Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN JIWA DENGAN MASALAH KEPERAWATAN

PERILAKU KEKERASAN

Disusun oleh :

Muhammad Kurniawan

S21010/S21A

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA SURAKARTA

2024
LAPORAN PENDAHULUAN PERILAKU KEKERASAN

A. Masalah Utama
Perilaku Kekerasan
B. Konsep penyakit
1. Definisi
Perilaku Kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini
maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, diiarahkan pada diri
sendiri, orang lain, dan lingkungan. Perilaku kekerasan dapat terjadi dalam
dua bentuk yaitu saat sedang berlangsung kekerasaan atau riwayat perilaku
kekerasan. Perilaku kekerasan adalah nyata melakukan kekerasan ditujukan
pada diri sendiri/orang lain secara verbal maupun non verbal dan pada
lingkungan. Perilaku kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk
perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun
psikologis. Marah tidak memiliki tujuan khusus, tapi lebih merujuk pada
suatu perangkat perasaan-perasaan tertentu yang biasanya disebut dengan
perasaan marah (Depkes RI, 2016, Berkowitz, 2015 dalam Dermawan dan
Rusdi, 2018).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan


tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk
mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif. (Stuart
dan Sundeen, 2013).

2. Etiologi
Terjadinya perilaku kekerasan dapat dijelaskan menggunakan konsep
stress adaptasi yang meliputi faktor predisposisi dan presipitasi (Nurhalimah,
2016) :
1). Faktor Biologis Faktor biologis yaitu faktor yang berasal dari anggota
keluarga yang melakukan perilaku kekerasan pada anggota keluarganya,
adanya suatu penyakit dan riwayat penggunaan NAPZA.
2). Faktor Psikologis Suatu pengalaman marah merupakan keinginan
psikologis terhadap stimulasi dari dalam, dan dari luar, maupun lingkungan.
Perilaku kekerasan bisa terjadi karena hasil dari keinginan yang tidak
terpenuhi. Apabila individu tidak dapat mencapai keinginannya untuk
mencapai sesuatu maka akan menemui kegagalan atau terhambat. Kebutuhan
manusia adalah berperilaku dan jika tidak terpenuhi kebutuhan tersebut
maka cenderung akan berperilaku merusak.
3). Faktor Sosiokultural Teori lingkungan sosial mengatakan bahwa setiap
lingkungan akan berdampak terhadap perilaku individu. Kebiasaan
mendapatkan dukungan dalam hal menjawab perilaku asertif atau agresif.
Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung melalui proses hubungan
dengan manusia yang lain.

3. Manifestasi Klinis

Gangguan jiwa adalah bentuk dari manifestasi penyimpangan perilaku


akibat distorsi emosi sehingga ditemukan tingkah laku dalam ketidak
wajaran. Hal tersebut dapat terjadi karena semua fungsi kejiwaan menurun
(Nasir, Abdul & Muhith, 2011).

Tanda dan gejala menurut Azizah (2016) adalah sebagai berikut :


a. Fisik Muka merah dan tegang, mata melotot/pandangan tajam, tangan
mengepal, rahang mengatup, wajah memerah dan tegang, postur tubuh kaku,
pandangan tajam, mengatupkan rahang dengan kuat, mengepalkan tangan
dan jalan mondar-mandir.
b. Verbal Bicara kasar, suara tinggi, membentak/berteriak, mengancam
secara verbal atau fisik, mengumpat dengan kata kotor, suara keras dan ketus
c. Perilaku Melempar atau memukul benda/orang lain, menyerang orang
lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan dan amuk/agresif.
d. Emosi Tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, dendam jengkel, tidak
berdaya, bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan juga
menuntut.
e. Intelektual Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan dan juga
sarkasme.
f. Spiritual Merasa dirinya berkuasa, merasa dirinya benar, mengkritik
pendapat orang lain, menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli dan juga
kasar.
g. Sosial Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan
sindiran.
h. Perhatian Bolos, mencuri, melarikan diri dan penyimpangan seksual.

