Dosen Pengampu :
Dosen Pengampu :
2
3
KATA PENGANTAR
4
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................3
1.3 Tujuan ..............................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Dasar Perilaku Kekerasan.....................................................6
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan.........................................23
2.3 Asuhan Keperawatan pada Pasien Perilaku Kekerasan..........38
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan......................................................................................76
3.2 Saran................................................................................................76
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................78
LAMPIRAN SOAL................................................................................81
5
BAB I
PENDAHULUAN
6
abstrak) dan mengalami kesukaran melakukan aktivitas sehari-hari (Keliat,2014).
Seorang yang mengalami skizofrenia terjadi kesulitan berfikir dengan benar,
memahami dan menerima realita, gangguan emosi/perasaan, tidak mampu
membuat keputusan, serta gangguan dalam melakukan aktivitas atau perubahan
perilaku. Klien skizofrenia 70% mengalami halusinasi (Stuart, 2014).
Halusinasi merupakan keadaan seseorang mengalami perubahan dalam pola
dan jumlah stimulasi yang diprakarsai secara internal atau eksternal disekitar
dengan pengurangan, berlebihan, distorsi, atau kelainan berespon terhadap setiap
stimulus (Townsend, 2009 dalam Pardede, Keliat, & Yulia, 2015). Halusinasi
pendengaran paling sering terjadi ketika klien mendengar suarasuara, suara
tersebut dianggap terpisah dari pikiran klien sendiri. Isi suarasuara tersebut
mengancam dan menghina, sering kali suara tersebut memerintah klien untuk
melakukan tindakan yang akan melukai klien atau orang lain (Nyumirah, 2015).
Berdasar kan data dari medical record BPRS dari makasar provinsi
sulawesi selatan menunjukan pasien halusinasi yang dirawat pada tiga tahun
terakhir sebagai berikut: pada tahun 2006 jumlah pasien 8710 dengan halusinasi
sebanyak 4340 orang (52%), tahun 2007 jumlah pasien 9245 dengan halusinasi
sebanyak 4430 orang (49%), tahun 2008 ( januari-maret) jumlah pasien 2294
dengan halusinasi sebanyak 1162 orang. Agar perilaku kekerasan tidak terjadi pada
klien halusinasi maka sangat di butuh kan asuhan keperawatan yang
berkesinambungan.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas dan sebagai tugas untuk
memahami keperawatan jiwa tentang maraknya kejadian halusinasi, maka perlu
kiranya untuk membahas masalah gangguan jiwa dengan halusinasi menggunakan
Asuhan Keperawatan Jiwa pada pasien Halusinasi.
BAB II
PEMBAHASAN
8
2.1.1 Definisi Perilaku Kekerasan
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan emosi yang merupakan
campuran perasaan frustasi dan benci atau amarah. Hal ini didasari
keadaan emosi secara mendalam dari setiap orang sebagai bagian
penting dari keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke
lingkungan, kedalam diri atau secara destruktif‟. (Paatricia D. Barry
1998, Dalam Yosep 2014: 151)
2.1.2 Etiologi
2.1.2.1 Rentang respon marah
9
Menurut (Yosep, dalam Damaiyanti, 2012: 95). perilaku
kekerasan merupakan status rentang emosi dan ungkapan
kemarahan yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik.
Kemarahan tersebut merupakan suatu bentuk komunikasi dan
proses penyampaian pesan dari individu. Orang yang
mengalami kemarahan sebenarnya ingin menyampaikan pesan
bahwa ia “tidak setuju, tersinggung, merasa tidak dianggap,
merasa tidak dituruti atau diremehkan”. Rentang respon
kemarahan individu dimulai dari respon normal (asertif)
sampai pada respon sangat tidak normal
(maladaptif).
Respon Respon
Adaptif Maladaftif
Keterangan:
a. Asertif
Klien dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan
orang lain dan memberikan kelegaan.
b. Frustasi
Klien gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan
tidak dapat menemukan alternatif.
c. Pasif
Klien tidak dapat mengungkapkan perasaannya, tidak
berdaya dan menyerah
d. Agresif
Klien mengekspresikan secara fisik, tapi masih terkontrol,
mendorong orang lain dengan ancaman.
e. Kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat dan hilang
kontrol, disertai amuk, merusak lingkungan.
10
Rentang kemarahan dapat berfluktasi dalam rentang adaptif sampai maladaptif.
Rentang respon kemarahan (Keliat, 2003) dapat digambarkan sebagai berikut :
11
4 Isyarat bahasa tubuh (non-verbal
. cues), terbuka, dan gerak-gerik
alami. Atentif , ekspresi wajah yang
menarik, kontak mata yang
langsung, percaya diri. Volume
suara yang sesuai. Kecepatan bicara
yang beragam.
5 Isyarat Bahasa (Verbal
. Cues) a. “Aku
memilih untuk...”
b. “Alternatif apa yang kita miliki?”
6 Konfrontasi dan Pemecahan
. Masalah
2 Bernegosiasi, menawar,
menukar, dan kompromi
3 Mengkonfrontir, masalah pada
saat
terjadi
4 Tidak ada perasaan negatif yang
muncul.
7 Perasaan yang dimiliki, yaitu :
.
12
Gaya komunikasi dengan Pendekatan yang harus dilakukan
orang assertif terhadap orang-orang dengan karakter
assertif ini adalah :
2 Hargai mereka dengan mengatakan
bahwa pandangan yang akan kita
sampaikan barangkali telah pernah
dimiliki oleh mereka sebelumnya.
3 Sampaikan topik dengan rinci dan
jelas karena mereka adalah
pendengar yang baik.
4 Jangan membicarakan sesuatu yang
bersifat penghakiman karena mereka
adalah orang yang sangat
menghargai setiap pendapat orang
lain.
5 Berikan mereka kesempatan untuk
meyampaikan pokok-pokok pikiran
dengan tenang dan runtun.
6 Gunakan intonasi suara variatif
karena mereka menyukai hal ini.
7 Berikan beberapa alternatif jika
menawarkan sesuatu karena mereka
tidak suka sesuatu yang berifat kaku.
8 Berbicaralah dengan penuh percaya
diri agar dapat mengimbangi
mereka.
13
Agresif Sikap agresif adalah sikap Perilaku agresif sering bersifat
membela diri sendiri menghukum, kasar, menyalahkan, atau
dengan melanggar hak menuntut. Hal ini termasuk mengancam,
orang lain melakukan kontak fisik, berkata-kata
kasar, komentar menyakitkan dan juga
menjelek - jelekkan orang lain
dibelakang. Sikap agresif merupakan
perilaku yang menyertai marah namun
masih dapat dikontrol. Orang agresif
biasanya tidak mau mengetahui hak
orang lain. Dia berpendapat bahwa
setiap orang harus bertarung untuk
mendapatkan kepentingan sendiri.
Agresif memperlihatkan permusuhan,
keras dan menuntut, mendekati orang
lain dengan ancaman, memberi kata
ancaman tanpa niat melukai.Umumnya
klien masih dapat mengontrol perilaku
untuk tidak melukai orang lain.
