Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

RPK (RESIKO PERILAKU KEKERASAN)

Disusun Oleh:
NETTA FADYA NISTIANA
2019200050

DIII KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS SAINS AL-QUR’AN JAWA TENGAH DI WONOSOBO
2022
1. Pengertian
Risiko perilaku kekerasan merupakan salah satu respon marah
diekspresikan dengan melakukan ancaman, mencederai diri sendiri
maupun orang lain dan dapat merusak lingkungan sekitar. Tanda dan
gejala risiko perilaku kekerasan dapat terjadi perubahan pada fungsi
kognitif, afektif, fisiologis, perilaku dan sosial. Pada aspek fisik tekanan
darah meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat, mudah
tersinggung, marah, amuk serta dapat mencederai diri sendiri maupun
orang lain. (Pardede & Hulu, 2020)
Perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun
psikologis.Berdasarkan definisi tersebut maka perilaku kekerasan dapat
dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan. Perilaku kekerasan pada orang lain adalah tindakan agresif
yang ditujukan untuk melukai atau membunuh orang lain. Perilaku
kekerasan pada lingkungan dapat berupa perilaku merusak lingkungan,
melempar kaca, genting dan semua yang ada di lingkungan. (Putri &
Fitrianti, 2018)
Perilaku kekerasan adalah merupakan bentuk kekerasan dan
pemaksaan secara fisik maupun verbal ditunjukkan kepada diri sendiri
maupun orang lain. Perilaku kekerasan adalah salah satu bentuk perilaku
yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologi.
Perilaku agresif dan perilaku kekerasan sering dipandang sebagai rentang
dimana agresif verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan (violence) di sisi
yanglain. Suatu keadaan yang menimbulkan emosi, perasaan frustasi,
benci atau marah.Hal ini akan mempengaruhi perilaku seseorang.
Berdasarkan keadaan emosi secara mendalam tersebut terkadang
perilaku menjadi agresif atau melukai karena penggunaan koping yang
kurang bagus. (Kandar & Iswanti, 2019). Tanda dan gejala risiko perilaku
kekerasan dapat terjadi perubahan pada fungsi kognitif, afektif, fisiologis,
perilaku dan sosial. Pada aspek fisik tekanan darah.
2. Penyebab
Menurut Nurhalimah (2016) Proses terjadinya perilaku kekerasan pada
pasien akan dijelaskan dengan menggunakan konsep stress adaptasi Stuart
yang meliputi faktor predisposisi dan presipitasi
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Biologis
Hal yang dikaji pada faktor biologis meliputi adanya faktor
herediter yaitu adanya anggotakeluarga yang sering
memperlihatkan atau melakukan perilaku kekerasan, adanya
anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa, adanyan
riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan
NAPZA (narkoti, psikotropika dan zat aditif lainnya).
2) Faktor Psikologis
Pengalaman marah merupakan respon psikologis terhadap
stimulus eksternal, internal maupun lingkungan.Perilaku
kekerasan terjadi sebagai hasil dari akumulasi
frustrasi.Frustrasi terjadi apabila keinginan individu untuk
mencapai sesuatu menemui kegagalan atau terhambat.Salah
satu kebutuhan manusia adalah “berperilaku”, apabila
kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui berperilaku
konstruktif, maka yang akan muncul adalah individu tersebut
berperilaku destruktif.
3) Faktor Sosiokultural
Teori lingkungan sosial (social environment
theory)menyatakan bahwa lingkungan sosial sangat
mempengaruhi sikap individu dalam mengekspresikan
marah.Norma budaya dapat mendukung individu untuk
berespon asertif atau agresif.Perilaku kekerasan dapat
dipelajari secara langsung melalui proses sosialisasi (social
learning theory).
b. Faktor Prespitasi
Faktor presipitasi perilaku kekerasan pada setiap individu bersifat
unik, berbeda satu orang dengan yang lain.Stresor tersebut dapat
merupakan penyebab yang brasal dari dari dalam maupun luar
individu. Faktor dari dalam individu meliputi kehilangan relasi atau
hubungan dengan orang yang dicintai atau berarti (putus pacar,
perceraian, kematian), kehilangan rasa cinta, kekhawatiran terhadap
penyakit fisik, dll. Sedangkan faktor luar individu meliputi serangan
terhadap fisik, lingkungan yang terlalu ribut, kritikan yang mengarah
pada penghinaan, tindakan kekerasan.

