Disusun Oleh :
F. Psikopatologi/Pohon Masalah
Resiko mencederai diri sendiri, Akibat/Effect
orang lain, lingkungan
Perilaku Kekerasan
Masalah Utama/Core
Problem
Halusinasi effect
waham
Core Problem
Halusinasi Penyebab/Causa
H. Tindakan Keperawatan Berfokus Pada Diagnosa Utama
a. Tindakan keperawatan untuk pasien
1. Mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala, serta akibat dari perilaku
kekerasan & mengontrol perilaku kekerasan dengan cara fisik 1 tarik
nafas dalam dan cara fisik 2: pukul kasur/bantal
a) Menjelaskan tanda dan gejala, penyebab, dan akibat perilaku
kekerasan
b) Melatih latihan tarik nafas dalam dan pukul kasur bantal
2. Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara minum obat secara teratur
1. Menjelaskan dan melatih klien minum obat dengan prinsip 6
benar, manfaat/keuntungan minum obat dan kerugian tidak
minum obat
3. Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara verbal/bicara baik-baik
a) Melatih cara verbal/bicara baik-baik
4. Mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual
a) Melatih cara spiritual
b. Tindakan keperawatan untuk keluarga
a. Mengenal masalah resiko perilaku kekerasan & mengambil keputusan
untuk merawat klien resiko perilaku kekerasan
a) Menjelaskan masalah resiko perilaku kekerasan
b) Mendiskusikan masalah danakibat yang mungkin terjadi pada
klien resiko perilaku kekerasan
b. Merawat klien resiko perilaku kekerasan
a) Menjelaskan dan melatih keluarga cara merawat klien resiko
perilaku kekerasan
c. Menciptakan lingkungan yang terapeutik untuk klien resiko perilaku
kekerasan
a) Menjelaskan dan melatih keluarga menciptakan lingkungan
yang terapeutik bagi klien resiko perilaku kekerasan
d. Memanfaatkan pelayanan kesehatan untuk follow up kesehatan klien
resiko perilaku kekerasan dan mencegah kekambuhan
a) Menjelaskan cara memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan
untuk follow up, cara rujukan kesehatan kliendan mencegah
kekambuhan
A. Pengertian Halusinasi
Halusinasi merupakan keadaan seseorang mengalami perubahan
dalam pola dan jumlah stimulasi yang diprakarsai secara internal atau
eksternal disekitar dengan pengurangan, berlebihan, distorsi, atau
kelainan berespon terhadap setiap stimulus (Pardede, Keliat, &
Wardani, 2013).
Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah/ pola stimulus yang
datang disertai gangguan respon yang kurang, berlebih, atau distorsi
terhadap stimulus tersebut. (NANDA, 2012)
Gangguan persepsi sensori adalah perubahan persepsi terhadap
stimulus baik internal maupun eksternal yang disertai dengan respon
yang berkurang, berlebihan atau terdistorsi (Tim Pokja SDKI, 2017)
B. Jenis – jenis halusinasi
Menurut Azizah (2016). jenis – jenis halusinasi terdiri dari:
1. Halusinasi Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. suara
berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang
jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan
lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang
terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh
untuk melakuakn sesuatu kadang dapat membahayakan.
2. Halusinasi penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kelatan cahaya, geometris, gambar
kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bisa yang
menyenangkan dan menakiutkan seperti melihat monster.
3. Halusinasi Penghirup
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses
umunya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi
penghirup sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
4. Halusinasi Pengecap
Merasa seperti mengecap rasa darah, urin, dan feses.
5. Halusinasi Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas.
Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau
orang lain.
C. Rentang Respon
1. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma
sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut
dalam batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat
memecahkan masalah tersebut, respon adaptif:
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada
kenyataan.
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang
timbul dari pengalaman.
d. Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang
lain dan lingkungan.
2. Respon Psikososial
Respon psikosial meliputi:
a. Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan.
b. Ilusi adalah interpretasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena
rangsangan panca indera.
c. Emosi berlebihan atau berkurang.
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang
melebihi batas kewajaran.
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindar interaksi
dengan orang lain.
3. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan
lingkungan, adapun respon maladaptif meliputi:
a. Kelainan pikiran adalah keyakianan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertetangan dengan kenyataan sosial.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul
dari hati.
d. Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan
sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.
D. Fase-fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami klien bisa berbeda intensitas dan
keparahannya. (Muhith 2015) membagi fase halusinasi dalam 4 fase
berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien
mengendalikan dirinya.
Fase halusinasi Karakteristik Prilaku Pasien
1 2 3
FaseI: klien mengalami menyeringai atau
Comfortingansietas keadaan emosi tertawa yang tidak
tingkat sedang, secara seperti ansietas, sesuai,
umum halusinasi kesepian dan rasa menggerakkan bibir
bersifat bersalah, dan takut tanpa menimbulkan
menyenangkan. serta mencoba untuk suara, pergerakan
berfokus pada mata yang cepat,
penenangan pikiran respon verbal yang
untuk mengrangi lambat, dalam
ansietas. Individu dandipengaruhi oleh
mengetahui bahwa sesuatu yang
pikiran dan mengasikkan
pengalaman sensori
yang dialaminya
tersebut dapat
dikendalikan jika
ansietasnya bisa
diatasi.
FaseII: pengalaman sensori peningkatan sistem
Condemningansietas bersifat menjijikan syaraf otonom yang
tingkat berat, secara dan menakutkan, menunjukan ansietas.
umum halusinasi klien mulai lepas Seperti peningkatan
menjadi menjijikan. kendali dan mungkin nadi, pernafasan, dan
mencoba untuk tekanan darah;
menjauhkan dirinya penyempitan
dengan sumber yang kemampuan
dipersepsikan. Klien konsentrasi,
mungkin merasa dipengaruhi dengan
malu karena pengalaman sensori
pengalaman dan kehilangan
sensorinya dan kemampuan
menarik diri dari membedakan antara
orang lain. halusinasi dengan
realita.
Fase III : menghentikan cenderung mengikuti
Controllingansietas perlawanan terhadap petunju yang
tingkat berat, halusinasi dan diberikan
pengalaman sensori menyerah pada halusinasinya dari
menjadi berkuasa halusinasi tersebut. pada menolaknya,
Halusinasi menjadi kesukaran
menarik dan berupa berhubungan dengan
permohonan. Klien orang lain, rentang
mungkin mengalami perhatian hanya
kesepian jika beberapa detik atau
pengalamn sensori menit, adanya tanda-
tersebut berakhir tanda fisik ansietas
berat : berkeringat,
tremor, tidak mampu
mengikuti petunjuk.
Fase IV : conquwring pengalaman sensori perilaku menyerang –
panic umunya menjadi mengancam terror seperti panic,
halusinasi menjadi dan menakutkan jika berpotensi kuat
lebih rumit, melebur klien tidak mengikuti melakukan bunuh
dalam halusinasinya perintah halusinasi diri atau membunuh
bisa berlangsung orang lain, aktivitas
dalam beberapa jam fisik yang
atau hari jika tidak merefleksikan is
ada intervensi halusinasi seperti
terapeytik. amuk, agitasi,
menarik diri, atau
katatonia, tidak
mampu berespon
terhadap perintag yag
kompleks, tidak
mampu berespon
terhadap lebih dari
satu orang
E. Tanda dan Gejala
1. Tanda dan Gejala Mayor
Subjektif:
1) Mendengar suara bisikan atau melihat bayang
2) Merasakan sesuatu melalui indra perabaan, penciuman, atau
pengecapan
Objektif:
1) Distorsi sensori
2) Respon tidak sesuai
3) Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, meraba, atau
mencium sesuatu
2. Tanda dan Gejala Minor
Subjektif:
1) Menyatakan kesal
Objektif:
1) Menyendiri
2) Melamun
3) Konsentrasi buruk
4) Disorientasi waktu, tempat orang atau situasi
5) Curiga
6) Melihat kesatu arah
7) Mondar-mandir
8) Bicara sendiri
F. Penyebab Halusinasi
Proses terjadinya halusinasi dapat dilihat dari faktor predisposisi dan
faktor presipitasi.
