Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

DI WISMA SETYAWATI RS JIWA PROF. DR. SOEROJO


MAGELANG

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktik Stase Keperawatan Jiwa

Disusun Oleh :

Asnira Widiyaswuri (2022030017)


Dhea Maylia Wulansari (2022030027)
Evi Novita (2022030032)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GOMBONG
2023
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi Risiko Perilaku Kekerasan


Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk
melukai seseorang secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini
maka perilaku kekerasan dapat dilakukan secara verbal, maupun nonverbal.
Di arahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Perilaku kekerasan
dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang berlangsung perilaku
kekerasan atau riwayat perilaku kekerasan (Dermawan, 2013).
Perilaku kekerasan merupakan hasil dari marah yang ekstrem
(kemarahan) atau ketakutan (panik) sebagai respon terhadap perasaan
terancam, baik berupa ancaman serangan fisik atau konsep diri
Keliat, Akemat, Helena dan Nurhaeni (2012) menyatakan bahwa
perilaku kekerasan adalah salah satu respon marah yang diekspresikan
dengan melakukan ancaman, mencederai orang lain, dan atau merusak
lingkungan. Perasaan terancam ini dapat berasal dari stressor eksternal
(penyerangan fisik, kehilangan orang berarti dan kritikan dari orang lain) dan
internal (perasaan gagal di tempat kerja, perasaan tidak mendapatkankasih
sayang dan ketakutan penyakit fisik).
B. Tanda & Gejala Perilaku Kekerasan
Tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
Subjektif
a. Mengungkapkan perasaan kesal atau marah
b. Keinginan untuk melukai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
c. Klien suka membentak dan menyerang orang
lain Objektif
a. Mata melotot/pandangan tajam
b. Tangan mengepal dan rahang mengatup
c. Wajah memerah
d. Postur tubuh kaku
e. Mengancam dan mengumpat dengan kata-kata kotor
f. Suara keras
g. Bicara kasar, ketus
h. Menyerang orang lain dan melukai diri sendiri/orang lain
i. Merusak lingkungan
j. Amuk/agresif
C. Faktor Penyebab Perilaku Kekerasan
Menurut Direja (2011), faktor penyebab terjadinya perilaku kekerasan pada
seseorang yaitu:
a. Faktor Predisposisi
1) Faktor Psikologis
a) Terdapat asumsi bahwa seseorang untuk mencapai suatu tujuan
mengalami hambatan akan timbul dorongan agresif yang
memotifasi perilaku kekerasan.
b) Berdasarkan penggunaan mekanisme koping individu dan masa
kecil yang tidak menyenangkan dan rasa frustasi.
c) Adanya kekerasan dalam rumah tangga, keluarga atau lingkungan.
d) Teori psikoanalitik, teori ini menjelaskan bahwa tidak terpenuhinya
kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri yang rendah. Teori
lainnya berasumsi bahwa perilaku kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidak berdayaannya
dan rendahnya harga diri pelaku kekerasan.
2) Faktor Biologis
Berdasarkan teori biologis, ada beberapa hal yang mempengaruhi
seseorang melakukan perilaku kekerasan, yaitu sebagai berikut:
a) Beragam komponen system neurologis mempunyai implikasi
dalam memfasilitasi dan menghambat impuls agresif. Sistem
limbik merupakan organ yang mengatur dorongan dasar dan
ekspresi emosi serta perilaku seperti agresif, dan respon seksual.
Selain itu, mengatur sistem informasi dan memori.
b) Peningkatan hormone androgen dan norefineprin serta penurunan
serotin pada cairan serebro spinal merupakan faktor predisposisi
penting yang menyebabkan timbulnya perilaku agresif pada
seseorang.
c) Pengaruh genetic, menurut penelitian perilaku agresif sangat erat
kaitannya dengan genetic termasuk genetic tipe kariotipe XYY,
yang umumnya dimiliki oleh penghuni penjara atau tindakcriminal.
d) Gangguan otak, sindrom otak organic berhubungan denganberbagai
gangguan serebral, tumor otak (khususnya pada limbic dan lobus
temporal), Kerusakan organ otak, retardasi terbukti berpengaruh
terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
3) Faktor Sosial Budaya
Norma merupakan kontrol masyarakat pada kekerasan. Hal ini
mendefinisikan ekspresi perilaku kekerasan yang diterima atau tidak
diterima akan menimbulkan sanksi. Budaya dimasyarakat dapat
mempengaruhi perilaku kekerasan. Kontrol masyarakat yang rendah
dan kecenderungan menerima perilaku kekerasan sebagai cara
penyelesaian masalah dalam masyarakat merupakan factor
predisposisi terjadinya perilaku kekerasan.
b. Faktor Presipitasi
Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik
berupa injuri secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa
faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
1) Klien: Kelemahan fisik, keputusasaan, ketidakberdayaan,
kehidupan yang penuh dengan agresif, dan masa lalu yang tidak
menyenangkan.
2) Interaksi: Penghinaan, kekerasan, kehilangan orang yang berarti,
konflik, merasa terancam baik internal maupun eksternal.
3) Lingkungan: Panas, padat dan bising.
D. Akibat Perilaku Kekerasan
Akibat dari resiko perilaku kekerasan yaitu adanya kemungkinan
mencederai diri, orang lain dan merusak lingkungan adalah keadaan dimana
seseorang individu mengalami perilaku yang dapat membahayakan secara
fisik baik pada diri sendiri, orang lain maupun lingkungannya. Kondisi ini
biasanya akibat ketidakmampuan mengendalikan marah secara konstruktif
E. Fokus Pengkajian
a. Keluhan utama
b. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
c. Konsep diri
1) Gambaran diri
2) Ideal diri
3) Harga diri
4) Identitas
5) Peran
d. Status Mental
1) Penampilan
2) Pembicaraan
3) Aktivitas Motorik
4) Afek
5) Interaksi Selama Wawancara
6) Persepsi
7) Proses Pikir
8) Isi Pikir
9) Tingkat Kesadaran
10) Memori
11) Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
12) Kemampuan Penilaian
13) Daya Tilik Diri
e. Masalah Psikososial dan Lingkungan
1) Masalah Dukungan Kelompok
2) Masalah Hubungan dengan Lingkungan
3) Masalah dengan Pendidikan
4) Masalah dengan Pekerjaan
5) Masalah Ekonomi
f. Kurang Pengetahuan
Jelaskan:
Masalah Keperawatan

