
penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak
mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi
rasa frustasi.
e) Kematian anggota keluarga yang terpenting,
kehilangan pekerjaan, perubahan tahap perkembangan
keluarga.

2.1.3 Patofisiologi Terjadinya Marah

Ancaman atau kebutuhan

Stres
18
Cemas

Marah

Merasakuat Mengungkapkan secara vertikal Merasa tidak adekuat

Menantang Menjaga keutuhan Menantang orang lain

Masalah tidak selesai Lega Mengingkari marah

Masalah berkepanjangan Ketegangan menurun


Marah tak terungkap
Rasamarah teratasi

Muncul rasa bermusuhan

Rasa bermusuhan menahun

Marah pada diri sendiri Marah pada orang lain/lingkungan

Depresi/psikosomatik Agresif/mengamuk

Gambar 2.2 Skema Patofisiologi terjadinya marah


(Beck, Rawlins, Williams, 1986 dikutip oleh Keliat dan Sinaga,1991 dalam
Yusuf, 2015: 130)
Amuk merupakan respons kemarahan yang paling maladaptif ditandai
dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai hilangnya
kontrol, yang individu dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau
lingkungan. Amuk adalah respon marah terhadap adanya stress, rasa
cemas, harga diri rendah, rasa bersalah, putus asa, dan
ketidakberdayaan.

Respons marah dapat diekspresikan secara internal atau eksternal.


Secara internal dapat berupa perilaku yang tidak asertif dan merusak

19
diri, sedangkan secara eksternal dapat berupa perilaku destruktif
agresif.

Mengekspresikan rasa marah dengan perilaku konstruktif dengan


menggunakan kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa
menyakiti orang lain akan memberikan kelegaan pada individu.
Apabila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku agresif dan
menantang, biasanya dilakukan karena ia merasa kuat. Cara ini
menimbulkan masalah yang berkepanjangan dan dapat menimbulkan
tingkah laku yang destruktif dan amuk. (Yusuf, 2015: 131).
2.1.4 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala perilaku kekerasan (Direja, 2011: 132) yaitu:
1. Fisik
Mata melotot/pandangan tajam, tangan mengepal, rahang
menutup, wajah memerah dan tegang, serta postur tubuh kaku.
2. Verbal
Mengancam, mengumpat dengan kata-kata kotor, berbicara
dengan nada keras, kasar, ketus.

3. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain,
merusak lingkungan, amuk/agresif.
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu,
dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk,
ingin berkelahi, menyalahkan, dan menuntut.
.5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan
tidak jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
.6. Spritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak
bermoral, dan kreativitas terhambat.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,
dan sindiran.
.8. Perhatian
20
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual.
9. Tanda ancaman kekerasan adalah: Tanda ancaman
kekerasan (Yusuf, 2015) yaitu:
a. Tindakan kekerasan belum lama, termasuk kekerasan
terhadap barang milik sendiri dan orang lain.
b. Ancaman verbal atau fisik.
c. Membawa sejata atau benda lain yang dapat digunakan
sebagai senjata (misalnya: garpu, asbak).
d. Agitasi psikomotor progresif.
e. Intoksikasi alkohol atau zat lain.
f. Ciri paranoid pada klien psikotik.
g. Halusinasi perilaku kekerasan tetapi tidak semua klien
berada pada resiko tinggi.
h. Penyakit otak, global, atau dengan temuan lobus fantolis,
lebih jarang pada temuan lobus temporalis (kontroversial).
i. Kegembiraan katatonik.
j. Episode manik tertentu.
k. Episode depresi teragitasi tertentu.
l. Gangguan kepribadian (kekerasan, penyerangan, atau
diskontrol impuls).

2.1.5 Proses Terjadinya Perilaku Kekerasan


Faktor predisposisi dan faktor presipitasi dari perilaku kekerasan
(Yosep, 2014: 251) yaitu:
2.1.5.1 Faktor Predisposisi
a. Teori Biologis
1) Neurologic factor yaitu beragam komonen dari sistem
syaraf seperti sinap, neurotransmitter, dendrit,
akson terminalis mempunyai peran
mempasilitasi atau menghambat rangsangan dan
pesan-pesan yang mempengaruhi sifat agresif. Sistem
limbik sangat terlibat dalam menstimulasi timbunya
perilaku bermusuhan dan respon agresif
2) Genetic factor yaitu adanya faktor gen yang di
turunkan melalui orang tua, menjadi potensi perilaku
agresif
21
3) Cycardian rytim (irama sikardian tubuh) memmegang
peranan pada individu. Menurut penelitian pada jam-
jam sibuk seperti menjelang masuk kerja dan
menjelang berakhir pekerjaan sekitar jam 9 dan jam
13 pada jam tertentu orang mudah terstimulasi untuk
bersikap agresif
4) Biochemistry factor (faktor biokimia tubuh) seperti
neurotransmitter di otak (epineprin, norepineprin,
dopamine, assetilkolin dan serotonin) sangat berperan
dalam penyampaian informasi melalui sistim
persarapan dalam tubuh, adanya stimulus dari luar
tubuh yang di anggap mengancam atau
membahayakan akan dihantar melalui implus
neurotransmitter ke otak dan meresponnya melalui
serabut efferent, peningkatan hormone androgen dan
norepineprin serta penurunan serotoin dan GABA
pada cairan cerebrospinal vertebra dapat menjadi
faktor predisposisi terjadinya perilaku agresif.
5) Brain area disorder yaitu gangguan pada system
limbic dan lobus temporal sindrom otak organik,
tumor otak, trauma otak, penyakit ensepatis, epilepsy
di temukan sangat berpengaruh terhadap perilaku
agresif dan tindak kekerasan
b. Teori psikologis
1) Teori psikofarmakologi yaitu agresivitas dan
kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh
kembang seseorang (life span histori). Teori ini
menjelaskan bahwa adanya ketidakpuasan fase oral
antara usia 0 - 2 tahun di mana anak tidak mendapat
kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan air susu yang
cukup cenderung menggembangkan sikap agresif. dan
bermusuhan setelah dewasa sebagai kompensasi
adanya ketidakberdaayaan pada lingkungan. Tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang
rendah.

22
2) Imitation, modeling, and information prosessing
teori yaitu menurut teori ini perilaku kekerasan bisa
berkembang dalam lingkungan yang mentolelir
kekerasan, adanya contoh model dan perilaku yang
ditiru dari media atau lingkungan sekitar
memungkinkan individu meniru perilaku tersebut.
Dalam suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan
untuk menonton tayangan pemukulan akan diberi
coklat.
3) Learning theory yaitu perilaku kekerasan merupakan
hasil belajar individu terhadap lingkungan
terdekatnya, ia mengamati bagaimana respon ayah
menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana
respon ibu saat marah.
4) Teori sosiokultural
Dalam budaya tertentu seperti rebutan berkah,
rebutan uang receh, sesaji atau kotoran kerbau di
keraton, serta ritual-ritual yang cenderung mengarah
kepada kemusyrikan secara tidak langsung turut
memupuk sikap agresif dan ingin menang sendiri.
Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan
menerima perilaku kekerasan sebagai cara
penyelasaian masalah dalam masyarakat merupakan
faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan. Hal
ini dipicu juga dengan maraknya demonstrasi, film-
film kekerasan, mistik, tahayul, dan perdukunan
(santet, teluh) dalam tayangan televisi.
5) Aspek religiusitas
Dalam tinjauan religiusitas, kemarahan dan
agresivitas merupakan dorongan dan bisikan setan
yang sangat menyukai kerusakan agar manusia
menyesal (devil support). Semua bentuk kekerasan
adalah bisikan syetan melalui pembuluh darah ke
jantung, otak dan organ vital manusia lain yang
dituruti manusia sebagai bentuk kompensasi bahwa
kebutuhan dirinya terancam dan harus segera
23
dipenuhi tetapi tanpa melibatkan akal dan norma
agama.
2.1.5.2 Faktor Presipitasi
Faktor-faktor presipitasi dari perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2014: 253) yaitu:
a. Ekspansi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak
bola, geng sekolah, perkelahian massal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan
kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam
keluarga serta tidak membiasakan dialog dalam
menyelesaikan masalah cenderung melakukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan menempatkan dirinya sebagai seorang
dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku antisosial meliputi
penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak mampu
mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan
tahap perkembangan keluarga.
Hal-hal yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan atau
penganiayaan (Fitria,2014) antara lain sebagai berikut:
1) Kesulitan kondisi sosial ekonomi.
2) Kesulitan dalam mengomunikasikan sesuatu.
3) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuannya dalam menempatkan diri sebagai
orang yang dewasa.
4) Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisosial seperti
penyalahgunaan obat dan alkohol serta tidak mampu
mengontrol emosi pada saat menghadapi rasa frustasi.
5) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau
perubahan tahap perkembangan keluarga.
24
2.1.6 Penatalaksanaan
2.6.1.1 Tindakan Keperawatan
Yosep mengemukakan cara khusus yang dapat dilakukan
oleh keluarga dalam mengatasi marah klien yaitu:
a. Berteriak, menjerit, memukul, terima marah klien, diam
sebentar, arahkan klien untuk memukul barang yang
tidak mudah rusak seperti bantal, kasur.
b. Latihan relaksasi
Bantu klien latihan relaksasi misalnya latihan fisik
maupun olahraga. Latihan pernafasan 2x/hari, tiap kali
10 kali tarikan dan hembusan nafas..
2.6.1.2 Terapi Medis
Psikofarmakologi adalah terapi menggunakan obat dengan
tujuan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala
gangguan jiwa.
terapi farmakologi yang dapat diberikan untuk klien dengan
perilaku kekerasan (Yosep,2014: 156) adalah:
a. Antianxiety dan Sedative-hipnotics. Obat-obatan ini
dapat digunakan mengendalikan agitasi yang kuat.
Benzodiazepines seperti lorazepam dan clonazepam,
sering digunakan dalam kedaruratan psikiatrik untuk
menenangkan perlawanan klien. Tapi obat ini tidak
direkomendasikan untuk penggunaaan dalam waktu
lama karena dapat menyebabkan kebingungan dan
ketergantungan, juga bisa memperburuk
simptomdepresi. Selanjutnya, pada beberapa klien yang
mengalami diisinhibiting effect dari benzodiazepine,
dapat meningkatkan perilaku agresif. Buspirone obat
antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku
kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan
depresi.
b. Antidepressants, penggunaan obat ini mampu
mengiontrol impulsif dan perilaku agresif klien yang
berkaitan dengan perubahan mood. Amitriptyline dan
Trazadone, efektif untuk menghilangkan agresivitas
25
yang berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan
mental organik.
c. Mood stabilizers, penelitian menunjukan bahwa
pemberian Lithium efektif untuk agresif karena manik.
Pada beberapa kasus, pemberiannya untuk menurunkan
perilaku agresif yang disebabkan oleh gangguan lain
seperti RM, cedera kepala, skizofrenia, gangguan
kepribadian. Pada klien dengan epilepsi lobus temporal,
bisa meningkatkan perilaku agresif.
d. Pemberian Carbamazepines dapat mengendalikan
perilaku agresif pada klien dengan kelainan EEGs
(electroencephalograms).
e. Antipsychotic, obat-obatan ini biasanya dipergunakan
untuk perawatan perilaku agresif. Bila agitasi terjadi
karena delusi, halusinasi, atau perilaku psikotik lainnya,
maka pemberian obat ini dapat membantu, namun
diberikan hanya untuk 1-2 minggu sebelum efeknya
dirasakan.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
Menurut Yosep (2009) dalam Damaiyanti & Iskandar (2012.104) :
Faktor Penyebab Perilaku Kekerasan
Pada dasarnya pengkajian pada klien perilaku kekerasan ditunjukan
pada semua aspek, yaitu biopsikososial-kultural-spiritual.
1. Aspek Biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan System saraf otonom
bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah
meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urin
meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti
meningkatkan kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang
terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku dan refleks cepat. Hal ini
disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
2 Aspek Emosional

