Disusun Oleh:
1. Alifya Asmiasti
2. Celine Nahdaliin
3. Mellynia Eka Pratiwy
4. Ristina Amelia Putri
5. Riska Andini
6. Sita Nuralisa
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
World Health Organization (WHO) memperkirakan sebanyak 450 juta orang
diseluruh dunia mengalami gangguan mental, terdapat sekitar 10% orang dewasa
mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk diperkirakan akan mengalami
gangguan jiwa pada usia tertentu selama hidupnya, gangguan jiwa mencapai 13% dari
penyakit secara keseluruhan dan kemungkinan akan berkembang menjadi 25%
ditahun 2030 (Wakhid, 2016 dalam Husna, 2021).
Skizofrenia merupakan suatu gangguan jiwa berat yang bersifat kronis yang
ditandai dengan ganggguan komunikasi, gangguan realitas, resiko perilaku kekerasan
(RPK), afek tidak wajar atau tumpul, gangguan fungsi kognitif serta mengalami
kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (Pardede, 2020). Berdasarkan hasil
Riset Kesehatan Dasar 2018, Prevalensi rumah tangga dengan ART gangguan jiwa
Skizofrenia/Psikosis di Indonesia mencapai 6,7%. Sedangkan Pada provinsi DKI
Jakarta mencapai angka 6,58%. Dan pada Kota Jakarta Barat mencapai 12,29%.
Skizofrenia menimbulkan distorsi pikiran, distorsi persepsi, emosi, dan tingkah laku
sehingga pasien dengan skizofrenia memiliki resiko lebih tinggi berperilaku agresif
dimana perubahan perilaku secara dramatis terjadi dalam beberapa hari atau minggu
(Husna, 2021). Pasien skizoprenia sering dikaitkan dengan perilaku kekerasan yang
dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain ataupun berisiko juga dengan
lingkungan sekitarnya, baik secara fisik, emosional, seksual, dan verbal (Baradero,
2016; Sutejo,2018).
Citrome dan Volavka (2002) dalam Erita (2019), menjelaskan bahwa perilaku
kekerasan merupakan respon perilaku manusia untuk merusak sebagai bentuk agresif
fisik yang di lakukan seseorang terhadap yang lain dan atau sesuatu. Perilaku
kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku agresi (aggressivebehavior) yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Husna, 2021).
Diperkirakan sekitar 60% penderita perilaku kekerasan (Wirnata, 2012 dalam Husna
2021).
Resiko perilaku kekerasan merupakan salah satu respon marah diekspresikan
dengan melakukan ancaman, mencederai diri sendiri maupun orang lain dan dapat
merusak lingkangan sekitar (Husna, 2021). Tanda dan gejala resiko perilaku
1
kekerasan dapat terjadi perubahan pada fungsi kognitif, afektif, fisiologis, perilaku
dan sosial (Husna, 2021). Pada aspek fisik tekanan darah meningkat denyut nadi dan
pernapasan meningkat mudah tersinggung, marah, amuk serta dapat mencederai diri
sendiri maupun orang lain (Keliat, dan Muhith, 2016 dalam Husna 2021).
Terapi aktivitas kelompok (TAK) stimulasi persepsi merupakan salah satu
terapi yang bisa diberikan pada pasien dengan perilaku kekerasan Latihan TAK
stimulasi persepsi adalah suatu terapi dimana pasien belajar untuk mengungkapkan
perasaan marah secara tepat dan asertif sehingga pasien mampu menyatakan apa yang
diinginkannya seperti membuat percakapan kecil dalam kelompok untuk
mengungkapkan apa yang dirasakan pasien saat ini, sehingga membuat pasien lebih
tenang dan terkondisikan (Eriyani, 2022).
Pada Yayasan Rehabilitasi Mental Griya Bhakti Medika terdapat 53 pasein
diantaranya 10 orang pasein perempuan dan 43 orang pasien laki-laki. Berdasarkan
pernyataan diatas, maka dilakukan Terapi aktivitas kelompok pada pasien di Yayasan
Rehabilitas Mental Griya Bhaktu Medika dengan tema Sesi 1: Menyebutkan
penyebab dan akibat perilaku kekerasan, Sesi 2: Mengendalikan perilaku kekerasan
dengan relaksasi dan memukul bantal atau guling, Sesi 3: Mengendalikan perilaku
kekerasan dengan cara verbal yaitu cara meminta dan menolak dengan baik, Sesi 4:
mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara spiritual, dan Sesi 5: Mengendalikan
perilakuk kekerasan dengan cara minum obat dengan benar.