1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart dan Sudeen faktor presipitasi dapat meliputi
(Dalami, dkk, 2014):
a) Biologis
Hal yang dikaji dalam faktor biologis meliputi : Adanya faktor
herediter mengalami gangguan jiwa, adanya resiko bunuh diri,
riwayat penyakit atau trauma kepala, dan riwayat penggunaan
Napza. Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang
berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif
baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian
berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan
otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi
pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan
dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin
neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah
pada sistem reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal
menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak
manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia
kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks
bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan
kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi
(postmortem).
b) Psikologis.
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat
mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu
sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan
dalam rentang hidup klien adanya kegagalan yang berulang,
kurangnya kasih sayang, atau over protektif.
c) Sosial Budaya Kondisi Sosial budaya mempengaruhi gangguan
orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya
(perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang
terisolasi disertai stress.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Stuart dan Sudeen faktor presipitasi dapat meliputi
(Prabowo, 2014):
a) Biologis Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak,
yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada
mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan
ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
1) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi
terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya
gangguan perilaku.
2) Sumber koping Sumber koping mempengaruhi respon
individu dalam menanggapi stressor.
G. Psikopatologi
Tidak efektifnya
Mengalami kopingyangbermusuhan,
hubungan keluarga merawat anggotamampuan
keluarga
tekanan,isolasi,
Ketidak yang tidak
perasaan sakit berguna, putus asa dan tidak berd
mengindentifikasi dan meninterpretasikan stimulusberdasarkan infor
Deficit
perawatan
diri
H. Fokus Pengkajian
1. Identitas klien
2. Identitas penanggung jawab
3. Alasan masuk
4. Faktor presipitasi dan predisposisi
5. Pengkajian fisik
a. Keadaan umum
b. Vital sign
c. Pemeriksaan fisik
6. Pengkajian psikososial
a. Genogram
b. Konsep diri
c. Hubungan sosial
d. Nilai, keyakinan dan spiritual
7. Status mental
a. Penampilan umum
b. Pembicaraan
c. Aktivitas motoric
d. Alam perasaan
e. Afek
f. Intraksi selama wawancara
g. Persepsi
h. Proses piker
i. Isi piker
j. Tingkat kesadaran dan orientasi
k. Memori
l. Tingkat konsentrasi dan berhitung
m. Kemampuan penilaian
n. Daya tilik diri
8. Kebutuhan persiapan pulang
a. Makan
b. BAK/BAB
c. Berpakaian
d. Istirahat dan tidur
e. Penggunaan obat
f. Pemeliharaan Kesehatan
g. Aktivitas di dalam dan diluar ruangan
9. Mekanisme koping
10. Masalah psikososial dan lingkungan
11. Pengetahuan kurang tentang
12. Aspek medis
a. Diagnosa medis
b. Terapi yang diberikan
I. Diagnosa Keperawatan
Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada klien
dengan halusinasi (Damayanti, 2014) yaitu:
a. Gangguan sensori persepsi halusinasi
b. Harga diri rendah
c. Isolasi Sosial
d. Resiko tinggi perilaku kekerasan
J. Intervensi
a. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapinya.
1) Aktualisasi diri adalah pernyataan diri tentang konsep diri yang
positif dengan latar belakang pengalaman nyata yang sukses dan
dapat diterima.
2) Konsep diri positif adalah apabila individu mempunyai
pengalaman yang positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari
hal-hal positif maupun yang negatif dari dirinya (Eko P, 2014).
b. Respon Maladaptif
1) Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketika
dia tidak mampu lagi menyelesaikan masalah yang dihadapi.
2) Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai
dirinya yang negatif dan merasa lebih rendah dari orang lain.
Keracunan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas
sehingga tidak memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.
3) Depersonalisasi (tidak mengenal diri) tidak mengenal diri yaitu
mempunyai kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu
berhubungan dengan orang lain secara intim. Tidak ada rasa
percaya diri atau tidak dapat membina hubungan baik dengan
orang lain (Eko P, 2014).
