Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

KORBAN PERILAKU KEKERASAN DI KELUARGA DAN


MASYARAKAT

Dosen Pembimbing:

Dr Hanik Endang Nihayatu, S.Kep., Ns., M. Kep


Disusun Oleh:

Chintia Indriyani Safitri 132235065


Mega Amaliah 132235053
Farah Hanafiyah 132235006
Paramitha Adisti Putri Arida 132235003
Haris Rasyid Rusfa Pradana 132235010
Meli Nor Arista 132235015
Talita Birrina Ariyani 132235034
Adhisa Alfi C 132235044
Salsabila Faustina A 132235089

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Jiwa Korban Perilaku Kekerasan di Keluarga dan
Masyarakat”.

Dengan tersusunnya makalah ini, kami mengucapkan banyak terimakasih


kepada semua pihak yang telah membimbing kami. Karena dengan tugas yang
diberikan ini menjadi motivasi bagi kami untuk lebih giat lagi belajar, dan
bermanfaat untuk kami di kemudian hari. Harapan kami semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua untuk menambah pengetahuan dan pengalaman.

Kami selaku punyusun makalah ini menyadari bahwa masih terdapat


kekurangan-kekurangan disebabkan karena adanya keterbatasan dan kemampuan
kami. Oleh karena itu, kami harap kiranya para pembaca memberikan suatu
masukan yang sifatnya membangun agar kami dapat mengevaluasi kembali.

Surabaya, 20 Oktober 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI………………………………………………………………… iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………… 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………….. 1
1.3 Tujuan……………………………………………………………………. 1
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi Perilaku Kekerasan……………………………………………… 2
2.2 Etiologi Perilaku Kkekerasan…………………………………………….. 2
2.3 Etiologi Perilaku Kekerasan……………………………………………… 3
2.4 Manifestasi Klinis………………………………………………………… 3
2.5 Penatalaksanaan…………………………………………………………… 4
2.6 Definisi KDRT…………………………………………………………….. 5
2.7 Bentuk-Bentuk KDRT…………………………………………………….. 5
2.8 Faktor Penyebab KDRT…………………………………………………... 7
2.9 Dampak KDRT……………………………………………………………. 8
2.10 Upaya Pencegahan Terjadinya KDRT…………………………………… 9
BAB III TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Identitas…………………………………………………………………… 11
3.2 Alasan Masuk……………………………………………………………... 11
3.3 Riwayat Penyakit Dahulu…………………………………………………. 11
3.4 Pemeriksaan Fisik…………………………………………………………. 12
3.5 Psikososial………………………………………………………………… 12
3.6 Diagnosa…………………………………………………………………… 16
3.7 Intervensi………………………………………………………………….. 16
3.8 Implementasi……………………………………………………………… 24
3.9 Evaluasi…………………………………………………………………… 25
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan……………………………………………………………….. 26
4.2 Saran…………………………………………………………………….... 26

iii
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 27

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kekerasan seringkali ditemukan dalam kehidupan bermasyarakat baik dalam
lingkungan keluarga atau kehidupan sosial sehari-hari. Media massa seperti surat
kabar, film, dan televisi sudah sangat sering menampilkan cerita tentang
ketidakmanusiaan manusia terhadap manusia lain. Kekerasan sangat berdampak
pada semua populasi tanpa memandang ras, agama, ekonomi, umur dan latar
pendidikan.
Kekerasan dalam keluarga bukanlah hal yang baru didengar oleh telinga.
Selain dampak fisik, psikologis, dan sosial yang diakibatkan oleh kekerasan, ada
juga dampak ekonomi yang ditimbulkan. WHO melaporkan di Amerika Serikat
kerugian terkait kekerasan mencapai 3,3 persen dari produk domestik bruto.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 2004 mengenai
penghapusan kekerasan dalam rumah tangga mengartikan bahwa setiap perbuatan
terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan
atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah
tangga termsuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melwan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi individu untuk melakukan
tindakan kekerasan terhadap orang lain.Perawatan individu yang mengalami
perilaku kekerasan dari orang lain dapat dilakukan proses asuhan keperawatan
dengan berbagai macam jenis intervensi yang menyesuaikan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep dasar perilaku kekerasan keluarga dan masyarakat?
2. Bagaimana asuhan keperawatan jiwa dengan korban kekerasan keluarga
dan masyarakat?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep dasar perilaku kekerasan keluarga dan
masyarakat.
2. Untuk mengetahui asuhan keperawatan jiwa dengan korban kekerasan
keluarga dan masyarakat.

1
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Perilaku Kekerasan


2.1 Definisi Perilaku Kekerasan
Perilaku Kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini
maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diiarahkan pada diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam
dua bentuk yaitu saat sedang berlangsung kekerasaan atau riwayat perilaku
kekerasan.
Perilaku kekerasan adalah nyata melakukan kekerasan ditujukan pada
diri sendiri/orang lain secara verbal maupun non verbal dan pada
lingkungan. Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk
perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun
psikologis. Marah tidak memiliki tujuan khusus, tapi lebih merujuk pada
suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan
perasaan marah (Depkes RI, 2006, Berkowitz, 1993 dalam Dermawan dan
Rusdi, 2013)
2.2 Rentang respon marah

Keterangan:
a. Asertif: mengungkapkan rasa marah yang tidak menyakiti hati orang lain
b. Frustasi: keggalan untuk meraih tujuan
c. Pasif: tidak bisa mengutarakan rasa yang dialami
d. Agresif: perilaku yang tidak bisa terkontrol amarahnya dan perilaku
tampak berupa bicara kasar, muka kusam, mata melotot, dan bicara ketus