26
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya,
jengkel, frustrasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk,
bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntun.
3 Aspek Intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu, didapatkan melalui
proses intelektual, peran pancar indra sangat penting untuk

4. Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan
ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang
lain. Klen sering kali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik
tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan
mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras.
Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan
diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
5. Aspek Spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu
dengan lingkngan. Hal yang bertentangan dengan norma yang
dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan
dengan amoral dan rasatidak berdosa. Kemudian data yang diperoleh
dapat dikelompokkan menjadi dua macam sebagai berikut :
8.2 Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata. Data
ini di dapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh
perawat
8.3 Data subjektif ialah data yang disampaikan secara lisan oleh
klien dan keluarga. Data ini diperoleh melalui wawancara perawat
kepada klien dan keluarga. Data yang langsnung didapat oleh
perawat disebut sebagai data sekunder

27
2.2.2 Analisa Data

Dengan melihat data subyektif dan objektif dapat menentukan


permasalahan yang dihadapi pasien. Dan dengan memperhatikan
pohonmasalah dapat diketahui penyebab, affeck dari masalah tersebut.

28
hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan (keliet 2011).

2.2.3 Diagnosa Keperawatan

f. Resiko perilaku kekerasan


g. Harga diri rendah kronik
h. Resiko mencederai (diri sendiri, orang lain, lingkungan, )
i. Perubahan Presepsi sensori: halusinasi
j. Isolasi sosial
k. Berduka disfungsional
l. Inefektif proses terapi
m. Koping keluarga inefektif

2.2.4.Pohon Masalah

Resiko menciderai diri sendiri,


orang lain dan lingkungan Affeck

Perilaku kekersan Core problem

Gangguan konsep diri : harga


causa
diri rendah

Gambar 2.2. Pohon masalah Perilaku Kekerasan

12

29
Tabel 2.1 Intervensi Perilaku kekerasan
PN DIAGNOSA PERENCANAAN
O KEPERAWA
TAN TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL

1 Perilaku TUM : Klien menunjukan tanda-tanda Bina hubungan saling percaya dengan Kepercayan dari
kekerasan kepada perawat melalui : mengemukakan prinsip komunikasi klien merupakan
Klien Dan Keluarga terapeutik: hal yang akan
1. Ekspresi wajah cerah, memudahkan
Mampu mengatasi atau tersenyum Mengucapkan salam terapeutik, sapa klien
perawat dalam
memberikan resiko 2. Mau berkenalan dengan ramah, baik, verbal maupun
perilaku kekerasan. 3. Ada kontak mata nonverbal melakukan
4. Bersedia menceritakan Berjabatan tangan dengan klien pendekatan
TUK 1: perasaannya Perkenalkan diri dengan sopan keperawatan atau
5. Bersedia mengungkapkan Tanyakan nama lengkap klien dan nama intervensi
Klien dapat membina masalah panggilan yang di sukai klien selanjutnya
hubungan saling percya Jelaskan tujuan pertemuan terhadap klien
Membuat kontrak topik, waktu dan tempat
setiap kali bertemu klien
Tunjukan sikap empati dan menerima
pasien apa adanya
Beri perhatian kebutuhan dasar klien

TUK 2: Kriteria Evaluasi : Bantu klien mengungkapkan perasaan


marahnya :
Klien dapat 1. Menceritakan perilaku
mengidentifikasi kekerasan yang dilakukannya 1. Diskusikan bersama klien menceritan
penyebab perilaku Menceritakan perasaan penyebab rasa kesal atau rasa jengkel
kekerasan yang jengkel/kesal, baik dari diri Dengarkan penjelasan klien tanpa menyela
dilakukannya sendiri maupun lingkungan atau memberi penilaian pada setiap ungkapan

13

30
perasaan klien

TUK3: 1. Fisik : Membantu klien mengungkapkan tanda-tanda Deteksi dini dapat


a. Mata merah kekerasan yang dialaminya : diskusi dan mencegah
Klien dapat b. Tangan mengepal motivasi klien untuk menceritakan kondisi tindakana yang
mengidentifikasi tanda- c. Ekspresi tenang dan lain- fisik saat perilaku kekerasan terjadi. bisa
tanda perilaku kekerasan lain
2. Emosional : 1. Diskusikan dan motivasi klien untuk membahayakan
a. Perasaan marah menceritakan kondisi fisik saat perilaku klien dan
b. Jengkel kekerasan terjadi lingkungan sekitar
c. Bicara kasar 2. Diskusi dan motivasi klien untuk
3. Sosial : menceritakan kondisi emosi nya saat
a. Bermusuhan yang dialami terjadi perilaku kekerasan
saat terjadi perilaku 3. Diskusikan dan motivasi klien uintuk
kekerasan menceritakan kondisi psikologfios saat
terjadi perilakukekerasan
4. Diskusikan dan motivasi klien untuk
kondisi hubungan dengan orang lain saat
terjadi perilaku kekerasan.
TUK4: Kriteria evealuasi : Melihat
mekanisme koping
Klien dapat 1. Jenis-jenis ekspresi Diskusikan dengan klien seputar perilaku klien dalam
mengidentifikasi jenis kemerahan yang selama ini kekerasan yang dilakukan selama ini :
dilakukan menyelesaikan
perilaku kekerasan yang masalah yang di
pernah dilakukan 2. Perasaan saat melakukan 1. Diskusikan dengan klien seputar perilaku
kekerasan kekersan yang dilakukan selama ini hadapinya
3. Evektiufitas cara yang dipakai 2. Motivasi klien menceritakan jenis-jenis
dalam menyelesaikan masalah tindakan kekkerasan yang selama ini
pernah dilakukannya
3. diskusikan apakah dsengan kekerasan yang
dilakukan nya masalah yang dialami.

14

31
Tuk 5 : Kriteria evaluasi : Diskusikan dengan klien akibat negatif atau Membantu klien
kerugian dari cara atau tindakan kekerasan melihat dampak
1. Diri sendiri dilukai, yang dilakukan pada: yang ditimbulkan
dijauhi, teman, dan
akibat perilaku
Klien dapat lingkungan • Diri sendiri
mengidentifikasi akibat 2. Orang lain/keluarga luka, kekerasan yang
• Orang lain/keluarga
tersinggung, ketakutan dilakukan
dari perilaku kekerasan • Lingkungan
3. Benda-benda dirumah

Tuk 6 : Kriteria evaluasi : Diskusikan dengan klien seputar : Menurunkan


perilaku yang yang
Klien dapat 1. Dapat menjelaskan cara-cara •Apakah klien mau mempelajari cara deskruktif yang
mengidentifikasi cara sehat dalam mengungkapkan baru mengungkapkan cara marah yang
berpotensi
kontruktif atau cara-cara marah. sehat
• Jelaskan berbagai alternatif pilihan mencederai klien
sehat dalam dan lingkungan
untuk mengungkapkan kemarahan
mengungkapkan
selain perilaku kekerasan yang sekitar
kemarahan diketahui
• Jelaskan cara-cara sehat untuk
mengungkapkan kemarahn :
• Cara fisik :
Napas dalam ,pukul kasur, olahraga
1. Verbal
Mengungkapkan bahwa dirinya sedang
kesal kepada orang lain
2. Sosial
Latihan asertif dengan orang lain
3. Spritual :
Sembah yang, meditasi, sesuai dengan
keyakinan agama nya masing-masing.

15

32
Tuk 7 : 1. Fisik Diskusi cara yang mungkin dipilih serta Keinginan
Tarik napas dalam, memukul anjurkan klien memilih cara yang mungkin marahnya tidak
Klien dapat bantal diterapkan untuk mengungkapkan bisa diprediksi
mendemonstrasikan cara 2. Verbal kemarahannya waktunya serta
mengontrol perilaku Mengunkapkan perasaan rasa Latih klien memperagakan cara yang
siapa yang
kekerasan kesal/jengkel kepada orang dipilih dengan melaksanakan cara yang
dipilihnya memicunya
lain tanpa menyakiti. Jelaskan cara manfaat tersebut
3. Spritual Anjurkan klien menirukan peragaan yang Meningkatkan
Doa, meditasi sesuai sudah dilakukan kepercayaan diri
agamanya Beri penguatan pada pasien klien serta asertif
(ketegasan) saat
mareah atau
jengkel

Tuk 8 : 1. dapat menjelaskan cara 1. Diskusikan pentingnya peran serta Keluarga


merawat klien dengan perilaku keluarga sebagai pendukung klien dalam merupakan sistem
Klien mendapat kekerasan mengatasi risiko perilaku kekerasan pendukung utama
dukungan keluarga untuk 2. Diskusikan potensi keluarga untuk bagi klien dan
mengontrol risiko membantu klien mengatasi perilaku
kekerasan merupakan bagian
perilaku kekerasan penting dari
3. Jelaskan pengertian penyebab, akibat dan
cara merawat klien risiko perilaku rehabilitas klien.
kekerasan yang dapat dilaksanakan oleh
keluarga
4. Peragakan cara merawat klien menangani
PK
5. Beri kesempatan untuk memperagakan

16

33
ulang cara perawatan terhadap klien
6. Beri pujian terhadap keluarga setelah
peragaan
7. Tanya perasaan keluarga setelah mencoba
cara yang dilatihkan.
8.