E. Proses Terjadinya Masalah
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi terjadinya harga diri rendah kronis menurut
Herman (2021) adalah penolakan orang tua yang tidak realistis,
kegagalan berulang kali, kurang mempunyai tanggung jawab
personal, ketergantungan pada orang lain, ideal diri yang tidak
realistis. Faktor predisposisi citra tubuh adalah :
1) Kehilangan atau kerusakan bagian tubuh
2) Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh akibat penyakit
3) Proses penyakit dan dampaknya terhadap struktur dan fungsi
tubuh
4) Proses pengobatan seperti radiasi dan kemoterapi. Faktor
predisposisi harga diri rendah adalah :
a) Penolakan
b) Kurang penghargaan, pola asuh overprotektif, otoriter,tidak
konsisten,terlalu dituruti,terlalu dituntut
c) Persaingan antar saudara
d) Kesalahan dan kegagalan berulang
e) Tidak mampu mencapai standar. Faktor predisposisi
gangguan peran adalah :
1) Stereotipik peran seks
2) Tuntutan peran kerja
3) Harapan peran kultural. Faktor predisposisi gangguan
identitas adalah :
(a) Ketidakpercayaan orang tua
(b) Tekanan dari peer gruup
(c) Perubahan struktur sosial ( Herman,2021).
b. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya harga diri rendah adalah hilangnya
sebagian anggota tubuh, berubahnya penampilan atau bentuk tubuh,
mengalami kegagalan, serta menurunnya produktivitas. Harga diri
kronis ini dapat terjadi secara situasional maupun kronik.
1) Trauma adalah masalah spesifik dengan konsep diri dimana
situasi yang membuat individu sulit menyesuaikan diri,
khususnya trauma emosi seperti penganiayaan seksual dan
phisikologis pada masa anak-anak atau merasa terancam atau
menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupannya.
2) Ketegangan peran adalah rasa frustasi saat individu merasa tidak
mampu melakukan peran yang bertentangan dengan hatinya atau
tidak merasa sesuai dalam melakukan perannya. Ketegangan
peran ini sering dijumpai saat terjadi konflik peran, keraguan
peran dan terlalu banyak peran. Konflik peran terjadi saat
individu menghadapi dua harapan peran yang bertentangan dan
tidak dapat dipenuhi. Keraguan peran terjadi bila individu tidak
mengetahui harapan peran yang spesifik atau bingung tentang
peran yang sesuai
a) Trauma peran perkembangan
b) Perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan
c) Transisi peran situasi
d) Perubahan jumlah anggota keluarga baik bertambah atau
berkurang
e) Transisi peran sehat-sakit
f) Pergeseran konsidi pasien yang menyebabkan kehilangan
bagian tubuh, perubahan bentuk , penampilana dan fungsi
tubuh, prosedur medis dan keperawatan ( Herman,2021).
3) Perilaku
a) Citra tubuh Yaitu menolak menyentuh atau melihat bagian
tubuh tertentu, menolak bercermin, tidak mau
mendiskusikan keterbatasan atau cacat tubuh, menolak
usaha rehabilitasi, usaha pengobatan ,mandiri yang tidak
tepat dan menyangkal cacat tubuh.
b) Harga diri rendah diantaranya mengkritrik diri atau orang
lain, produkstivitas menurun, gangguan berhubungan
ketengangan peran, pesimis menghadapi hidup, keluhan
fisik, penolakan kemampuan diri, pandangan hidup
bertentangan, distruktif kepada diri, menarik diri secara
sosial, khawatir, merasa diri paling penting, distruksi pada
orang lain, merasa tidak mampu, merasa bersalah, mudah
tersinggung/marah, perasaan negatif terhadap tubuh.
c) Keracunan identitasdiantaranya tidak ada kode moral,
kepribadian yang bertentangan, hubungan interpersonal
yang ekploitatif, perasaan hampa, perasaan mengambang
tentang diri, kehancuran gender, tingkat ansietas tinggi,
tidak mampu empati pada orang lain, masalah estimasi.
d) Depersonalisasi meliputi afektif, kehidupan identitas,
perasaan terpisah dari diri, perasaan tidak realistis, rasa
terisolasi yang kuat, kurang rasa berkesinambungan, tidak
mampu mencari kesenangan. Perseptual halusinasi dengar
dan lihat, bingung tentang seksualitas diri,sulit membedakan
diri dari orang lain, gangguan citra tubuh, dunia seperti
dalam mimpi, kognitif bingung, disorientasi waktu,
gangguan berfikir, gangguan daya ingat, gangguan
penilaian, kepribadian ganda ( Herman,2021).