2
e. Kekerasan: gaduh gelisah disertai hilangnya kontrol diri (Sutejo, 2019).
2.3 Etiologi Perilaku Kekerasan
Salah satu penyebab dari klien melakukan tindakan resiko perilaku
kekerasan adalah faktor sosial budaya. Pada umumnya individu akan marah
apabila dirinya merasa bahaya baik fisik, psikis maupun terhadap konsep
diri. Jika seorang individu dihadapkan dengan penghinaan, kekerasan.
kehilangan, terancam, masalah dengan keluarga atau teman baik
permasalahan eksternal maupun internal pada umumnya individu
mengalami peningkatan emosianal.(Kandar & Iswanti, 2019). Dalam buku
SDKI (PPNI, 2017) menyebutkan penyebab perilaku kekerasan sebagai
berikut:
a. Individu tidak mampu mengendalikan emosi atau marah
b. Stimulus lingkungan
c. Terdapat konflik interpersonal
d. Status mental berubah
e. Penggunaan obat dihentikan atau terputus
f. Penyalahgunaan zat atau alkohol
2.4 Manifestasi Klinis Perilaku Kekerasan
Menurut Muhith 2015 dalam (Malfasari et al., 2020) tanda dam gejala
perilaku kekerasan meliputi tidak mampu mengontrol emosi, berteriak,
menatap dengan tatapan yang tajam, tampak tegang dan muka merah,
mengepalkan tangan, rahang mengatup dengan kuat, mencederai orang lain/
lingkungan, merusak benda-benda sekitar, mengancam seseorang baik
secara verbal atau fisik.
Dalam buku SDKI (PPNI, 2017) menyebutkan bahwa tanda dan gejala
perilaku kekerasan sebagai berikut:
a. Subjektif
− Mengancam baik secara lisan maupun fisik
− Memaki/ mengumpat dengan kata yang tidak pantas
− Berbicara dengan suara yang keras
− Ketus saat diajak berbicara

3
b. Objektif
− Mencederai dirinya sendiri maupun orang lain
− Menyerang
− Membanting barang-barang maupun lingkungan
− Berperilaku agresif karena tidak bisa mengontrol emosi
− Menatap dengan tatapan yang tajam
− Mengepalkan tangan
− Mengatupkan rahang dengan kuat
− Postur tubuh tegang
− Wajah memerah

2.5 Penatalaksanaan Perilaku Kekerasan


a. Penatalaksanaan Medis
Untuk pasien yang menderita gangguan emosi atau kemarahan,
seringkali ada beberapa pengobatan. Penatalaksanaan farmakologis
menggunakan obat antiansietas dan obat penenang hipnotik, seperti
lorazepam dan clonazepam, obat penenang ini sering digunakan untuk
menenangkan perlawanan klien. Ada juga golongan antidepresan yang
termasuk dalam golongan obat ini, seperti amitriptilin dan triazolon.
Obat tersebut menghilangkan agresivitas pasien dengan gangguan jiwa.
(Muliani et al., 2019)
b. Penatalaksaan Keperawatan
Menurut (Nurhalimah, 2016) penatalaksanaan keperawatan untuk pasien
resiko perilaku kekerasan sebagai berikut:
1) Strategi penatalaksanaan pasien
− SP 1 Pasien: Latih pasien cara mengontrol perilaku kekerasan
dengan cara fisik 1 yaitu tarik nafas dalam
− SP 2 Pasien: Latih pasien cara mengontrol perilaku kekerasan
dengan cara fisik 2 yaitu memukul bantal
− SP 3 Pasien: Latih pasien cara mengontrol perilaku kekerasan
dengan cara verbal

4
− SP 4 Pasien: Latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan cara
spiritual
− SP 5 Pasien : Latih pasien cara mengontrol pasien dengan cara
patuh minum obat
2) Strategi penatalaksanaan keluarga
− SP 1 Keluarga: Mendiskusikan masalah yang dirasakan klien dan
keluarga dan menjelaskan cara merawat pasien dengan perilaku
kekerasan
− SP 2 Keluarga: Melatih keluarga mempraktekkan cara merawat
pasien dengan perilaku kekerasan

B. Konsep Dasar Kekerasan Dalam Rumah Tangga


2.6 Definisi Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004,
Bab 1, Pasal 1, Ayat 1 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah
Tangga, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan
terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam
lingkup rumah tangga.
Menurut Wulandari, 2012 (dalam Fery Krustiono, 2019) bahwa
hubungan pelaku dan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) ialah
orang yang mempunyai hubungan darah, perkawinan, persusuan,
pengasuhan, perwalian dengan suami, anak, bahkan pembantu rumah tangga
yang tinggal dalam lingkup lingkungan rumah.
2.7 Bentuk – Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Pada dasarnya bentuk kekerasan dalam rumah tangga merupakan bentuk-
bentuk kekerasan yang tidak berbeda dengan bentuk kekerasan lainnya,
tetapi didalamnya terdapat hubungan yang saling menyakiti, dan adanya
tujuan pelaku untuk melestarikan kekuasaan dan kendali atas pasangannya.
Segala bentuk kekerasan yang terjadi, terutama kekerasan dalam rumah