B. Tujuan Umum
Setelah mengikuti kegiatan ini klien dapat lebih menerapkan stategi pelaksanaan
Resiko Perilaku Kekerasan secara fisik dan sosial dalam mengontrol Resiko Perilaku
Kekerasan.
C. Tujuan Khusus
1. Klien dapat menyebutkan penyebab dan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukan
2. Klien dapat mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik yaitu dengan memukul
guling/bantal dan teknik relaksasi.
3. Klien dapat mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara verbal yaitu dengan
cara meminta dan menolak dengan baik.
4. klien dapat mengendalikan kekerasan dengan cara spiritual yaitu dengan cara
beribadah.
2
5. Klien dapat mengendalikan perilaku kekersan dengan cara meminum obat dengan
benar.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Perilaku Kekerasan
1. Pengertian
Menurut Keliat (2011) dalam Erita (2019), perilakuk kekerasan adalah suatu
bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun
psikologis. Herdman (2012) dalam Erita (2019) mengatakan bahwa risiko perilaku
kekerasan merupakan perilaku yang di perlihatkan oleh individu.
Risiko perilaku kekerasan merupakan salah satu respon marah diekspresikan
dengan melakukan ancaman, mencederai diri sendiri maupun orang lain dan dapat
merusak lingkungan sekitar (Husna, 2021). Tanda dan gejala resiko perilaku
kekerasan dapat terjadi perubahan pada fungsi kognitif, afektif, fisiologis, perilaku
dan sosial. Pada aspek fisik tekanan darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan
meningkat, mudah tersinggung, marah, amuk serta dapat mencederai diri sendiri
maupun orang lain (Pardede, Siregar & Hulu, 2020).
2. Tanda dan Gejala Resiko Perilaku Kekerasan
Menurut Pardede,.(2020) Tanda dan gejala dengan perilaku yang ditampilkan
Data Subjektif :
a. Mengungkapkan perasaan kesal atau marah
b. Keinginan untuk melukai diri sendiri,orang lain dan lingkungan
c. Klien suka membentak dan menyerang orang lain
Data Objektif :
3
3. Proses Terjadinya Masalah
a. Faktor Predisposisi
Menurut Erita (2019), Hal-hal yang dapat mempengaruhi terjadinya perilaku
kekerasan, meliputi:
1) Faktor Biologis
Hal yang di kaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor herediter yaitu
adanya anggota keluarga yang sering memperlihatkan atau melakukan
perilaku kekerasan, adanya anggota keluarga yang memiliki gangguan
jiwa, adanya riwayat penyakit trauma kepala, dan riwayat penggunaan
NAPZA ( narkoti, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.
2) Faktor Psikologis
Pengalaman marah merupakan respon psikologis terhadap stimulus
eksternal, internal maupun lingkungan. Perilaku kekerasan terjadi sebagai
hasil dari akumulasi frustasi. Frustasi terjadi apabila keinginan individu
untuk mencapai sesuatu menemui kegagalan atau terlambat. Salah satu
kebutuhan manusia adalah “berperilaku”, apabila kebutuhan tersebut tidak
dapat di penuhi melalui berperilaku konstruktif, maka yang akan muncul
adalah individu tersebut berperilaku destruktif.
3) Faktor Sosialkultural
Teori lingkuangan sosial (sosial environment theory) menatakan bahwa
lingkungan sosial sangat mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Norma budaya dapat mendukung individu untuk
berespon asertif atau agresif. Perilaku kekerasan dapat di pelajari secara
lengsung melalui proses sosialisasi (social learning theory)
b. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi perilaku kekerasan pada setiap individu bersifat unik,
berbeda satu orang dengan yang lain. Stresor tersebut dapat merupakan
penyebab yang berasal dari dalam maupun luar individu Faktor dari dalam
individu meliputi kehilangan relasi atau hubungan dengan orang yang di cinta
atau berarti ( putus pacar, perceraian, kematian), kehilangan rasa cinta,
kekawatiran terhadap penyakit fisik, dll. Sedangkan faktor luar individu
4
meliputi serangan terhadap fisik, lingkungan yang terlalu ribut, kritikan yang
mengarah pada penghinaan, tindakan kekerasan (Erita, 2019).
4. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang di harapkan pada penatalaksaan stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang
di gunakan untuk melindungi diri (Erita,2019).
Beberapa mekanisme koping menurut Erita (2019) yang di pakai klien marah
untuk melindungi diri antara lain:
a. Sublimasi: menerima suatu sasaran pengganti yang mulia. Artinya di minta
masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penalurnya
secara normal. Misalnya seorang yang sedang marah melampiaskan
kemarahannya pada objek lain seperti meremas-remas adonan kue, meninju
tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan
akibat rasa marah.
b. Proyeksi: menyalahkan orang lain kesukarannya atau keinginannya yang tidak
baik, misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai
perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa
temannya tersebut mencoba merayu, mencumbunya.
c. Represi: mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk
kealam sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya
yang tidak di sukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang di
terimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak
baik dan dikutuk oleh tuhan. Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan
akhirnya ia dapat melupakannya.
d. Reaksi Formasi: mencegah keinginan yang berbahaya bila di ekpresika.
Dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan
menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seseorang yang tertarik pada
teman suaminya., akan memperlakukan orang tersebut dengan kuat.
e. Deplacement: melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan. Pada
objek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang
membangkitkan emosi itu. Misalnya : timmy berusia 4thn marah karena ia
baru saja menapatkan hukuman dari ibunya karena menggambar didinding
kamarnya. Ia mulai bermain perang-perangan dengan temannya.
5
5. Rentang Respon
6
Menurut Muhith (2015) dalam Husna (2021), tujuan umum terapi aktivitas
kelompok stimulasi persepsi pada pasien risiko perilaku kekerasan adalah pasien
dapat mengendalikan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan dan tujuan
khususnya adalah :
a. Pasien dapat mengenal perilaku kekerasan yang biasa dilakukannya.
b. Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan melalui kegiatan fisik.
c. Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan melaui interaksi social.
d. Pasien dapat mencegah perilaku kekerasan melalui kegiatan spiritual yang
biasa dilakukannya.
e. Klien dapat mencegah perilaku kekerasan dengan cara patuh minum obat.
3. Aktivitas dan indikasi terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi
Menurut Dermawan & Rusdi (2013) dalam Husna 2021), aktivitas yang
dilakukan dalam empat sesi yang bertujuan untuk melatih pasien mengendalikan
perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Pasien yang diindikasikan mendapatkan
terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi adalah pasien yang berisiko
melakukan perilaku kekerasan. Terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi pada
pasien dengan risiko perilaku kekerasan dibagi menjadi lima sesi, antara lain:
a. Sesi 1: Menyebutkan penyebab dan akibat perilaku kekerasan
b. Sesi 2: Mengendalikan perilaku kekerasan dengan relaksasi dan memukul
bantal atau guling
c. Sesi 3: Mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara verbal yaitu cara
meminta dan menolak dengan baik
d. Sesi 4: mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara spiritual
e. Sesi 5: Mengendalikan perilakuk kekerasan dengan cara minum obat dengan
benar.
7
BAB III
RENCANA KEGIATAN
8
Keterangan Gambar:
L : Leader
CL : Co Leader
F : Fasilitator
O : Observer
P : Pasien
9
Sesi 4:
1. Leader : Ristina
2. Co-Leader : Mellynia
3. Fasilitator : Alifya, Celine & Sita
4. Observer : Riska
Sesi 5:
1. Leader : Mellynia
2. Co-Leader : Alifya
3. Fasilitator : Celine, Riska & Sita
4. Observer : Ristina
10
2. Mengamati serta mencatat perilaku verbal dan non-verbal pasien selama
kegiatan berlangsung (dicatat pada format yang tersedia)