Tuk 9 : Kriteria evaluasi : 1. Jelaskan manfaat menggunakan obat Membantu


1.Kerugian tidak minum secara teratur dan kerugian jika tidak tidak penyembuhan
Klien menggunakan obat obat menggunakan obat klien mengontrol
sesuai program yang 2.Nama obatbentuk dan 2. Jelaskan kepada klien kegiatan klien
telah ditetapkan warna obat 3. Jenis obat, nama, warna, dan bentuk
minum obat dan
3.Dosis yang diberikan 4. Dosis yang tepat untuk klien
kepadanya 5. Waktu pemakain mencegah klien
4.Waktu pemakain 6. Cara pemakaian putus obat.
5.Efek disamping 7. Efek yang akan dirasakan klien
6.Klien menggunakan obat 8. Anjurkan klien untuk minta obat tepat
sesuai program waktu
9. Lapor perawat atau dokter jika mengalami
efek yang tidak biasa
10.Beri pujian terhadap kedisplinan klien
menggunakan obat

17

34
2.2.4 Implementasi

Perilaku kekerasan

SP 1 pasien SP 1 keluarga

Mengidentifikasi penyebab perilaku 1. Mendiskusikan masalah


kekerasan yang rasakan keluarga

Menigentifikasi tanda dan gejala dalam merawat pasien.


perilaku kekerasan 2. Menjelaskan pengertian,

Mengidentifikasi perilaku kekerasan tanda dan gejala perilaku

Mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan yang dialami


kekerasan pasien beserta proses

Menyebutkan cara mengontrol terjadinya perilaku


perilaku kekerasan kekerasan

Membantu pasien mempraktekan


latihan cara mengontrol perilaku
kekerasan secara fisik 1 : latihan
napas dalam

Menganjurkan pasien memasukan


dalam kegiatan harian
SP 2 pasien SP 2 keluarga

1. Mengevaluasi jadwal 1. melatih keluarga mempraktekan


kegiatan harian pasien cara merawat pasien dengan
2. Melatih pasien mengontrol perilaku kekersan
perilaku kekerasan dengan
cara fisik 2 : pukul kasue 2. melatih keluarga melakukan cara
dan bantal merawat langsung pada pasien
3. Menganjurkan pasien
perilaku kekerasan
memasukan ke dalam
kegiatan harian

SP 3 pasien SP 3 keluarga

Mengevaluasi jadwal kegiatan 1. membantu keluarga membuat


harian pasien jadwal aktifitas dirumah

Melatih pasien mengontrol perilaku termasuk minum obat


kekerasan dengan cara sosial atau
(perencanaan pulang)
verbal
Menganjurkan pasien memasukan 2. menjelaskan tindakan tindak
35
ke dalam jadwal kegiatan harian
lanjut pasien setelah pulang

18

36
SP 4

2 Meng
evalua
si
jadwl
kegiat
an
harian
pasien
3 Melatih
pasien
mengontro
l perilaku
kekerasan
dengan
cara
spritual
4 Meng
ajurk
an
pasie
n
mema
sukan
ke
dalam
kegiat
an
haria
n

SP 5

2 Mengevalu
asi jadwal
harian
pasien
3 Melatih
pasien
mengontrol
perilaku
kekerasan

37
dengan
minum
obat
4 Meng
anjur
kan
pasie
n
mem
asuka
n
kedal
am
kegia
tan
haria
n

Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Tn. K Dengan Risiko


Perilaku Kekerasan

38
BAB 1 LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang


Skizofrenia adalah gangguan jiwa yang dapat berakhir dengan hilanngya
dengan nyawa seseorang. Dalam penanganan penyakit ini karena jiwa yang
tergangangu maka di butuhkan adalah terapi, rehabilitasi serta dengan
konseling. Upaya terbesar untuk penangan penyakit gangguan jiwa terletak
pada keluarga dan masyarakat, dalam hal ini terapi terbaik adalah bentuk
dukungan keluarga dalam mencegah kambuhnya penyakit skizofrenia
(Pitayanti, & Hartono, 2020). Privalensi skizofrenia berdasarkan Provinsi
Bali berada di peringkat ketiga kasus gangguan jiwa terbanyak setelah
Provinsi Yogyakarta dan Aceh dengan prevalensi 2,3 per mil. Sedangkan, di
Provinsi Bali pada tahun 2014 diperkirakan sebanyak 3% dari 4 juta jumlah
Provinsi Bali berada di peringkat ketiga kasus gangguan jiwa terbanyak
setelah Provinsi Yogyakarta dan Aceh dengan prevalensi 2,3 per mil.
Sedangkan, di Sumatera Utara berada pada anggka 6,3 per mil (Kemenkes,
2018).

Pada penanganan masalah gangguan jiwa terdapat diagnosa keperawatan


yaitu resiko perilaku kekerasan (RPK). Perilaku kekerasan adalah
suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
membahayakan secara fisik baik kepada diri sendiri maupun orang lain.
Penatalaksanaan pasien dengan resiko perilaku kekerasan juga banyak
dikaji keakuratanya. Salah satu keabnormalan pasien RPK juga dapat
dibantu proses penyembuhanya dengan terapi musik. Menurut hasil
riset penelitian (Aprini & Prasetya 2018).

Tanda dan gejala yang timbul akibat skizofrenia berupa gejala positif dan
negatif seperti perilaku kekerasan. Risiko perilaku kekerasan merupakan
salah satu respon marah yang diespresikan dengan melakukan ancaman,

39
mencederai diri sendiri maupun orang lain. Pada aspek fisik tekanan darah
meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat, marah, mudah
tersinggung, mengamuk dan bisa mencederai diri sendiri. Perubahan pada
fungsi kognitif, fisiologis, afektif, hingga perilaku dan sosial hingga
menyebabkan risiko perilaku kekerasan. Berdasarkan data tahun 2017 dengan
risiko perilaku kekerasan sekitar 0,8% atau dari 10.000 orang menunjukkan
risiko perilaku kekerasan sanggatlah tinggi (Pardede, Siregar & Hulu, 2020).

Perilaku kekerasan merupakan salah satu respon terhadap streesor yang


dihadapi oleh seseorang, respon ini dapat menimbulkan kerugian baik kepada
diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan. Seseorang yang mengalami
perilaku kekerasan sering menunjukan perubahan perilaku seperti
mengancam, gaduh, tidak bisa diam, mondar-mandir, gelisah, intonasi suara
keras, ekspresi tegang, bicara dengan semangat, agresif, nada suara tinggi dan
bergembira secara berlebihan. Pada seseorang yang mengalami risiko
perilaku kekerasan mengalami perubahan adanya penurunan kemampuan
dalam memecahkan masalah, orientasi terhadap waktu, tempat dan orang
serta gelisah (Pardede, Siregar & Halawa, 2020).

Risiko perilaku kekerasan timbul akibat rasa tidak nyaman dan panik yang
terjadi akibat stressor dari dalam dan luar lingkungan. Perilaku kekerasan
yang timbul pada klien skizofrenia diawali dengan adanya perasaan tidak
berharga, takut dan ditolak oleh lingkungan sehingga individu akan
menyingkir dari hubungan interpersonal dengan orang lain. Risiko perilaku
kekerasan adalah beresiko memebahayakan secara fisik, emosi adn atau
seksual pada diri sendiri ataupun orang lain. Perilaku kekerasan adalah
kemarahan yang diekspreikan secara berlebihan dan tidak terkendali secara
verbal sampai dengan mencederai orang lain dan atau lingkungan (Azis,
Sukamto & Hidayat, 2018).

40
Survei awal pada pembuatan askep pada skizofrenia ini dilakukan di
Yayasan Pemenag Jiwa Sumatera dengan jumlah pasien 70 orang tetapi yang
menjadi subjek di dalam pembuatan askep ini berjumlah 1 orang dengan
pasien risiko perilaku kekerasan atas nama inisial Tn. K, Penyebabnya Tn. K.
di jadikan sebagai subjek dikarenakan pasien belum bisa mengatasi emosinya
selain meminum obat. Maka tujuan asuhan keperawatan yang akan di lakukan
ialah untuk mengajarkan standar pelaksaan risiko perilaku kekerasan/perilaku
kekerasan pada saat Tn. K. mengalami ke amukan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan masalah yang telah dipaparkan pada latar belakang maka


rumusan masalah dalam askep ini yaitu Asuhan Keperawatan Risiko Perilaku
Kekerasan Tn. K. di Yasasan pemenang Jiwa Sumatera.

1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan secara holistik dan
komprehensif kepada Tn. K. dengan gangguan risiko perilaku kekerasan di
Yayasan Pemenang Jiwa Sumatera.

1.3.2 Tujuan Khusus


a. Mahasiswa mampu memahami pengertian, tanda dan
gejala, etiologi, penatalaksanaan medis dan keperawatan
risiko perilaku kekerasan.
b. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Tn. K
dengan gangguan risiko perilaku kekerasan.
c. Mahasiswa mampu melakukan menegakkan diagnosa
pada Tn. K.dengan gangguan risiko perilaku kekerasan.

41
d. Mahasiswa mampu melakukan menetapkan perencanaan
pada Tn. K dengan gangguan risiko perilaku kekerasan.
e. Mahasiswa mampu melakukan implementasi pada Tn. K
dengan gangguan risiko perilaku kekerasan.
f. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada Tn. K
dengan gangguan risiko perilaku kekerasan.
g. Mendokumentasikan asuhan keperawatan yang diberikan
pada Tn. K dengan gangguan risiko perilaku kekerasan.

2.1 Risiko Perilaku Kekerasan

2.1.1 Pengertian

Perilaku kekerasan merupakan respon maladaptif dari kemarahan, hasil dari


kemarahan yang ekstrim ataupun panik. Perilaku kekerasan yang timbul pada
klien skizofrenia diawali dengan adanya perasaan tidak berharga, takut,dan
ditolak oleh lingkungan sehingga individu akan menyingkir dari hubungan
interpersonal dengan oran lain (Pardede, Keliat & Yulia, 2015).

Perilaku kekerasan adalah salah satu respon terhadap stressor yang dihadapi
oleh seseorang yang dihadapi oleh seeorang yang di tunjukan dengan perilaku
kekerasan baik pada diri sediri maupun orang lain dan lingkungan baik secara
verbal maupun non-verbal. Bentuk perilaku kekerasan yang dilakukan bisa
amuk, bermusuhan yang berpotensi melukai, merusak baik fisik maupun
kata-kata (Kio, Wardana & Arimbawa, 2020). Perilaku kekerasan adalah
suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain
(Kandar &Iswanti, 2019).

2.1.2 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala perilaku kekerasan meliputi: Fisik :Mata melotot atau
pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah, dan

42
tegang, serta postur tubuh kaku. Verbal : mengancam, mengumpat dengan
kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras, kasar, ketus. Perilaku :
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri atau orang lain, merusak
lingkungan, amuk atau agresif. Emosi : tidak adekuat, tidak aman dan
nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan,
mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan, dan menuntut, Intelektual :
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang
mengeluarkan katakata bernada sarkasme. Spiritual : merasa diri berkuasa,
merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral, dan kreativitas terhambat.
Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan
sindiran. Perhatian : bolos, melarikan diri, (Hasannah, 2019).