5
tangga merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan kejahatan
terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang perlu
dihapus dan dihilangkan.
Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga telah dijabarkan dalam
Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) Pasal 5, yakni sebagai berikut :
a. Kekerasan fisik, yang dimaksud dengan kekerasan fisik adalah perbuatan
yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat, akibat
penganiayaan maupun pembunuhan. Perilaku kekerasan yang termasuk
dalam golongan ini yakni menampar, memukul, menendang dengan atau
tanpa senjata, dan sebagainya. Tindak kekerasan ini biasanya terjadi
dikarenakan pelaku tidak dapat menahan atau mengontrol emosi pada saat
terjadi perselisihan.
b. Kekerasan psikis, yang dimaksud dengan kekerasan psikis adalah
perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri,
hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan atau
penderitaan psikis berat pada seseorang. Perilaku kekerasan yang
termasuk dalam kekerasan psikis yakni seperti akibat pengancaman,
melarang istri untuk bergaul, memisahkan istri dan anak-anaknya dan
komentar-komentar penghinaan yang merendahkan atau melukai harga
diri pihak istri, yang terkadang pelaku belum menyadari bahwa perilaku
ini termasuk dalam tindak KDRT.
c. Kekerasan seksual, yang dimaksud dengan kekerasan seksual meliputi
pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang
menetap dalam lingkup rumah tangga, pemaksaan hubungan seksual
terhadap seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain
untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
d. Penelantaran rumah tangga, yaitu setiap orang yang menelantarkan dalam
lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya
atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan,
perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Termasuk dalam
pengertian penelantaran yakni setiap orang yang mengakibatkan

6
ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/ melarang untuk
bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di
bawah kendali orang tersebut.
Dilihat dari penjelasan pada pasal tersebut, penelantaran rumah
tangga tidak hanya disebut sebagai kekerasan ekonomi, namun juga
sebagai kekerasan kompleks. Artinya bahwa bukan hanya penelantaran
secara finansial seperti memberi nafkah dan tidak mencukupi kebutuhan,
melainkan penelantaran yang sifatnya umum yang menyangkut hidup
rumah tangga seperti pembatasan pelayanan kesehatan dan pendidikan,
tidak memberikan kasih sayang, kontrol yang berlebihan, dan lain-lain
2.8 Faktor Penyebab Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT), seperti yang diungkapkan dalam penulisan
terdahulu, diantaranya yaitu penulisan oleh Cynthia Nathania, dkk (2018)
bahwa faktor yang melatarbelakangi terjadinya KDRT yaitu:
a. Permasalahan Ekonomi : rendahnya pendapatan keluarga karena gaji
suami rendah, suami tidak bekerja maupun suami tidak dapat bekerja
(akibat disabilitas atau terjerat kasus kriminal), adanya penelantaran
rumah tangga (ditandai dengan tidak adanya pemenuhan nafkah oleh
suami), serta rumah tangga yang harus terbelit urusan hutang piutang.
b. Perselingkuhan : adanya ancaman yang diberikan pelaku kepada korban
seperti upaya untuk membunuh korban, melukai korban atau anggota
keluarga lainnya, dan lain-lain; adanya ketakutan akan perceraian;
adanya ketakutan orang tua terhadap psikologis anak.
c. Sosial : adanya stigma dan penolakan negatif yang dirasakan oleh
korban maupun pelaku, adanya persepsi bahwa perceraian adalah hal
yang memalukan karena menggambarkan kegagalan dalam membangun
rumah tangga, adanya stereotipe negatif dari masyarakat membuat
korban kekerasan merasa kurang percaya diri, depresi, dan cenderung
menyalahkan dirinya sendiri sebagai pihak yang pantas menerima
kekarasan dari pelaku.

7
d. Budaya : konsep budaya didominasi laki-laki (patriarki) dalam segala
aspek kehidupan sudah berlaku sejak berkembang hingga saat ini yang
berakibat pada kaum perempuan yang mengalami subordinasi,
marginalisasi, pelecehan, diskriminasi, eksploitasi, dan lain-lain.
Perilaku kekerasan seringkali dikaitkan sebagai salah satu cara kaum
pria untuk menyelesaikan masalah.
e. Jumlah Anak : adanya persepsi korban yang salah dimana korban lebih
menyalahkan diri sendiri dan merasa layak untuk menerima kekerasan
atas masalah infertilitas yang dihadapinya.
2.9 Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Dampak yang ditimbulkan dari tindak kekerasan termasuk terhadap
perempuan, anak, dan lansia dapat dipengaruhi oleh aspekaspek frekuensi,
durasi, tingkat keparahan kekerasan, dukungan sosial, kekuatan atau
resiliensi korban, dan sebagainya (Hillis, Mercy dan Saul, 2012 dalam
Binahayati Rusyidi, 2018). Kekerasan yang berlangsung dan terjadi secara
berulang-ulang merupakan situasi yang menyakitkan dan menekan bagi
seseorang yang mengalaminya. Setiap perbuatan yang menimbulkan
tekanan, ancaman, tindakan kriminal termasuk dalam problematika sosial.
Terdapat beberapa dampak akibat tindak kekerasan dalam rumah tangga
terhadap perempuan, diantaranya yaitu :
a. Dampak fisik : bisa berbentuk luka-luka, memar, kehamilan, aborsi
(keguguran), penyakit menular hingga kematian dan mutilasi.
b. Dampak seksual meliputi kerusakan organ reproduksi, tidak dapat
hamil, pendarahan, ASI berhenti akibat tekanan jiwa, trauma hubungan
seksual irgiditas, menapouse dini.
c. Dampak ekonomi berupa kehilangan penghasilan, kehilangan tempat
tinggal, harus menanggung biaya perawatan akibat luka fisik,
kehilangan waktu produktif karena tidak mampu bekerja.
d. Dampak psikologis dalam berbagai tahap diperhatikan dari perilaku
yang timbul seperti sering menangis, sering melamun, tidak bisa
bekerja, sulit kosentrasi, resah dan gelisah, bingung dan menyalahkan
diri sendiri, perasaan ingin bunuh diri, malu, merasa tidak berguna,