15
b) Genetic factor adalah adanya gen yang diturunkan
melalui orang tua, menjadi potensi perilaku
agresif. Menurut riset Kazuo murakami dalam
Damayanti (2012:100) menerangkan bahwa
dalam gen manusia terdapat dormant (potensi)
agresif yang sedang tidur akan bangun jika
terstimulasi oleh faktor eksternal. Menurut
penelitian genetic tipe karyotype XYY, pada
umumnya dimiliki oleh penghuni pelaku tindak
kriminal serta orang orang yang tersangkut hukum
akibat perilaku agresif.
c) Cycardian Rhytm adalah (irama sirkadian tubuh),
memegang peranan pada individu. Menurut
penelitian pada jam jam sibuk seperti menjelang
masuk kerja dan menjelang berakhirnya pekerjaan
sekitar jam 9-13. Pada jam tertentu orang lebih
mudah terstimulasi untuk bersikap agresif.
d) Biochemistry factor adalah (Faktor biokimia
tubuh) seperti neurotransmitter di otak (epineprin,
norepineprin, dopamine, asetilkolin dan serotonin)
sangat berperan dalam penyampaian informasi
melalui sistem persyarafan dalam tubuh, adanya
stimulus dari luar tubuh yang dianggap
mengancam atau membahayakan akan dihantar
melalui impuls neurotransmitter ke otak dan
meresponnya melalui serabut efferent.
Peningkatan hormone androgen dan norepineprin
serta penurunan serotonin dan GABA pada cairan
serebrospinal vertebra dapat menjadi faktor
predisposisi terjadinya perilaku agresif.
e) Brain area disorder adalah gangguan pada sistem
limbik dan lobus temporal, sindrom otak organik,
tumor otak, trauma otak, penyakit ensepalitis,
epilepsi ditemukan sangat berpengaruh terhadap
perilaku agresif dan tindak kekerasan.
16
2.) Teori Psikologis
a) Teori psikoanalisa adalah agresivitas dan
kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat tumbuh
kembang seseorang (life span history).
Teori ini menjelaskan bahwa adanya
ketidakpuasan fase oral antara usia 0-2 tahun
dimana anak tidak mendapat kasih sayang dan
pemenuhan kebutuhan air air susu yang cukup
cenderung mengembangkan sikap agresif dan
bermusuhan setelah dewasa sebagai kompensasi
adanya ketidakpercayaan pada lingkungannya.
Tidak terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat
mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan
membuat konsep diri yang rendah. Perilaku agresif
dan tindak kekerasan merupakan pengungkapan
secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaannya
dan rendahnya harga diri pelaku tindak kekerasan.
b) Imitation,modeling and information processing
theory menurut teori ini perilaku kekerasan bisa
berkembang dalam lingkungan yang mentolelir
kekerasan. Adanya contoh, model dan perilaku
yang ditiru dari media atau lingkungan sekitar
memungkinkan individu meniru perilaku tersebut.
Dalam suatu penelitian beberapa anak
dikumpulkan untuk menonton tayangan pemukulan
pada boneka dengan reward positif pula (makin
keras pukulannya akan diberi coklat), anak lain
menonton tayangan cara mengasihi dan mencium
boneka tersebut dengan reward positif pula (makin
baik belaiannya mendapat hadiah coklat).
Setelahanak-anak keluar dan diberi boneka
ternyata masingmasing anak berperilaku sesuai
dengan tontonan yang pernah dialaminya.
c) Learning theory adalah perilaku kekerasan
merupakan hasil belajar individu terhadap
lingkungan terdekatnya. Ia mengamati bagaimana
17
respon ayah saat menerima kekecewaan dan
mengamati bagaimana respon ibu saat marah. Ia
juga belajar bahwa agresivitas lingkungan sekitar
menjadi peduli, bertanya, menanggapi, dan
menganggap bahwa dirinya eksis dan patut untuk
diperhitungkan.
Stres
18
Cemas
Marah
Depresi/psikosomatik Agresif/mengamuk
19
diri, sedangkan secara eksternal dapat berupa perilaku destruktif
agresif.
3. Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain,
merusak lingkungan, amuk/agresif.
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu,
dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan, mengamuk,
ingin berkelahi, menyalahkan, dan menuntut.
.5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan
tidak jarang mengeluarkan kata-kata bernada sarkasme.
.6. Spritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, keragu-raguan, tidak
bermoral, dan kreativitas terhambat.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,
dan sindiran.
.8. Perhatian
20
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual.
9. Tanda ancaman kekerasan adalah: Tanda ancaman
kekerasan (Yusuf, 2015) yaitu:
a. Tindakan kekerasan belum lama, termasuk kekerasan
terhadap barang milik sendiri dan orang lain.
b. Ancaman verbal atau fisik.
c. Membawa sejata atau benda lain yang dapat digunakan
sebagai senjata (misalnya: garpu, asbak).
d. Agitasi psikomotor progresif.
e. Intoksikasi alkohol atau zat lain.
f. Ciri paranoid pada klien psikotik.
g. Halusinasi perilaku kekerasan tetapi tidak semua klien
berada pada resiko tinggi.
h. Penyakit otak, global, atau dengan temuan lobus fantolis,
lebih jarang pada temuan lobus temporalis (kontroversial).
i. Kegembiraan katatonik.
j. Episode manik tertentu.
k. Episode depresi teragitasi tertentu.
l. Gangguan kepribadian (kekerasan, penyerangan, atau
diskontrol impuls).
22
2) Imitation, modeling, and information prosessing
teori yaitu menurut teori ini perilaku kekerasan bisa
berkembang dalam lingkungan yang mentolelir
kekerasan, adanya contoh model dan perilaku yang
ditiru dari media atau lingkungan sekitar
memungkinkan individu meniru perilaku tersebut.
Dalam suatu penelitian beberapa anak dikumpulkan
untuk menonton tayangan pemukulan akan diberi
coklat.
3) Learning theory yaitu perilaku kekerasan merupakan
hasil belajar individu terhadap lingkungan
terdekatnya, ia mengamati bagaimana respon ayah
menerima kekecewaan dan mengamati bagaimana
respon ibu saat marah.
4) Teori sosiokultural
Dalam budaya tertentu seperti rebutan berkah,
rebutan uang receh, sesaji atau kotoran kerbau di
keraton, serta ritual-ritual yang cenderung mengarah
kepada kemusyrikan secara tidak langsung turut
memupuk sikap agresif dan ingin menang sendiri.
Kontrol masyarakat yang rendah dan kecenderungan
menerima perilaku kekerasan sebagai cara
penyelasaian masalah dalam masyarakat merupakan
faktor predisposisi terjadinya perilaku kekerasan. Hal
ini dipicu juga dengan maraknya demonstrasi, film-
film kekerasan, mistik, tahayul, dan perdukunan
(santet, teluh) dalam tayangan televisi.