F. Psikopatologi/Pohon Masalah
Resiko mencederai diri sendiri, Akibat/Effect
orang lain, lingkungan

Perilaku Kekerasan
Masalah Utama/Core
Problem

Harga diri rendah Penyebab/Causa

G. Tindakan Keperawatan Berfokus Pada Diagnosa Utama


a. Tindakan keperawatan untuk pasien
1. Mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala, serta akibat dari perilaku
kekerasan & mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1 tarik
nafas dalam dan cara fisik 2: pukul kasur/bantal
a) Menjelaskan tanda dan gejala, penyebab, dan akibat perilaku
kekerasan
b) Melatih latihan tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal
2. Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara minum obat secara teratur
a) Menjelaskan dan melatih klien minum obat dengan prinsip 6
benar, manfaat/keuntungan minum obat dan kerugian tidak
minum obat
3. Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal/bicara baik-baik
a) Melatih cara verbal/bicara baik-baik
4. Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual
a) Melatih cara spiritual
b. Tindakan keperawatan untuk keluarga
1. Mengenal masalah resiko perilaku kekerasan & mengambil keputusan
untuk merawat klien resiko perilaku kekerasan
a) Menjelaskan masalah resiko perilaku kekerasan
b) Mendiskusikan masalah danakibat yang mungkin terjadi pada
klien resiko perilaku kekerasan
2. Merawat klien resiko perilaku kekerasan
a) Menjelaskan dan melatih keluarga cara merawat klien resiko
perilaku kekerasan
3. Menciptakan lingkungan yang terapeutik untuk klien resiko perilaku
kekerasan
a) Menjelaskan dan melatih keluarga menciptakan lingkungan yang
terapeutik bagi klien resiko perilaku kekerasan
4. Memanfaatkan pelayanan kesehatan untuk follow up kesehatan klien
resiko perilaku kekerasan dan mencegah kekambuhan
a) Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan
untuk follow up, cara rujukan kesehatan kliendan mencegah
kekambuhan
A. Pengertian Isolasi Sosial
Isolasi sosial adalah pengalaman menyendiri seorang individu dan
dirasakan dipaksa karena orang lain dan keadaan yang negative atau
mengancam (NANDA, 2012-2014)
Isolasi sosial merupakan keadaan dimana individu mengalami penurunan
atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
disekitarnya (Damaiyanti, 2012) klien merasa ditolak, tidak diterima,
kesepuan, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang
lain (Keliat, 2011)
Isolasi sosial merupakan suatu gangguan interpersonal yang terjadi akibat
adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku mal adaptif
dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial.
B. Tanda dan Gejala
a. Subyektif
1. Menolak interaksi dengan orang lain
2. Merasa sendirian
3. Tidak berminat
4. Merasa tidak diterima
5. Perasaan berbeda dengan orang lain
6. Mengungkapkan tujuan hidup yang tidak adekuat
7. Tidak ada dukungan orang yang dianggap penting
b. Obyektif
1. Tidak ada kontak mata
2. Menyendiri/menarik diri
3. Tidak komunikatif
4. Tindakan tidak berarti/mengulang
5. Afek tumpul
6. Afek sedih
7. Adanya kecacatan (missal : fisik dan mental)
C. Penyebab
1. Faktor predisposisi
a. Faktor tumbuh kembang. Setiap tahapan tumbuh kembang
individu ada tugas perkembangan yang dipenuhi agar tidak
terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Apabila tugas-tugas
dalam perkembangan tidak terpenuhi, maka akan menghambat
fase perkembangan sosial selanjutnya.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga. Adanya komunikasi tidak
jelas (double bind) yaitu suatu keadaan dimana individu
menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu
bersamaan dan ekspresi emosi yang tinggi di setiap komunikasi
c. Faktor sosial budaya. Hal ini disebabkan oleh norma-norma
yang salah dianut oleh keluarga, dimana setiap anggota
keluarga yang tidak produktif seperti lansia, memiliki penyakit
kronis, penyandang cacat diasingkan dari lingkungan sosial.
2. Faktor presipitasi
a. Stressor sosial budaya. Stress dapat ditimbulkan oleh beberapa
faktor seperti menurunya stabilitas unit keluarga dan berpisah
dari orang yang berarti dalam kehidupanya
b. Stressor psikologi
Tingkat kecemasan yang berat dan berkepanjangan terjadi
bersamaan dengan keterbatasan kemampuan untuk
mengatasinya.
D. Pohon Masalah