8
menarik diri dari pergaulan sosial, melampiaskan dendam pada orang
lain termasuk anak, melakukan usaha bunuh diri karena depresi dan bisa
berujung pada penyakit mental.
Menurut Agung Budi Santoso (2019), dampak KDRT terhadap
perempuan dapat dibedakan menjadi 2, yakni dampak jangka pendek dan
dampak jangka panjang. Dampak jangka pendek akan berdampak secara
langsung seperti luka fisik, cacat, kehamilan, hilangnya pekerjaan dan lain
sebagainya. Lalu dampak jangka panjang biasanya akan berdampak di
kemudian hari bahkan berlangsung seumur hidup, biasanya korban
mengalami gangguan psikis (kejiwaan), hilangnya rasa percaya diri,
mengurung diri, trauma dan muncul rasa takut hingga depresi.
2.10 Upaya Pencegahan Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) membawa akibat negatif yang
berkemungkinan mempengaruhi perkembangan korban pada masa
mendatang. Dengan demikian, perhatian utama harus diarahkan pada
pengembangan berbagai strategi untuk mencegah terjadinya penganiayaan
dan meminimalkan efeknya yang merugikan. Ada beberapa solusi untuk
mencegah tindak KDRT, yaitu sebagai berikut :
a. Membangun kesadaran bahwa persoalan tindak KDRT adalah persoalan
sosial, bukan individual dan merupakan pelanggaran hukum yang terkait
dengan HAM.
b. Sosialisasi pada masyarakat tentang tindak KDRT adalah tindakan yang
tidak dapat dibenarkan dan dapat diberikan sanksi hukum. Dengan cara
mengubah pondasi KDRT di tingkat masyarakat pertama-tama dan
terutama membutuhkan.
c. Mengampanyekan penentangan terhadap penayangan kekerasan di
media yang mengesankan kekerasan sebagai perbuatan biasa,
menghibur, dan patut menerima penghargaan.
d. Peranan media massa, media cetak, televisi, bioskop, radio, dan internet
adalah makrosistem yang sangat berpengaruh untuk mencegah dan
mengurangi kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Peran media
massa sangat berpengaruhi besar dalam mencegah KDRT dengan cara

9
memberikan suatu berita yang menegaskan bahwa pola budaya KDRT
adalah tindakan yang dapat melanggar hukum dan dapat dikenakan
hukuman penjara, sekecil apapun bentuk dari penganiayaan.
e. Mendampingi korban dalam menyelesaikan persoalan (konseling) serta
kemungkinan menempatkan dalam shelter (tempat penampungan)
sehingga para korban lebih terpantau dan terlindungi serta konselor
dapat dengan cepat membantu pemulihan secara psikis

Upaya pencegahan dan penyelesaian masalah dalam keluarga pun dapat


dilakukan dengan melakukan konseling keluarga, guna meminimalisir
terjadinya tindak kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Menurut
Sofyan S. Willis, 2000 (dalam Jaja Suteja dan Muzaki, 2019) menjelaskan
bahwa konseling keluarga dapat dilakukan untuk memfokuskan pada
masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi keluarga yang
penyelenggaraannya yakni dengan melibatkan anggota keluarga dan
memandang keluarga secara keseluruhan, yang dalam arti yaitu
permasalahan yang dialami seorang anggota keluarga akan lebih efektif
untuk diatasi dengan melibatkan anggota keluarga yang lainnya, dengan
cara berdiskusi atau bermusyawarah untuk menemukan jalan yang terbaik
dari permasalahan yang terjadi.

10
BAB III

TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
3.1 Identitas
Dalam mengkaji identitas, perlu melakukan pengkajian mengenai
identitas klien dan penanggung jawab klien. Untuk identitas klien
meliputi : nama, tanggal masuk rumah sakit, umur, jenis kelamin, alamat,
agama, suku, pekerjaan, pendidikan, dan status perkawinan. Untuk
identitas penanggung jawab meliputi : nama, umur, pekerjaan,
pendidikan, alamat, dan hubungan dengan klien.
3.2 Alasan Masuk
Biasanya klien masuk dengan alasan sering mengamuk tanpa sebab,
memukul, membanting, mengancam, menyerang orang lain, melukai diri
sendiri, mengganggu lingkungan, bersifat kasar dan pernah mengalami
gangguan jiwa dimasa lalu kambuh karena tidak mau minum obat secara
teratur (Keliat, B.A, 2016)
3.3 Riwayat Penyakit Dahulu (Faktor Predisposisi)
a. Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu dan
pernah dirawat atau baru pertama kali mengalami gangguan jiwa
(Parwati, I. G., Dewi, P. D., & Saputra, I. M, 2018)
b. Biasanya klien berobat untuk pertama kalinya kedukun sebagai
alternative serta memasung dan bila tidak berhasil baru di bawa
kerumah sakit jiwa. 5
c. Trauma. Biasnya klien pernah mengalami atau menyaksikan
penganiayaan fisik, seksual, penolakan, dari lingkungan.
d. Biasanya ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, kalau
ada hubungan dengan keluarga, gejala, pengobatan dan perawatan.
e. Biasanya klien pernah mengalami pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan misalnya, perasaan ditolak, dihina, dianiaya,
penolakan dari lingkungan.