5) Aspek religiusitas
Dalam tinjauan religiusitas, kemarahan dan
agresivitas merupakan dorongan dan bisikan setan
yang sangat menyukai kerusakan agar manusia
menyesal (devil support). Semua bentuk kekerasan
adalah bisikan syetan melalui pembuluh darah ke
jantung, otak dan organ vital manusia lain yang
dituruti manusia sebagai bentuk kompensasi bahwa
kebutuhan dirinya terancam dan harus segera
23
dipenuhi tetapi tanpa melibatkan akal dan norma
agama.
2.1.5.2 Faktor Presipitasi
Faktor-faktor presipitasi dari perilaku kekerasan sering kali
berkaitan dengan (Yosep, 2014: 253) yaitu:
a. Ekspansi diri, ingin menunjukan eksistensi diri atau simbol
solidaritas seperti dalam sebuah konser, penonton sepak
bola, geng sekolah, perkelahian massal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan
kondisi sosial ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam
keluarga serta tidak membiasakan dialog dalam
menyelesaikan masalah cenderung melakukan kekerasan
dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuan menempatkan dirinya sebagai seorang
dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku antisosial meliputi
penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan tidak mampu
mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan
tahap perkembangan keluarga.
Hal-hal yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan atau
penganiayaan (Fitria,2014) antara lain sebagai berikut:
1) Kesulitan kondisi sosial ekonomi.
2) Kesulitan dalam mengomunikasikan sesuatu.
3) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan
ketidakmampuannya dalam menempatkan diri sebagai
orang yang dewasa.
4) Pelaku mungkin mempunyai riwayat antisosial seperti
penyalahgunaan obat dan alkohol serta tidak mampu
mengontrol emosi pada saat menghadapi rasa frustasi.
5) Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan
pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau
perubahan tahap perkembangan keluarga.
24
2.1.6 Penatalaksanaan
2.6.1.1 Tindakan Keperawatan
Yosep mengemukakan cara khusus yang dapat dilakukan
oleh keluarga dalam mengatasi marah klien yaitu:
a. Berteriak, menjerit, memukul, terima marah klien, diam
sebentar, arahkan klien untuk memukul barang yang
tidak mudah rusak seperti bantal, kasur.
b. Latihan relaksasi
Bantu klien latihan relaksasi misalnya latihan fisik
maupun olahraga. Latihan pernafasan 2x/hari, tiap kali
10 kali tarikan dan hembusan nafas..
2.6.1.2 Terapi Medis
Psikofarmakologi adalah terapi menggunakan obat dengan
tujuan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala
gangguan jiwa.
terapi farmakologi yang dapat diberikan untuk klien dengan
perilaku kekerasan (Yosep,2014: 156) adalah:
a. Antianxiety dan Sedative-hipnotics. Obat-obatan ini
dapat digunakan mengendalikan agitasi yang kuat.
Benzodiazepines seperti lorazepam dan clonazepam,
sering digunakan dalam kedaruratan psikiatrik untuk
menenangkan perlawanan klien. Tapi obat ini tidak
direkomendasikan untuk penggunaaan dalam waktu
lama karena dapat menyebabkan kebingungan dan
ketergantungan, juga bisa memperburuk
simptomdepresi. Selanjutnya, pada beberapa klien yang
mengalami diisinhibiting effect dari benzodiazepine,
dapat meningkatkan perilaku agresif. Buspirone obat
antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku
kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan
depresi.
b. Antidepressants, penggunaan obat ini mampu
mengiontrol impulsif dan perilaku agresif klien yang
berkaitan dengan perubahan mood. Amitriptyline dan
Trazadone, efektif untuk menghilangkan agresivitas
25
yang berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan
mental organik.
c. Mood stabilizers, penelitian menunjukan bahwa
pemberian Lithium efektif untuk agresif karena manik.
Pada beberapa kasus, pemberiannya untuk menurunkan
perilaku agresif yang disebabkan oleh gangguan lain
seperti RM, cedera kepala, skizofrenia, gangguan
kepribadian. Pada klien dengan epilepsi lobus temporal,
bisa meningkatkan perilaku agresif.
d. Pemberian Carbamazepines dapat mengendalikan
perilaku agresif pada klien dengan kelainan EEGs
(electroencephalograms).
e. Antipsychotic, obat-obatan ini biasanya dipergunakan
untuk perawatan perilaku agresif. Bila agitasi terjadi
karena delusi, halusinasi, atau perilaku psikotik lainnya,
maka pemberian obat ini dapat membantu, namun
diberikan hanya untuk 1-2 minggu sebelum efeknya
dirasakan.
26
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya,
jengkel, frustrasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk,
bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntun.
3 Aspek Intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu, didapatkan melalui
proses intelektual, peran pancar indra sangat penting untuk
4. Aspek sosial
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan
ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan orang
lain. Klen sering kali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik
tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan
mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras.
Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan
diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
5. Aspek Spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu
dengan lingkngan. Hal yang bertentangan dengan norma yang
dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan
dengan amoral dan rasatidak berdosa. Kemudian data yang diperoleh
dapat dikelompokkan menjadi dua macam sebagai berikut :
8.2 Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata. Data
ini di dapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh
perawat
8.3 Data subjektif ialah data yang disampaikan secara lisan oleh
klien dan keluarga. Data ini diperoleh melalui wawancara perawat
kepada klien dan keluarga. Data yang langsnung didapat oleh
perawat disebut sebagai data sekunder
27
2.2.2 Analisa Data
28
hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan (keliet 2011).
2.2.4.Pohon Masalah
12
29
Tabel 2.1 Intervensi Perilaku kekerasan
PN DIAGNOSA PERENCANAAN
O KEPERAWA
TAN TUJUAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL
1 Perilaku TUM : Klien menunjukan tanda-tanda Bina hubungan saling percaya dengan Kepercayan dari
kekerasan kepada perawat melalui : mengemukakan prinsip komunikasi klien merupakan
Klien Dan Keluarga terapeutik: hal yang akan
1. Ekspresi wajah cerah, memudahkan
Mampu mengatasi atau tersenyum Mengucapkan salam terapeutik, sapa klien
perawat dalam
memberikan resiko 2. Mau berkenalan dengan ramah, baik, verbal maupun
perilaku kekerasan. 3. Ada kontak mata nonverbal melakukan
4. Bersedia menceritakan Berjabatan tangan dengan klien pendekatan
TUK 1: perasaannya Perkenalkan diri dengan sopan keperawatan atau
5. Bersedia mengungkapkan Tanyakan nama lengkap klien dan nama intervensi
Klien dapat membina masalah panggilan yang di sukai klien selanjutnya
hubungan saling percya Jelaskan tujuan pertemuan terhadap klien
Membuat kontrak topik, waktu dan tempat
setiap kali bertemu klien
Tunjukan sikap empati dan menerima
pasien apa adanya
Beri perhatian kebutuhan dasar klien
13
30
perasaan klien
14
31
Tuk 5 : Kriteria evaluasi : Diskusikan dengan klien akibat negatif atau Membantu klien
kerugian dari cara atau tindakan kekerasan melihat dampak
1. Diri sendiri dilukai, yang dilakukan pada: yang ditimbulkan
dijauhi, teman, dan
akibat perilaku
Klien dapat lingkungan • Diri sendiri
mengidentifikasi akibat 2. Orang lain/keluarga luka, kekerasan yang
• Orang lain/keluarga
tersinggung, ketakutan dilakukan
dari perilaku kekerasan • Lingkungan
3. Benda-benda dirumah
15
32
Tuk 7 : 1. Fisik Diskusi cara yang mungkin dipilih serta Keinginan
Tarik napas dalam, memukul anjurkan klien memilih cara yang mungkin marahnya tidak
Klien dapat bantal diterapkan untuk mengungkapkan bisa diprediksi
mendemonstrasikan cara 2. Verbal kemarahannya waktunya serta
mengontrol perilaku Mengunkapkan perasaan rasa Latih klien memperagakan cara yang
siapa yang
kekerasan kesal/jengkel kepada orang dipilih dengan melaksanakan cara yang
dipilihnya memicunya
lain tanpa menyakiti. Jelaskan cara manfaat tersebut
3. Spritual Anjurkan klien menirukan peragaan yang Meningkatkan
Doa, meditasi sesuai sudah dilakukan kepercayaan diri
agamanya Beri penguatan pada pasien klien serta asertif
(ketegasan) saat
mareah atau
jengkel
16
33
ulang cara perawatan terhadap klien
6. Beri pujian terhadap keluarga setelah
peragaan
7. Tanya perasaan keluarga setelah mencoba
cara yang dilatihkan.