Halusinasi effect

Isolasi Sosial Core problem

Harga diri rendah causa


E. Fokus Pengkajian
1. Alasan masuk
2. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
3. Psikososial : genogram, konsep diri, hubungan sosial
4. Status mental
F. Diagnosa Keperawatan Utama
Isolasi sosial
G. Fokus Intervensni
1. Individu
a. SP 1 : mengenal masalah isolasi sosial (tanda dan gejala, penyebab,
dan akibat isolasi sosial) dan menjelaskan, mendemonstrasikan dan
melatih cara berkenalan
b. SP 2 : menjelaskan dan melatih klien berkenalan dengan 2 orang
dan bercakap-cakap dalam melakukan kegiatan harian
c. SP 3 : menjelaskan dan melatih klien berkenalan dengan 2 orang
dan bercakap-cakap dalam melakukan kegiatan harian, serta
melakukan kegiatan sosial
d. SP 4 : menjelaskan dan melatih berbicara dalaml melakukan
kegiatan sosial : meminta sesuatu, memberi bantuan berbelanja ke
warung, ke pasar, atau ke bank.
2. Keluarga
a. Mengenal masalah isolasi sosial
1) Mengidentifikasi masalah keluarha dalam merawat klien isolasi
sosial
2) Menjelaskan pengertian, tanda dan gelaja, serta proses
terjadinya isolasi sosial
b. Mengambil keputusan untuk merawat klien isolasi sosial
1) Mendiskusikan masalah dan akibat yang terjadi pada klien
isolasi sosial
2) Menganjurkan keluarga mengambil keputusan untuk merawat
klien isolasi sosial
c. Merawat klien isolasi sosial
1) Menjelaskan cara melatih klien berkenalan
2) Menjelaskan cara melatih klien bercakap-cakap saat melakukan
kegiatan harian
3) Menjelaskan cara melatih klien berbicara sosial : meminta
sesuatu, memberi bantuan, berbelanja ke warung, ke pasar, dan
ke bank
4) Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien
untuk latian berkenalan
5) Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien
untuk latihan bercakap-cakap saat melakukan kegiatan sehari-
hari
6) Memotivasi, membimbing dan memberi pujian kepada klien
untuk latihan berbicara sosial
d. Menciptakan lingkungan yang terapeutik untuk klien isolasi sosial
1) Mendiskusikan dengan anggota keluarga yang terlibat dalam
perawatan klien
2) Mendiskusikan setting lingkungan rumah yang mendukung
perawatan klien
3) Menganjurkan keluarga melibatkan anggota keluarga lalin
dalam merawat klien
e. Memanfaatkan pelayanan kesehatan untuk follow up kesehatan
klien isolasi sosial dan mencegah kekambuhan
1) Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas kesehatan yang
tersedia (pelayanan kesehatan primer : puskesmas, pelayanan
kesehatan sekunder : RSU, palayanan kesehatan tersier : RSJ)
2) Menjelaskan dan menganjurkan follow up dan merujuk klien ke
pelayanan kesehatan
A. Pengertian Waham
Waham merupakan ketidakmampuan menilai dan berespon pada realita
serta tidak dapat membedakan lamunan dan kenyataan sehingga muncul
perilaku yang sukar untuk dimengerti dan menakutkan (Kusumawati, 2014).
Waham merupakan suatu keyakinan yang salah dan tidak sesuai dengan
fakta dan keyakinan tersebut mungkin aneh atau bias pula dan tetap
dipertahankan meskipun telah diperlihatkan bukti-bukti yang jelas untuk
mengkoreksinya (Purba, dkk, 2013).
Waham merupakan suatu keyakinan yang dipertahankan secara kuat dan
terus-menerus tetapi tidak sesuai dengan kenyataan (Keliat, B.A, 2012)
Berdasarkan ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Waham
adalah suatu keyakinan terhadap sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan
dan berlangsung secara terus menerus serta tetap dipertahankan kondisinya.
B. Jenis Waham
Menurut Direja (2011) klasifikasi waham terbagi menjadi 5 bagian yaitu :
a. Waham Kebesaran
Waham kebesaran adalah keyakinan secara berlebihan bahwa dirinya
memiliki kekuatan khusus atau kelebihan yang berbeda dengan orang lain
dan diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
b. Waham Agama
Waham agama adalah keyakinan pada suatu agama yang berlebihan dan
diucapkan secara berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
c. Waham Curiga
Waham curiga adalah keyakinan seseorang atau sekelompok orang yang
mau merugikan mencederai dirinya, di ucapkan berulang-ulang tetapi
tidak sesuai dengan kenyataan.
d. Waham Somatik
Waham somatik adalah keyakinan seseorang bahwa tubuh atau sebagian
tubuhnya terserang penyakit, diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai
dengan kenyataan.
e. Waham Nihilistik
Waham nihilistik adalah keyakinan seseorang bahwa dirinya merasa sudah
meninggal yang diucapkan secara berulang-ulang yang tidak sesuai
dengan kenyataan.
C. Tanda dan Gejala Waham
a. Data subyektif
Pasien mengatakan cara fikir yang magis dan primitif.
Misal : pasien mengatakan bahwa dirinya seorang nabi yang diutus untuk
menyelamatkan manusia.
b. Data obyektif
Terbiasa menolak makan, tidak ada perawatan diri, ekspresi wajah sedih
dan ketakutan, gerakan tidak terkontrol, mudah tersinggung, isi
pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan, bicara kasar, menjalankan
kegiatan keagamaan secara berlebihan, adanya gangguan fungsi motorik
dan fungsi sosial kesepian.
D. Penyebab Waham
Gangguan orientasi realita menyebar dalam lima kategori utama fungsi otak
menurut Kusumawati (2010) yaitu :
a. Gangguan fungsi kognitif dan persepsi menyebabkan kemampuan dan
menilik diri menurun.
b. Gangguan fungsi emosi, motorik, dan sosial mengakibatkan kemampuan
berespon terganggu, tampak dari perilaku nonverbal (ekspresi dan gerakan
tubuh) dan perilaku verbal (penampilan hubungan sosial).
c. Gangguan realitas umumnya ditemukan pada skizofrenia.
d. Gangguan asosiasi, efek, ambivalen, autistik serta gangguan atensi dan
aktivitas.
e. Gejala sekunder : halusinasi, waham, dan gangguan daya ingat.
E. Akibat Waham
Akibat dari waham pasien dapat mengalami kerusakan komunikasi
verbal yang ditandai dengan pikiran tidak realistik, fligh of ideas, kehilangan
asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak mata kurang. Selain
kerusakan komunikasi verbal, akibat lain yang dapat terjadi adalah resiko
mencederai diri, orang lain dan lingkungan, serta mengalami defisit perawatan
diri.
F. Fokus Pengkajian
a. Keluhan utama
b. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan
c. Konsep diri
1) Gambaran diri
2) Ideal diri
3) Harga diri
4) Identitas
5) Peran
d. Status Mental
1) Penampilan
2) Pembicaraan
3) Aktivitas Motorik
4) Afek
5) Interaksi Selama Wawancara
6) Persepsi
7) Proses Pikir
8) Isi Pikir
9) Tingkat Kesadaran
10) Memori
11) Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
12) Kemampuan Penilaian
13) Daya Tilik Diri
e. Masalah Psikososial dan Lingkungan
1) Masalah Dukungan Kelompok
2) Masalah Hubungan dengan Lingkungan
3) Masalah dengan Pendidikan
4) Masalah dengan Pekerjaan
5) Masalah Ekonomi
f. Kurang Pengetahuan
Jelaskan:
Masalah Keperawatan
G. Psikopatologi/Pohon Masalah
Resiko perilaku kekerasan Akibat/Effect