F. Tanda dan Gejala
Menurut Carpenito dalam keliat (2021) perilaku yang berhubungan
dengan harga diri rendah antara lain :
1. Mengkritik diri sendiri
2. Menarik diri dari hubungan sosial
3. Pandangan hidup yang pesimis
4. Perasaan lemah dan takut
5. Penolakan terhadap kemampuan diri sendiri
6. Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
7. Hidup yang berpolarisasi
8. Ketidakmampuan menentukan tujuan
9. Merasionalisasi penolakan
10. Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
11. Menunjukkan tanda depresi ( sukar tidur dan sukar makan )
Sedangkan menurut Stuart (2020) tanda- tanda klien dengan harga diri
rendah yaitu :
1. Perasaan malu terhadap diri sendiri adalah akibat penyakit dan
akibat tindakan terhadap penyakit
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri
3. Merendahkan martabat
4. Gangguan hubungan sosial seperti menarik diri
5. Percaya diri kurang
6. Menciderai diri
G. Mekanisme koping
Mekanisme koping termasuk pertahanan koping jangka panjang pendek
atau jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanann ego
untuk melindungi diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang
menyakitkan. Pertaahanan tersebut mencakup berikut ini :
Jangka pendek :
1) Aktivitas yang memberikan pelarian semestara dari krisis identitas
diri ( misalnya, konser musik, bekerja keras, menonton tv secara
obsesif).
2) Aktivitas yang memberikan identitas pengganti semestara (
misalnya, ikut serta dalam klub sosial, agama, politik, kelompok,
gerakan, atau geng).
3) Aktivitas yang sementara menguatkan atau meningkatkan perasaan
diri yang tidak menentu ( misalnya, olahraga yang kompetitif,
prestasi akademik, kontes untuk mendapatkan popularitas).
Pertahanan jangka panjang mencakup berikut ini :
a. Penutupan identitas : adopsi identitas prematur yang diinginkan
oleh orang terdekat tanpa memerhatikan keinginan,aspirasi,atau
potensi diri individu
b. Identitas negatif : asumsi identitas yang tidak sesuai dengan nilai
dan harapan yang diterima masyarakat. Mekanisme pertahanan
ego termasuk penggunaan fantasi, disosiasi,isolasi, proyeksi,
pengalihan ( displacement, berbalik marah terhadap diri sendiri,
dan amuk ) (Stuart,2020).
H. Pohon Masalah
Isolasi Sosial
I. Diagnosa Keperawatan
Harga Diri Rendah Kronis
J. Rencana Asuhan Keperawatan
1. Klien mampu mengenal masalah harga diri rendah kronik
2. Klien mampu mengidentifikasikan kemampuan dan aspek positif
yang dimiliki
3. Klien mampu menilai kemampuan yang dapat digunakan
4. Klien mampu menetapkan/memillih kegiatan yang
sesuai kemampuan
a. SP 1 :
Mengenal masalah harga diri rendah kronik dan mendiskusikan
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien.
b. SP 2 :
Membantu pasien menilai kemampuan yang masih dapat
digunakan
c. SP 3 :
Membantu pasien memilih/menetapkan kemampuan yang akan
dilatih
d. SP 4 :
Melatih pasien melakukan kegiatan yang telah dipilih
A. Definisi Defisit Perawatan Diri
Defisit Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia
didalam memenuhi kebutuhannya guna mempertahankan hidupnya,
kesehatannya dan kesejahteraannya sesuai dengan kondisi kesehatannya.
Klien dinyatakan terganggu perawatan dirinya jika tidak dapat
melakukan perawatan dirinya. (Aziz R., 2018).