Tanda dan gejala perilaku kekerasan berdasarkan standar asuhan keperawatan


jiwa dengan masalah risiko perilaku kekerasan, ialah Subjektif :
Mengungkapkan perasaan kesal atau marah., keinginan untuk melukai diri
sendiri, orang lain dan lingkungan, klien suka membentak dan menyerang
orang lain. Objektif : Mata melotot/pandangn tajam, tangan mengepal dan
rahang mengatup, wajah memerah.postur tubuh kaku.mengancam dan
mengumpat dengan kata-kata kotor. suara keras.bicara kasar, ketus
menyerang orang lain dan melukai diri sendiri/orang lain. merusak
lingkungan. amuk/agresif (Pardede, 2020).

2.1.3 Etiologi

Penyebab dari perilaku kekerasan bukan terdiri cuman satu faktor tetapi
termasuk juga faktor keluarga, media, teman, lingkungan, biologis. Perilaku
kekerasan dapat menimbulkan dampak seperti gangguan psikologis, merasa
tidak aman, tertutup, kurng percaya diri, risiko bunuh diri, depresi, harga diri
rendah, ketidak berdayaan, isolasi sosial (Putri, Arif & Renidayati 2020).

Faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya skizofrenia meliputi


biologis, psikologis, dan sosialkultural, dimana faktor biologis yang

43
mendukung terjadinya skizofrenia adalah genenitk, neuroanotomi,
neurokimia, dan imunovirologi. Faktor presipitasi merupakan faktor stressor
yang menjadikan klien mengalami sikizofrenia yang terdiri dari faktor
biologi, psikologi, dan sosiokultural yang mampu menyebabkan risiko
perilaku kekerasan, halusinasi, dan harga diri rendah (Pardede, 2014).

Penyebab pasien berisiko untuk melakukan perilaku kekerasan disebabkan


oleh cemas secara terus menerus, untuk itu dibutuhkan strategi preventif
untuk mencegah perilaku kekerasan yang salah satunya adalah dengan
melakukan teknik relaksasi (Pardede, Simanjuntak & Laia, 2020). Faktor
presipitasi dan faktor predisposisi menurut (Kandar &Iswanti, 2019)

1. Faktor Prediposisi
a. Faktor genetik ini menunjukkan bahwa faktor genetik
tidak mempengaruhi partisipan mengalami perilaku
kekerasan (RPK). Berdasarkan hasil wawancara
bersama pasien RPK
b. Faktor psikologis
Faktor psikoligis yang mempengaruhui partisipan mengalami
Perilaku kekerasan antara lain
1.) Kepribadian yang tertup
Partisipan mengungkapkan bahwa memili kepribadian yang tertup,
kepribadian yang tertup yang tidak pernah mengungkapkan atau yang
menceritakan atau menceritakan permasalahannya.
2.) Kehilangan
Partisipan merupakan bahwa persaan kehilangan yang mendalam yang di
alami oleh partisapan. Seperti kehilangan pekerjaan.orang yang di cintai.

3.) Aniaya seksual

44
Berdasarkan hasil wawancara partisipan mengungkapkan bahwa aniaya
seksual menyebabkan pasien mengalami risiko perilaku kekerasan.
4.) Kekerasan dalam keluarga. Berdasarkan hasil
partisipan wawancara mengungkapkan bahwa
partisipan pernah mengalami kekerasan dalam
keluarga.

2. Faktor Presipitasi
a. Faktor genetik
Putus obat sebagai pencetus pasien mengalami Resiko Perilaku,
kekerasan.pasiean mengungkapkan bahwa penyebab putus obat, disebabkan
berbagai faktor,seperti efek samping obat yang membuat pasien pusing, tidak
ada yang mengigatkan untuk kontrol dan minum obat serta keinginan untuk
tidak mengkonsumsi obat lagi.
b. Faktor psikologis
Konsep diri sebagai pencetus pasien mengalami Resiko Perilaku Kekerasan .
c. Faktor sosial budaya
Partisipan mengungkapkan bahwa konfilik lingkungan yang menjadi
stressor dan penyebab seseorang mengalami gangguan jiwa ketidak
hormonisan membuat diri igin marah dan berbicara dengan kasar.

2.1.4 Penatalaksanaan Keperawatan

Tindakan keperawatan generalis pada klien perilaku kekerasan dilakukan


dalam 4 macam strategi pelaksanaan (SP) yaitu: mengontrol perilaku
kekerasan dengan cara fisik yaitu tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal,
mengontrol perilaku kekerasan dengan cara minum obat secara teratur,
mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal yaitu: menceritakan
perilaku kekerasan, bicara baik (meminta, menolak dan mengungkapkan
perasaan), mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spritual, pada setiap

45
pertemuan klien memasukkan kegiatan yang telah dilatih untuk mengatasi
masalah kedalam jadwal kegaiatan harian (Keliat, 2019). Mengajarkan
stimulasi persepsi perilaku kekerasan berdasarkan standar pelaksanaan untuk
mengenal penyebab perilaku kekerasan dengan latihan fisik seperti : Tarik
nafas dalam dan pukul kasur bantal, meminum obat dengan teratur, berbicara
secara baikbaik seperti meminta sesuatu dan mengajarkan spritual sesuai
kepercayaan pasien (Pardede & Laia, 2020).

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Risiko Perilaku Kekerasan

2.2.1 Pengkajian Keperawatan

Pangkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan
keluarga. Pada saat di lakukan pengkajian, didapatkan respon perilaku pasien.
Menurut Stuar & Larasia Perilaku kekerasan didefinisikan sebagai bagian
dari rentang respon marah yang paling maladaftif, yautu amuk, Marah
merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap ansictas
(Sutejo 2017). Berikut adalah rentang respon perilaku kekerasan :

Asetif : Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain.


Frustasi : Kegagalan mencapai tujuan karena tidak realistis atau
terhambat.

Pasif : Respon lanjut dimana pasien tidak mampu mengungkapkan


Perasaannya.

Agresif : Perilaku destruktif dan tidak terkontrol.

Selain melihat respon perilaku melului tingkah laku pasien,pada pengkajian


perlu juga untuk melihat penyebab terjadinya perilaku kekerasan yang
dilukakan pasien. Penyebab terjadinya Perilaku Kekerasan dapat dijelaskan
dengan menggunakan konsep steres adaptasi Sturuat yang meliputi faktor

46
predisposisi dan faktor presipitasi Faktor yang memicu adanya masalah.
( Nurhalimah, 2016 )

a. Faktor Predisposisi

Hal yang dikaji dapat mempengaruhui terjadinya perilaku kekerasan meliputi

1. Faktor Bioligis
Hal-hal yang dikaji faktor biologis meliputi adanya faktor herrediter yaitu
adanya anggota keluarga yang sering memperlihatkan atau melakukan
perilaku kekerasan, adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa,
adanya riwayat penyakit atau trauma kepala,dan riwayat pengguna NAPZA
(nakotika psikotropika,dan zat adiktif lainnya). Faktor-Faktor tersebut
masi ada teori-teori yang menjelaskan tiap faktor (Sutejo, 2017).

a. Teori dorongan naluri (Instinctual drive theory)

Teori menyatakan bahwa perilaku,kekerasan disebabkan oleh suatu dorongan


kebutuhan dasar yang kuat.

b. Teori psikomatik ((Psycomatic theor)

Pengalaman marah dapat diakibatkan oleh respon psikologi terhadap stimulus


eskternal maupun internal. Sehingga sistem limbik memiliki peran sebagai
pusat untuk mengekspresikan mauun menghambat rasa marah.

2. Faktor psikolgi

a. Frustation aggresion theory. Menerjemahkan bahwa


bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan maka akan timbul dorongan
agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku
yang dirancang untuk melukai orang atau objek. Hal ini
dapat terjadi apabila keinginan individu untuk

47
mencapai sesuatu gagal atau terhambat. keadaan
frustasi dapat mendorong individu untuk berperilaku
agresif karena perasaan frustasi akan berkurang melalui
perilaku kekerasan.

b. Teori Perilaku (Behaviororal theory). Kemarahan


merupakan bagian dari proses belajar. Hal ini dapat
dicapai apabila tersedia fasilitas atau situasi yang
mendukung. Reinforcement yang diterima saat
melakukan kesalahan sering menimbulkan kekerasan di
dalam maupun di luar rumah.

c. Teori Eksistensi (Existential theory). Salah satu


kebutuhan dasar manusia adalah bertindak sesuai
perilaku. Apabila kebutuhan tersebut tidak dipenuhi
melalui perilaku konstruktif, maka individu akan
memenuhi kebutuhannya melalui perilaku destruktif.

3. Faktor Sosial Budaya. Teori lingkungan sosial (social


environment theory) menyatakan bahwa lingkungan sosial
sangat mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Norma budaya dapat mendukung
individu untuk berespon asertif atau agresif. Perilaku
kekerasan dapat dipelajari secara langsung melalui proses
sosialisasi (Social learning theo).

b. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi perilaku kekerasan pada seiap individu bersifat unik,


berbeda satu orang dengan yang lain. Faktor ini berhubungan dengan
pengaruh stresor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu.

48
Stresor tersebut dapat merupakan penyebab yang berasal dari dalam maupun
dari luar individu.\

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Dari data yang didapat pasien mengalami diagnosa keperawatan yaitu


terhadap kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan
sebagai ancaman. Amuk merupakan respon kemarahan yang paling
maladaptif yang ditandai dengan perasaan marah dan bermusuhan yang kuat
disertai hilangnya kontrol, yang individu

dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan (Yusuf, Rizky dan
Hanik, 2015).

2.2.3 Perencana Keperawatan

1. Bina hubungan saling percaya, dalam membina hubungan


saling percaya perlu dipertimbangkan agar pasien merasa
aman dan nyaman saat berinteraksi. Tindakan yang harus
dilakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya
adalah :

a. Mengucapkan salam terapeutik.


b. Berjabat tangan.
c. Menjelaskan tujuan interaksi.
d. Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali
bertemu pasien.
2. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan
saat ini dan yang lalu :
a. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
fisik.
b. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
psikologis.

49
c. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
sosial.
d. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
spiritual.
e. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
intelektual.
3. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan pada saat marah, yaitu secara verbal terhadap :
a. Orang lain.
b. Diri sendiri. Diri sendiri.
c. Lingkungan
d. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya.
e. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku
kekerasan secara :
a) Fisik : pukul bantal, kasur, tarik nafas dalam.
b) Verbal : menyatakan secara asertif rasa marahnya.
c) Spiritual : kegiatan ibadah sesuai keyakinan pasien.
d) Obat
4. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik :
a. Latihan nafas dalam dan pukul kasur-bantal.
b. Susun jadwal latihan nafas dalam dan pukul kasur-
bantal
5. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara verbal :
a. Latih mengungkap rasa marah secara verbal : menolak
dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan
perasaan dengan baik.
2.2.4 Implementasi Keperawatan

Setelah dibuat rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan kepada


pasien dengan risiko perilaku kekerasan, selanjutnya adalah menerapkan

50
rencana tersebut kepada pasien dan dilakukan evaluasi setiap selesai
pemberian implementasi.