waham
Core Problem

Halusinasi Penyebab/Causa
H. Tindakan Keperawatan Berfokus Pada Diagnosa Utama
a. Tindakan keperawatan untuk pasien
1. Mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala, serta akibat dari perilaku
kekerasan & mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1 tarik
nafas dalam dan cara fisik 2: pukul kasur/bantal
a) Menjelaskan tanda dan gejala, penyebab, dan akibat perilaku
kekerasan
b) Melatih latihan tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal
2. Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara minum obat secara teratur
1. Menjelaskan dan melatih klien minum obat dengan prinsip 6
benar, manfaat/keuntungan minum obat dan kerugian tidak
minum obat
3. Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal/bicara baik-baik
a) Melatih cara verbal/bicara baik-baik
4. Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual
a) Melatih cara spiritual
b. Tindakan keperawatan untuk keluarga
a. Mengenal masalah resiko perilaku kekerasan & mengambil keputusan
untuk merawat klien resiko perilaku kekerasan
a) Menjelaskan masalah resiko perilaku kekerasan
b) Mendiskusikan masalah danakibat yang mungkin terjadi pada
klien resiko perilaku kekerasan
b. Merawat klien resiko perilaku kekerasan
a) Menjelaskan dan melatih keluarga cara merawat klien resiko
perilaku kekerasan
c. Menciptakan lingkungan yang terapeutik untuk klien resiko perilaku
kekerasan
a) Menjelaskan dan melatih keluarga menciptakan lingkungan
yang terapeutik bagi klien resiko perilaku kekerasan
d. Memanfaatkan pelayanan kesehatan untuk follow up kesehatan klien
resiko perilaku kekerasan dan mencegah kekambuhan
a) Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan
untuk follow up, cara rujukan kesehatan kliendan mencegah
kekambuhan
A. Pengertian Halusinasi
Halusinasi merupakan keadaan seseorang mengalami perubahan
dalam pola dan jumlah stimulasi yang diprakarsai secara internal atau
eksternal disekitar dengan pengurangan, berlebihan, distorsi, atau
kelainan berespon terhadap setiap stimulus (Pardede, Keliat, &
Wardani, 2013).
Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah/ pola stimulus yang
datang disertai gangguan respon yang kurang, berlebih, atau distorsi
terhadap stimulus tersebut. (NANDA, 2012)
Gangguan persepsi sensori adalah perubahan persepsi terhadap
stimulus baik internal maupun eksternal yang disertai dengan respon
yang berkurang, berlebihan atau terdistorsi (Tim Pokja SDKI, 2017)
B. Jenis – jenis halusinasi
Menurut Azizah (2016). jenis – jenis halusinasi terdiri dari:
1. Halusinasi Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. suara
berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang
jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan
lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang
terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh
untuk melakuakn sesuatu kadang dapat membahayakan.
2. Halusinasi penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kelatan cahaya, geometris, gambar
kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bisa yang
menyenangkan dan menakiutkan seperti melihat monster.
3. Halusinasi Penghirup
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses
umunya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi
penghirup sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
4. Halusinasi Pengecap
Merasa seperti mengecap rasa darah, urin, dan feses.
5. Halusinasi Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas.
Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau
orang lain.
C. Rentang Respon
1. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma
sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut
dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat
memecahkan masalah tersebut, respon adaptif:
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada
kenyataan.
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang
timbul dari pengalaman.
d. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang
lain dan lingkungan.
2. Respon Psikososial
Respon psikosial meliputi:
a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan.
b. Ilusi adalah interpretasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena
rangsangan panca indera.
c. Emosi berlebihan atau berkurang.
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang
melebihi batas kewajaran.
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindar interaksi
dengan orang lain.
3. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan
lingkungan, adapun respon maladaptif meliputi:
a. Kelainan pikiran adalah keyakianan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertetangan dengan kenyataan sosial.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul
dari hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan
sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.
D. Fase-fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami klien bisa berbeda intensitas dan
keparahannya. (Muhith 2015) membagi fase halusinasi dalam 4 fase
berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien
mengendalikan dirinya.
Fase halusinasi Karakteristik Prilaku Pasien
1 2 3
FaseI: klien mengalami menyeringai atau
Comfortingansietas keadaan emosi tertawa yang tidak
tingkat sedang, secara seperti ansietas, sesuai,
umum halusinasi kesepian dan rasa menggerakkan bibir
bersifat bersalah, dan takut tanpa menimbulkan
menyenangkan. serta mencoba untuk suara, pergerakan
berfokus pada mata yang cepat,
penenangan pikiran respon verbal yang
untuk mengrangi lambat, dalam
ansietas. Individu dandipengaruhi oleh
mengetahui bahwa sesuatu yang
pikiran dan mengasikkan
pengalaman sensori
yang dialaminya
tersebut dapat
dikendalikan jika
ansietasnya bisa
diatasi.
FaseII: pengalaman sensori peningkatan sistem
Condemningansietas bersifat menjijikan syaraf otonom yang
tingkat berat, secara dan menakutkan, menunjukan ansietas.
umum halusinasi klien mulai lepas Seperti peningkatan
menjadi menjijikan. kendali dan mungkin nadi, pernafasan, dan
mencoba untuk tekanan darah;
menjauhkan dirinya penyempitan
dengan sumber yang kemampuan
dipersepsikan. Klien konsentrasi,
mungkin merasa dipengaruhi dengan
malu karena pengalaman sensori
pengalaman dan kehilangan
sensorinya dan kemampuan
menarik diri dari membedakan antara
orang lain. halusinasi dengan
realita.
Fase III : menghentikan cenderung mengikuti
Controllingansietas perlawanan terhadap petunju yang
tingkat berat, halusinasi dan diberikan
pengalaman sensori menyerah pada halusinasinya dari
menjadi berkuasa halusinasi tersebut. pada menolaknya,
Halusinasi menjadi kesukaran
menarik dan berupa berhubungan dengan
permohonan. Klien orang lain, rentang
mungkin mengalami perhatian hanya
kesepian jika beberapa detik atau
pengalamn sensori menit, adanya tanda-
tersebut berakhir tanda fisik ansietas
berat : berkeringat,
tremor, tidak mampu
mengikuti petunjuk.
Fase IV : conquwring pengalaman sensori perilaku menyerang –
panic umunya menjadi mengancam terror seperti panic,
halusinasi menjadi dan menakutkan jika berpotensi kuat
lebih rumit, melebur klien tidak mengikuti melakukan bunuh
dalam halusinasinya perintah halusinasi diri atau membunuh
bisa berlangsung orang lain, aktivitas
dalam beberapa jam fisik yang
atau hari jika tidak merefleksikan is
ada intervensi halusinasi seperti
terapeytik. amuk, agitasi,
menarik diri, atau
katatonia, tidak
mampu berespon
terhadap perintag yag
kompleks, tidak
mampu berespon
terhadap lebih dari
satu orang
E. Tanda dan Gejala
1. Tanda dan Gejala Mayor
Subjektif:
1) Mendengar suara bisikan atau melihat bayang
2) Merasakan sesuatu melalui indra perabaan, penciuman, atau
pengecapan

Objektif:
1) Distorsi sensori
2) Respon tidak sesuai
3) Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, meraba, atau
mencium sesuatu
2. Tanda dan Gejala Minor
Subjektif:
1) Menyatakan kesal

Objektif:
1) Menyendiri
2) Melamun
3) Konsentrasi buruk
4) Disorientasi waktu, tempat orang atau situasi
5) Curiga
6) Melihat kesatu arah
7) Mondar-mandir
8) Bicara sendiri
F. Penyebab Halusinasi
Proses terjadinya halusinasi dapat dilihat dari faktor predisposisi dan
faktor presipitasi.
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sudeen faktor presipitasi dapat meliputi
(Dalami, dkk, 2014):
a) Biologis
Hal yang dikaji dalam faktor biologis meliputi : Adanya faktor
herediter mengalami gangguan jiwa, adanya resiko bunuh diri,
riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan
Napza. Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang
berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif
baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian
berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan
otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi
pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan
dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin
neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah
pada sistem reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia
kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks
bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan
kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi
(postmortem).
b) Psikologis.
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat
mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu
sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan
dalam rentang hidup klien adanya kegagalan yang berulang,
kurangnya kasih sayang, atau over protektif.
c) Sosial Budaya Kondisi Sosial budaya mempengaruhi gangguan
orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya
(perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang
terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart dan Sudeen faktor presipitasi dapat meliputi
(Prabowo, 2014):
a) Biologis Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak,
yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada
mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
1) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi
terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan perilaku.
2) Sumber koping Sumber koping mempengaruhi respon
individu dalam menanggapi stressor.
G. Psikopatologi
Tidak efektifnya
Mengalami kopingyangbermusuhan,
hubungan keluarga merawat anggotamampuan
keluarga
tekanan,isolasi,
Ketidak yang tidak
perasaan sakit berguna, putus asa dan tidak berd
mengindentifikasi dan meninterpretasikan stimulusberdasarkan infor

Gangguan konsep diri Tidakefektifnya penatalaksanaan reg


Tidak efektifnya koping individu

Isolasisosial menarik diri Gangguan Prilakutidak terorganisir.