4. Patofisiologi

Stress, cemas, harga diri rendah, dan bermasalah dapat menimbulkan marah.
Respon terhadap marah dapat di ekspresikan secara eksternal maupun internal.
Secara eksternal ekspresi marah dapat berupa perilaku konstruktif maupun
destruktif. Mengekspresikan rasa marah dengan kata-kata yang dapat di
mengerti dan diterima tanpa menyakiti hati orang lain. Selain memberikan rasa
lega, ketegangan akan menurun dan akhirnya perasaan marah dapat teratasi.
Rasa marah diekspresikan secara destrukrtif, misalnya dengan perilaku agresif,
menantang biasanya cara tersebut justru menjadikan masalah berkepanjangan
dan dapat menimbulkan amuk yang di tunjukan pada diri sendiri, orang lain, dan
lingkungan (Yosep, 2011). Perilaku yang submisif seperti menekan perasaan
marah karena merasa tidak kuat, individu akan berpura-pura tidak marah atau
melarikan 12 diri dari rasa marahnya,sehingga rasa marah tidak terungkap.
Kemarahan demikian akan menimbulkan rasabermusuhan yang lama, pada suatu
saat dapat menimbulkan rasa bermusuhan yang lama, dan pada suatu saat dapat
menimbulkan kemarahan yang destruktif yang ditujukan pada diri sendiri, orang
lain, dan lingkungan (Dermawan & Rusdi, 2013).

5. Pemeriksaan Penunjang
Salah satu bentuk upaya untuk mengatasi terapi perilaku kekerasan
dengan cara tindakan medis dan non medis. Terapi medis yang diberikan
kepada pasien seperti obat antipsikotik adalah Chlorpoazine (CPZ),
Risperidon (RSP), Haloperidol (HLP), Clozapindan Trifluoerazine (TFP).
Psikofarmaka adalah obat dengan tujuan untuk mengurangi penyebab
gangguan jiwa. Penting bagi penderita gangguan jiwa untuk patuh dalam hal
minum obat yang diresepkan oleh dokter karena dengan pengobatan efektif
mengatasi gangguan jiwa (Pardede, Keliat & Yulia, 2015).
Suatu bentuk tindakan yang dilakukan oleh perawat dalam hal
mengurangi perilaku kekerasan yaitu dengan menggunakan strategi
pelaksanaan (SP). Strategi pelaksanaan bersifat membina hubungan saling
percaya antara klien dengan keluarga. Apabila klien tidak diberikan SP akan
mengakibatkan menjadi membahayakan orang di sekitarnya. Strategi yang
dilakukan klien yaitu dengan cara mengontrol perilaku kekerasan secara fisik,
obat, verbal, dan spiritual. Cara mengontrol perilaku kekerasan fisik dengan
cara mengatur relaksasi nafas dalam, memberikan pukulan bantal atau Kasur.
Cara mengontrol verbal yaitu dengan menolak dengan baik, meminta dengan
baik, dan memberikan ungkapan dengan baik. Cara mengontrol spiritual
dengan cara shalat dan berdoa. Cara mengontrol perilaku kekerasan dengan
minum obat yaitu prinsip 5 benar obat (benar klien, 11 benar nama obat,
benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis obat)
( Sujarwo & Livana, 2018).