Defisit perawatan diri adalah suatu kondisi pada seseorang yang
mengalami kelemahan kemampuan dalam melakukan atau melengkapi
aktivitas perawatan diri secara mandiri seperti mandi (hygiene),
berpakaian atau berhias, makan, dan BAB atau BAK (toileting) (Fitria,
2019). Pengertian yang hampir sama diungkapkan oleh Wilkinson,
(2020) defisit perawatan diri menggambarkan suatu keadaan seseorang
yang mengalami gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas
perawatan diri, seperti mandi, berganti pakaian, makan dan toileting.
Kurang perawatan diri merupakan keadaan ketika individu mengalami
suatu kerusakan fungsi motorik atau funhsi kognitif, yang menyebabkan
penurunan kemampuan untuk melakukan masing-masing dari kelima
aktivitas perawatan diri antara lain:
a. Makan
b. Mandi/Higiene
c. Berpakaian dan berhias
d. Toileting
e. Instrumental (menggunakan telepon, menggunakan transporttasi,
menyetrika, mencuci pakaian, menyiapkan makanan, berbelanja,
mengelola keuangan, mengkomsumsi obat)
B. Etiologi
a. Faktor Predisposisi
1) Biologis
a. Riwayat keluarga dengan gangguan jiwa, Diturunkan
melalui kromosom orangtua (kromosom keberapa masih
dalam penelitian). Diduga kromosom no.6 dengan
kontribusi genetik tambahan nomor 4, 8, 15 dan 22. Pada
anak yang kedua orangtuanya tidak menderita,
kemungkinan terkena penyakit adalah satu persen.
Sementara pada anak yang salah satu orangtuanya
menderita kemungkinan terkena adalah 15%. Dan jika
kedua orangtuanya penderita maka resiko terkena adalah
35 persen.
b. Kembar indentik berisiko mengalami gangguan sebesar
50%, sedangkan kembar fraterna berisiko mengalami
gangguan 15%.
c. Riwayat janin saat pranatal dan perinatal trauma,
penurunan komsumsi oksigen pada saat dilahirkan,
prematur, preeklamsi, malnutrisi, stres, ibu perokok,
alkhohol, pemakaian obat-obatan, infeksi, hipertensi dan
agen teratogenik. Anak yang dilahirkan dalam kondisi
seperti ini pada saat dewasa (25 tahun) mengalami
pembesaran ventrikel otak dan atrofi kortek otak.
d. Nutrisi: Adanya riwayat gangguan nutrisi ditandai dengan
penurunan BB, rambut rontok, anoreksia, bulimia
nervosa.
e. Keadaan kesehatan secara umum: gangguan
neuromuskuler, gangguan muskuloskeletal, kelemahan
dan kelelahan dan kecacatan.
f. Sensitivitas biologi: riwayat peggunaan obat, riwayat
terkena infeksi dan trauma kepala serta radiasi dan
riwayat pengobatannya. Ketidakseimbangan dopamin
dengan serotonin neurotransmitter.
g. Paparan terhadap racun : paparan virus influenza pada
trimester 3 kehamilan dan riwayat keracunan CO,
asbestos karena mengganggu fisiologi otak
2) Psikologis
1. Adanya riwayat kerusakan struktur dilobus frontal yang
menyebabkan suplay oksigen dan glukosa terganggu di mana
lobus tersebut berpengaruh kepada proses kognitif sehingga
anak mempunyai intelegensi dibawah rata-rata dan
menyebabkan kurangnya kemampuan menerima informasi dari
luar.
2. Keterampilan komunikasi verbal yang kurang, misalnya tidak
mampu berkomunikasi, komunikasi tertutup (non verbal),
gagap, riwayat kerusakan yang mempunyai fungsi bicara,
misalnya trauma kepala dan berdampak kerusakan pada area
broca dan area wernich.
3. Moral: Riwayat tinggal di lingkungan yang dapat
mempengaruhi moral individu, misalnya keluarga broken
home, ada konflik keluarga ataupun di masayarakat
4. Kepribadian: orang yang mudah kecewa, mudah putus asa,
kecemasan yang tinggi dan menutup diri.