3. Mengawasi jalannya aktivitas kelompok dari mulai persiapan, proses, hingga
penutupan
4. Memberikan hadiah (reward) bagi pasien yang menang dalam permainan.
H. Kriteria Pasien
1. Pasien dengan Risiko Perilaku Kekerasan yang sudah kooperatif
2. Pasien yang tidak mengalami gangguan komunikasi verbal
3. Pasien bisa tulis dan baca
4. Pasien yang bersedia mengikuti TAK
I. Antisipasi Masalah
1. Sebelum kegiatan dilaksanakan, perawat memberi kesempatan kepada setiap
peserta untuk BAB dan BAK
2. Fasilitator memotivasi peserta yang tidak berpartisipasi
3. Menjaga pintu keluar unuk mengantisipasi Pasien melarikan diri dari tempat
kegiatan
J. Tata Tertib Dan Antisipasi Masalah
Tata tertib pelaksanaan TAK Risiko Perilaku Kekerasan
1. Peserta bersedia mengikuti kegiatan TAK Risiko Perilaku Kekerasan sampai
dengan selesai
2. Peserta wajib hadir 5 menit sebelum acara TAK Risiko Perilaku Kekerasan
dimulai
3. Peserta berpakaian rapi, bersih, dan sudah mandi
4. Peserta tidak diperkenankan makan, minum, merokok selama kegiatan TAK
berlangsung
5. Jika ingin mengajukan/menjawab pertanyaan, peserta mengangkat tangan kanan
dan berbicara setelah dipersilahkan oleh pemimpin
6. Peserta yang mengacaukan jalannya acara akan dikeluarkan dari permainan
7. Peserta dilarang meninggalkan tempat sebelum acara TAK selesai
8. Apabila waktu yang ditentukan untuk melaksanakan TAK telah habis, sedangkan
permainan belum selesai, maka pemimpin akan meminta persetujuan anggota
untuk memperpanjang waktu TAK
Antisipasi kejadian yang tidak diinginkan pada proses TAK
1. Penanganan Pasien yang tidak efektif saat aktifitas kelompok
11
a. Memanggil Pasien
b. Memberi kesempatan kepada Pasien tersebut untuk menjawab sapaan perawat
atau Pasien yang lain
2. Bila Pasien meninggalkan permainan tanpa pamit:
a. Panggil nama Pasien
b. Tanya alasan Pasien meninggalkan permainan
c. Berikan penjelasan tentang tujuan permainan dan berikan penjelasan pada
Pasien bahwa Pasien dapat melaksanakan keperluannya setelah itu Pasien
boleh kembali lagi
3. Bila ada Pasien lain ingin ikut
a. Berikan penjelasan bahwa permainan ini ditujukan pada Pasien yang telah
dipilih
b. Katakan pada Pasien lain bahwa ada permainan lain yang mungkin dapat
diikuti oleh Pasien tersebut
c. Jika Pasien memaksa, beri kesempatan untuk masuk dengan tidak memberi
peran pada permainan tersebut.
K. Langkah-Langkah Kegiatan
SESI I: MENGENAL PERILAKU KEKERASAN YANG BIASA DILAKUKAN
a. Tujuan
1.
b. Setting
1. Mahasiswa dan klien duduk Bersama
2. Ruangan nyaman dan tenang
c. Metode
Dinamika kelompok, diskusi tanya jawab, permainan
d. Langkah Kegiatan:
1. Persiapan
a) Memilih klien perilaku kekerasan yang sudah kooperatif b) Membuat
kontrak dengan klien c) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
2. Orientasi
a) Salam terapeutik
1) Salam dari terapis kepada klien.
2) Perkenalkan nama dan panggilan terapis (pakai papan nama )
3) Menanyakan nama dan panggilan semua klien (beri papan nama)
12
b) Evaluasi /validasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini
2) Menanyakan masalah yang dirasakan.
c) Kontrak
1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu mengenalkan kelompok, harus
minta izin pada terapis.
2) Menjelaskan aturan main berikut:
Jika klien ada yang ingin meninggalkan kelompok, harus minta izin
pada terapis. Lama kegiatan 20 menit, Setiap klien mengikuti kegiatan
dari awal sampai akhir.
3. Tahap kerja
Leader membacakan aturan permainan :
a. Salah satu peserta TAK memegang bola, sambil operator memainkan
musik.
b. Bila musik berhenti, dan ada salah satu peserta TAK yang memegang bola
berarti ia harus menyebutkan penyebab dan akibat perilaku kekerasan yang
pernah dilakukan.
1) Permainan dimulai. Sampai ditemukan peserta yang tetap berjoget saat
musik berhenti.
2) Klien dan mahasiswa mendiskusikan penyebab masalah perilaku
kekerasan: tanyakan pengalaman tiap klien
3) Mendiskusikan perilaku kekerasan yang pernah dilakukan klien
(verbal, merusak lingkungan, mencederai, memukul, orang lain, dan
memukul diri sendiri): Tanyakan perilaku yang dilakukan saat marah
4) Mendiskusiksan dampak/akibat perilaku kekerasan: tanyakan akibat
perilaku kekerasan.