6. Pengobatan

a. Mengontrol perilaku kekerasan secara fisik, obat, verbal, dan spiritual.


b. Latihan tarik nafas dalam, dan pukul kasur atau bantal
c. Mengontrol secara verbal yaitu dengan cara menolak dengan baik, meminta
dengan baik, dan mengungkapka dengan baik.
d. Mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual dengan cara shalat dan
berdoa
e. Mengontrol perilaku kekerasan dengan minum obat secara teratur dengan
prinsip lima benar (benar klien, benar nama obat, benar cara minum obat,
benar waktu minum obat, dan benar dosis obat

C. Asuhan Keperawatan
1. Masalah Keperawatan yang mungkin muncul

a. Resiko perilaku kekerasan

b. Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

a. Resiko Perilaku Kekerasan

Definisi : Berisiko membahayakan secara fisik, emosi dan / atau seksual pada diri
sendiri atau orang lain.

a. Tanda gejala mayor Tanda gejala minor

Subjektif Subjektif

1. Mengatakan benci/kesal dengan 1. Mengatakan tidak senang


orang lain 2. Menyalahkan orang lain
2. Mengatakan ingin memukul 3. Mengatakan diri berkuasa
orang lain 4. Merasa gagal mencapai
3. Mengatakan tidak mampu tujuan
mengontrol perilaku kekerasan 5. Mengungkapkan keinginan
4. Mengungkapkan keinginan tidak realistis dan minta
menyakiti diri sendiri, orang lain dipenuhi
dan merusak lingkungan 6. Suka mengejek dan
mengritik

Objektif Objektif

1. Melotot 1. Disorientasi
2. Pandangan tajam 2. Wajah merah
3. Tangan mengepal 3. Postur tubuh kaku
4. Rahang mengatup 4. Sinis
5. Gelisah dan mondar-mandir 5. Bermusuhan
6. Tekanan darah meningkat 6. Menarik diri
7. Nadi meningkat
8. Pernapasan meningkat

b. D.0132 Perilaku Kekerasan

Definisi : Kemarahan yang diekspresikan secara berlebihan dan tidak terkendali


secara verbal sampai dengan mencederai orang lain dan/ atau merusak lingkungan.

Gejala dan tanda Mayor Gejala dan Tanda Minor

Subjektif Subjektif

1. Mengancam 1. (tidak tersedia)


2. Mengumpat dengan kata-
kata kasar
3. Suara keras
4. Bicara ketus
Objektif
Objektif
1. Mata melotot atau pandangan
1. Menyerang orang lain
tajam
2. Melukai diri sendiri/orang
2. Tangan mengepal
lain
3. Rahang mengatup
3. Merusak lingkungan 4. Wajah memerah
4. Perilaku agresif/amuk 5. Postur tubuh kaku

Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa Tujuan & Kriteria Intervensi


Keperawatan Hasil
1. Resiko Setelah dilakukan Pencegahan Perilaku
perilaku tindakan keperawatan Kekerasan (I.14544)
kekerasan selama ...x... jam, maka
Observasi
diharapkan kontrol diri
(D. 0146)
meningkat dengan
 Monitor adanya
kriteria hasil :
benda yang
berpotensi
1. Verbalisasi
membahayakan
ancaman kepada
(mis: benda tajam,
orang lain
tali)
menurun
 Monitor keamanan
2. Verbalisasi
barang yang dibawa
umpatan
oleh pengunjung
menurun
 Monitor selama
3. Suara keras
penggunaan barang
menurun
yang dapat
4. Bicara ketus
membahayakan
menurun
(mis: pisau cukur)

Terapeutik

 Pertahankan
lingkungan bebas
dari bahaya secara
rutin
 Libatkan keluarga
dalam perawatan

Edukasi

 Anjurkan
pengunjung dan
keluarga untuk
mendukung
keselamatan pasien
 Latih cara
mengungkapkan
perasaan secara
asertif
 Latih mengurangi
kemarahan secara
verbal dan nonverbal
(mis: relaksasi,
bercerita)

Promosi Koping (I.09312)

Observasi

 Identifikasi kegiatan
jangka pendek dan
Panjang sesuai
tujuan
 Identifikasi
kemampuan yang
dimiliki
 Identifikasi sumber
daya yang tersedia
untuk memenuhi
tujuan
 Identifikasi
pemahaman proses
penyakit
 Identifikasi dampak
situasi terhadap
peran dan hubungan
 Identifikasi metode
penyelesaian
masalah
 Identifikasi
kebutuhan dan
keinginan terhadap
dukungan sosial