proses Tidakmampu menangani emosi
piker/delus
i
Menurunya motifasi merawat diri

Resikoperilaku kekerasan terhadapd

Deficit
perawatan
diri
H. Fokus Pengkajian
1. Identitas klien
2. Identitas penanggung jawab
3. Alasan masuk
4. Faktor presipitasi dan predisposisi
5. Pengkajian fisik
a. Keadaan umum
b. Vital sign
c. Pemeriksaan fisik
6. Pengkajian psikososial
a. Genogram
b. Konsep diri
c. Hubungan sosial
d. Nilai, keyakinan dan spiritual
7. Status mental
a. Penampilan umum
b. Pembicaraan
c. Aktivitas motoric
d. Alam perasaan
e. Afek
f. Intraksi selama wawancara
g. Persepsi
h. Proses piker
i. Isi piker
j. Tingkat kesadaran dan orientasi
k. Memori
l. Tingkat konsentrasi dan berhitung
m. Kemampuan penilaian
n. Daya tilik diri
8. Kebutuhan persiapan pulang
a. Makan
b. BAK/BAB
c. Berpakaian
d. Istirahat dan tidur
e. Penggunaan obat
f. Pemeliharaan Kesehatan
g. Aktivitas di dalam dan diluar ruangan
9. Mekanisme koping
10. Masalah psikososial dan lingkungan
11. Pengetahuan kurang tentang
12. Aspek medis
a. Diagnosa medis
b. Terapi yang diberikan
I. Diagnosa Keperawatan
Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada klien
dengan halusinasi (Damayanti, 2014) yaitu:
a. Gangguan sensori persepsi halusinasi
b. Harga diri rendah
c. Isolasi Sosial
d. Resiko tinggi perilaku kekerasan
J. Intervensi

Gangguan persepsi sensori : halusinasi


a. SP 1 :
1) Bantu klien mengenal halusinasi (isi, waktu terjadinya,
frekuensi, situasi pencetus, perasaan saat terjadi halusinasi).
2) Jelaskan cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
3) Latih cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik.
4) Peragakan cara menghardik.
5) Minta pasien memperagakan ulang.
6) Masukkan dalam jadwal kegiatan harian klien.
b. SP 2 :
1) Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1), Berikan Pujian.
2) Latih cara mengontrol halusinasi bercakap-cakap dengan orang
lain saat terjadi halusinasi.
3) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik, dan
bercakap-cakap.
c. SP 3 :
1) Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1, dan SP 2), Berikan Pujian.
2) Jelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi
halusinasi.
3) Diskusikan kegiatan/kemampuan positif yang biasa dilakukan
oleh klien.
4) Latih cara mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
harian (mulai 2 kegiatan).
5) Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik,
bercakap-cakap dan kegiatan harian.
d. SP 4 :
1) Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1, SP 2, dan SP 3), Berikan
Pujian.
2) Jelaskan pentingnya penggunaan obat pada gangguan jiwa.
3) Jelaskan akibat bila obat tidak digunakan sesuai program.
4) Jelaskan akibat bila putus obat.
5) Jelaskan prinsip 6B (jenis, guna, dosis, frekuensi, cara,
kontinuitas minum obat).
6) Latih klien minum obat.
Masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan menghardik, bercakap-
cakap, kegiatan harian dan minum obat
A. Pengertian Harga Diri Rendah
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga,tidak berarti dan
rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi yang negatif terhadap
diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang kepercayaan
diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai ideal
diri ( Yosep,2019).
Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri
sendiri atau kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung
atau tidak langsung diekspresikan ( Towsend,2018).
Harga diri adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri (Keliat
BA,2016).
B. Penyebab Harga Diri Rendah
Berbagai faktor menunjang terjadinya perubahan dalam konsep diri
seseorang. Dalam tinjuan life span history klien. Penyebab terjadinya
harga diri rendah adalah pada masa kecil sering disalahkan, jarang diberi
pujian atas keberhasilannya. Saat individu mencapai masa remaja
keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak
diterima. Menjelang dewasa awal sering gagal di sekolah, pekerjaan
atau pergaulan. Harga diri rendah muncul saat lingkungan cenderung
mengucilkan dan menuntut lebih dari kemampuannya ( Yosep,2019).
Menurut Stuart & Sundeen (2016), faktor-faktor yang mengakibatkan
harga diri rendah kronik meliputi faktor predisposisi dan faktor
presipitasi sebagai berikut :
a. Faktor predisposisi
1) Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang
tua, harapan orang tua yang tidak realistik, kegagalan yang
berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain, dan ideal diri yang tidak
realistis.
2) Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah stereotipe
peran gender, tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya.
3) Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi
ketidakpercayaan orangtua, tekanan dari kelompok sebaya, dan
perubahan struktur sosial. (Stuart & Sundeen, 2016).
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah biasanya adalah
kehilangan bagian tubuh, perubahan penampilan/bentuk
tubuh,kegagalan atau produktivitas yang menurun. Secara umum,
gangguan konsep diri harga diri rendah ini dapat terjadi secara
emosional atau kronik. Secara situasional karena trauma yang
muncul secara tiba-tiba, misalnya harus
dioperasi,kecelakaan,perkosaan atau dipenjara, termasuk dirawat
dirumah sakit bisa menyebabkan harga diri rendah disebabkan karena
penyakit fisik atau pemasangan alat bantu yang membuat klien
sebelum sakit atau sebelum dirawat klien sudah memiliki pikiran
negatif dan meningkat saat dirawat ( Yosep,2019).
Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping
individu yang tidak efektif akibat adanya kurang umpan balik positif,
kurangnya system pendukung kemunduran perkembangan ego,
pengulangan umpan balik yang negatif, disfungsi system keluarga
serta terfiksasi pada tahap perkembangan awal (Townsend,2018).
C. Jenis-Jenis Harga Diri Rendah
Harga diri rendah merupakan penilaian individu tentang nilai
personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa baik perilaku
seseorang sesuai dengan ideal diri. Harga diri yang tinggi adalah
perasaan yang berakar dalam penerimaan diri sendiri tanpa syarat,
walaupun melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, tetapi
merasa sebagai seseorang yang penting dan berharga.
Gangguan harga diri rendah merupakan masalah bagi banyak orang
dan diekspresikan melalui tingkat kecemasan yang sedang sampai berat.
Umumnya disertai oleh evaluasi diri yang negatif membenci diri sendiri
dan menolak diri sendiri. Gangguan diri atau harga diri rendah dapat
terjadi secara :
a. Situasional
Yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus dioperasi,
kecelakaan,dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja.
Pada pasien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena
prifasi yang kurang diperhatikan. Pemeriksaan fisik yang
sembarangan, pemasangan alat yang tidak sopan, harapan akan
struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena
dirawat/penyakit, perlakuan petugas yang tidak menghargai
(Makhripah D & Iskandar, 2022).
b. Kronik
Yaitu perasaan negativ terhadap diri telah berlangsung lama,yaitu
sebelum sakit/dirawat. Pasien mempunyai cara berfikir yang
negativ. Kejadian sakit dan dirawat akan menambah persepsi
negativ terhadap dirinya. Kondisi ini mengakibatkan respons yang
maladaptive, kondisi ini dapat ditemukan pada pasien gangguan
fisik yang kronis atau pada pasien gangguan jiwa (Makhripah D &
Iskandar, 2022).
D. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi Konsep Harga diri Keracunan Depersonali