5) Menanyakan perasaan klien setelah selesai bermain paran/stimulasi.
6) Dalam menjalankan kegiatan TAK upayakan semua klien terlibat.
4. Tahap terminasi
a) Evaluasi
1) mahasiswa menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
2) Memberikan reinformennt positif terhadap perilaku klien positif.
b) Tindak Lanjut
13
1) Menganjurkan klien menilai dan mengevaluasi jika terjadi penyebab
marah, yaitu tanda dan gejala, perilaku kekerasan yang terjadi, serta
akibat perilaku kekerasan.
2) Menganjurkan klien mengingat penyebab perilaku kekerasan dan
akibat yang belum diceritakan.
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemempuan klien dengan tujuan TAK. Untuk
TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan Sesi 1, kemampuan yang
diharapkan adalah mengetahui perilaku, mengenal tanda dan gejala, perilaku
kekerasan yang dilakukan dan akibat perilaku kekerasan
2. Orientasi
a) Salam terapeutik
1) Salam dari terapis kepada klien.
2) Klien dan terapis pakai papan nama
14
b) Evaluasi /validasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini
2) Menanyakan apakah ada kejadian perilaku kekerasan: penyebab;
tanda dan gejala; perilaku kekerasan serta akibatnya
c) Kontrak
1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu cara fisik untuk mencegah
perilaku kekerasan
2) Menjelaskan aturan main berikut.
Klien Bersedia mengikuti TAK, Berpakaian rapi dan bersih, Peserta
tidak doperbolehkan makan,minum atau merokok selama
pelaksanaan TAK, Jika ada klien yang ingin meninggalkan
kelompok, harus minta izin kepada terapi Lama kegiatan 20 menit,
Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir
3. Tahap kerja
a) Mendiskusikan kegiatan fisik yang biasanya dilakukan oleh klien:
Tanyakan kegiatan: rumah tangga, harian, dan olah raga yang biasa
silakukan oleh klien
b) Menjelaskan kegiatan fisik yang dapat digunakan untuk menyalurkan
kemarahan secara sehat: tarik napas dalam, menjemur/memukul
kasur/bantal, menyikat kamar mandi, main bola,senam, memukul
gendang.
c) Membantu klien memilih dua kegiatan yang dapat dilakukan.
d) Bersama klien mempraktekan dua kegiatan yang dipilih
1) Mahasiswa mempraktekkan
2) Klien melakukan redemonstrasi
e) Menanyakan perasaan klien setelah mempraktekan cara penyaluran
kemarahan.
f) Upayakan semua klien berperan aktif
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1) Terapi menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.
2) Menanyakan ulang cara baru yang sehat mencegah perilaku
kekerasan.
15
3) Memberitahukan kemajuan masing – masing klien dalam mencapai
hasil tiap sesi
b. Tindak Lanjut
1) menganjurkan klien menggunakan cara yang telah dipelajari jika
stimulus penyebab perilaku kekerasan.
2) Menganjurkan klien malatih secara teratur cara yang telah
dipelajari.
3) Memasukkan pada jadwal kegiatan harian klien
5. Evaluasi
1) Menyepakati untuk belajar cara baru yang lain, yaitu interaksi sosial
yang asertif.
2) Menyepakati waktu dan tempat TAK berikutnya
16
2) Menanyakan apakah ada penyebab marah,tanda dan gejala marah,serta
perilaku kekerasan
3) Tanyakan apakah kegiatan fisik untuk mencegah perilaku kekerasan sudah
dilakukan
c. Kontrak
3. Tahap kerja
a) Mendiskusikan dengan klien cara bicara jika ingin meminta sesuatu dari orang
lain.
b) Menuliskan cara-cara yang disampaikan klien.
c) Terapis mendemonstrasikan cara meminta sesuatu tanpa paksaan yaitu,” Saya
perlu/ingin/minta...., yang akan saya gunakan untuk....”.
d) Memilih dua orang klien secara bergilir mendemonstrasikan ulang cara pada
poin c.
e) Ulangi d sampai semua klien mencoba.
f) Memberikan pujian pada peran serta klien.
g) Terapis mendemonstrasikan cara menolak dan menyampaikan rasa sakit hati
pada orang lain, yaitu,”Saya tidak dapat melakukan...”atau”Saya tidak
menerima dikatakan .....”atau” Saya kesal dikatakan seperti...”.
h) Memilih dua orang klien secara bergilir mendemonstrasikan ulang cara pada
poin d.
i) Ulangi h sampai semua klien mencoba.