2.2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi kemampuan pasien mengatasi risiko perilaku kekerasan berhasil
apabila pasien dapat :
a. Menyebutkan penyebab, tanda, dan gejala perilaku
kekerasan dan akibat dari perilaku kekerasan.
b. Mengontrol perilaku kekerasan :
a) Fisik : tarik nafas dalam, memukul bantal/kasur.
b) Sosial/verbal : meminta, menolak, mengungkapkan
perasaan secara sopan dan baik.
c) Spiritual : dzikir/berdoa, meditasi berdasarkan agama
yang dianut.
d) Psikofarmaka : rutin mengkonsumsi obat, tidak putus
obat, mampu mengenal obat sendiri dari warna, bentuk,
nama, dosis.

BAB 3 TINJAUAN KASUS

3.1 Identitas Klien

Inisial : Tn. K
Alamat : Jln. Anggrek Simpang selanyan no 76
Tanggal Pengkajian : 25 Februari 2021
Umur : 42 Tahun
Agama : Kristen Protestan
Status : Tidak Menikah
Infoment : Status pasien dan komunikasi dengan pasien

51
3.2 Keluhan Utama
Pasien mengatakan mengeluh karna tidak suka meminum obat di karenakan
tidak sembuh-sembuh dari semenjak masuk ke yayasan hingga saat ini.
Pasien mengatakan suka marah-mara jika diberikan obat disebabkan karena
penyakit. Klien tidak sembuh. Klien juga mengatakan jika tidak di awasi
untuk minum obat maka obatnya dibuangnya, karane klien tidak percaya jika
minum obat akan menyembuhkannya di sebabkan pasien mengatakan bahwa
pasien percaya hanya Tuhanlah yang dapat menyembuhkan penyakitnya.

3.3 Faktor Predisposisi


Pasien mengatakan belum pernah mengalami gangguan jiwa
sebelumnya.Pasien sebelumnya belum pernah minum obat,Pasien di antar
oleh kaka nya ke pemengan jiwa dengan alasan telah memukuli orang tuanya
dan kakanya

3.4 Fisik
Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien, pasien tidak memiliki
pemeriksaan fisik, didapat hasil
TD : 120/80 mmHg
N : 83x/Menit
S : 36,50C
RR : 20x/Menit
TB : 162 cm
BB : 60 Kg

52
3.5 Psikososial
3.5.1 Genogram

Pasein merupakan anak ketiga dari 6 bersaudara, pasien memiliki 1 orang


abang, 1 orang kakak, dan 2 orang adik laki-laki,1 orang adik perempuan
dimana semua sudah berkeluarga, ayahnya telah meninggal dunia dan ibunya
masih hidup.

Ket :

Laki-Laki Pasien Pasien


Perempuan Meninggal Dunia
Meninggal Dunia
Tinggal Bersama Keluarga
Pasien Tinggal di Yayasan Kemenagan Jiwa
Jelaskan
: Pasien tinggal di Yayasan Pemenang Jiwa sudah
2 tahun dengan alasan keluarga mengantar karena melakukan perilaku
kekerasan di rumah.

Masalah Keperawatan : Risiko Perilaku Kekerasan

53
3.5.2 Konsep Diri
a. Gambaran diri : Pasien mengatakan menyukai
seluruh tubuhnya dan tidak ada
yang cacat.

b. Identitas : Pasien mengatakan hanya lulusan SMA

c. Peran : Pasien mengatakan anak ketiga dari enam


bersaudara.

d. Ideal diri : Pasien mengatakan menyadari sakitnya dan


ingin cepat sembuh.

e. Harga diri : Pasien mengatakan merasa dirinya di buang


oleh keluarga dan ibunya pilih kasih terhadap
anak-anaknya.

Masalah Keperawatan : Harga Diri Rendah.

3.5.3 Hubungan Sosial

a. Orang yang berarti :

Pasien mengatakan bahwa keluarganya adalah orang yang sangat berarti


baginya terutama ibunya, pasien juga mengatakan menyesal telah memukul
ibunya,adiknya

b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat :

Pasien mengatakan tidak mengikuti kegiatan di masyarakat tetapi mengikuti


kegiatan kelompok seperti beribadah bersama di dalam Yayasan,jalan santai

c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain :

Pasien mengatakan susah berinteraksi di luar lingkungan yayasan karena


diawasi sangat ketat. Tetapi untuk berinteraksi di dalam yayasan pasien
mengatakan tidak memiliki hambatan.

54
3.5.4 Spiritual

a. Nilai dan Keyakinan : Pasien beragama kristen


protestan dan yakin dengan agamanya.

b. Kegiatan Ibadah : Selama dirawat di yayasan


pemenang jiwa pasien selalu ikut beribadah
terjadwal setiap harinya.

3.5.5 Status Mental


a. Penampilan
Penampilan pasien rapi seperti berpakain biasa pada
umumnyaumumnya b. Pembicaraan
Pasien berbicara lambat, tangan mengepal
Masalah Keperawatan ;Risiko Perilaku Kekerasan
c. Aktivitas motorik
Pasien mengatakan bisa melakukan aktifitas sehari-hari
d. Alam perasaan.
Pasien tidak mampu megespresikan perasaan sesuai kondisi Pada saat
emosi Masalah Keperawatan ;Risiko Perilaku Kekerasan
e. Afe
Pasien merespon saat di panggil tetapi pandangan tajam.
Masalah Keperawatan ;Risiko Perilaku Kekerasan
f.Interaksi selama wawancara.
Selama diwawancara pasien bersifat koperatif.
g. Persepsi

55
Pasien mengatakan sekali-kali mendengarkan suara yang Memicu
amarahnya dan igin memukul orang yang di Sekitarnya.
Masalah Keperawatan ; Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
h. Proses Pikir
Pasien mampu berbicara sesuai topik pembicaraan dan dapat Merespon
umpan balik dan dapat mengulang hal penting yang Disampaikan perawat
i. Isi pikir
Pasien mengatakan rindu kepada keluanganya dan igin
Sengera pulang
J. Tingkat Kesadaran
Pasien tidak mengalami gangguan orientasi,pasien mengenali
Waktu,orang dan tempat
k. Memori
Pasien mampu mengigat kejadian-kejadian saat melakukan pemukulan
kepada ibunya dan adiknya
l. Tingkat Konsentrasi dan berhitung pasien mampu
menjawab pertanyaan dan hitungan sederhan.
m. Kempuan Penilain Pasien dapat membedakan tempat yang
kotor dan bersih
n. Daya titik diri
Pasien mengatakan sadar dirinya mengalami gangguan jiwa, namun
mengingkarinya.
Masalah Keperawatan ; Harga Diri Rendah

3.6 Kebutuhan Persiapan Pulang

1. Makan,Minum,BAB/BAK. Pasien dapat mengambil makan dan


minum dan dapat kekamar. Mandi untuk BAB/BAK.
2. Mandi,Berpakain/Berhias. Pasien mengatakan dapat mandi dan
berpakain secara mandiri.
3. Istrahat dan tidur. Tidur siang 13.00 wib s/d 16.00 wib, tidur
malam

56
22.00 wib s/d 05.00 wib,Kegiatan sebelum /sesudah ;Beribadah.

3.7 Mekanisme Koping

Pasien mengatakan jika pada saat emosi selalu menumbuk beton kamarnya.

3.8 Masalah Koping

Pasien mengatakan dukungan pesikososial dan lingkungan di yayasan sangat


baik.

3.9 Pengetahuan Kurang Tentang

Pasien mengatakan jika emosi akan mempiaskan pada dinding kamar.


Masalah Keperawatan ; Risiko Perilaku Kekerasan.

3.10 Aspek Medis

Diagnosa Medik : a. Risiko Perilaku Kekerasan

b Perilaku Kekerasan

Terapi Medik : 1. Pemberian obat kepada pasien secara teratur

a. Resperidon (RSP) tablet 2 mg 2x1

3.11 Analisa Data


No Identifikasi Data Masalah
Keperawatan

57
1. Ds : Risiko
Perilaku
Pasien mengatakan bahwa alasan adiknya mengantarnya ke
Yayasan pemenang jiwa karena sudah memukul ibu dan Kekerasan
adiknya, higga saat ini belum di jemput untuk pulang oleh
keluarganya. Pasien Juga mengatakan mungkin keluarganya
masih takut kepadanya.
Pasien mengatakan merasa marah den jengkel apabila
keiginannya tidak terpenuhui Do :
Mata klien tanpak tajam seperti menunjukkan bermusuhan
Raut wajah tegang

2. Ds : Halusinasi
sekali-kali mendengarkan suara-suara Pendengaran
Pasein yang membuatnya dapat emosi untuk
memukul orang yang dan memukul dinding
mengatakan tidak
di kamar
dia senangi.
pasien sering brbicara sendiri,sering
Do :
senyum-
-
Senyum sendiri
-
Pasien tampak gelisa dan mulut komat
- kamit
- Tanpa suara
3. Ds : Harga Diri
Rendah
Pasien mengatakan igin menikah tapi merasa minder karena
umur nya 42 tahun
Pasien megatakan sadar dirinya mengalami gangguan jiwa,
namun pasien menggikarinya.
Do :
Pasien terkadang duduk sendiri
Pasien tampak tidak berdaya.

58
3.12 Daftar Masalah Keperawatan
1. Risiko Perilaku Kekerasan.
2. Halusinasi Pendengaran.
3. Harga Diri Rendah.

3.13 Pohon Masalah

Risiko Perilaku
Kekerasan

Gangguan Sensori
Persepsi: Halusinasi

Gangguan Konsep Diri

3.14 Diagnosa Prioritas

1. Risiko Perilaku Kekerasan

3.15 Intervensi Keperawatan


Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan

59
Risiko Pasien dapat 1.ketika di evaluasi 1. Membina hubungan
Perilaku membina pasien mampu saling percaya dengan
hubungan membalas salam,
Kekerasan. saling percaya. tersenyum, ada cara menjelaskan
kontak mata serta maksud dan tujuan
menyediakan waktu
interaksi, jelaskan
untuk kunjungan
berikutnya. tentang kontrak yang
2.bersedia akan di buat, beri rasa
menceritakan
perasaannya aman dan sikap
empati.
2. Diskusi bersama
pasien tentang
perilaku kekerasan,
penyebab, tanda dan
gejala perilaku yang
muncul dan akibat
dari perilaku tersebut.
Pasien dapat Pasien mampu Sp1 :
mengendalika menyebutan dan Latihan Melakukan cara
n menrekomendasika
mengendalika n cara mengontrol mengontrol amarah :
n perilaku perilaku kekerasan a. Anjurkan teknik
kekerasan dengan cara
relaksasi nafas dalam.
dengan cara relaksasi nafas
relaksi nafas dalam dan pukul b. Pukul bantal.
dalam dan bantal.
pukul
bantal/kasur.