diri diri rendah identitas sasi

a. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapinya.
1) Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang
positif dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan
dapat diterima.
2) Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai
pengalaman yang positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari
hal-hal positif maupun yang negatif dari dirinya (Eko P, 2014).
b. Respon Maladaptif
1) Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketika
dia tidak mampu lagi menyelesaikan masalah yang dihadapi.
2) Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai
dirinya yang negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.
Keracunan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas
sehingga tidak memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.
3) Depersonalisasi (tidak mengenal diri) tidak mengenal diri yaitu
mempunyai kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu
berhubungan dengan orang lain secara intim. Tidak ada rasa
percaya diri atau tidak dapat membina hubungan baik dengan
orang lain (Eko P, 2014).
E. Proses Terjadinya Masalah
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronis menurut
Herman (2021) adalah penolakan orang tua yang tidak realistis,
kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab
personal, ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang tidak
realistis. Faktor predisposisi citra tubuh adalah :
1) Kehilangan atau kerusakan bagian tubuh
2) Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh akibat penyakit
3) Proses penyakit dan dampaknya terhadap struktur dan fungsi
tubuh
4) Proses pengobatan seperti radiasi dan kemoterapi. Faktor
predisposisi harga diri rendah adalah :
a) Penolakan
b) Kurang penghargaan, pola asuh overprotektif, otoriter,tidak
konsisten,terlalu dituruti,terlalu dituntut
c) Persaingan antar saudara
d) Kesalahan dan kegagalan berulang
e) Tidak mampu mencapai standar. Faktor predisposisi
gangguan peran adalah :
1) Stereotipik peran seks
2) Tuntutan peran kerja
3) Harapan peran kultural. Faktor predisposisi gangguan
identitas adalah :
(a) Ketidakpercayaan orang tua
(b) Tekanan dari peer gruup
(c) Perubahan struktur sosial ( Herman,2021).
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya
sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh,
mengalami kegagalan, serta menurunnya produktivitas. Harga diri
kronis ini dapat terjadi secara situasional maupun kronik.
1) Trauma adalah masalah spesifik dengan konsep diri dimana
situasi yang membuat individu sulit menyesuaikan diri,
khususnya trauma emosi seperti penganiayaan seksual dan
phisikologis pada masa anak-anak atau merasa terancam atau
menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupannya.
2) Ketegangan peran adalah rasa frustasi saat individu merasa tidak
mampu melakukan peran yang bertentangan dengan hatinya atau
tidak merasa sesuai dalam melakukan perannya. Ketegangan
peran ini sering dijumpai saat terjadi konflik peran, keraguan
peran dan terlalu banyak peran. Konflik peran terjadi saat
individu menghadapi dua harapan peran yang bertentangan dan
tidak dapat dipenuhi. Keraguan peran terjadi bila individu tidak
mengetahui harapan peran yang spesifik atau bingung tentang
peran yang sesuai
a) Trauma peran perkembangan
b) Perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan
c) Transisi peran situasi
d) Perubahan jumlah anggota keluarga baik bertambah atau
berkurang
e) Transisi peran sehat-sakit
f) Pergeseran konsidi pasien yang menyebabkan kehilangan
bagian tubuh, perubahan bentuk , penampilana dan fungsi
tubuh, prosedur medis dan keperawatan ( Herman,2021).
3) Perilaku
a) Citra tubuh Yaitu menolak menyentuh atau melihat bagian
tubuh tertentu, menolak bercermin, tidak mau
mendiskusikan keterbatasan atau cacat tubuh, menolak
usaha rehabilitasi, usaha pengobatan ,mandiri yang tidak
tepat dan menyangkal cacat tubuh.
b) Harga diri rendah diantaranya mengkritrik diri atau orang
lain, produkstivitas menurun, gangguan berhubungan
ketengangan peran, pesimis menghadapi hidup, keluhan
fisik, penolakan kemampuan diri, pandangan hidup
bertentangan, distruktif kepada diri, menarik diri secara
sosial, khawatir, merasa diri paling penting, distruksi pada
orang lain, merasa tidak mampu, merasa bersalah, mudah
tersinggung/marah, perasaan negatif terhadap tubuh.
c) Keracunan identitasdiantaranya tidak ada kode moral,
kepribadian yang bertentangan, hubungan interpersonal
yang ekploitatif, perasaan hampa, perasaan mengambang
tentang diri, kehancuran gender, tingkat ansietas tinggi,
tidak mampu empati pada orang lain, masalah estimasi.
d) Depersonalisasi meliputi afektif, kehidupan identitas,
perasaan terpisah dari diri, perasaan tidak realistis, rasa
terisolasi yang kuat, kurang rasa berkesinambungan, tidak
mampu mencari kesenangan. Perseptual halusinasi dengar
dan lihat, bingung tentang seksualitas diri,sulit membedakan
diri dari orang lain, gangguan citra tubuh, dunia seperti
dalam mimpi, kognitif bingung, disorientasi waktu,
gangguan berfikir, gangguan daya ingat, gangguan
penilaian, kepribadian ganda ( Herman,2021).
F. Tanda dan Gejala
Menurut Carpenito dalam keliat (2021) perilaku yang berhubungan
dengan harga diri rendah antara lain :
1. Mengkritik diri sendiri
2. Menarik diri dari hubungan sosial
3. Pandangan hidup yang pesimis
4. Perasaan lemah dan takut
5. Penolakan terhadap kemampuan diri sendiri
6. Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
7. Hidup yang berpolarisasi
8. Ketidakmampuan menentukan tujuan
9. Merasionalisasi penolakan
10. Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
11. Menunjukkan tanda depresi ( sukar tidur dan sukar makan )
Sedangkan menurut Stuart (2020) tanda- tanda klien dengan harga diri
rendah yaitu :
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri adalah akibat penyakit dan
akibat tindakan terhadap penyakit
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri
3. Merendahkan martabat
4. Gangguan hubungan sosial seperti menarik diri
5. Percaya diri kurang
6. Menciderai diri
G. Mekanisme koping
Mekanisme koping termasuk pertahanan koping jangka panjang pendek
atau jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanann ego
untuk melindungi diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang
menyakitkan. Pertaahanan tersebut mencakup berikut ini :
Jangka pendek :
1) Aktivitas yang memberikan pelarian semestara dari krisis identitas
diri ( misalnya, konser musik, bekerja keras, menonton tv secara
obsesif).
2) Aktivitas yang memberikan identitas pengganti semestara (
misalnya, ikut serta dalam klub sosial, agama, politik, kelompok,
gerakan, atau geng).
3) Aktivitas yang sementara menguatkan atau meningkatkan perasaan
diri yang tidak menentu ( misalnya, olahraga yang kompetitif,
prestasi akademik, kontes untuk mendapatkan popularitas).
Pertahanan jangka panjang mencakup berikut ini :
a. Penutupan identitas : adopsi identitas prematur yang diinginkan
oleh orang terdekat tanpa memerhatikan keinginan,aspirasi,atau
potensi diri individu
b. Identitas negatif : asumsi identitas yang tidak sesuai dengan nilai
dan harapan yang diterima masyarakat. Mekanisme pertahanan
ego termasuk penggunaan fantasi, disosiasi,isolasi, proyeksi,
pengalihan ( displacement, berbalik marah terhadap diri sendiri,
dan amuk ) (Stuart,2020).
H. Pohon Masalah