Terapeutik

 Diskusikan
perubahan peran
yang dialami
 Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
 Diskusikan alasan
mengkritik diri
sendiri
 Diskusikan untuk
mengklarifikasi
kesalahpahaman dan
mengevaluasi
perilaku sendiri
 Diskusikan
konsekuensi tidak
menggunakan rasa
bersalah dan rasa
malu
 Diskusikan risiko
yang menimbulkan
bahaya pada diri
sendiri
 Fasilitasi dalam
memperoleh
informasi yang
dibutuhkan
 Berikan pilihan
realistis mengenai
aspek-aspek tertentu
dalam perawatan
 Motivasi untuk
menentukan harapan
yang realistis
 Tinjau Kembali
kemampuan dalam
pengambilan
keputusan
 Hindari mengambil
keputusan saat
pasien berada
dibawah tekanan
 Motivasi terlibat
dalam kegiatan
sosial
 Motivasi
mengidentifikasi
sistem pendukung
yang tersedia
 Damping saat
berduka (mis:
penyakit kronis,
kecacatan)
 Perkenalkan dengan
orang atau kelompok
yang berhasil
mengalami
pengalaman sama
 Dukung penggunaan
mekanisme
pertahanan yang
tepat
 Kurangi rangsangan
lingkungan yang
mengancam

Edukasi

 Anjurkan menjalin
hubungan yang
memiliki
kepentingan dan
tujuan sama
 Anjurkan
penggunaan sumber
spiritual, jika perlu
 Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan
persepsi
 Ajarkan cara
memecahkan
masalah secara
konstruktif
 Latih penggunaan
Teknik relaksasi
 Latih keterampilan
sosial, sesuai
kebutuhan
 Latih
mengembangkan
penilaian obyektif

2. Perilaku Setelah dilakukan Manajemen Keselamatan


kekerasan tindakan keperawatan Lingkungan (I.14513)
(D.0132) selama ..x...jam
Observasi
diharapkan kontrol diri
meningkat dengan
 Identifikasi
keriteria hasil :
kebutuhan
1. Verbalisasi
keselamatan (mis:
ancaman kepada
kondisi fisik, fungsi
orang lain
kognitif, dan
menurun
Riwayat perilaku)
2. Verbalisasi
 Monitor perubahan
umpatan
status keselamatan
menurun
lingkungan
3. Perilaku
menyerang Terapeutik
menurun
 Hilangkan bahaya
4. Perilaku
keselamatan
melukai diri
lingkungan (mis:
sendiri menurun
fisik, biologi, kimia),
5. Perilaku
jika memungkinkan
merusak
 Modifikasi
lingkungan
menurun lingkungan untuk
6. Perilaku agresif meminimalkan
mengamuk bahaya dan risiko
menurun  Sediakan alat bantu
7. Suara keras keamanan
menurun lingkungan (mis:
8. Bicara ketus commode chair dan
menurun pegangan tangan)
 Gunakan perangkat
pelindung (mis:
pengekangan fisik,
rel samping, pintu
terkunci, pagar)

Edukasi

 Ajarkan individu,
keluarga, dan
kelompok risiko
tinggi bahaya
lingkungan

Manajemen Mood
(I.09289)

Observasi

 Identifikasi mood
(mis: tanda, gejala,
Riwayat penyakit)
 Identifikasi risiko
keselamatan diri atau
orang lain
 Monitor fungsi
kognitif (mis:
konsentrasi, memori,
kemampuan
membuat keputusan)
 Monitor aktivitas
dan tingkat stimulasi
lingkungan

Terapeutik

 Fasilitasi pengisian
kuesioner self-report
(mis: beck
depression
inventory, skala
status fungsional),
jika perlu
 Berikan kesempatan
untuk
menyampaikan
perasaan dengan
cara yang tepat (mis:
sandsack, terapi seni,
aktivitas fisik)