60
Pasien dapat Pasien mampu Sp2 :
mengendalikan a. Bantu pasien mengotrol
mengendalikan
perilaku perilaku kekerasan
perilaku kekerasan
kekerasan dengan minum obar
dengan minum obat
dengan minum secara teratu 2x1 hari.
Risperidon (RSP)
obat secara dengan teratur.
teratur.

Pasien paham Pasien paham dan Sp3 :


dan mampu mampu Bantu pasien mengontrol
menyampaikan
mengendalikan amarah dengan cara risiko perilaku kekerasan
risiko perilaku berbicara dengan
dengan baik.
kekerasan menganjurkan
dengan pasien berbicara yang baik
cara bila sedang marah, dengan
berbicara tiga cara :
dengan baik. b. Meminta sesuatu
dengan baik tanpa
marah.
c. Menolak sesuatu
dengan baik.
Mengungkapkan perasaan
kesal.

61
Pasien paham Pasien paham dan Sp4 :
dan mampu Pasien risiko perilaku
mamu
mengendalika kekerasan : Diskusikan
n risiko mengendalikan
bersama pasien cara
perilaku risiko perilaku
mengendalikan perilaku
kekerasan kekerasan
kekerasan dengan cara
dengan cara dengna cara
beribadah.
mempraktikan beribadah
cara spritual. sesuai agama yang di
anut pasien.

3.14 Implementasi dan Evaluasi

Hari/ Implementasi Evaluasi


Tgl

62
Kamis, 1. Data : S : Antusias dan Bersemangat
26 feb Tanda dan gejala : mudah dalam menjawab pertanyaan yang
2021. marahmarah, mudah tersinggung, di ajukan oleh perawat dan mampu
10.30 tatapan sinis, suka menyendiri mengulangi tindakan yang telah di
Wib. merasa tidak di hargai. ajarkan.

2. Diagnosa Keperawatan O:
a. Risiko perilaku kekerasan. - Pasien mampu melakukan
b. Perilaku kekerasan. latihan tarik nafas dalam
dengan mandiri.
3. Tindakan Perilaku Kekerasan - Pasien mampu pukul bantal
Sp1 : Risiko perilaku kekerasan. dengan mandiri.
- Mengidentifikasi penyebab
reisko perilaku kekerasan yaitu A : Risiko perilaku kekerasan (+).
jika memauan klien tidak
diturutin. P : Latihan fisik :
- Mengidentifikasi tanda dan - Tarik nafas dalam 1x/hari.
gejala risiko perilaku kekerasan - Pukul kasur bantal 1x/hari.
yaitu pasien marah,
mengamuk tanpa alasan yang
jelas, merusak barang-barang
dan cenderung melukai orang
lain.
- Menyebutkan cara mengontrol
risiko perilaku kekerasan
dengan latihan fisik : Tarik
nafas dalam dan pukul bantal
kasur.

63
- Membantu pasien latihan tarik
nafas dalam dan pukul bantal.

4. RTL :

Sp2 : Risiko perilaku kekerasan.


- Mengontrol risiko perilaku
kekerasan dengan minum obat
secara teratur.
Sp3 : Risiko Perilaku Kekerasan.
- Komunikasi secara verbal :
Asertif/Bicara baik-baik

64
Jumat, 1. Data : S : Pasien mengatakan merasa
27 feb Tanda dan gejala : mudah senang telah mampu mengontrol
2021. marahmarah, mudah tersinggung, emosinya setelah perawat
11.30 tatapan sinis, merasa tidak dihargai. menjelaskan bangai mana cara
Wib. Kemampuan bermain alat musik mengontrol emosi dan guan
gitar. minum obat secara teratur

2. Diagnosa keperawatan O:
- Risiko perilaku kekerasan - Pasien mampu melakukan
- Perilaku kekerasan tarik nafas dalam dengan
mandiri.
3. Tindakan keperawatan - Pasien mampu pukul bantas
Sp2 : Risiko Perilaku Kekerasan. secara mandiri.
a. Mengevaluasi kemampuan - Pasien mampu mengontrol
pasien tarik nafas dalam dan pukul amarah dengan minum obat
kasur secara teratur dengan
Sp3 : Risiko Perilaku Kekerasan. bantuan pengawas yayasan.
a. Minum obat - Pasien mampu melakukan
b. Komunikasi secara verbal : komunikasi secara verbal :
asertif/bicara baik-baik. asertif/bicara baik-baik
4. RTL : dengan motivasi.
Sp4 : Risiko Perilaku Kekerasan.
- Spritual : Beribadah. A : Risiko Perilaku Kekerasan (+).

65
P :
- Latihan tarik nafas dalam
1x/hari.
- Latihan pukul bantal 1x/hari.
- Berobat
- Pasien melakukan komunikasi
secara verbal : asertif/bicara
baik-baik.

Sabtu, 1. Data : S : Senang.


28 feb Tanda dan gejala : mudah
2021. marahmarah, mudah tersinggung, O :
10.00 tatapan sinis, merasa tidak dihargai. - Pasien mampu melaksanakan
Wib. Kemampuan yang dimiliki bermain kegiatan ibadah dengan baik,
alat musik gitar. misalnya berdoa dan mengikuti
kegiatan ibadah di dalam yayasan.
2. Diagnosa Keperawatan - Risiko
perilaku kekerasan. A : Perilaku Kekerasan (+).

- Perilaku kekerasan.
P:
- Latihan tarik nafas dalam
3. Tindakan Keperawatan.
dan pukul kasur bantal
Sp4 : Risiko Perilaku Kekerasan.
2x/hari.
- Mengevaluasi kemampuan
- Berobat.
pasien dalam tarik nafas
- Latihan melakukan
dalam dan pukul bantal
komunikasi secara verbal :
kasur, minum obat secara
asertif/bicara baik-baik.
teratur dan berbicara baik-

66
baik. - Latihan pasien untuk
melaksakan kegiatan
- Melatih pasien untuk
beribada seperti berdoa.
melakukan kegiatan spritual
yang sudah diatur.
RTL :
Risiko perilaku kekerasan : Follow
up dan evaluasi Sp 1-4 Risiko
Perilaku Kekerasan.

PEMBAHASAN

Setelah mahasiwa melaksanakan asuhan keperawatan kepada Tn. K dengan


Risiko Perilaku Kekerasan/Perilaku Kekerasan di Yayasan Pemenang Jiwa
Sumatera, maka mahasiswa pada BAB ini akan membahas kesenjangan
antara teoritis dan tinjauan kasus. Pembahasan dimulai melalui tahapan
prosess keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan evalusi.

4.1 Tahap Pengkajian

Selama pengkajian dilakukan pengumpulan data dari beberapa sumber yaitu


dari pasien dan pengawas yayasan. Mahasiswa mendapat sedikit kesulitan
dalam mmenyimpulkan data kerena keluarga pasien jarang mengkunjungi
pasien di yayasan pemenang jiwa. Maka mahasiwa melakukan pendekatan
pada pasien melalui komunikasi terapautik yang lebih terbuka membantu
pasien untuk memecahkan perasaannya dan juga melakukan observasi kepada
pasien. Adapau upaya tersebut yaiut :

67
a. Melakukan pendekatan dan membina hubungan saling percaya diri
pada pasien agar pasien lebih terbuka dan lebih percaya dengan
menggunakan perasaan.

b. Mengadakan pengkajian pasien dengan wawancara dan tidak


menemukan kesenjangan karena di temukan hal sama seperti diteori
bahwasanya Perilaku kekerasan merupakan respon maladaptif dari
kemarahan, hasil dari kemarahan yang ekstrim ataupun panik.
Perilaku kekerasan yang timbul pada klien skizofrenia diawali
dengan adanya perasaan tidak berharga, takut,dan ditolak oleh
lingkungan sehingga individu akan menyingkir dari hubungan
interpersonal dengan oran lain (Pardede, Keliat & Yulia, 2015).

4.2 Tahap Perencanaan

Perencanaan dalam proses keperawatan lebih di kenal dengan asuhan


keperawatan yang merupakan tahap selanjutnya setelah pengkajian dan
penentuan diagnosa keperawatan. Pada tahap perencanaan mahasiswa hanya
menyusun rencan tindakan keperawatan Risiko Perilaku Kekerasan dan
Perilaku Kekerasan. Pada tahap ini antara tinjauan teroritis dan tinjauan kasus
tidak ada kesenjangan sehingga mahasiswa dapat melaksanakan tindakan
seobtimal mungkin di dukung dengan seringnya bimbingan dengan
pembimbing. Secara teoritis digunakan secara strategi pertemua sesuai
dengan diagnosa keperawatan yang muncul saat pengkajian. Adapun upaya
yang digunakan mahasiswa ialah :

1. Risiko Perilaku Kekerasan


a. Mengidentifikasikan isi Risiko Perilaku Kekerasan.
b. Mengidentifikasikan waktu terjadi Risiko Perilaku Kekerasan.

68
c. Mengidentifikasikan situasi pencetus Risiko Perilaku
Kekerasan.
d. Mengidentifikasikan respon terhadap Risiko Perilaku
Kekerasan.
e. Membantu pasien mempraktekkan latihan cara mengontrol
Risiko Perilaku Kekerasan dengan tarik nafas dalam dan pukul
bantal.
f. Menjelaskan cara mengontrol Perilaku Kekerasan dengan
minum obat secara teratur.
g. Melatih pasien mengotrol Risiko Perilaku Kekerasan dengan
berbicara baik-baik dengan orang lain dan spritual.
h. Mengevalusi jadwal kegiatan harian pasien.

4.3 Tahap Implementasi

Pada tahap implementasi mahasiswa hanya mengatasi masalah keperawatan


dengan diagnosa keperawatan Risiko perilaku Kekerasan/Perilaku Kekerasan
karena masalah utama yang dialami pasien. Pada diagnosa keperawatan
Risiko Perilaku Kekerasan/Perilaku Kekerasan strategi pertemuan ialah
mengidentifikasi perilaku kekerasan, mengotrol perilaku kekerasan, dan cara
tarik nafas dalam dan pukul bantal kasur. Strategi pertemuan yang kedua
ialah anjurkan minum obat secara teratur, strategi pertemua ketiga ialah
latihan cara komunikasi secara verbal atau bicara baik-baik dan strategi
terakhir pertemua keempat yaitu spritual.

4.4 Tahap Evaluasi

69
Pada tinjaun kasus evaluasi yang dihasilkan adalah ;

1. Pasien sudah dapat mengontrrol dan mengindefikasi Resiko perilaku


Kekerasan

2. Pasien dapat mengendalikan Resiko Perilaku Kekerasan melalui


latihan fisik

3. Pasien dapat mengendalikan Resiko Perilaku Kekerasan dengan cara


pergi ke poli jiwa untuk mendapatkan minum obat.