8.
17
34
2.2.4 Implementasi
Perilaku kekerasan
SP 1 pasien SP 1 keluarga
SP 3 pasien SP 3 keluarga
18
36
SP 4
2 Meng
evalua
si
jadwl
kegiat
an
harian
pasien
3 Melatih
pasien
mengontro
l perilaku
kekerasan
dengan
cara
spritual
4 Meng
ajurk
an
pasie
n
mema
sukan
ke
dalam
kegiat
an
haria
n
SP 5
2 Mengevalu
asi jadwal
harian
pasien
3 Melatih
pasien
mengontrol
perilaku
kekerasan
37
dengan
minum
obat
4 Meng
anjur
kan
pasie
n
mem
asuka
n
kedal
am
kegia
tan
haria
n
38
BAB 1 LATAR BELAKANG
Tanda dan gejala yang timbul akibat skizofrenia berupa gejala positif dan
negatif seperti perilaku kekerasan. Risiko perilaku kekerasan merupakan
salah satu respon marah yang diespresikan dengan melakukan ancaman,
39
mencederai diri sendiri maupun orang lain. Pada aspek fisik tekanan darah
meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat, marah, mudah
tersinggung, mengamuk dan bisa mencederai diri sendiri. Perubahan pada
fungsi kognitif, fisiologis, afektif, hingga perilaku dan sosial hingga
menyebabkan risiko perilaku kekerasan. Berdasarkan data tahun 2017 dengan
risiko perilaku kekerasan sekitar 0,8% atau dari 10.000 orang menunjukkan
risiko perilaku kekerasan sanggatlah tinggi (Pardede, Siregar & Hulu, 2020).
Risiko perilaku kekerasan timbul akibat rasa tidak nyaman dan panik yang
terjadi akibat stressor dari dalam dan luar lingkungan. Perilaku kekerasan
yang timbul pada klien skizofrenia diawali dengan adanya perasaan tidak
berharga, takut dan ditolak oleh lingkungan sehingga individu akan
menyingkir dari hubungan interpersonal dengan orang lain. Risiko perilaku
kekerasan adalah beresiko memebahayakan secara fisik, emosi adn atau
seksual pada diri sendiri ataupun orang lain. Perilaku kekerasan adalah
kemarahan yang diekspreikan secara berlebihan dan tidak terkendali secara
verbal sampai dengan mencederai orang lain dan atau lingkungan (Azis,
Sukamto & Hidayat, 2018).
40
Survei awal pada pembuatan askep pada skizofrenia ini dilakukan di
Yayasan Pemenag Jiwa Sumatera dengan jumlah pasien 70 orang tetapi yang
menjadi subjek di dalam pembuatan askep ini berjumlah 1 orang dengan
pasien risiko perilaku kekerasan atas nama inisial Tn. K, Penyebabnya Tn. K.
di jadikan sebagai subjek dikarenakan pasien belum bisa mengatasi emosinya
selain meminum obat. Maka tujuan asuhan keperawatan yang akan di lakukan
ialah untuk mengajarkan standar pelaksaan risiko perilaku kekerasan/perilaku
kekerasan pada saat Tn. K. mengalami ke amukan.
1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan secara holistik dan
komprehensif kepada Tn. K. dengan gangguan risiko perilaku kekerasan di
Yayasan Pemenang Jiwa Sumatera.
41
d. Mahasiswa mampu melakukan menetapkan perencanaan
pada Tn. K dengan gangguan risiko perilaku kekerasan.
e. Mahasiswa mampu melakukan implementasi pada Tn. K
dengan gangguan risiko perilaku kekerasan.
f. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada Tn. K
dengan gangguan risiko perilaku kekerasan.
g. Mendokumentasikan asuhan keperawatan yang diberikan
pada Tn. K dengan gangguan risiko perilaku kekerasan.
2.1.1 Pengertian
Perilaku kekerasan adalah salah satu respon terhadap stressor yang dihadapi
oleh seseorang yang dihadapi oleh seeorang yang di tunjukan dengan perilaku
kekerasan baik pada diri sediri maupun orang lain dan lingkungan baik secara
verbal maupun non-verbal. Bentuk perilaku kekerasan yang dilakukan bisa
amuk, bermusuhan yang berpotensi melukai, merusak baik fisik maupun
kata-kata (Kio, Wardana & Arimbawa, 2020). Perilaku kekerasan adalah
suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat
membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain
(Kandar &Iswanti, 2019).
Tanda dan gejala perilaku kekerasan meliputi: Fisik :Mata melotot atau
pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah memerah, dan
42
tegang, serta postur tubuh kaku. Verbal : mengancam, mengumpat dengan
kata-kata kotor, berbicara dengan nada keras, kasar, ketus. Perilaku :
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri atau orang lain, merusak
lingkungan, amuk atau agresif. Emosi : tidak adekuat, tidak aman dan
nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak berdaya, bermusuhan,
mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan, dan menuntut, Intelektual :
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan tidak jarang
mengeluarkan katakata bernada sarkasme. Spiritual : merasa diri berkuasa,
merasa diri benar, keragu-raguan, tidak bermoral, dan kreativitas terhambat.
Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, dan
sindiran. Perhatian : bolos, melarikan diri, (Hasannah, 2019).
2.1.3 Etiologi
Penyebab dari perilaku kekerasan bukan terdiri cuman satu faktor tetapi
termasuk juga faktor keluarga, media, teman, lingkungan, biologis. Perilaku
kekerasan dapat menimbulkan dampak seperti gangguan psikologis, merasa
tidak aman, tertutup, kurng percaya diri, risiko bunuh diri, depresi, harga diri
rendah, ketidak berdayaan, isolasi sosial (Putri, Arif & Renidayati 2020).