11
3.4 Pemeriksaan Fisik
a. Ukur dan observasi tanda-tanda vital seperti tekanan darah akan
bertambah naik, nadi cepat, suhu, pernapasan terlihat cepat.
b. Ukur tinggi badan dan berat badan.
c. Yang kita temukan pada klien dengan prilaku kekerasan pada saat
pemeriksaan fisik (mata melotot, pandangan tajam, tangan mengepal,
rahang mengatup, wajah memerah)
d. Verbal (mengancam, mengupat kata-kata kotor, berbicara
kasar dan ketus, cemas, gelisa, ketakutan).
3.5 Psikososial
1. Genogram
Dibuat 3 generasi keatas yang dapat menggambarkan hubungan klien
dengan keluarga. Tiga generasi ini dimaksud jangkauan yang mudah
diingat oleh klien maupu keluarg apa dasaat pengkajian.
2. Konsep diri Biasanya ada anggota tubuh klien yang tidak disukai klien
yang mempengaruhi keadaan klien saat berhubungan dengan orang
lain sehingga klien merasa terhina, diejek dengan kondisinya tersebut.
3. Identitas Biasanya pada klien dengan prilaku kekerasan tidak puas
dengan pekerjaannya, tidak puas dengan statusnya, baik disekolah,
tempat kerja dan dalam lingkungan tempat tinggal
4. Harga diri Biasanya klien dengan risiko prilaku kekerasan hubungan
dengan orang lain akan terlihat baik, harmoni sata terdapat penolakan
atau klien merasa tidak berharga, dihina, diejek dalam lingkungan
keluarga maupun diluar lingkungan keluarga.
a. Peran diri
Biasanya klien memiliki masalah dengan peranatau tugas yang
diembannya dalam keluarga, kelompok atau masyarakat dan
biasanya klien tidak mampu melaksanakan tugas dan peran
tersebut dan merasa tidak berguna.
b. Ideal diri

12
Biasanya klien memilki harapan yang tinggi terhadap tubuh, posisi
dan perannya baik dalam keluarga, sekolah, tempat kerja dan
masyarakat.
5. Hubungan sosial
a. Orang yang berarti Tempat mengadu, berbicara.
b. Kegiatan yang diikuti klien dalam masyarakat dan apakah klien
berperan aktif dalam kelompok tersebut.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain/tingkat
keterlibatan klien dalam hubungan masyarakat.
6. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan Biasanya klien mengatakan bahwa dia tidak
mengalami gangguan jiwa.
b. Kegiatan ibadah
c. Biasaya dalam selama sakit klien jarang melakukan ibadah.
7. Status mental
a. Penampilan.
b. Biasanya penampilan klien kotor.
c. Pembicaraan.
d. Biasanya pada klien prilaku kekerasan pada saat dilakukan
pengkajian bicara cepat,keras, kasar, nada tinggi dan mudah
tersinggung.
e. Aktivitas motorik
f. Biasanya aktivitas motoric klien dengan prilaku kekerasan akan
terlihat tegang, gelisah, gerakan otot muka berubahubah, gemetar,
tangan mengepal, dan rahang dengan kuat.
g. Alam perasaan
Biasanya akan merasa sedih dan menyesali apa yang telah
dilakukan
h. Efek Biasanya klien mudah tersinggung dan sering marah-marah
tanpa sebab.
i. Interaksi selama wawancara

13
Biasanya klien dengan risiko prilaku kekerasan akan terlihat
bermusuhan, curiga, tidak kooperatif, tidak mau menatap lawan
bicara dan mudah tersinggung.
j. Persepsi Biasanya klien dengan prilaku kekerasan masih dapat
menjawab pertanyaan dengan jelas.
k. Isi Pikir
Biasanya klien meyakini dirinya tidak sakit, dan baik-baik saja.
l. Tingkat kesadaran
Biasanya klien prilaku kekerasan kadang tampak bingung,
m. Memori
Biasanya klien diwaktu wawancara dapat mengingat kejadian yang
terjadi dan mengalami gangguan daya ingat jangka panjang.
n. Kemampuan penilaian
Biasanya klien mengalami kemampuan penilaian ringan dan
sedang dan tidak mampu mengambil keputusan
o. Daya fikir diri
Biasanya klien mengingkari penyakit yang dideritanya.
8. Kebutuhan persiapan pulang
a. Makan
Biasanya klien tidak mengalami perubahan
b. BAB/BAK
Biasanya klien dengan risiko prilaku kekerasan tidak ada gangguan
c. Mandi
d. Biasanya klien jarang mandi, tidak menyikat gigi, jarang mencuci
rambut dan bercukur atau berhias. Badan klien sangat bau dan
kotor, dan klien hanya melakukan kebersihan diri jika disuruh.
e. Berpakaian
Biasanya klien jarang mengganti pakaian, dan tidak mau
berdandan. Klien tidak mampu mengenakan pakaian dengan sesuai
dan klien tidak mengenakan alas kaki
f. Istirahat dan tidur

