Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN


DI BANGSAL ABIMANYU RSJD dr. ARIF ZAINUDIN SURAKARTA

Dosen Pembimbing: Arum Pratiwi S.Kp., M.Kes., Ph.D


Clinical Instruktur (CI) : Edy Wiyono, S.Kep., Ns

Disusun oleh:
DWI ARIANI
J230225093

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2022
A. Definisi
Perilaku kekerasan yang timbul pada klien skizofrenia diawali dengan adanya
perasaan tidak berharga, takut dan ditolak oleh lingkungan sehingga individu akan
menghindari dari bersosialisasi dengan orang lain. Perilaku kekerasan adalah salah satu
respon terhadap stressor yang dihadapi oleh seseorang yang di tunjukkan dengan
perilaku kekerasan baik pada diri sediri maupun orang lain dan lingkungan baik secara
verbal maupun non-verbal. Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologis (Keliat, 2015).
Menurut Yosep (2016) perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan fisik, baik kepada diri sendiri maupun
orang lain.
Perilaku kekerasan adalah suatu ekspresi dari respon marah baik secara verbal
maupun nonverbal yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan.
Sedangkan, resiko perilaku kekerasan merupakan tindakan yang beresiko mencelakai
baik secara fisik, emosi atau seksual terhadap diri sendiri maupun orang lain (PPNI,
2017). Seseorang yang tidak dapat mengontrol respon marah dengan baik dapat
beresiko mengalami perilaku kekerasan.
B. Etiologi
Menurut Suhantara (2020) terjadinya resiko perilaku kekerasan meliputi stressor dari
faktor predisposisi dan presipitasi, sebagai berikut :
1. Faktor Predisposisi
a. Biologis
Meliputi adanya faktor keluarga yang mengalami gangguan jiwa, riwayat
penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan NAPZA.
b. Psikologis
Kekerasan terjadi sebagai hasil dari akumulasi frustasi. Frustasi terjadi apabila
keinginan individu untuk mencapai sesuatu menemui kegagalan atau
terhambat, seperti kesehatan fisik terganggu, hubungan sosial yang terganggu.
Rasa puas, aman serta kenyamanan apabila tidak terpenuhi mengakibatkan
turunnya harga diri sehingga melampiskan pada kekerasan.
c. Sosiobudaya dan lingkungan
Fungsi dan hubungan social yang terganggu disertai lingkungan sosial yang
mengancam kebutuhan individu, yang mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Norma dan budaya dapat mempengaruhi individu
untuk berperilaku agresif. Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung
melalui proses sosialisasi dengan meniru dari lingkungan yang menggunakan
perilaku kekerasan sebagai cara menyelesaikan masalah.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan pada setiap individu
bersifat unik, berbeda satu orang dengan orang yang lain. Stressor tersebut dapat
berupa faktor eksternal maupun internal yaitu:
a. Faktor internal meliputi keinginan yang tidak terpenuhi, penurunan
kepercayaan diri, perasaan kehilangan dan kegagalan dalam kehidupan
(pekerjaan, pendidikan, dan kehilangan orang yang dicintai), serta
kekhawatiran terhadap penyakit fisik.
b. Faktor eksternal meliputi kejadian sosial yang berubah seperti tindakan
kekerasan, kritikan yang menghina, lingkungan yang terlalu ribut.
C. Psikofisiologi atau psikoneurologi
Perilaku kekerasan dapat terjadi apabila seseorang mempunyai harapan tinggi
yang tidak tercapai, sehingga mengakibatkan harga diri rendah. Pasien yang sudah
menghadapi masalah harga diri rendah merasa marah dan jengkel terhadap dirinya
sendiri, orang lain maupun lingkungan sekitar yang menimbulkan pasien berperilaku
secara tidak konstruktif, seperti memukul dirinya sendiri, membanting benda
disekitarnya ataupun menciderai orang lain.
Rentang respon
Adaptif Maladaptif