43
mendukung terjadinya skizofrenia adalah genenitk, neuroanotomi,
neurokimia, dan imunovirologi. Faktor presipitasi merupakan faktor stressor
yang menjadikan klien mengalami sikizofrenia yang terdiri dari faktor
biologi, psikologi, dan sosiokultural yang mampu menyebabkan risiko
perilaku kekerasan, halusinasi, dan harga diri rendah (Pardede, 2014).
1. Faktor Prediposisi
a. Faktor genetik ini menunjukkan bahwa faktor genetik
tidak mempengaruhi partisipan mengalami perilaku
kekerasan (RPK). Berdasarkan hasil wawancara
bersama pasien RPK
b. Faktor psikologis
Faktor psikoligis yang mempengaruhui partisipan mengalami
Perilaku kekerasan antara lain
1.) Kepribadian yang tertup
Partisipan mengungkapkan bahwa memili kepribadian yang tertup,
kepribadian yang tertup yang tidak pernah mengungkapkan atau yang
menceritakan atau menceritakan permasalahannya.
2.) Kehilangan
Partisipan merupakan bahwa persaan kehilangan yang mendalam yang di
alami oleh partisapan. Seperti kehilangan pekerjaan.orang yang di cintai.
44
Berdasarkan hasil wawancara partisipan mengungkapkan bahwa aniaya
seksual menyebabkan pasien mengalami risiko perilaku kekerasan.
4.) Kekerasan dalam keluarga. Berdasarkan hasil
partisipan wawancara mengungkapkan bahwa
partisipan pernah mengalami kekerasan dalam
keluarga.
2. Faktor Presipitasi
a. Faktor genetik
Putus obat sebagai pencetus pasien mengalami Resiko Perilaku,
kekerasan.pasiean mengungkapkan bahwa penyebab putus obat, disebabkan
berbagai faktor,seperti efek samping obat yang membuat pasien pusing, tidak
ada yang mengigatkan untuk kontrol dan minum obat serta keinginan untuk
tidak mengkonsumsi obat lagi.
b. Faktor psikologis
Konsep diri sebagai pencetus pasien mengalami Resiko Perilaku Kekerasan .
c. Faktor sosial budaya
Partisipan mengungkapkan bahwa konfilik lingkungan yang menjadi
stressor dan penyebab seseorang mengalami gangguan jiwa ketidak
hormonisan membuat diri igin marah dan berbicara dengan kasar.
45
pertemuan klien memasukkan kegiatan yang telah dilatih untuk mengatasi
masalah kedalam jadwal kegaiatan harian (Keliat, 2019). Mengajarkan
stimulasi persepsi perilaku kekerasan berdasarkan standar pelaksanaan untuk
mengenal penyebab perilaku kekerasan dengan latihan fisik seperti : Tarik
nafas dalam dan pukul kasur bantal, meminum obat dengan teratur, berbicara
secara baikbaik seperti meminta sesuatu dan mengajarkan spritual sesuai
kepercayaan pasien (Pardede & Laia, 2020).
Pangkajian dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan
keluarga. Pada saat di lakukan pengkajian, didapatkan respon perilaku pasien.
Menurut Stuar & Larasia Perilaku kekerasan didefinisikan sebagai bagian
dari rentang respon marah yang paling maladaftif, yautu amuk, Marah
merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap ansictas
(Sutejo 2017). Berikut adalah rentang respon perilaku kekerasan :
46
predisposisi dan faktor presipitasi Faktor yang memicu adanya masalah.
( Nurhalimah, 2016 )
a. Faktor Predisposisi
1. Faktor Bioligis
Hal-hal yang dikaji faktor biologis meliputi adanya faktor herrediter yaitu
adanya anggota keluarga yang sering memperlihatkan atau melakukan
perilaku kekerasan, adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa,
adanya riwayat penyakit atau trauma kepala,dan riwayat pengguna NAPZA
(nakotika psikotropika,dan zat adiktif lainnya). Faktor-Faktor tersebut
masi ada teori-teori yang menjelaskan tiap faktor (Sutejo, 2017).
2. Faktor psikolgi
47
mencapai sesuatu gagal atau terhambat. keadaan
frustasi dapat mendorong individu untuk berperilaku
agresif karena perasaan frustasi akan berkurang melalui
perilaku kekerasan.
b. Faktor Presipitasi
48
Stresor tersebut dapat merupakan penyebab yang berasal dari dalam maupun
dari luar individu.\
dapat merusak diri sendiri, orang lain, atau lingkungan (Yusuf, Rizky dan
Hanik, 2015).
49
c. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
sosial.
d. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
spiritual.
e. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara
intelektual.
3. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan pada saat marah, yaitu secara verbal terhadap :
a. Orang lain.
b. Diri sendiri. Diri sendiri.
c. Lingkungan
d. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya.
e. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku
kekerasan secara :
a) Fisik : pukul bantal, kasur, tarik nafas dalam.
b) Verbal : menyatakan secara asertif rasa marahnya.
c) Spiritual : kegiatan ibadah sesuai keyakinan pasien.
d) Obat
4. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik :
a. Latihan nafas dalam dan pukul kasur-bantal.
b. Susun jadwal latihan nafas dalam dan pukul kasur-
bantal
5. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara verbal :
a. Latih mengungkap rasa marah secara verbal : menolak
dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan
perasaan dengan baik.
2.2.4 Implementasi Keperawatan
50
rencana tersebut kepada pasien dan dilakukan evaluasi setiap selesai
pemberian implementasi.
Inisial : Tn. K
Alamat : Jln. Anggrek Simpang selanyan no 76
Tanggal Pengkajian : 25 Februari 2021
Umur : 42 Tahun
Agama : Kristen Protestan
Status : Tidak Menikah
Infoment : Status pasien dan komunikasi dengan pasien
51
3.2 Keluhan Utama
Pasien mengatakan mengeluh karna tidak suka meminum obat di karenakan
tidak sembuh-sembuh dari semenjak masuk ke yayasan hingga saat ini.
Pasien mengatakan suka marah-mara jika diberikan obat disebabkan karena
penyakit. Klien tidak sembuh. Klien juga mengatakan jika tidak di awasi
untuk minum obat maka obatnya dibuangnya, karane klien tidak percaya jika
minum obat akan menyembuhkannya di sebabkan pasien mengatakan bahwa
pasien percaya hanya Tuhanlah yang dapat menyembuhkan penyakitnya.
3.4 Fisik
Pada saat dilakukan pemeriksaan fisik pada pasien, pasien tidak memiliki
pemeriksaan fisik, didapat hasil
TD : 120/80 mmHg
N : 83x/Menit
S : 36,50C
RR : 20x/Menit
TB : 162 cm
BB : 60 Kg
52
3.5 Psikososial
3.5.1 Genogram
Ket :
53
3.5.2 Konsep Diri
a. Gambaran diri : Pasien mengatakan menyukai
seluruh tubuhnya dan tidak ada
yang cacat.