3. Manifestasi Klinis
meningkat, denyut nadi dan pernapasan meningkat, mudah tersinggung,
marah, amuk serta dapat mencederai diri sendiri maupun orang lain.
(Pardede, Siregar & Hulu, 2020)
Tanda dan gejala perilaku kekerasan berdasarkan standar asuhan
keperawatan jiwa dengan masalah resiko perilaku kekerasan (Pardede,
2020)
a. Emosi: tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah (dendam)
jengkel
b. Intelektual: mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan
c. Fisik: muka merah, Pandangan tajam, napas pendek, keringat, sakit
fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat
d. Spiritual: kemahakuasaan, kebijakan/kebenaran diri, keraguan, tidak
bermoral, kebejatan, kreativitas terlambat
e. Sosial: menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,
humor

Tanda dan gejala perilaku kekerasan berdasarkan :


a. Subjektif: mengungkapkan perasaan kesal atau marah, keinginan
untuk melukai diri sendiri, orang lain dan lingkungan, klien suka
membentak dan menyerang orang lain
b. Objektif : mata melotot atau pandangan tajam, tangan mengepal dan
rahang mengatup, wajah memerah, postur tubuh kaku, bicara kasar,
ketus, amuk/agresif, menyerang orang lain dan melukai diri
sendiri/orang lain.

4. Akibat
Klien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi
mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Resiko mencederai
merupakan suatu tindakan yang kemungkinan dapat melukai atau
membahayakan diri, orang lain dan lingkungan.

5. Penatalaksanaan
Penanganan yang dilakukan untuk mengontrol perilaku kekerasan yaitu
dengan cara medis dan non medis. Terapi medis yang dapat di berikan
seperti obat antipsikotik adalah Chlorpoazine(CPZ), Risperidon(RSP)
Haloperidol(HLP), Clozapindan Trifluoerazine (TFP). Psikofarmaka
adalah terapi menggunakan obat dengan tujuan untuk mengurangi atau
menghilanggan gejala gannguan jiwa. Dengan demiakian kepatutan mium
obat 10adalah mengonsumsi obat yang direspkan oleh dokter pada waktu
dan dosis yang tepat karena pengobatan hanya akan efektif apabila
penderita memenuhi aturan dalam penggunaan obat (Pardede, Keliat &
Yulia, 2015).
Tindakan yang dilakukan perawat dalam mengurangi resiko perilaku
kekerasan salah satunya adalah dengan menggunakan strategi pelaksanaan
(SP). SP merupakan pendekatan yang bersifat membina hubungan saling
percaya antaraklien dengan perawat, dan dampak apabila tidakdiberikan
SP akan membahayakan diri sendirimaupun lingkungannya. Strategi
pelaksanaan (SP) yang dilakukan olehklien dengan perilaku kekerasan
adalah diskusi mengenai cara mengontrol perilaku kekerasan secara fisik,
obat, verbal, dan spiritual.Mengontrol perilaku kekerasan secara fisik
dapat dilakukan dengan cara nafas dalam, dan pukul bantal atau kasur.
Mengontrol secara verbal yaitu dengan cara menolak dengan baik,
meminta dengan baik,dan mengungkapkan dengan baik.Mengontrol
perilaku kekerasan secara spiritual dengan cara shalat dan berdoa. Serta
mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat secara teratur dengan
prinsip lima benar (benar klien,benar namaobat, benar cara minum obat,
benarwaktu minum obat, dan benar dosis obat). ( Sujarwo & Livana, 2018)

6. Pohon Masalah

Risiko Perilaku Kekerasan (pada diri


sendiri, orang lain, lingkungan, dan
verbal)

Effect

Perilaku Kekerasan
Core problem

Harga Diri Rendah Kronis

Causa

(Nurhalimah, 2016)
7. Konsep Dasar Asuhan keperawatan
a. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji

Masalah keperawatan:
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
b. Perilaku kekerasan / amuk
c. Gangguan Harga Diri : Harga Diri Rendah
Data yang perlu dikaji pada masalah keperawatan perilaku kekerasan
a. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
- Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
- Klien suka membentak dan menyerang orang yang
mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
- Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Objektif :
- Mata merah, wajah agak merah.
- Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak,
menjerit, memukul diri sendiri/orang lain.
- Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan
tajam.
- Merusak dan melempar barang-barang.
b. Perilaku kekerasan / amuk
Data Subyektif :
- Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.
- Klien suka membentak dan menyerang orang yang men
- gusiknya jika sedang kesal atau marah.
- Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya.
Data Obyektif ;
- Mata merah, wajah agak merah.
- Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai.
- Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan
tajam.
- Merusak dan melempar barang-barang.
c. Gangguan harga diri : harga diri rendah
Data subyektif:
- Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu
apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan
perasaan malu terhadap diri sendiri.
Data obyektif:
- Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh
memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin
mengakhiri hidup.

b. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Perilaku kekerasan
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis

c. Rencana Tindakan Keperawatan


Diagnosa 1 : Resiko Perilaku Kekerasan
TujuanUmum :
Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1.1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
1.2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.

2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.