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan:
a. Orang tua otoriter, selalu membandingkan, yang
mengambil jarak dengan anaknya, penilaian negatif yang
terus menerus
b. Anak yang diasuh oleh orang tua yang suka cemas, terlalu
melindungi, dingin dan tidak berperasaan
c. Penolakan atau tindak kekerasan dalam rentang hidup klien
d. Konflik orang tua, disfungsi sistem keluarga
e. Kematian orang terdekat, adanya perceraian
f. Takut penolakan sekunder akibat obesitas, penyakit
terminal, sangat miskin dan pengangguran, putus sekolah.
g. Riwayat ketidakpuasan yang berhubungan dengan
penyalahgunaan obat, perilaku yang tidak matang, pikiran
delusi, penyalahgunaan alkhohol
6. Konsep diri: Ideal diri yang tidak realistis, harga diri rendah,
identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif
7. Motivasi: adanya riwayat kegagalan dan kurangnya
pernghargaan
8. Pertahanan psikologis, ambang toleransi terhadap stres yang
rendah, riwayat gangguan perkembangan sebelumnya
9. Self kontrol: tidak mampu melawan terhadap dorongan untuk
menyendiri
3) Sosial Budaya
a) Usia: Ada riwayat tugas perkembangan yang tidak selesai
b) Gender: Riwaya ketidakjelasan identitas dan kegagalan peran
gender
c) Pendidikan: pendidikan yang rendah dan riwayat putus
sekolah atau gagal sekolah
d) Pendapatan: penghasilan rendah
e) Pekerjaan: stressfull dan berisiko tinggi
f) Status sosial: Tuna wisma, kehidupan terisolasi (kehilangan
kontak sosial, misalnya pada lansia)
g) Latar belakang budaya: tuntutan sosial budaya tertentu adanya
stigma masyarakat, budaya yang berbeda (bahasa tidak
dikenal)
h) Agama dan keyakinan: Riwayat tidak bisa menjalankan
aktivitas keagamaan secara rutin
i) Keikutsertaan dalam politik: Riwayat kegagalan berpolitik.
j) Pengalaman perubahan sosial: dalam kehidupan, misalnya
bencana, kerusuhan
4) Kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan dan ketidakutuhan
keluarga.
a) Peran sosial: isolasi sosial: khususnya usia lanjut, stigma negatif
dari masyarakat, praduga negatif dan stereotipi, perilaku sosial
tidak diterima oleh masyarakat.
b. Faktor Presipitasi
1. Nature
a) Biologi:
(1) Dalam enam bulan terakhir mengalami penyakit infeksi otak
(enchepalitis) atau trauma kepala yang mengakibatkan lesi
daerah frontal, temporal dan limbic sehingga terjadi
ketidakseimbangann dopamin dan serotonin neurotransmitter.
(2) Dalam enam bulan terakhir terjadi gangguan nutrisi ditandai
dengan penurunan BB, rambut rontok, anoreksia, bulimia
nervosa yang berdampak pada pemenuhan glukosa di otak
yang dapat mempengaruhi fisiologi otak terutama bagian
fungsi kognitif.
(3) Sensitivitas biologi: putus obat atau mengalami obesitas,
kecacatan fisik, kanker dan pengobatannya yang dapat
menyebabkan perubahan penampilan fisik.
(4) Paparan terhadap racun, misalnya CO dan asbestosos
yang dapat mempengaruhi metabolisme di otak sehingga
mempengaruhi fisiologis otak
b) Psikologis
(1) Dalam enam bulan terakhir terjadi trauma atau
kerusakan struktur di lobus frontal dan terjadi suplay
oksigen dan glukosa terganggu sehingga mempengaruhi
kemampuan dalam memahami informasi atau
mengalami gangguan persepsi dan kognitif.
(2) Keterampilan verbal, tidak mampu komunikasi, gagap,
mengalami kerusakan yang mempengaruhi fungsi bicara.