54
3.5.4 Spiritual
55
Pasien mengatakan sekali-kali mendengarkan suara yang Memicu
amarahnya dan igin memukul orang yang di Sekitarnya.
Masalah Keperawatan ; Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi
h. Proses Pikir
Pasien mampu berbicara sesuai topik pembicaraan dan dapat Merespon
umpan balik dan dapat mengulang hal penting yang Disampaikan perawat
i. Isi pikir
Pasien mengatakan rindu kepada keluanganya dan igin
Sengera pulang
J. Tingkat Kesadaran
Pasien tidak mengalami gangguan orientasi,pasien mengenali
Waktu,orang dan tempat
k. Memori
Pasien mampu mengigat kejadian-kejadian saat melakukan pemukulan
kepada ibunya dan adiknya
l. Tingkat Konsentrasi dan berhitung pasien mampu
menjawab pertanyaan dan hitungan sederhan.
m. Kempuan Penilain Pasien dapat membedakan tempat yang
kotor dan bersih
n. Daya titik diri
Pasien mengatakan sadar dirinya mengalami gangguan jiwa, namun
mengingkarinya.
Masalah Keperawatan ; Harga Diri Rendah
56
22.00 wib s/d 05.00 wib,Kegiatan sebelum /sesudah ;Beribadah.
Pasien mengatakan jika pada saat emosi selalu menumbuk beton kamarnya.
b Perilaku Kekerasan
57
1. Ds : Risiko
Perilaku
Pasien mengatakan bahwa alasan adiknya mengantarnya ke
Yayasan pemenang jiwa karena sudah memukul ibu dan Kekerasan
adiknya, higga saat ini belum di jemput untuk pulang oleh
keluarganya. Pasien Juga mengatakan mungkin keluarganya
masih takut kepadanya.
Pasien mengatakan merasa marah den jengkel apabila
keiginannya tidak terpenuhui Do :
Mata klien tanpak tajam seperti menunjukkan bermusuhan
Raut wajah tegang
2. Ds : Halusinasi
sekali-kali mendengarkan suara-suara Pendengaran
Pasein yang membuatnya dapat emosi untuk
memukul orang yang dan memukul dinding
mengatakan tidak
di kamar
dia senangi.
pasien sering brbicara sendiri,sering
Do :
senyum-
-
Senyum sendiri
-
Pasien tampak gelisa dan mulut komat
- kamit
- Tanpa suara
3. Ds : Harga Diri
Rendah
Pasien mengatakan igin menikah tapi merasa minder karena
umur nya 42 tahun
Pasien megatakan sadar dirinya mengalami gangguan jiwa,
namun pasien menggikarinya.
Do :
Pasien terkadang duduk sendiri
Pasien tampak tidak berdaya.
58
3.12 Daftar Masalah Keperawatan
1. Risiko Perilaku Kekerasan.
2. Halusinasi Pendengaran.
3. Harga Diri Rendah.
Risiko Perilaku
Kekerasan
Gangguan Sensori
Persepsi: Halusinasi
59
Risiko Pasien dapat 1.ketika di evaluasi 1. Membina hubungan
Perilaku membina pasien mampu saling percaya dengan
hubungan membalas salam,
Kekerasan. saling percaya. tersenyum, ada cara menjelaskan
kontak mata serta maksud dan tujuan
menyediakan waktu
interaksi, jelaskan
untuk kunjungan
berikutnya. tentang kontrak yang
2.bersedia akan di buat, beri rasa
menceritakan
perasaannya aman dan sikap
empati.
2. Diskusi bersama
pasien tentang
perilaku kekerasan,
penyebab, tanda dan
gejala perilaku yang
muncul dan akibat
dari perilaku tersebut.
Pasien dapat Pasien mampu Sp1 :
mengendalika menyebutan dan Latihan Melakukan cara
n menrekomendasika
mengendalika n cara mengontrol mengontrol amarah :
n perilaku perilaku kekerasan a. Anjurkan teknik
kekerasan dengan cara
relaksasi nafas dalam.
dengan cara relaksasi nafas
relaksi nafas dalam dan pukul b. Pukul bantal.
dalam dan bantal.
pukul
bantal/kasur.
60
Pasien dapat Pasien mampu Sp2 :
mengendalikan a. Bantu pasien mengotrol
mengendalikan
perilaku perilaku kekerasan
perilaku kekerasan
kekerasan dengan minum obar
dengan minum obat
dengan minum secara teratu 2x1 hari.
Risperidon (RSP)
obat secara dengan teratur.
teratur.
61
Pasien paham Pasien paham dan Sp4 :
dan mampu Pasien risiko perilaku
mamu
mengendalika kekerasan : Diskusikan
n risiko mengendalikan
bersama pasien cara
perilaku risiko perilaku
mengendalikan perilaku
kekerasan kekerasan
kekerasan dengan cara
dengan cara dengna cara
beribadah.
mempraktikan beribadah
cara spritual. sesuai agama yang di
anut pasien.
62
Kamis, 1. Data : S : Antusias dan Bersemangat
26 feb Tanda dan gejala : mudah dalam menjawab pertanyaan yang
2021. marahmarah, mudah tersinggung, di ajukan oleh perawat dan mampu
10.30 tatapan sinis, suka menyendiri mengulangi tindakan yang telah di
Wib. merasa tidak di hargai. ajarkan.
2. Diagnosa Keperawatan O:
a. Risiko perilaku kekerasan. - Pasien mampu melakukan
b. Perilaku kekerasan. latihan tarik nafas dalam
dengan mandiri.
3. Tindakan Perilaku Kekerasan - Pasien mampu pukul bantal
Sp1 : Risiko perilaku kekerasan. dengan mandiri.
- Mengidentifikasi penyebab
reisko perilaku kekerasan yaitu A : Risiko perilaku kekerasan (+).
jika memauan klien tidak
diturutin. P : Latihan fisik :
- Mengidentifikasi tanda dan - Tarik nafas dalam 1x/hari.
gejala risiko perilaku kekerasan - Pukul kasur bantal 1x/hari.
yaitu pasien marah,
mengamuk tanpa alasan yang
jelas, merusak barang-barang
dan cenderung melukai orang
lain.
- Menyebutkan cara mengontrol
risiko perilaku kekerasan
dengan latihan fisik : Tarik
nafas dalam dan pukul bantal
kasur.
63
- Membantu pasien latihan tarik
nafas dalam dan pukul bantal.
4. RTL :
64
Jumat, 1. Data : S : Pasien mengatakan merasa
27 feb Tanda dan gejala : mudah senang telah mampu mengontrol
2021. marahmarah, mudah tersinggung, emosinya setelah perawat
11.30 tatapan sinis, merasa tidak dihargai. menjelaskan bangai mana cara
Wib. Kemampuan bermain alat musik mengontrol emosi dan guan
gitar. minum obat secara teratur
2. Diagnosa keperawatan O:
- Risiko perilaku kekerasan - Pasien mampu melakukan
- Perilaku kekerasan tarik nafas dalam dengan
mandiri.