14
- Biasanya klien tidak melakukan persiapan sebelum tidur,
seperti: menyikat gigi, cucu kaki, berdoa. Dan sesudah tidur
- Seperti: merapikan tempat tidur, mandi atau cuci muka dan
menyikat gigi. Frekuensi tidur klien berubah-ubah, kadang
nyenyak dan kadang gaduh atau tidak tidur.
g. Penggunaan obat
Biasanya klien mengatakan minum obat 3 kali sehari dan klien
tidak mengetahui fungsi obat dan akibat jika putus minum obat.
h. Pemeliharaan kesehatan
Biasanya klien tidak memperhatikan kesehatannya, dan tidak
peduli tentang bagaimana cara yang baik untuk merawat dirinya.
i. Aktifitas didalam rumah
Biasanya klien mampu merencanakan, mengolah, dan menyajikan
makanan, merapikan rumah, mencuci pakaian sendiri dan
mengatur biaya sehari-hari.
9. Mekanisme koping
Biasanya klien menggunakan respon maldaptif yang ditandai dengan
tingkah laku yang tidak terorganisir, marah-marah bila keinginannya
tidak terpenuhi, memukul anggota keluarganya, dan merusak alat-alat
rumah tangga.
10. Masalah psikologis dan lingkungan
Biasanya klien merasa ditolak dan mengalami masalah interaksi
dengan lingkungan
11. Pengetahuan
Biasanya klien dengan prilaku kekerasan kurang pengetahuan tentang
penyakitnya,dan klien tidak mengetahui akibat dari putus obat dan
fungsi dari obat yang diminumnya.

15
3.6 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Isolasi sosial b.d ketidakefektifan sumber daya personal
(pengendalian diri buruk) d.d. menarik diri (D. 0121)
2. Harga diri rendah situasional b.d kegagalan hidup berulang d.d.
menolak berinteraksi dengan orang lain (D. 0087)
3. Ansietas b.d disfungsi sistem keluarga d.d. tampak gelisah dan
tampak tegang (D. 0080)
4. Risiko Bunuh Diri d.d. gangguan psikologis (Riwayat bunuh diri
sebelumnya)
(D. 0135)

3.7 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1. Isolasi sosial b.d Keterlibatan Sosial SP 1 Pasien
ketidakefektifan L.13116 - Bina hubungan saling
sumber daya Setelah dilakukan percaya
personal asuhan keperawatan - Bantu pasien
(pengendalian selama 4 kali mengenal penyebab
diri buruk) d.d. kunjungan diharapkan isolasi sosial
menarik diri keterlibatan social - Bantu pasien
(D. 0121) meningkat dengan mengenal keuntungan
krtiteria hasil : dari berhubungan
1. Minat interaksi dengan orang lain dan
meningkat kerugian tidak
2. Verbalisasi berhubungan dengan
isolasi orang lain
menurun - Ajarkan pasien
3. Perilaku berkenalan dengan
menarik diri orang lain.
menurun SP 2 Pasien

16
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
Ajarkan pasien berinteraksi
secara bertahap (berkenalan
dengan orang pertama
seorang perawat)
SP 3 Pasien
Latih pasien berinteraksi
secara bertahap (berkenalan
dengan orang kedua seorang
pasien)

SP 4 Pasien
latih pasien terlibat dalam
kegiatan kelompok seperti
terapi aktifitas kelompok
SP 1 Keluarga
Berikan penyuluhan kepada
keluarga tentang masalah
isolasi sosial,penyebab isolasi
sosial,dan cara merawat
pasien dengan isolasi sosial.
SP 2 Keluarga
Latih keluarga mempraktikan
cara merawat klien dengan
masalah isolasi sosial
langsung di hadapan pasien.
SP 3 Keluarga
latih keluarga untuk
memberikan kesempatan
melakukan kegiatan rumah
tangga yang melibatkan

17
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
orang lain, contoh:
Berbelanja ke warung atau
,mengantarkan makanan ke
rumah tetangga.
SP 4 Keluarga
latih keluarga untuk
melakukan kergiatan
bersosialisasi yang ada di
masyarakat dalam
berkelompok seperti : arisan,
kerja bakti, pengajian dst,
edukasi keluarga untuk
membantu pasien
melaksanakan jadwal
kegiatan pasien
2. Harga diri Harga Diri L.09069 SP 1 Pasien
rendah Setelah dilakukan - Identifikasi kemampuan
situasional b.d asuhan keperawatan dan aspek positif yang
kegagalan hidup selama 4 kali dimiliki pasien
berulang d.d. kunjungan diharapkan - Bantu pasien menilai
menolak harga diri meningkat kemampuan pasien yang
berinteraksi dengan krtiteria hasil : masih dapat digunakan
dengan orang 1. Penilaian diri - Bantu pasien memilih
lain postitif kegiatan yang akan
(D. 0087) meningkat dilatih sesuai dengan
2. Perasaan kemampuan pasien
memiliki - Latih pasien dengan
kelebihan atau kegiatan yang dipilih
kemampuan sesuai kemampuan, misal
positif merapikan tempat tidur

18
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
meningkat - Bimbing pasien
3. Penerimaan memasukan dalam jadwal
penilaian kegiatan harian
positif SP 2 Pasien
terhadap diri - Validasi masalah dan
sendiri latihan sebelumnya
meningkat - Latih kegiatan kedua
4. Perasaan tidak yang dipilih sesuai
mempu kemampuan, yaitu cuci
melakukan piring
apapun - Bimbing pasien
menurun memasukkan kedalam
jadwal harian
SP 1 Keluarga
- Diskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
- Jelaskan pengertian,
tanda dan gejala harga
diri rendah yang dialami
pasien beserta proses
terjadinya
- Jelaskan dan praktekkan
cara-cara merawat pasien
harga diri rendah
- Bantu keluarga membuat
jadwal aktivitas di rumah
termasuk minum obat
(discharge planning)