Asetif Frustasi Pasif Agresif Amuk

Keterangan:
a. Adaptif
Asertif : Amarah yang diekspresikan tanpa menyakiti orang lain
Frustasi : Ketidakberhasilan dalam menggapai keinginan
b. Maladaptif
Pasif : Tanggapan mengenai ketidakmampuan untuk mengungkapkan
perasaan
Agresif : Perilaku yang merusak tetapi masih bisa dikendalikan
Amuk : Vandalisme yang tidak terkendali
D. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala dengan resiko perilaku kekerasan menurut standar diagnosis
keperawatan Indonesia (PPNI, 2018) yaitu:
1. Tanda dan gejala mayor
a. Subjektif
1) Mengancam
2) Mengumpat dengan kata-kata kasar
3) Suara keras
4) Bicara ketus
b. Objektif
1) Menyerang orang lain
2) Melukai diri sendiri atau orang lain
3) Merusak lingkungan
4) Perilaku agresif/amuk
2. Tanda dan gejala minor
a. Subjektif
(Tidak tersedia)
b. Objektif
1) Mata melotot atau pandangan tajam
2) Tangan mengepal
3) Rahang mengatup
4) Wajah memerah
5) Postur tubuh kaku
E. Konsep Proses Keperawatan
1. Identitas klien
Nama klien, umur, jenis kelamin, nomor rekam medis, tanggal masuk RS, tanggal
pengkajian.
2. Alasan masuk
Biasanya klien masuk dengan alasan sering mengamuk tanpa sebab, memukul,
membanting, mengancam, menyerang orang lain, melukai diri sendiri,
mengganggu lingkungan, bersifat kasar dan pernah mengalami gangguan jiwa
dimasa lalu kambuh karena tidak mau minum obat secara teratur (Keliat, 2016)
3. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu dan pernah
dirawat atau baru pertama kali mengalami gangguan jiwa (Parwati, Dewi &
Saputra 2018). Biasanya klien pernah mengalami atau menyaksikan penganiayaan
fisik, seksual maupun penolakan dari lingkungan. Ada anggota keluarga yang
mengalami gangguan jiwa, kalau ada tanyakan hubungan dengan keluarga, gejala,
pengobatan dan perawatan. Klien pernah mengalami pengalaman masa lalu yang
tidak menyenangkan misalnya, perasaan ditolak, dihina, dianiaya, penolakan dari
lingkungan.
4. Aspek fisik
Mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital : TD, nadi, suhu, pernafasan. Ukur
tinggi badan dan berat badan, tanyakan apakah ada keluhan fisik.
5. Genogram
Membuat genogram yang memuat paling sedikit 3 generasi keatas yang dapat
menggambarkan hubungan klien dan keluarga, masalah yang terkait dengan
komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.
6. Aspek psikososial
Biasanya ada anggota tubuh klien yang tidak disukai klien yang mempengaruhi
keadaan klien saat berhubungan dengan orang lain sehingga klien merasa terhina,
diejek dengan kondisinya tersebut.
a. Konsep diri
1) Gambaran diri
Klien dapat menggambarkan bagaimana kondisi tubuhnya dan
mengatakan bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai.
2) Identitas
Klien dengan resiko perilaku kekerasan biasanya tidak puas dengan
pekerjaannya, tidak puas dengan statusnya, baik disekolah, tempat kerja
dan dalam lingkungan tempat tinggal.
3) Peran
Biasanya klien memiliki masalah dengan peran atau tugas yang
diembannya dalam keluarga, kelompok atau masyarakat dan biasanya
klien tidak mampu melaksanakan tugas dan peran tersebut dan merasa
tidak berguna.
4) Ideal diri
Biasanya klien memilki harapan yang tinggi terhadap tubuh, posisi dan
perannya baik dalam keluarga, sekolah, tempat kerja dan masyarakat.
5) Harga diri
Klien dengan resiko perilaku kekerasan hubungan dengan orang lain akan
terlihat baik, harmoni sata terdapat penolakan atau klien merasa tidak
berharga, dihina, diejek dalam lingkungan keluarga maupun diluar
lingkungan keluarga.
b. Hubungan sosial
Orang yang berarti, tempat mengadu dan berbicara. Kegiatan yang diikuti
klien dalam masyarakat dan apakah klien berperan aktif dalam kelompok
tersebut. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain/tingkat keterlibatan
klien dalam hubungan masyarakat.
c. Spiritual
Biasanya klien mengatakan bahwa dia tidak mengalami gangguan jiwa dan
sehat. Biasanya selama sakit klien jarang melakukan ibadah.
d. Status mental
1) Penampilan