3. Tindakan keperawatan - Pasien mampu pukul bantas
Sp2 : Risiko Perilaku Kekerasan. secara mandiri.
a. Mengevaluasi kemampuan - Pasien mampu mengontrol
pasien tarik nafas dalam dan pukul amarah dengan minum obat
kasur secara teratur dengan
Sp3 : Risiko Perilaku Kekerasan. bantuan pengawas yayasan.
a. Minum obat - Pasien mampu melakukan
b. Komunikasi secara verbal : komunikasi secara verbal :
asertif/bicara baik-baik. asertif/bicara baik-baik
4. RTL : dengan motivasi.
Sp4 : Risiko Perilaku Kekerasan.
- Spritual : Beribadah. A : Risiko Perilaku Kekerasan (+).
65
P :
- Latihan tarik nafas dalam
1x/hari.
- Latihan pukul bantal 1x/hari.
- Berobat
- Pasien melakukan komunikasi
secara verbal : asertif/bicara
baik-baik.
- Perilaku kekerasan.
P:
- Latihan tarik nafas dalam
3. Tindakan Keperawatan.
dan pukul kasur bantal
Sp4 : Risiko Perilaku Kekerasan.
2x/hari.
- Mengevaluasi kemampuan
- Berobat.
pasien dalam tarik nafas
- Latihan melakukan
dalam dan pukul bantal
komunikasi secara verbal :
kasur, minum obat secara
asertif/bicara baik-baik.
teratur dan berbicara baik-
66
baik. - Latihan pasien untuk
melaksakan kegiatan
- Melatih pasien untuk
beribada seperti berdoa.
melakukan kegiatan spritual
yang sudah diatur.
RTL :
Risiko perilaku kekerasan : Follow
up dan evaluasi Sp 1-4 Risiko
Perilaku Kekerasan.
PEMBAHASAN
67
a. Melakukan pendekatan dan membina hubungan saling percaya diri
pada pasien agar pasien lebih terbuka dan lebih percaya dengan
menggunakan perasaan.
68
c. Mengidentifikasikan situasi pencetus Risiko Perilaku
Kekerasan.
d. Mengidentifikasikan respon terhadap Risiko Perilaku
Kekerasan.
e. Membantu pasien mempraktekkan latihan cara mengontrol
Risiko Perilaku Kekerasan dengan tarik nafas dalam dan pukul
bantal.
f. Menjelaskan cara mengontrol Perilaku Kekerasan dengan
minum obat secara teratur.
g. Melatih pasien mengotrol Risiko Perilaku Kekerasan dengan
berbicara baik-baik dengan orang lain dan spritual.
h. Mengevalusi jadwal kegiatan harian pasien.
69
Pada tinjaun kasus evaluasi yang dihasilkan adalah ;
70
BAB III
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
71
DAFTAR PUSTAKA
72
Kemenkes RI. (2018). Riset Kesehatan Dasar, RISKESDAS.Jakarta:
Kemenkes RI.https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/10/08/persebar
an-prevalensi-skizofreniapsikosis-di-indonesia#
Kandar, K., & Iswanti, D. I. (2019). Faktor Predisposisi dan Prestipitasi
Pasien
Resiko Perilaku Kekerasan. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 2(3), 149-156.
http://dx.doi.org/10.32584/jikj.v2i3.226
Kusumaningtyas, K. P. (2018). Penerapan Tindakan Asertif Pada Pasien
dengan Risiko Perilaku Kekerasan di Bangsal Maintenance RSJ Grhasia
Yogyakarta (Doctoral dissertation, poltekkes kemenkes yogyakarta).
http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/id/eprint/2112
Makhruzah, S., Putri, V. S., & Yanti, R. D. (2021). Pengaruh Penerapan
Strategi
Pelaksanaan Perilaku Kekerasan terhadap Tanda Gejala Klien Skizofrenia di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi. Jurnal
Akademika Baiturrahim Jambi, 10(1), 39-46.
http://dx.doi.org/10.36565/jab.v10i1.268
Novendra & Rizky. (2019). Pengelolaan Keperawatan Resiko Perilaku
Kekerasan (Rpk) Pada Tn. A Dengan Skizofrenia Di Wisma Puntadewa
Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr Soerojo Magelang. Diss. Universitas Ngudi
Waluyo,http://repository2.unw.ac.id/id/eprint/99
Pardede, J. A. (2013). Pengaruh Acceptance And Commitment Therapy Dan
Pendidikan Kesehatan Kepatuhan Minum Obat Terhadap Gejala,
Kemampuan Berkomitmen Pada Pengobatan Dasar Kepatuhan Pasien
Skizofrenia. FIK UI, Depok
Pardede, J. A. (2019). The Effects Acceptance and Aommitment Therapy and
Health Education Adherence to Symptoms, Ability to Accept and Commit to
Treatment and Compliance in Hallucinations Clients Mental Hospital of
Medan, North Sumatra. J Psychol Psychiatry Stud, 1, 30-35.
Pardede, J. A., Siregar, L. M., & Halawa, M. (2020). Beban dengan Koping
Keluarga Saat Merawat Pasien Skizofrenia yang Mengalami Perilaku
Kekerasan. Jurnal Kesehatan, 11(2), 189-196.
http://dx.doi.org/10.26630/jk.v11i2.1980
Pardede, J. A. (2020, November 12). Standar Asuhan Keperawatan Jiwa
Dengan
Masalah Risiko Perilaku. Kekerasan.
https://doi.org/10.31219/osf.io/we7zm
73
Pardede, J. A., Simanjuntak, G. V., & Laia, R. (2020). The Symptoms of Risk
of Violence Behavior Decline after Given Prgressive Muscle
Relaxation Therapy on Schizophrenia Patients. Jurnal Ilmu
Keperawatan Jiwa, 3(2), 91-100.
http://dx.doi.org/10.32584/jikj.v3i2.534
Pardede, J. A., Siregar, L. M., & Hulu, E. P. (2020). Efektivitas Behaviour
Therapy Terhadap Risiko Perilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia Di
Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Provsu Medan. Jurnal
Mutiara Ners, 3(1), 8-14.
http://114.7.97.221/index.php/NERS/article/view/1005
Pardede, J. A., Keliat, B.A., & Yulia, I. (2015). Kebutuhan Dan Komitmen
Klien Skizofrenia Meningkat Setelah Diberkan Acceptance And Commitment
Therapy Dan Pendidikan Kesehatan Kepatuhan Minum Obat. Jurnal
Keperawatan Indonesia, 3(18), 157-166.
http://dx.doi.org/10.7454/jki.v18i3.419
Parwati, I. G., Dewi, P. D., & Saputra, I. M. (2018). Asuhan Keperawatan
PerilakuKesehatan.