17
j) Memberikan pujian pada peran serta klien.
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
b. Tindak Lanjut
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses Tak berlangsung, khususnya pada tahap
kerja.Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.
Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan sesi 3, kemampuan klien yang
diharapkan adalah mencegah perilaku kekerasan secara social
a. Tujuan
1. Klien dapat melakukan kegiatan ibadah secara teratur
b. Setting
1. Mahasiswa dan klien duduk bersama dalam lingkaran
2. Ruangan nyaman dan tenang
c. Metode
dinamika kelompok, diskusi dan tanya jawab, bermain peran/ stimulasi
d. Langkah Kegiatan:
1. Persiapan
18
a) Mengingatkan kontrak dengan klien yang telah ikut sesi.
b) menyiapkan alat dan tempat
2. Orientasi
1) Salam terapeutik
2) Evaluasi /validasi
3) Kontrak
6. Tahap kerja
7. Tahap terminasi
19
a. Evaluasi
b. Tindak Lanjut
8. Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.
Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan Sesi 4, kemampuan klien yang
diharapkan adalah perilaku 2 kegiatan ibadah untuk mencegah kekerasan
b. Setting
1. Mahasiswa dan klien duduk bersama dalam lingkaran
2. Ruangan nyaman dan tenang
c. Metode
dinamika kelompok, diskusi dan tanya jawab
20
d. Langkah Kegiatan:
1. Persiapan
2. Orientasi
a) Salam terapeutik
b) Evaluasi /validasi
c) Kontrak
21
d) Menjelaskan lima benar minum obat, yaitu benar obat, benar waktu minum
obat, benar orang yang minum obat, benar cara minum obat, benar dosis
obat.
e) Minta klien menyebutkan lima benar cara minum obat secara bergiliran.
f) Berikan pujian pada klien yang benar.
g) Mendiskusikan perasaan klien sebelum minum obat(catat di whiteboard).
h) Mendiskusikan perasaan klien setelah teratur minum obat (catat di
whiteboard).
i) Menjelaskan keuntungan patuh minum obat, yaitu salah satu cara
mencegah perilaku kekerasan/ kambuh.
j) Menjelaskan akibat/ kerugian jika tidak patuh minum obat, yaitu kejadian
perilaku kekerasan/ kambuh.
k) Minta klien menyebutkaa kembali keuntungan patuh minum obat dan
kerugian tidak patuh minum obat.
l) Memberikan pujian setiap kali klien benar
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
b. Tindak Lanjut
5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung khususnya pada tahap kerja.
Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK.
Untuk TAK stimulasi persepsi perilaku kekerasan sesi 5, kemampuan yang
22
diharapkan adalah mengetahui lima benar cara minum obat, keuntungan minum
obat, dan akibat tidak patuh minum obat.
23
DAFTAR PUSTAKA
Erita, Sri Hununwidiastuti & Hasian Leniwita. (2019). Buku Materi Pembelajaran
Keperawatan Jiwa. Jakarta: Program Studi Diploma Tiga Keperawatan Fakultas
Vokasi Universitas Kristen Indonesia.
Eriyani, F., Nababan, D., & Sembiring, R. (2022). Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)
Stimulasi Persepsi dengan Peningkatan Perubahan Perilaku Kekerasan pada Klien
Skizofrenia di Ruang Jiwa Rumah Sakit Umum Datu Beru Takengon Aceh
Tengah. Journal Of Healthcare Technology And Medicine, 8(1), 242-250.
Husna, H., Sianturi, M. O., & Pasaribu, R. (2021). Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi
Persepsi Pada Pasien Risiko Perilaku Kekerasan.
Pardede, J. A., Siregar, L. M., & Halawa, M. (2020). Beban dengan Koping Keluarga Saat
Merawat Pasien Skizofrenia yang Mengalami Perilaku Kekerasan. Jurnal Kesehatan,
11(2), 189-196.
Pardede, J. A., Siregar, L. M., & Hulu, E. P. (2020). Efektivitas Behaviour Therapy Terhadap
Risiko Perilaku Kekerasan Pada Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.
Muhammad Ildrem Provsu Medan. Jurnal Mutiara Ners, 3(1), 8-14.
Sutejo. (2018). Keperawatan Jiwa Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa:
Gangguan Jiwa dan Psikososial. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
24