Biasanya penampilan klien kotor, rambut berantakan, pakaian tidak
seragam.
2) Pembicaraan
Klien dengan resiko perilaku kekerasan ketika dilakukan pengkajian
bicara cepat, keras, kasar, nada tinggi dan mudah tersinggung.
3) Aktivitas motorik
Biasanya aktivitas motoric klien dengan perilaku kekerasan akan terlihat
tegang, gelisah, gerakan otot muka berubah-ubah, gemetar, tangan
mengepal dan rahang mengatup dengan kuat.
4) Alam perasaan
Klien akan merasa sedih dan menyesali apa yang telah dilakukan.
5) Afek
Klien mudah tersinggung dan sering marah-marah tanpa sebab.
6) Interaksi selama wawancara
Klien dengan resiko perilaku kekerasan akan terlihat tidak kooperatif,
curiga, tidak mau menatap lawan bicara, dan mudah tersinggung.
7) Persepsi
Klien mengatakan tidak mendengar maupun melihat hal-hal aneh dan
mampu menjawab pertanyaan dengan jelas.
8) Proses pikir
Ketika interaksi wawancara pasien mampu menjawab pertanyaan dengan
berbelit-belit namun sampai pada tujuan pembicaraan.
9) Isi pikir
Pasien mengatakan kadang tidak mampu mengontrol emosinya dengan
mudah marah sehingga ingin membanting barang disekitarnya.
10) Tingkat kesadaran
Kesadaran klien bingung, kacau, sadar, atau stupor. Mengkaji apakah
klien mengalami disorientasi waktu, tempat maupun orang.
11) Memori
Klien dengan resiko perilaku kekerasan biasanya dapat mengingat
peristiwa yang terjadi.
12) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Mengkaji apakah klien mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi, mudah
beralih ditunjukkan dengan pertanyaan yang harus diulang beberapa kali,
klien tidak mampu berkonsentrasi, klien tidak mampu berhitung
sederhana.
13) Kemampuan penilaian
Biasanya klien mengalami kemampuan penilaian ringan dan sedang dan
tidak mampu mengambil keputusan.
14) Daya tilik diri
Biasanya klien mengingkari penyakit yang dideritanya.
7. Diagnosa keperawatan
D.0146 Risiko perilaku kekerasan ditandai dengan riwayat atau ancaman
kekerasan terhadap diri sendiri atau orang lain.
8. Perencanaan keperawatan
No SDKI SLKI SIKI
1 D.0146 Setelah dilakukan Pencegahan perilaku kekerasan
Risiko asuhan keperawatan (I.14544)
perilaku …x24 jam Observasi
kekerasan diharapakan kontrol - Monitor adanya benda yang
ditandai diri meningkat berpotensi membahayakan
dengan dengan kriteria hasil: - Monitor keamanan barang
riwayat atau Kontrol diri yang
ancaman (L.09076): dibawa oleh pengunjung
kekerasan a. Verbalisasi - Monitor selama penggunaan
terhadap diri ancaman kepada barang
sendiri atau orang lain yang dapat membahayakan
orang lain. menurun Terapeutik
b. Verbalisasi - Pertahankan lingkungan
umpatan bebas dari
menurun bahaya
c. Perilaku Edukasi
menyerang - Anjurkan pengunjung dan
menurun keluarga
d. Perilaku melukai untuk mendukung
diri keselamatan pasien
sendiri/orang - Latih cara mengungkapkan
lain menurun perasaan
e. Perilaku secara asertif
merusak - Latih mengurangi
lingkungan kemarahan secara
sekitar menurun verbal dan nonverbal
f. Perilaku
agresif/amuk Dukungan pengungkapan
menurun perasaan (I.09267)
g. Suara keras Observasi
menurun - Identifikasi perasaan saat ini
h. Bicara ketus - Identifikasi hubungan antara
menurun apa yang dirasakan dan
perilaku
Terapeutik
- Fasilitasi mengungkapkan
pengalaman emosional yang
menyakitkan
Edukasi
- Ajarkan mengekspresikan
perasaan secara asertif

F. Daftar pustaka
PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Keliat, B. A., Akemat, Helena, N., & Nurhaeni. 2015. Keperawatan Kesehatan Jiwa
Komunitas : CMHN (Basic Course). Jakarta: EGC.
Keliat, B. A., Akemat. 2016. Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok. Edisi 2.
Jakarta: EGC.
Parwati, I. G., Dewi, P. & Saputra. 2018. Asuhan Keperawatan Perilaku Kesehatan.
Suhantara, Y. F. 2020. Studi Dokumentasi Risiko Perilaku Kekerasan pada Klien
dengan Skizofrenia. Akademi Keperawatan YKY. Yogyakarta.
Yosep, I., & Sutini, I. 2016. Buku Ajar Keperawatan Jiwa dan Advance Mental Health
Nursing. Bandung: PT. Refika Aditama.

Anda mungkin juga menyukai