4. Pasien dapat mengendalikan Resiko Perilaku Kekerasan dengan


berbicaara baik-baik dengan orang

5. Pasien dapat mengendalikan Resiko Perilaku Kekerasan dengan


melakukan spritual

70
BAB III
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Setelah menguraikan tentang proses keperawatan pada Tn. K dan


disimpulkan bahwa pasien dapat mengontrol risiko perilaku kekerasan
dengan terapi yang di ajarkan oleh mahasiswa. Dimana pasien dapat
melakukan tarik nafas dalam, memukul bantal secara mandiri untuk
mengontrol amarahnya. Pasien juga minum obat secara teratur dan berbicara
secara baik-baik jika ingin meminta sesuatu atau melakukan penolakan,
hingga pasien dapat melakukan spritual sesuai ajaran agama yang dianut.

5.2 Saran

1. Diharapkan pada keluarga sering mengunjungi pasien selama


waktu perawatan karena dengan seringnya keluarga berkunjung,
maka pasien merasa berarti dan dibutuhkan dan juga setelah pulang
keluarga harus memperhatikan obat dikonsumsi seta membawa
pasien kontrol secara teratur kepelayana kesehatan jiwa ataupun
rumah sakit jiwa.

2. Bagi mahasiswa /mahasiwi agar lebih memperdalam ilmu


pengetahuan khusus tentang keperawatan jiwa.

71
DAFTAR PUSTAKA

Aprini, K. T. & Prasetya, A S. 2018. Penerapan Terapi Musik Klasik pada


Pasien yang Mengalami Resiko Perilaku Kekerasan di ruang Melati
Rumah Sakit Jiwa Provinsi Lampung. Jurnal keperawatan Panca Bhakti
Volume VI no. 1 diunduh dalam
http://ejournal.pancabhakti.ac.id/index.php/jkpbl/article/download/ 23/25/
Azis, N. R., Sukamto, E., & Hidayat, A. (2018). Pengerun Terapi De-Ekslasi
Terhadap Perubahan Perilaku Pasien dengan Risiko Perilaku
Kekerasan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam Samarinda.
http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/id/eprint/797
Diari, N. W. B. (2018). Gambaran Asuhan Keperawatan Pemberian Terapi
Mengontrol Emosi Secara Fisik Pada Pasien Risiko Perilaku
Kekerasan Di RSJ Provinsi Bali Tahun 2018 (Doctoral dissertation, Jurusan
Keperawatan 2018). http://repository.poltekkesdenpasar.ac.id/id/eprint/561
Estika Mei Wulansari, E. (2021). Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien
Dengan Risiko Perilaku Kekerasan di Rumah Sakit Daerah dr Arif
Zainuddin Surakarta (Doctoral dissertation, Universitas Kusuma Husada
Surakarta). http://eprints.ukh.ac.id/id/eprint/1020
Hastuti, R. Y., Agustina, N., & Widiyatmoko, W. (2019). Pengaruh restrain
terhadap penurunan skore panss EC pada pasien skizofrenia dengan perilaku
kekerasan. Jurnal Keperawatan Jiwa, 7(2), 135-144.
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKJ/article/view/4907/pdf
Hasannah, S. U. (2019). Asuhan Keperawatan Jiwa pada Pasien Dengan
Risiko Perilaku Kekerasan (Doctoral dissertation, STIKes Kusuma Husada
Surakarta)http://eprints.ukh.ac.id/id/eprint/41
Kio, A. L., Wardana, G. H., & Arimbawa, A. G. R. (2020). Hubungan
Dukungan
Keluarga terhadap Tingkat Kekambuhan Klien dengan Risiko Perilaku
Kekerasan. Caring: Jurnal Keperawatan, 9(1), 69-72.
http://ejournal.poltekkesjogja.ac.id/index.php/caring/article/view/5 92

72
Kemenkes RI. (2018). Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS.Jakarta:
Kemenkes RI.https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/10/08/persebar
an-prevalensi-skizofreniapsikosis-di-indonesia#
Kandar, K., & Iswanti, D. I. (2019). Faktor Predisposisi dan Prestipitasi
Pasien
Resiko Perilaku Kekerasan. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 2(3), 149-156.
http://dx.doi.org/10.32584/jikj.v2i3.226
Kusumaningtyas, K. P. (2018). Penerapan Tindakan Asertif Pada Pasien
dengan Risiko Perilaku Kekerasan di Bangsal Maintenance RSJ Grhasia
Yogyakarta (Doctoral dissertation, poltekkes kemenkes yogyakarta).
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/id/eprint/2112
Makhruzah, S., Putri, V. S., & Yanti, R. D. (2021). Pengaruh Penerapan
Strategi
Pelaksanaan Perilaku Kekerasan terhadap Tanda Gejala Klien Skizofrenia di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi. Jurnal
Akademika Baiturrahim Jambi, 10(1), 39-46.
http://dx.doi.org/10.36565/jab.v10i1.268
Novendra & Rizky. (2019). Pengelolaan Keperawatan Resiko Perilaku
Kekerasan (Rpk) Pada Tn. A Dengan Skizofrenia Di Wisma Puntadewa
Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr Soerojo Magelang. Diss. Universitas Ngudi
Waluyo,http://repository2.unw.ac.id/id/eprint/99
Pardede, J. A. (2013). Pengaruh Acceptance And Commitment Therapy Dan
Pendidikan Kesehatan Kepatuhan Minum Obat Terhadap Gejala,
Kemampuan Berkomitmen Pada Pengobatan Dasar Kepatuhan Pasien
Skizofrenia. FIK UI, Depok
Pardede, J. A. (2019). The Effects Acceptance and Aommitment Therapy and
Health Education Adherence to Symptoms, Ability to Accept and Commit to
Treatment and Compliance in Hallucinations Clients Mental Hospital of
Medan, North Sumatra. J Psychol Psychiatry Stud, 1, 30-35.
Pardede, J. A., Siregar, L. M., & Halawa, M. (2020). Beban dengan Koping
Keluarga Saat Merawat Pasien Skizofrenia yang Mengalami Perilaku
Kekerasan. Jurnal Kesehatan, 11(2), 189-196.
http://dx.doi.org/10.26630/jk.v11i2.1980
Pardede, J. A. (2020, November 12). Standar Asuhan Keperawatan Jiwa
Dengan
Masalah Risiko Perilaku. Kekerasan.
https://doi.org/10.31219/osf.io/we7zm

73
Pardede, J. A., Simanjuntak, G. V., & Laia, R. (2020). The Symptoms of Risk
of Violence Behavior Decline after Given Prgressive Muscle
Relaxation Therapy on Schizophrenia Patients. Jurnal Ilmu
Keperawatan Jiwa, 3(2), 91-100.
http://dx.doi.org/10.32584/jikj.v3i2.534
Pardede, J. A., Siregar, L. M., & Hulu, E. P. (2020). Efektivitas Behaviour
Therapy Terhadap Risiko Perilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia Di
Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provsu Medan. Jurnal
Mutiara Ners, 3(1), 8-14.
http://114.7.97.221/index.php/NERS/article/view/1005
Pardede, J. A., Keliat, B.A., & Yulia, I. (2015). Kebutuhan Dan Komitmen
Klien Skizofrenia Meningkat Setelah Diberkan Acceptance And Commitment
Therapy Dan Pendidikan Kesehatan Kepatuhan Minum Obat. Jurnal
Keperawatan Indonesia, 3(18), 157-166.
http://dx.doi.org/10.7454/jki.v18i3.419
Parwati, I. G., Dewi, P. D., & Saputra, I. M. (2018). Asuhan Keperawatan
PerilakuKesehatan.
Pitayanti, A., & Hartono, A. (2020). Sosialisasi Penyakit Skizofrenia Dalam
Rangka Mengurangi Stigma Negatif Warga di Desa Tambakmas
Kebonsari-Madiun. Journal of Community Engagement
in
Health, 3(2), 300-303.
https://jceh.org/index.php/JCEH/article/view/83/78
Putri, M., Arif, Y., & Renidayati, R. (2020). Pengaruh Metode Student Team
Achivement Division Terhadap Pencegahan Perilaku Kekerasan. Media Bina
Ilmia,14(10), 3317-3326.
Yusuf Ah, Rizky, P. K & Hanik Endang, (2015) Buku Ajaran Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jidil,: Jakarta: Salemba Merdeka.
http://repository2.unw.ac.id/id/eprint/99
WHO, (2019). Schizophrenia. Retrieved from.
https://www.who.int/newsroom/fact-sheets/%20detail/schizophrenia

74
75
LAMPIRAN SOAL

1. Seorang perempuan yaitu Ny.S berusia 28 tahun dirawat di RSJ


Sukasenang. Berdasarkan informasi dari keluarga, Ny S dibawa ke RSJ
karena Ny S bertengkar dan berkelahi dengan tetangga rumahnya. Saat
dilakukan pengkajian di RSJ, muka pasien tampak merah dan tegang, wajah
memerah dan tegang, berbicara kasar dan suara tinggi, serta pasien sering
jalan mondar mandir. Apakah masalah psikososial pada kasus di atas?

A. Halusinasi
B. Defisit Perawatan Diri
C. Harga diri Rendah
D. Perilaku kekerasan
E. Ansietas

2. Perawat sedang melakukan komunikasi terapeutik dengan klien


yang mengalami masalah keperawatan resiko perilaku kekerasan.
Pada tahap orientasi yang dilakukan oleh perawat
Bagaimana implementasi komunikasi terapeutik pada kasus di atas?

A. “bagaimana perasaan bapak saat ini?”


B. “baiklah kalau bapak merasa kesal coba lakukan yang seperti kita
latih barusan.”
C .“apa yang membuat bapak marah?”
D .“apa yang bapak lakukan saat marah.”
E .“bagaimana perasaan bapak setelah kita berdiskusi?”

2. Seorang pasien usia 25 tahun dibawa keluarganya ke poli jiwa. Keluarga


mengatakan klien marah-marah dan membanting barang-barang dirumah.
Setelah dilakukan pengkajian didapatkan data muka merah, pandangan tajam,
tampak lusuh. Apa tindakan yang harus dilakukan oleh perawat selanjutnya?

A.Diskusikan penyebab perilaku kekerasan


B.Diskusikan akibat perilaku kekerasan
C.Ajarkan klien cara mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
D.Ajarkan klien cara mengontrol perilaku kekerasan secara verbal
E. Ajarkan klien cara mengontrol perilaku kekerasan secara obat

3. Seorang laki-laki berusia 25 tahun dirawat di RSJ 2 hari yang lalu dengan
alasan berbicara kasar, marah-marah, memukul saudaranya karena tidak
dibelikan sepeda motor oleh orang tuanya. Saat dilakukan pengkajian klien

76
tampak tenang, kooperatif, klien mengatakan perasaan jengkel, kesal kadang
masih ada. Apakah intervensi keperawatan selanjutnya yang tepat untuk
kasus di atas?