19
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
SP 2 Keluarga
- Latih keluarga melakukan
cara merawat langsung
kepada klien harga diri
rendah
SP 3 Keluarga
- Bantu keluarga membuat
jadwal aktivitas di rumah
termasuk minum obat
(discharge planning)
- Jelaskan follow up klien
setelah pulang
3. Ansietas b.d Tingkat Ansietas Reduksi Ansietas I.09314
disfungsi sistem L.09093 O:
keluarga d.d. Setelah dilakukan - Identifikasi saat
tampak gelisah asuhan keperawatan tingkat ansietas
dan tampak selama 4 kali berubah
tegang kunjungan diharapkan - Monitor tanda-tanda
(D. 0080) tingkat ansietas ansietas
menurun dengan T :
krtiteria hasil : - Ciptakan suasana
1. Perilaku terapeutik untuk
gelisah menumbuhkan
menurun kepercayaaan
2. Perilaku - Temani pasien untuk
tegang mengurangi
menurun kecemasan, jika perlu
3. Verbalisai - Pahami situasi yang
khawatir akibat membuat ansietas
kondisi yang dengarkan dengan

20
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
dihapadi penuh perhatian
menurun E:
4. Perasaan - Anjurkan keluarga
keberdayaan untuk tetap bersama
membaik pasien, jika perlu
- Latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi
ketegangan

4. Risiko Bunuh Konsep Diri L.09076 SP 1 Pasien


Diri d.d. Setelah dilakukan - Identifikasi benda-benda
gangguan asuhan keperawatan yang dapat
psikologis selama 4 kali membahayakan pasien
(Riwayat bunuh kunjungan diharapkan - Amankan benda-benda
diri sebelumnya) konsep diri membaik yang dapat
(D. 0135) dengan krtiteria hasil : membahayakan pasien
1. Verbalisai - Lakukan kontrak
kepuasaan treatment
terhadap diri - Ajarkan cara
meningkat mengendalikan dorongan
2. Verbalisasi bunuh diri
kepuasan - Latih cara mengendalikan
terhadap harga dorongan bunuh diri
diri meningkat SP 2 Pasien
3. Verbalisasi - Identifikasi aspek positif
kepuasan pasien
terhadap citra - Dorong pasien untuk
tubuh berfikir positif terhadap
meningkat diri

21
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
- Dorong pasien untuk
menghadiri sebagai
individu yang berharga
SP 3 Pasien
- Identifikasi pola koping
yang biasa diterapkan
pasien
- Nilai pola koping yg
biasa dilakukan
- Identifikasi pola koping
yang konstruktif
- Dorong pasien memilih
pola koping yang
konstruktif
- Anjurkan pasien
menerapkan pola koping
konstruktif dalam
kegiatan harian
SP 4 Pasien
- Buat rencana masa depan
yang realistis bersama
pasien
- Identifikasi cara
mencapai rencana masa
depan yang realistis
- Beri dorongan pasien
melakukan kegiatan
dalam rangka meraih
masa depan yang realistis

22
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
SP 1 Keluarga
- Diskusikan masalah yg
dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
- Jelaskan pengertian,
tanda dan gejala risiko
bunuh diri, dan jenis
perilaku bunuh diri yang
dialami pasien beserta
proses terjadinya
- Jelaskan cara-cara
merawat pasien risiko
bunuh diri
SP 2 Keluarga
- Latih keluarga
mempraktekkan
caramerawat pasien dg
risiko bunuh diri
- Latih keluarga melakukan
tara merawat langsung
kepada pasien
risikobunuh diri
SP 3 Keluarga
- Bantu keluarga membuat
jadwal aktivitas di rumah
termasuk minum obat
(discharge planning)
- Jelaskan follow up
pasien setelah pulang

23
3.8 Implementasi
Implementasi merupakan suatu penerapan atau sebuah tindakan yang
dilakukan dengan berdasarkan suatu rencana yang telah atau sudah disusun
dibuat dengan cermat serta juga terperinci sebelumnya.
Dari penjelasan itu kita dapat melihat bahwa implementasi bermuara pada
mekanisme suatu system. Penerapan implementasi itu harus sesuai dengan
perencanaan yang sudah dibuat supaya hasil yang dicapai sesuai dengan yang
diharapkan.

Tahapan-Tahapan Implementasi:

Persiapan proses implementasi akan memastikan asuhan keperawatan


yang efisien, aman, dan efektif.

1. Pengkajian ulang terhadap klien


Langkah ini membantu perawat untuk menentukan apakah Tindakan
keprawatan masih sesuai dengan kondisi klien.
2. Meninjau dan merevisi rencana asuhan keperawatan yang ada
Setelah mengkaji ulang, lakukan peninjauan rencana keperawatan,
bandingkan data tersebut agar diagnosis keperawatan menjadi valid, dan
tentukan apakah intervensi keperawatan tersebut masih menjadi yang
terbaik untuk situasu klinis saat itu.
3. Mengorganisasi sumber daya dan pemberian asuhan
Sumber daya suatu fasilitas mencakup peralatan dan personel yang
memiliki keterampilan. Organisasi peralatan dan personel akan membuat
perawatan klien menjadi lebih tepat waktu, efisien, dan penuh
keterampilan. Persiapan pemberian asuhan juga meliputi persiapan
lingkungan dan klien untuk intervensi keperawatan.
4. Mengantisipasi dan mencegah komplikasi
Untuk mengantisipasi dan mencegah komplikasi, perawat mengenali
resiko pada klien, menyesuaikan intervensi dengan situasi, mengevaluasi
keuntungan terapi dibandingkan resikonya dan memulai Tindakan
pencegahan resiko.
5. Mengimplementasikan intervensi keperawatan