(3) Dalam enam bulan terakhir tinggal di lingkungan yang dapat
mempengaruhi moral: lingkungan keluarga yang broken
home, konflik atau tinggal dalam lingkungan dengan perilaku
sosial yang tidak diharapkan.
(4) Konsep diri: Harga diri rendah, perubahan penampilan fisik,
ideal diri tidak realistik, gangguan pelaksanaan peran
(konflik peran, peran ganda, ketidakmampuan menjalankan
peran, tuntutan peran tidak sesuai dengan usia).
(5) Self kontrol: tidak mampu melawan dorongan untuk
menyendiri dan ketidakmampuan mempercayai orang lain.
(6) Motivasi: tidak mempunyai motivasi untuk
melakukan aktivitas.
(7) Kepribadian: mudah kecewa, mudah putus asa,
kecemasan yang tinggi sampai panik, menutup diri
c) Sosial budaya
(1) Usia: Dalam enam bulan terakhir alami ketidaksesuaian
tugas perkembangan dengan usia, atau terjadi perlambatan
dalam penyelesaian tugas perkembangan atau regresi ketahap
perkembangan sebelumnya.
(2) Gender: enam bulan terakhir alami ketidakjelasan identitas
dan kegagalan peran gender (model peran negatif).
(3) Pendidikan: dalam enam bulan terakhir mengalami putus
sekolah dan gagal sekolah.
(4) Pekerjaan : pekerjaan stressfull dan beresiko atau
tidak bekerja (PHK).
(5) Pendapatan: penghasilan rendah atau dalam enam bulan
terakhir tidak mempunyai pendapatan atau terjadi
perubahan status kesejahteraan.
(6) Status sosial: Tuna wisma dan kehidupan isolasi, tidak
mempunyai sistem pendukung dan menarik diri.
(7) Agama dan keyakinan: tidak bisa menjalankan aktivitas
keagamaan secara rutin. Terdapat nilai-nilai sosial di
masyarakat yang tidak diharapkan.
(8) Kegagalan dalam berpolitik: kegagalan dalam berpolitik
(9) Kejadian sosial saat ini: perubahan dalam kehidupan:
perang, bencana, kerusuhan, tekanan dalam pekerjaan,
kesulitan mendapatkan pekerjaan, sumber-sumber personal
yang tidak adekuat akibat perang, bencana.
(10) Peran sosial: Dalam enam bulan terakhir isolasi sosial,
diskriminasi dan praduga negatif, ketidakmampuan untuk
mempercayai orang lain
2. Origin
a) Internal: Persepsi klien yang buruk tentang personal
higiene, toileting, berdandan dan berhias.
b) Eksternal: Kurangnya dukungan sosial keluarga dan
ketersediaan alat/fasilitas
3. Time
a) Waktu terjadinya stressor pada waktu yang tidak tepat.
b) Stressor terjadi secara tiba-tiba atau bisa juga secara bertahap.
c) Stressor terjadi berulang kali dan antara satu stressor
dengan stressor yang lain saling berdekatan
4. Sumber
a) Sumber stress lebih dari satu (banyak)
b) Stress dirasakan sebagai masalah yang berat
C. Tanda dan Gejala
Keliat dan Akemat (2020) tanda gejala defisit perawatan diri yang dapat
ditemukan antara lain:
a) Gangguan kebersihan diri, ditandai dengan rambut kotor, gigi kotor,
kulit berdaki dan bau serta kuku panjang dan kotor.
b) Ketidakmampuan berhia/berpakaian, ditandai dengan rambut acak-
acakkan, pakaian kotor dan tidak rapi, pakaan tidak sesuai pada
klien laki-laki tidak bercukur, pada klien perempuan tidak
berdandan.
c) Ketidakmampuan makan secara mandiri ditandai dengan:
ketidakmampuan mengambil makan sendiri, makan berceceran, dan
makan tidak pada tempatnya.
d) Ketidakmampuan eliminasi secara mandiri, ditandai dengan buang
air besar atau buang air kecil tidak pada tempatnya, dan tidak
dibersihkan diri dengan baik setelah BAB dan BAK.
D. Pohon Masalah
Effect Isolasi Sosial: menarik diri