A.Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara tarik


nafas dalam
B.Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara pukul
kasur dan bantal
C.Membina hubungan saling percaya
D.Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan dengan cara
bercakap-cakap
E.Membantu klien mengenal tanda dan gejala, penyebab, dan
akibat perilaku kekerasan

4. Seorang laki-laki 25 tahun dibawa ke UGD RS Jiwa. Menurut keluarga,


pasien sering mengamuk, membanting barang-barang, memukul dan berkata
kasar. Pada saat komunikasi terapeutik dengan perawat, pasien dibantu untuk
mengidentifikasi penyebab, jenis kekerasan yang dilakukan dan akibat dari
perilaku kekerasan. Manakah tindakan selanjutnya terkait kasus tersebut?

A.Ajarkan pasien mengontrol marah dengan cara spiritual


B.Ajarkan pasien mengontrol marah dengan pukul kasur dan bantal
C.Ajarkan pasien untuk mengontrol marah dengan tarik nafas
dalam
D.Ajarkan pasien untuk mengontrol marah dengan patuh minum
obat
E.Ajarkan pasien cara verbal: meminta dengan baik, menolak
dengan baik

5. Seorang pasien laki-laki 20 tahun, dibawa ke Poli Rumah Sakit Jiwa


dengan alasan pasien mengamuk karena tidak dibelikan motor baru oleh
keluarganya. Saat perawat menanyakan alasan pasien mengamuk, ia
mengatakan kesal pada orangtuanya karena tidak ada memenuhi
permintaannya, tidak ada peduli padanya. Pasien memiliki riwayat dirawat di
rumah sakit jiwa dengan keluhan yang sama, jarang minum obat. Sebagai
perawat, apa tindakan yang tepat dilakukan pada keluarga pasien tersebut?

A.Mengajarkan keluarga cara minum obat yang benar


B.Mengajarkan keluarga cara merawat pasien dengan tuntutan yang
tinggi
C.Mengajarkan keluarga cara merawat pasien dengan perilaku
kekerasan
D.Mengajarkan keluarga cara mempersiapkan kerja bagi pasien

77
E.Mengajarkan keluarga cara melibatkan pasien untuk mengikuti
kegiatan di masyarakat

6. laki-laki berusia 40 tahun dirawat di ruang intensive RS Jiwa karena tidak


mau keluar kamar sejak 3 hari yang lalu. Berdasarkan hasil pengkajian klien
mengatakan kesal telah dibohongi isterinya, ekspresi wajah sedikit tegang,
Penampilan tidak rapi, nada suara tinggi, mengancam mau membakar
rumahnya. Apaah Diagnosa keperawatan yang tepat pada kasus diatas ?

A.Harga diri rendah


B.Halusinasi pendengaran
C.Resiko perilaku kekerasan
D.Defisit perawatan diri : mandi
E.Gangguan proses pikir : waham curiga

7. Seorang laki-laki 2 tahun di bawa ke RSJ karena mengamuk, marah-marah,


dan mengancam akan membakar rumah tetangganya, karena kesal
dipermalukan di depan umum, tampak tegang dan nada suara tinggi.
Manakah Intervensi yang tepat berdasarkan kasus diatas ?

A.Kaji isi, frekuensi, waktu, dan perasaan klien saat halusinasi


muncul
B.Beri obat antispikotik sesuai anjuran ( SPO )
C.Bantu klien mengekspreikan perasaanya
D.Penkes keluarga tentang kesehatan jiwa
E.Latih pukul bantal

9. Seorang Laki-laki , berusia 24 tahun dibawa ke Rumah Sakit Jiwa


Nania. Klien masuk dengan alasan sering marah-marah di rumah,
klien tampak kotor dan kadang suka tertawa sendiri. Klien
menyangkal mendengar suara-suara yang menyuruhnya melakukan
sesuatu. Saat didekati perawat didapati klien berkeringat, muka
merah dan berteriak-teriak kepada perawat.
Apa rencana keperawatan yang paling tepat untuk pasien tersebut?

A.Ajarkan kepada pasien cara mengontrol marah yang efektif


B.Lakukan pengekangan fisik dengan kontrak yang jelas kepada
keluarga
C.Berikan obat penenang
D.Ajarkan cara menghardik kepada pasien
E.Penuhi kebutuhan perawatan diri pasien

78
10. Seorang wanita dibawa ke RSJ karena 2 bulan yang lalu tidak mau
merawat diri, mengamuk dan sering bicara kasar. Gejala tersebut muncul
sejak ditinggalkan menikah oleh pacarnya sekitar 8 bulan yang lalu. Dari
wawancara diketahui bahwa wanita tersebut memang pendiam dan jarang
menceritakan masalahnya pada orang lain. Dan dia merasa bahwa tidak ada
orang lain yang memperhatikannya. Apakah faktor presipitasi yang
menyebabkan wanita tersebut mengalami gangguan jiwa?

A. Karakteristik pendiam
B. Kurang motivasi dalam merawat diri
C. Kematian ibunya
D. Tidak memiliki teman dekat
E. Ditinggalkan menikah

1. https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKJ/article/view/4421

2.http://jab.stikba.ac.id/index.php/jab/article/view/268

3.https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKJ/article/view3913

4https://www.google.com/books?
hl=id&lr=&id=d_XrSz7l4NIC&oi=fnd&pg=PA83&dq=jurnal+perilaku
+kekerasan&ots=IWSRg725tp&sig=IQ3bq9DvsiRyoFhQX12RgjIqkjU

5.https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKJ/article/view/3913

6.https://www.google.com/books?
hl=id&lr=&id=d_XrSz7l4NIC&oi=fnd&pg=PA83&dq=jurnal+perilaku
+kekerasan&ots=IWSRg725tp&sig=IQ3bq9DvsiRyoFhQX12RgjIqkjU

7.http://202.4.186.66/JIK/article/view/5312

79
8. http://journal.ppnijateng.org/index.php/jikj/article/view/226

9. http://jab.stikba.ac.id/index.php/jab/article/view/268

10. https://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/view/1973

11.http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP/article/vi
ew/16

12.https://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/view/1973

13.http://www.jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/view/481

14.http://ejournal.poltekkesjogja.ac.id/index.php/kia/article/view/41

15.http://repository.poltekkessmg.ac.id/index.php?
p=show_detail&id=16019&keywords=

16.http://repository.poltekkessmg.ac.id/index.php/index.php?
p=show_detail&id=15517&keywords=

17.http://www.jurnal.stikescendekiautamakudus.ac.id/index.php/stikes/a
rticle/view/100

18.http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/5402319.http://repository.poltekkes
smg.ac.id/index.php?p=show_detail&id=16019&keywords=

20.http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP/article/vi
ew/16

21Link https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKJ/article/view/980

22.Linkhttp://journal.ppnijateng.org/index.php/jikj/article/view/26

23.Linkhttps://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKJ/article/view/976

24. Link https://osf.io/we7zm

25.Linkhttp://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP/artic
le/view/16

80
26.Linkhttps://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKJ/article/view/39

27. Link http://eprints.undip.ac.id/44413/

28.Linkhttp://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP/artic
le/view/16

29. Link https://eprints.ukh.ac.id/id/eprint/961/

30.Linkhttps://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKJ/article/view/39

31.Pengaruh Penerapan Strategi Pelaksanaan Perilaku Kekerasan


terhadap Tanda Gejala Klien Skizofrenia

https://scholar.google.co.id/scholar?
start=10&q=jurnal+perilaku+kekerasan&hl=id&as_sdt=0,5&as_vis=
1#d=gs_qabs&u=%23p%3Dl4cCNeqqoO8J

32. Stigmatisasi dan perilaku kekerasan pada orang dengan gangguan


jiwa (ODGJ) 

https://scholar.google.co.id/scholar?
q=jurnal+perilaku+kekerasan&hl=id&as_sdt=0&as_vis=1&oi=schol
art#d=gs_qabs&u=%23p%3DAgLHFETyrHEJ

33. Efektivitas Behaviour Therapy Terhadap Risiko Perilaku Kekerasan


Pada Pasien Skizofrenia

https://scholar.google.co.id/scholar?
q=jurnal+perilaku+kekerasan&hl=id&as_sdt=0&as_vis=1&oi=schol
art#d=gs_qabs&u=%23p%3D6POtXNPxBDUJ

81
34. Pengaruh Terapi Psikoreligi Terhadap Penurunan Perilaku
Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia 

https://scholar.google.co.id/scholar?
q=jurnal+perilaku+kekerasan&hl=id&as_sdt=0&as_vis=1&oi=schol
art#d=gs_qabs&u=%23p%3DXIty4orGBDUJ

35. PENGARUH LATIHAN ASERTIF DALAM MENURUNKAN GEJALA PERILAKU


KEKERASAN PADA PASIEN SKIZOPRENIA

https://scholar.google.co.id/scholar?
start=20&q=jurnal+perilaku+kekerasan&hl=id&as_sdt=0,5&as_vis=
1#d=gs_qabs&u=%23p%3DiWSew6G4r9IJ

36. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Pasien Dengan Resiko Perilaku


Kekerasan

https://scholar.google.co.id/scholar?
start=20&q=jurnal+perilaku+kekerasan&hl=id&as_sdt=0,5&as_vis=
1#d=gs_qabs&u=%23p%3DP1eh3FXOkTAJ

37. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi berhubungan dengan


kemampuan pasien dalam mengontrol perilaku kekerasan

https://scholar.google.co.id/scholar?
start=20&q=jurnal+perilaku+kekerasan&hl=id&as_sdt=0,5&as_vis=
1#d=gs_qabs&u=%23p%3DqmX95oIVjGEJ

38. Hubungan Dukungan Keluarga terhadap Tingkat Kekambuhan Klien


dengan Resiko Perilaku Kekerasan

https://scholar.google.co.id/scholar?
start=30&q=jurnal+perilaku+kekerasan&hl=id&as_sdt=0,5&as_vis=
1#d=gs_qabs&u=%23p%3D1kiPcDTwlJwJ

82
39. Pengaruh Relaksasi Progresif Terhadap Penurunan Perilaku
Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia 

https://scholar.google.co.id/scholar?
start=30&q=jurnal+perilaku+kekerasan&hl=id&as_sdt=0,5&as_vis=
1#d=gs_qabs&u=%23p%3DPuZ1TxSXq_4J

40. APLIKASI TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF PADA ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN

DENGAN RISIKO PERILAKU KEKERASAN

  https://scholar.google.co.id/scholar?
start=30&q=jurnal+perilaku+kekerasan&hl=id&as_sdt=0,5&as_vis=1#
d=gs_qabs&u=%23p%3DQRTK9WbODqQJ

83

Anda mungkin juga menyukai