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah Kronik

Koping Individu Tidak Efektif

I. Diagnosa Keperawatan
Harga Diri Rendah Kronis
J. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Klien mampu mengenal masalah harga diri rendah kronik
2. Klien mampu mengidentifikasikan kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki
3. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan
4. Klien mampu menetapkan/memillih kegiatan yang
sesuai kemampuan
a. SP 1 :
Mengenal masalah harga diri rendah kronik dan mendiskusikan
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien.
b. SP 2 :
Membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat
digunakan
c. SP 3 :
Membantu pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan
dilatih
d. SP 4 :
Melatih pasien melakukan kegiatan yang telah dipilih
A. Definisi Defisit Perawatan Diri
Defisit Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia
didalam memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan hidupnya,
kesehatannya dan kesejahteraannya sesuai dengan kondisi kesehatannya.
Klien dinyatakan terganggu perawatan dirinya jika tidak dapat
melakukan perawatan dirinya. (Aziz R., 2018).
Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang
mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi
aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi (hygiene),
berpakaian atau berhias, makan, dan BAB atau BAK (toileting) (Fitria,
2019). Pengertian yang hampir sama diungkapkan oleh Wilkinson,
(2020) defisit perawatan diri menggambarkan suatu keadaan seseorang
yang mengalami gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas
perawatan diri, seperti mandi, berganti pakaian, makan dan toileting.
Kurang perawatan diri merupakan keadaan ketika individu mengalami
suatu kerusakan fungsi motorik atau funhsi kognitif, yang menyebabkan
penurunan kemampuan untuk melakukan masing-masing dari kelima
aktivitas perawatan diri antara lain:
a. Makan
b. Mandi/Higiene
c. Berpakaian dan berhias
d. Toileting
e. Instrumental (menggunakan telepon, menggunakan transporttasi,
menyetrika, mencuci pakaian, menyiapkan makanan, berbelanja,
mengelola keuangan, mengkomsumsi obat)
B. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
1) Biologis
a. Riwayat keluarga dengan gangguan jiwa, Diturunkan
melalui kromosom orangtua (kromosom keberapa masih
dalam penelitian). Diduga kromosom no.6 dengan
kontribusi genetik tambahan nomor 4, 8, 15 dan 22. Pada
anak yang kedua orangtuanya tidak menderita,
kemungkinan terkena penyakit adalah satu persen.
Sementara pada anak yang salah satu orangtuanya
menderita kemungkinan terkena adalah 15%. Dan jika
kedua orangtuanya penderita maka resiko terkena adalah
35 persen.
b. Kembar indentik berisiko mengalami gangguan sebesar
50%, sedangkan kembar fraterna berisiko mengalami
gangguan 15%.
c. Riwayat janin saat pranatal dan perinatal trauma,
penurunan komsumsi oksigen pada saat dilahirkan,
prematur, preeklamsi, malnutrisi, stres, ibu perokok,
alkhohol, pemakaian obat-obatan, infeksi, hipertensi dan
agen teratogenik. Anak yang dilahirkan dalam kondisi
seperti ini pada saat dewasa (25 tahun) mengalami
pembesaran ventrikel otak dan atrofi kortek otak.
d. Nutrisi: Adanya riwayat gangguan nutrisi ditandai dengan
penurunan BB, rambut rontok, anoreksia, bulimia
nervosa.
e. Keadaan kesehatan secara umum: gangguan
neuromuskuler, gangguan muskuloskeletal, kelemahan
dan kelelahan dan kecacatan.
f. Sensitivitas biologi: riwayat peggunaan obat, riwayat
terkena infeksi dan trauma kepala serta radiasi dan
riwayat pengobatannya. Ketidakseimbangan dopamin
dengan serotonin neurotransmitter.
g. Paparan terhadap racun : paparan virus influenza pada
trimester 3 kehamilan dan riwayat keracunan CO,
asbestos karena mengganggu fisiologi otak
2) Psikologis
1. Adanya riwayat kerusakan struktur dilobus frontal yang
menyebabkan suplay oksigen dan glukosa terganggu di mana
lobus tersebut berpengaruh kepada proses kognitif sehingga
anak mempunyai intelegensi dibawah rata-rata dan
menyebabkan kurangnya kemampuan menerima informasi dari
luar.
2. Keterampilan komunikasi verbal yang kurang, misalnya tidak
mampu berkomunikasi, komunikasi tertutup (non verbal),
gagap, riwayat kerusakan yang mempunyai fungsi bicara,
misalnya trauma kepala dan berdampak kerusakan pada area
broca dan area wernich.
3. Moral: Riwayat tinggal di lingkungan yang dapat
mempengaruhi moral individu, misalnya keluarga broken
home, ada konflik keluarga ataupun di masayarakat
4. Kepribadian: orang yang mudah kecewa, mudah putus asa,
kecemasan yang tinggi dan menutup diri.
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan:
a. Orang tua otoriter, selalu membandingkan, yang
mengambil jarak dengan anaknya, penilaian negatif yang
terus menerus
b. Anak yang diasuh oleh orang tua yang suka cemas, terlalu
melindungi, dingin dan tidak berperasaan
c. Penolakan atau tindak kekerasan dalam rentang hidup klien
d. Konflik orang tua, disfungsi sistem keluarga
e. Kematian orang terdekat, adanya perceraian
f. Takut penolakan sekunder akibat obesitas, penyakit
terminal, sangat miskin dan pengangguran, putus sekolah.
g. Riwayat ketidakpuasan yang berhubungan dengan
penyalahgunaan obat, perilaku yang tidak matang, pikiran
delusi, penyalahgunaan alkhohol
6. Konsep diri: Ideal diri yang tidak realistis, harga diri rendah,
identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif
7. Motivasi: adanya riwayat kegagalan dan kurangnya
pernghargaan
8. Pertahanan psikologis, ambang toleransi terhadap stres yang
rendah, riwayat gangguan perkembangan sebelumnya
9. Self kontrol: tidak mampu melawan terhadap dorongan untuk
menyendiri
3) Sosial Budaya
a) Usia: Ada riwayat tugas perkembangan yang tidak selesai
b) Gender: Riwaya ketidakjelasan identitas dan kegagalan peran
gender
c) Pendidikan: pendidikan yang rendah dan riwayat putus
sekolah atau gagal sekolah