Tindakan:
2.1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
2.2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.
2.3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien
dengan sikap tenang.
3. Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.
Tindakan :
3.1 Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
3.2 Observasi tanda perilaku kekerasan.
3.3 Simpulkan bersama klien tanda-tanda jengkel / kesal yang
dialami klien.

4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.


Tindakan:
4.1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
4.2. Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan.
4.3. Tanyakan "apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya
selesai?"
5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.
Tindakan:
5.1. Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
5.2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
5.3. Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
6. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon terhadap
kemarahan.
Tindakan :
6.1. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
6.2. Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam
jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
6.3. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal /
tersinggung
6.4. Secara spiritual : berdoa, sembahyang, memohon kepada Tuhan
untuk diberi kesabaran.
7. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan.
Tindakan:
7.1. Bantu memilih cara yang paling tepat.
7.2. Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
7.3. Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
7.4. Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
simulasi.
7.5. Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel /
marah.
8. Klien mendapat dukungan dari keluarga.
Tindakan :
8.1. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan keluarga.
8.2. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
9. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program).
Tindakan:
9.1. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi,
efek dan efek samping).
9.2. Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama
klien, obat, dosis, cara dan waktu).
9.3. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat yang
dirasakan.
10. Klien dapat mengikuti TAK: stimulasi pencegahan perilaku kekerasan.
Tindakan:
10.1. Anjurkan klien untuk TAK: stimulasi persepsi pencegahan
perilaku kekerasan
10.2. Klien mengikuti TAK: stimulasi persepsi pencegahan perilaku
kekerasan (kegiatan tersendiri)
10.3 Diskusikan dengan klien tentang kegiatan selama TAK
10.4. Fasilitasi klien untuk mempraktikkan hasil kegiatan TAK dan
veri pujian atas keberhasilannya
10.5. Diskusikan dengan klien tentang jadwal TAK
10.6. Masukkan jadwal TAK kedalam jadwal harian klien
10.7. Klien mengevaluasi pelaksanaan TAK dengan mengisi jadwal
kegiatan harian
10.8. Validasi kemampuan klien dalam mengikuti TAK
10. 9. Beri pujian atas kemampuan mengikuti TAK
10.10. Tanyakan kepada klien “bagaimana perasaannya setelah
mengikuti TAK?”
11. Klien mendapat dukungan keluarga dalam melakukan cara pencegahan
perilaku kekerasan
Tindakan:
11.1. Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien sesuai
dengan yang telah dilakukan keluarga terhadap klien selama ini
11.2. Jelaskan keuntungan klien dan keluarga dalam merawat klien
11.3. Jelaskan cara merawat klien
 Terkait dengan cara mengontrol perilaku marah serta
konstriktif
 Sikap dan cara bicara
 Membantu klien mengenal penyebab marah dan pelaksanaan
cara pencegahan perilaku kekerasan
11.4. Bantú keluarga mendemonstrasikan perasaannya setelah
melakukandemonstrasi
11.5. Anjurkan keluarga mempraktekkan kepada klien selama di RS
dan melanjutkan setelah pulang ke rumah

Diagnosa II : Gangguan konsep diri: harga diri rendah kronis


Tujuan Umum :
Klien tidak melakukan kekerasan
Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan:
1.1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
1.2. Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
1.3. Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang.
2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki.
Tindakan:
2.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2.2 Hindari penilaian negatif detiap pertemuan klien
2.3 Utamakan pemberian pujian yang realitas
3. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan untuk diri
sendiri dan keluarga
Tindakan:
3.1 Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3.2 Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah
pulang ke rumah
4. Klien dapat merencanakan kegiatan yang bermanfaat sesuai
kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
4.1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan.
4.2. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang klien lakukan.
4.3. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
5.1. Beri klien kesempatan mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
5.2. Beri pujian atas keberhasilan klien
5.3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
6.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien
6.2 Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
6.3 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
6.4 Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
DAFTAR PUSTAKA

pardede,J.A.,keliat B.,.A &yuloa,I(2015).Kepatuhan dari komitmen klien


meningkat setelah diberikan acceptance.

Pardede.,J.A.(2020).Standar asuhan keperawatan jiwa dengan masalah resiko


perilaku kekerasan

Pardede siregar,LM.,&Hulu,E.p.(2020).Efektifias behafiour therapy terhadap


resiko perilaku kekerasan.

Andi nurhalimah (2016).Bahan ajar keperawatan jiwa.

Kandar,K,.&iswanti,D,I(2019).Faktor predisposisi dan prestisipasi pasien resiko


perlaku kekerasan.

Putri,V.S.,& Fitrianti.,S.(2018). Pengaruh strategi pelaksanaan komunikasi


terapeutik terhadap resiko perilaku kekerasaan pada pasien gangguan jiwa.

Anda mungkin juga menyukai