Pitayanti, A., & Hartono, A. (2020). Sosialisasi Penyakit Skizofrenia Dalam
Rangka Mengurangi Stigma Negatif Warga di Desa Tambakmas
Kebonsari-Madiun. Journal of Community Engagement
in
Health, 3(2), 300-303.
https://jceh.org/index.php/JCEH/article/view/83/78
Putri, M., Arif, Y., & Renidayati, R. (2020). Pengaruh Metode Student Team
Achivement Division Terhadap Pencegahan Perilaku Kekerasan. Media Bina
Ilmia,14(10), 3317-3326.
Yusuf Ah, Rizky, P. K & Hanik Endang, (2015) Buku Ajaran Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jidil,: Jakarta: Salemba Merdeka.
http://repository2.unw.ac.id/id/eprint/99
WHO, (2019). Schizophrenia. Retrieved from.
https://www.who.int/newsroom/fact-sheets/%20detail/schizophrenia
74
75
LAMPIRAN SOAL
A. Halusinasi
B. Defisit Perawatan Diri
C. Harga diri Rendah
D. Perilaku kekerasan
E. Ansietas
3. Seorang laki-laki berusia 25 tahun dirawat di RSJ 2 hari yang lalu dengan
alasan berbicara kasar, marah-marah, memukul saudaranya karena tidak
dibelikan sepeda motor oleh orang tuanya. Saat dilakukan pengkajian klien
76
tampak tenang, kooperatif, klien mengatakan perasaan jengkel, kesal kadang
masih ada. Apakah intervensi keperawatan selanjutnya yang tepat untuk
kasus di atas?
77
E.Mengajarkan keluarga cara melibatkan pasien untuk mengikuti
kegiatan di masyarakat
78
10. Seorang wanita dibawa ke RSJ karena 2 bulan yang lalu tidak mau
merawat diri, mengamuk dan sering bicara kasar. Gejala tersebut muncul
sejak ditinggalkan menikah oleh pacarnya sekitar 8 bulan yang lalu. Dari
wawancara diketahui bahwa wanita tersebut memang pendiam dan jarang
menceritakan masalahnya pada orang lain. Dan dia merasa bahwa tidak ada
orang lain yang memperhatikannya. Apakah faktor presipitasi yang
menyebabkan wanita tersebut mengalami gangguan jiwa?
A. Karakteristik pendiam
B. Kurang motivasi dalam merawat diri
C. Kematian ibunya
D. Tidak memiliki teman dekat
E. Ditinggalkan menikah
1. https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKJ/article/view/4421
2.http://jab.stikba.ac.id/index.php/jab/article/view/268
3.https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKJ/article/view3913
4https://www.google.com/books?
hl=id&lr=&id=d_XrSz7l4NIC&oi=fnd&pg=PA83&dq=jurnal+perilaku
+kekerasan&ots=IWSRg725tp&sig=IQ3bq9DvsiRyoFhQX12RgjIqkjU
5.https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKJ/article/view/3913
6.https://www.google.com/books?
hl=id&lr=&id=d_XrSz7l4NIC&oi=fnd&pg=PA83&dq=jurnal+perilaku
+kekerasan&ots=IWSRg725tp&sig=IQ3bq9DvsiRyoFhQX12RgjIqkjU
7.http://202.4.186.66/JIK/article/view/5312
79
8. http://journal.ppnijateng.org/index.php/jikj/article/view/226
9. http://jab.stikba.ac.id/index.php/jab/article/view/268
10. https://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/view/1973
11.http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP/article/vi
ew/16
12.https://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/view/1973
13.http://www.jki.ui.ac.id/index.php/jki/article/view/481
14.http://ejournal.poltekkesjogja.ac.id/index.php/kia/article/view/41
15.http://repository.poltekkessmg.ac.id/index.php?
p=show_detail&id=16019&keywords=
16.http://repository.poltekkessmg.ac.id/index.php/index.php?
p=show_detail&id=15517&keywords=
17.http://www.jurnal.stikescendekiautamakudus.ac.id/index.php/stikes/a
rticle/view/100
18.http://eprints.ums.ac.id/id/eprint/5402319.http://repository.poltekkes
smg.ac.id/index.php?p=show_detail&id=16019&keywords=
20.http://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP/article/vi
ew/16
21Link https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKJ/article/view/980
22.Linkhttp://journal.ppnijateng.org/index.php/jikj/article/view/26
23.Linkhttps://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKJ/article/view/976
25.Linkhttp://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP/artic
le/view/16
80
26.Linkhttps://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKJ/article/view/39
28.Linkhttp://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP/artic
le/view/16
30.Linkhttps://jurnal.unimus.ac.id/index.php/JKJ/article/view/39
https://scholar.google.co.id/scholar?
start=10&q=jurnal+perilaku+kekerasan&hl=id&as_sdt=0,5&as_vis=
1#d=gs_qabs&u=%23p%3Dl4cCNeqqoO8J
https://scholar.google.co.id/scholar?
q=jurnal+perilaku+kekerasan&hl=id&as_sdt=0&as_vis=1&oi=schol
art#d=gs_qabs&u=%23p%3DAgLHFETyrHEJ
https://scholar.google.co.id/scholar?
q=jurnal+perilaku+kekerasan&hl=id&as_sdt=0&as_vis=1&oi=schol
art#d=gs_qabs&u=%23p%3D6POtXNPxBDUJ
81
34. Pengaruh Terapi Psikoreligi Terhadap Penurunan Perilaku
Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia
https://scholar.google.co.id/scholar?
q=jurnal+perilaku+kekerasan&hl=id&as_sdt=0&as_vis=1&oi=schol
art#d=gs_qabs&u=%23p%3DXIty4orGBDUJ
https://scholar.google.co.id/scholar?
start=20&q=jurnal+perilaku+kekerasan&hl=id&as_sdt=0,5&as_vis=
1#d=gs_qabs&u=%23p%3DiWSew6G4r9IJ
https://scholar.google.co.id/scholar?
start=20&q=jurnal+perilaku+kekerasan&hl=id&as_sdt=0,5&as_vis=
1#d=gs_qabs&u=%23p%3DP1eh3FXOkTAJ
https://scholar.google.co.id/scholar?
start=20&q=jurnal+perilaku+kekerasan&hl=id&as_sdt=0,5&as_vis=
1#d=gs_qabs&u=%23p%3DqmX95oIVjGEJ
https://scholar.google.co.id/scholar?
start=30&q=jurnal+perilaku+kekerasan&hl=id&as_sdt=0,5&as_vis=
1#d=gs_qabs&u=%23p%3D1kiPcDTwlJwJ
82
39. Pengaruh Relaksasi Progresif Terhadap Penurunan Perilaku
Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia
https://scholar.google.co.id/scholar?
start=30&q=jurnal+perilaku+kekerasan&hl=id&as_sdt=0,5&as_vis=
1#d=gs_qabs&u=%23p%3DPuZ1TxSXq_4J
40. APLIKASI TERAPI RELAKSASI OTOT PROGRESIF PADA ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN
https://scholar.google.co.id/scholar?
start=30&q=jurnal+perilaku+kekerasan&hl=id&as_sdt=0,5&as_vis=1#
d=gs_qabs&u=%23p%3DQRTK9WbODqQJ
83