24
Implementasi intervensi keperawatan yang berhasil membutuhkan
keterampilan kognitif, interpersonal, dan psikomotor.
Tujuan Implementasi :
1. Melakukan memebantu atau mengarahkan kinerja aktifitas kehidupan
sehari-hari.
2. Memberikan arahan keperawatan untuk mencapai tujuan yang berpusat
pada klien.
3. Mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang relevan deengan
perawatan kesehatan yang berkelanjutan dari klien.
3.9 Evaluasi

Evaluasi adalah suatu proses identifikasi untuk mengukur atau menilai


apakah suatu kegiatan atau program yang dilaksanakan berdasarkan kriteria
yang telah di tetapkan sebelumnya dalam perencanaan, membandingkan hasil
Tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah di
tetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas proses keperawatan mulai dari
tahap pengkajian, perencanaan dan pelaksanaan. (Mubarak, dkk., 2011).

Evaluasi disusun menggunakan SOAP yaitu :

S : ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh


keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.

O : keadaan objektif yang dapat di identifikasi oleh perawat menggunakan


pengamatan yang objektif.

A : analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.

P : perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.

Tujuan evaluasi :

1. Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan.


2. Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum.
3. Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai.

25
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi individu untuk
melakukan tindakan kekerasan terhadap orang lain. Perawatan individu
yang mengalami perilaku kekerasan dari orang lain dapat dilakukan proses
asuhan keperawatan dengan berbagai macam jenis intervensi yang
menyesuaikan. Salah satu penyebab dari klien melakukan tindakan resiko
perilaku kekerasan adalah faktor sosial budaya.
Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga telah dijabarkan
dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) Pasal 5, diantaranya
kekerasan fisik, kekerasan psikis, kekerasan sekual dan penelantaran
rumah tangga.
4.2 Saran
Penulis berharap setelah menulis makalah ini diharapkan kekerasan
dapat berangsur berkurang. Selain itu, diharapkan juga kepada keluarga
untuk dapat memberikan dukungan kepada anaknya terutama keluarga
dengan anak remaja apabila mengalami kekerasan seksual terutama untuk
selalu mendukung anaknya dengan memberikan afirmasi positif.

26
DAFTAR PUSTAKA

Agung Budi Santoso. (2019). Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)


Terhadap Perempuan : Perspektif Pekerjaan Sosial. Jurnal
Pengembangan Masyarakat Islam. Vol. 10. No. 1.

Binahayati Rusyidi, santoso Tri Raharjo. (2018). Peran Pekerja Sosial Dalam
Penanganan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak. Sosio Informa.
Kesejahteraan Sosial. Vol. 4. No. 01.

Cynthia Nathania Setiawan, dkk. (2018). Faktor-faktor yang mempengaruhi


kejadian kekerasan dalam rumah tangga dan pelaporan pada pihak
kepolisian. Jurnal kedokteran di Ponegoro. Vol. 7. No.1.

Dermawan dan Rusdi. 2013. Keperawatan Jiwa;Konsep Dan Kerangka Kerja


Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta ; Gosyen Publishing

Fery Krustiono Pratama. 2019. “Proses Komunikasi Konseling Antara Konselor


dengan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga”. Prosiding Seminar
Nasional dan Call For Papers. Universitas Jenderal Soedirman.

Jaja Suteja dan Muzaki. Juni 2019. “Pengabdian Masyarakat Melalui Konseling
Keluarga Sebagai Upaya Pencegahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(KDRT) Di Kabupaten Cirebon”. Jurnal Al-Isyraq. Vol. 2, No. 1

Kandar, & Iswanti, D. I. (2019). Faktor Predisposisi dan Prestipitasi


Pasien Resiko Perilaku Kekerasan. Jurnal Ilmu Keperawatan
Jiwa, 2(3), 149–156. https://doi.org/10.32584/jikj.v2i3.226
Keliat, B.A. (2016). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC.
Parwati, I. G., Dewi, P. D., & Saputra, I. M. (2018). Asuhan Keperawatan
Perilaku Kesehatan.
https://www.academia.edu/37678637/%20asuhan_keperawatan_perilaku_
kekerasan

27
Nurhalimah, N. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan
jiwa (A. A. P. Bangun Asmo Darmanto (ed.)). Pusdik SDM
Kesehatan.

Malfasari, E., Febtrina, R., Maulinda, D., & Amimi, R. (2020).


Analisis Tanda dan Gejala Resiko Perilaku Kekerasan pada
Pasien Skizofrenia. Jurnal Ilmu Keperawatan Jiwa, 3(1), 65–
74. https://doi.org/10.32584/jikj.v3i1.478

Muliani, R., Abidin, I., & Adawiyah, R. (2019). Pengaruh Emotional


Freedom Technique (Eft) Terhadap Tingkat Agresifitas Pasien
Resiko Perilaku Kekerasan. Jurnal Keperawatan, 6(2), 9– 16.
Sutejo. 2019. Keperawatan Jiwa. PUSTAKA BARU PRESS.

Stuart & Laria . (2005). Buku Saku Keperawatan Jiwa (terjemahan). Jakarta :
EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI .

Townsend, Mary C. 2011. Essentials of Psyhiatric Mental Health Nursing.


Concept of Care in Evidence-Based Practice. Fifth Ed. United States of
America: F.A. Davis Company.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004. Kekerasan Dalam


Rumah Tangga. www.dpr.go.id. Diakses pada 12 Oktober 2023.

Yusuf . (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba


Medika.

28

Anda mungkin juga menyukai