d) Pendapatan: penghasilan rendah
e) Pekerjaan: stressfull dan berisiko tinggi
f) Status sosial: Tuna wisma, kehidupan terisolasi (kehilangan
kontak sosial, misalnya pada lansia)
g) Latar belakang budaya: tuntutan sosial budaya tertentu adanya
stigma masyarakat, budaya yang berbeda (bahasa tidak
dikenal)
h) Agama dan keyakinan: Riwayat tidak bisa menjalankan
aktivitas keagamaan secara rutin
i) Keikutsertaan dalam politik: Riwayat kegagalan berpolitik.
j) Pengalaman perubahan sosial: dalam kehidupan, misalnya
bencana, kerusuhan
4) Kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan dan ketidakutuhan
keluarga.
a) Peran sosial: isolasi sosial: khususnya usia lanjut, stigma negatif
dari masyarakat, praduga negatif dan stereotipi, perilaku sosial
tidak diterima oleh masyarakat.
b. Faktor Presipitasi
1. Nature
a) Biologi:
(1) Dalam enam bulan terakhir mengalami penyakit infeksi otak
(enchepalitis) atau trauma kepala yang mengakibatkan lesi
daerah frontal, temporal dan limbic sehingga terjadi
ketidakseimbangann dopamin dan serotonin neurotransmitter.
(2) Dalam enam bulan terakhir terjadi gangguan nutrisi ditandai
dengan penurunan BB, rambut rontok, anoreksia, bulimia
nervosa yang berdampak pada pemenuhan glukosa di otak
yang dapat mempengaruhi fisiologi otak terutama bagian
fungsi kognitif.
(3) Sensitivitas biologi: putus obat atau mengalami obesitas,
kecacatan fisik, kanker dan pengobatannya yang dapat
menyebabkan perubahan penampilan fisik.
(4) Paparan terhadap racun, misalnya CO dan asbestosos
yang dapat mempengaruhi metabolisme di otak sehingga
mempengaruhi fisiologis otak
b) Psikologis
(1) Dalam enam bulan terakhir terjadi trauma atau
kerusakan struktur di lobus frontal dan terjadi suplay
oksigen dan glukosa terganggu sehingga mempengaruhi
kemampuan dalam memahami informasi atau
mengalami gangguan persepsi dan kognitif.
(2) Keterampilan verbal, tidak mampu komunikasi, gagap,
mengalami kerusakan yang mempengaruhi fungsi bicara.
(3) Dalam enam bulan terakhir tinggal di lingkungan yang dapat
mempengaruhi moral: lingkungan keluarga yang broken
home, konflik atau tinggal dalam lingkungan dengan perilaku
sosial yang tidak diharapkan.
(4) Konsep diri: Harga diri rendah, perubahan penampilan fisik,
ideal diri tidak realistik, gangguan pelaksanaan peran
(konflik peran, peran ganda, ketidakmampuan menjalankan
peran, tuntutan peran tidak sesuai dengan usia).
(5) Self kontrol: tidak mampu melawan dorongan untuk
menyendiri dan ketidakmampuan mempercayai orang lain.
(6) Motivasi: tidak mempunyai motivasi untuk
melakukan aktivitas.
(7) Kepribadian: mudah kecewa, mudah putus asa,
kecemasan yang tinggi sampai panik, menutup diri
c) Sosial budaya
(1) Usia: Dalam enam bulan terakhir alami ketidaksesuaian
tugas perkembangan dengan usia, atau terjadi perlambatan
dalam penyelesaian tugas perkembangan atau regresi ketahap
perkembangan sebelumnya.
(2) Gender: enam bulan terakhir alami ketidakjelasan identitas
dan kegagalan peran gender (model peran negatif).
(3) Pendidikan: dalam enam bulan terakhir mengalami putus
sekolah dan gagal sekolah.
(4) Pekerjaan : pekerjaan stressfull dan beresiko atau
tidak bekerja (PHK).
(5) Pendapatan: penghasilan rendah atau dalam enam bulan
terakhir tidak mempunyai pendapatan atau terjadi
perubahan status kesejahteraan.
(6) Status sosial: Tuna wisma dan kehidupan isolasi, tidak
mempunyai sistem pendukung dan menarik diri.
(7) Agama dan keyakinan: tidak bisa menjalankan aktivitas
keagamaan secara rutin. Terdapat nilai-nilai sosial di
masyarakat yang tidak diharapkan.
(8) Kegagalan dalam berpolitik: kegagalan dalam berpolitik
(9) Kejadian sosial saat ini: perubahan dalam kehidupan:
perang, bencana, kerusuhan, tekanan dalam pekerjaan,
kesulitan mendapatkan pekerjaan, sumber-sumber personal
yang tidak adekuat akibat perang, bencana.
(10) Peran sosial: Dalam enam bulan terakhir isolasi sosial,
diskriminasi dan praduga negatif, ketidakmampuan untuk
mempercayai orang lain
2. Origin
a) Internal: Persepsi klien yang buruk tentang personal
higiene, toileting, berdandan dan berhias.
b) Eksternal: Kurangnya dukungan sosial keluarga dan
ketersediaan alat/fasilitas
3. Time
a) Waktu terjadinya stressor pada waktu yang tidak tepat.
b) Stressor terjadi secara tiba-tiba atau bisa juga secara bertahap.
c) Stressor terjadi berulang kali dan antara satu stressor
dengan stressor yang lain saling berdekatan
4. Sumber
a) Sumber stress lebih dari satu (banyak)
b) Stress dirasakan sebagai masalah yang berat
C. Tanda dan Gejala
Keliat dan Akemat (2020) tanda gejala defisit perawatan diri yang dapat
ditemukan antara lain:
a) Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor,
kulit berdaki dan bau serta kuku panjang dan kotor.
b) Ketidakmampuan berhia/berpakaian, ditandai dengan rambut acak-
acakkan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaan tidak sesuai pada
klien laki-laki tidak bercukur, pada klien perempuan tidak
berdandan.
c) Ketidakmampuan makan secara mandiri ditandai dengan:
ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan
makan tidak pada tempatnya.
d) Ketidakmampuan eliminasi secara mandiri, ditandai dengan buang
air besar atau buang air kecil tidak pada tempatnya, dan tidak
dibersihkan diri dengan baik setelah BAB dan BAK.
D. Pohon Masalah
Effect Isolasi Sosial: menarik diri

Core Problem Defisit Perawatan Diri: mandi, berdandan

Causa Harga Diri Rendah Kronis


E. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit perawatan diri
b. Isolasi sosial
c. Harga diri rendah
F. Tindakan Keperawatan
Individu
a. SP 1 : Percakapan untuk melindungi pasien dari isyarat bunuh
diri
b. SP 2 : Percakapan untuk meningkatkan harga diri pasien isyarat
bunuh diri
c. SP 3 : Percakapan untuk meningkatkan kemampuan dalam
menyelesaikan masalah pada pasien isyarat bunuh diri
Keluarga
a. SP 1 : Melatih keluarga cara merawat pasien resiko bunuh diri

Anda mungkin juga menyukai