Edukasi

 Jelaskan tentang
gangguan mood dan
penanganannya
 Anjurkan berperan
aktif dalam
pengobatan dan
rehabilitasi, jika
perlu
 Anjurkan rawat inap
sesuai indikasi (mis:
risiko keselamatan,
deficit perawatan
diri, sosial)
 Ajarkan mengenali
pemicu gangguan
mood (mis: situasi
stres, masalah fisik)

Kolaborasi

 Kolaborasi
pemberian obat, jika
perlu
 Rujuk untuk
psikoterapi (mis:
perilaku, hubungan
interpersonal,
keluarga,
kelompok), jika
perlu

Manajemen Pengendalian
Marah (I.09290)

Observasi

 Identifikasi
penyebab/pemicu
kemarahan
 Identifikasi harapan
perilaku terhadap
ekspresi kemaharan
 Monitor potensi
agresi tidak
konstruktif dan
lakukan Tindakan
sebelum agresif
 Monitor kemajuan
dengna membuat
grafik, jika perlu

Terapeutik

 Gunakan pendekatan
yang tenang dan
meyakinkan
 Fasilitasi
mengekpresikan
marah secara adaptif
 Cegah kerusakan
fisik akibat ekspresi
marah (mis:
menggunakan
senjata)
 Cegah aktivitas
pemicu agresi (mis:
meninju tas,
mondar-mandir,
berolahraga
berlebihan)
 Lakukan kontrol
eksternal (mis:
pengekangan, time-
out, dan seklusi),
jika perlu

Edukasi

 Jelaskan makna,
fungsi marah,
frustasi, dan respons
marah
 Anjurkan meminta
bantuan perawat atau
keluarga selama
ketegangan
meningkat
 Ajarkan strategi
untuk mencegah
ekspresi marah
maladaptif
 Ajarkan metode
untuk memodulasi
pengalaman emosi
yang kuat (mis:
latihan asertif,
Teknik relaksasi,
jurnal, aktivitas
penyaluran energi

Kolaborasi

 Kolaborasi
pemberian obat, jika
perlu

Manajemen Perilaku
(I.12463)

Observasi

 Identifikasi harapan
untuk
mengendalikan
perilaku

Terapeutik

 Diskusikan tanggung
jawab terhadap
perilaku
 Jadwalkan kegiatan
terstruktur
 Ciptakan dan
pertahankan
lingkungan dan
kegiatan perawatan
konsisten setiap
dinas
 Tingkatkan aktivitas
fisik sesuai
kemampuan
 Batasi jumlah
pengunjung
 Bicara dengan nada
rendah dan tenang
 Lakukan kegiatan
pengalihan terhadap
sumber agitasi
 Cegah perilaku pasif
dan agresif
 Beri penguatan
positif terhadap
keberhasilan
mengendalikan
perilaku
 Lakukan
pengekangan fisik
sesuai indikasi
 Hindari bersikap
menyudutkan dan
menghentikan
pembicaraan

Edukasi

 Informasikan
keluarga bahwa
keluarga sebagai
dasar pembentukan
kognitif
DAFTAR PUSTAKA

St.Louis Mosby Year Book Dermawan, Deden,dkk, (2017). Keperawatan Jiwa Konsep dan
Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa; penerbit Gosyen Publishing, Yogyakarta.

Wijayaningsih, (2015). Praktik klinik keperawatan jiwa; Penerbit CV.Trans Info


Media,Jakarta.
Afnuhazi, Ridhyalla. 2015. Komunikasi Terapeutik dalam Keperawatan Jiwa.
Yogyakarta:Goysen Publishing.
Dalami, dkk. 2014. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa. Jakarta: TIM.
Direja, Ade Herman Surya.2015. Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Kusumawati, farida dan Yudi . (2017). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai