Disusun Oleh
Mengetahui
(.......................................) (.......................................)
DAFTAR ISI
ii
Halaman Judul..................................................................................................i
Halaman Pengesahan........................................................................................ii
Daftar Isi...........................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan
A. Pengertian.............................................................................................1
B. Etiologi.................................................................................................2
C. Batasan Karakteristik............................................................................4
D. Fokus Pengkajian..................................................................................4
E. Patofisiologi dan Pathway....................................................................5
F. Manifestasi Klinis.................................................................................7
G. Penatalaksanaan....................................................................................7
H. Diagnosa Keperawatan yang Muncul...................................................9
I. Intervensi Keperawatan........................................................................10
BAB II Tinjauan Kasus....................................................................................12
BAB III Pembahasan........................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Pengertian
Pola nafas tidak efektif adalah kondisi dimana inspirasi (proses
masuknya oksigen) dan / atau ekspirasi (proses pengeluaran karbon
dioksida) yang tidak memberikan ventilasi adekuat (SDKI, 2016).
Pola nafas tidak efektif adalah ventilasi atau pertukaran udara inspirasi
dan atau ekspirasi tidak adekuat (Santoso, 2016).
Pola napas tidak efektif adalah suatu keadaan dimana inspirasi danatau
ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat (PPNI, 2016).
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa pola napas
tidak efektif pada asfiksia adalah suatu keadaan pada bayi baru lahir yang
tidak dapat bernapas secara spontan dimana pertukaran O2 (respirasi) dan
CO2 (ekspirasi) tidak teratur atau tidak adekuat.
Sedangkan Respirasi Distress Syndrome (RDS) atau Sindrom Distres
Pernapasan adalah sindrom gawat napas yang disebabkan defisiensi
surfaktan terutama pada bayi yang baru lahir dengan masa gestasi kurang
(Malloy, 2009).
Respiratory distress syndrome adalah suatu bentuk gagal nafas yang
ditandai dengan hipoksemia, penurunan compliance paru, dispnea, edema
pulmonal bilateral tanpa gagal jantung dan infiltrat yang menyebar.
Respiratory distress syndrome (RDS) merupakan kumpulan gejala yang
terdiri atas dispnea, frekuensi pernafasan yang lebih dari 60 kali permenit,
adanya sianosis, adanya rintihan pada saat ekspirasi (ekspiratory grunting),
serta adanya retraksi suprasternal, interkostal, dan epigastrium saat inspirasi.
Penyakit ini adalah penyakit membran hialin, dimana terjadi perubahan atau
berkurangnya komponen surfaktan pulmonal (zat aktif alveoli yang dapat
mencegah kolaps paru dan mampu menahan sisa udara pada akhir ekspirasi)
(Hidayat, 2012).
1
B. Etiologi
Pola napas tidak efektif dapat disebabkan oleh beberapa hal menurut (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2016) yaitu:
1. Depresi pusat pernafasan
2. Hambatan upaya napas (misal nyeri saat bernapas, kelemahan otot
pernapasan)
3. Deformitas dinding dada
4. Deformitas tulang dada
5. Gangguan neuromuskular
6. Gangguan neurologis (misal elektroensefalogram (EGG) positif, cedera
kepala, gangguan kejang)
7. Imaturitas Neurologis
8. Penurunan energi
9. Obesitas
10. Posisi tubuh
11. Sindrom hipoventilasi
12. Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf c5 ke atas)\
13. Cedera pada mendula spinalis
14. Efek agen farmakologis
15. Kecemasan
2
sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan
fisiologis paru sehingga daya pengembangan paru menurun 25% dari normal,
pernapasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi
hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah
diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein,
lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar
alveoli tetap mengembang (Hasan, 2010).
Sindrom gawat napas biasanya terjadi jika tidak cukup terdapat suatu
substansi dalam paru-paru yang disebut surfaktan. Surfaktan adalah suatu
substansi molekul yang aktif dipermukaan alveolus paru dan diproduksi oleh
sel-sel tipe II paru-paru. Surfaktan berguna untuk menurunkan tahanan
permukaan paru. Surfaktan terbentuk mulai pada usia kehamilan 24 minggu
dan dapat ditemukan pada cairan ketuban. Pada usia kehamilan 35 minggu,
sebagian besar bayi telah memiliki jumlah surfaktan yang cukup. Surfaktan
biasanya didapatkan pada paru yang matur. Untuk menilai kegawatan
napas pada neonatus dapat menggunakan skor sebagai berikut:
Skor
Pemeriksaan 0 1 2
Frekuensi napas < 60 /menit 60-80 /menit > 80/menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilang Sianosis menetap
dengan 02 walaupun diberi
O2
Air entry Udara masuk Penurunan ringan Tidak ada udara
udara masuk masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar
dengan stetoskop tanpa alat bantu
Evaluasi: < 3 = gawat napas ringan
4-5 = gawat napas
3
sedang
> 6 = gawat napas berat
C. Batasan Karakteristik
Pola napas tidak efektif terdiri dari gejala dan tanda mayor serta gejala dan
tanda Gejala minor (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
a. Gejala dan tanda mayor
Subjektif Objektif
1. Dispnea 1. Penggunaan otot bantu pernafasan
2. Fase ekspirasi memanjang
3. Pola napas abnormal (misal takipnea,
bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-
stokes)
b. Gejala dan tanda manor
Subjektif Objektif
2. Ortopnea 1. Pernafasan pursed-lip
2. Pernafasan cuping hidung
3. Diameter thoraks anterior-posterior
meningkat
4. Ventilasi semenit menurun
5. Kapasitas vital menurun
6. Tekanan ekspirasi menurun
7. Tekanan inpirasi menurun
8. Ekskursi dada berubah
Sumber : (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,2016)
D. Fokus Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pengkajian
harus dilakukan secara komperhensif terkait dengan aspek biologis, psikologis,
sosial, maupun spiritual. Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan
informasi dan membuat data dasar klien. Metode utama yang dapat digunakan
dalam pengumpulan data adalah wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik
serta diagnostik (Asmadi, 2008). Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).
pengkajian yang dilakukan pada bayi dengan dengan RDS adalah sebagai
berikut:
a. Identitas klien dan keluarga
4
b. Keluhan utama : Pada klien dengan asfiksia yang sering tampak adalah
dyspnea.
c. Riwayat kehamilan : Penyakit infeksi yang pernah diderita ibu selama
hamil, perawatan ANC, imunisasi TT.
d. Riwayat persalinan : Usia kehamilan udah cukup bulan, lahir prematur,
bayi kembar, penyakit persalinan, APGAR skor.
e. Riwayat kesehatan keluarga : Riwayat penyakit infeksi, riwayat penyakit
keturunan, asfiksia, TBC, pneumonia, dan penyakit saluran pernapasan
lainnya.
f. Pemeriksaan fisik:
1) Keadaan umum : Dispnea, penggunaan otot bantu pernapasan, fase
ekspirasi memanjang, pola napas abnormal.
2) Tanda-tanda vital : Kapasitas vital menurun yaitu nadi lemah dan cepat,
suhu tubuh meningkat.
3) Inspeksi: Frekuesi irama, kedalaman dan upaya bernapas, seperti
takipnea, dipsnea progresif, pernafasan dangkal, pernapasan cuping
hidung, retraksi dinding dada, pernapasan pursed-lip, ventilasi semenit
menurun, kapasitas vital menurun, tekanan ekspirasi dan inspirasi
menurun.
4) Palpasi: Terdapat nyeri tekan dan nadi mungkin mengalami peningkatan
(takikardia), diameter thoraks anterior-posterior meningkat, ekskursi
dada berubah.
5) Auskultasi: Suara napas tambahan dan suara paru.
6) Perkusi: Suara sonor untuk keadaan normal, dan suara hipersonor atau
hiposonor pada posisi yang sakit, suara pekak terjadi bila terisis cairan
pada paru.
E. Patofisologi dan Pathway Keperawatan
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap sepenuhnya
untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif. Hal ini merupakan
faktor utama terjadinya RDS. Ketidaksiapan paru menjalankan fungsinya
tersebut terutama disebabkan oleh kekurangan atau tidak adanya surfaktan.
5
Kekurangan atau ketidakmatangan fungsi sufaktan menimbulkan
ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi dan kolaps alveoli saat ekspirasi.
Tanpa surfaktan, janin tidak dapat menjaga parunya tetap mengembang. Setiap
kali bernafas menjadi sukar dan memerlukan usaha yang keras untuk
mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi). Hal ini
mengakibatkan bayi lebih banyak menghabiskan oksigen untuk menghasilkan
energi daripada menerima sehingga menyebabkan bayi kelelahan. Dengan
meningkatnya kekelahan, bayi akan semakin sedikit membuka alveolinya.
Ketidakmampuan mempertahankan pengembangan paru ini dapat
menyebabkan atelektasis (Surasmi, Siti Handayani, 2013).
Kolaps paru (atelektasis) akan menyebabkan terganggunya ventilasi
pulmonal sehingga terjadi hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah kontraksi
vaskularisasi pulmonal yang menimbulkan penurunan oksigenasi jaringan dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme anaerobik. Metabolisme anaerobik
menghasilkan timbunan asam laktat sehingga terjadi asidosis metabolik pada
bayi dan penurunan curah jantung yang menurunkan perfusi ke organ vital.
Asidosis dan atelektasis juga menyebabkan aliran darah paru menurun dan
mengakibatkan berkurangnya pembentukan zat surfaktan (Ngastiyah, 2005).
Atelektasis menyebabkan paru tidak mampu mengeluarkan karbon dioksida
dari sisa pernapasan sehingga terjadi asidosis respiratorik. Penurunan pH
menyebabkan vasokonstriksi yang semakin berat. Dengan penurunan sirkulasi
paru dan perfusi alveolar, PaO2 akan menurun tajam, pH juga akan menurun
tajam, serta materi yang diperlukan untuk produksi surfaktan tidak mengalir ke
dalam alveoli (Asrining Surasmi, Siti Handayani, 2003).
Sintesis surfaktan dipengaruhi sebagian oleh pH, suhu dan perfusi normal,
asfiksia, hipoksemia dan iskemia paru terutama dalam hubungannya dengan
hipovolemia, hipotensi dan stress dingin dapat menekan sintesis surfaktan.
Lapisan epitel paru dapat juga terkena trauma akibat kadar oksigen yang tinggi
dan pengaruh penatalaksanaan pernapasan yang mengakibatkan penurunan
surfaktan lebih lanjut (Asrining Surasmi, Siti Handayani, 2003). Akibat lain
adalah kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolus yang menyebabkan
6
terjadinya transudasi ke dalam alveoli dan terbentuknya fibrin, selanjutnya
fibrin bersama-sama dengan jaringan epitel yang nekrotik membentuk suatu
lapisan yang disebut membran hialin. Membran hialin ini melapisi alveoli dan
menghambat pertukaran gas sehingga timbul masalah gangguan pertukaran gas
(Ngastiyah, 2005).
F. Manifestasi Klinis
Umumnya terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 1000-2000 gram
atau masa gestasi 30-36 minggu. Jarang pada bayi cukup bulan, dan sering
disertai dengan riwayat asfiksia pada waktu lahir atau tanda gawat janin pada
akhir kehamilan. Gangguan pernafasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama
setelah lahir dan gejala karakteristik mulai terlihat dalam umur 24-72 jam
(Ngastiyah, 2015).
Menurut ZR and Sari (2019) tanda dan gejala yang timbul pada RDS yaitu:
a. Pernafasan cepat/hiperpnea atau dispnea dengan frekuensi pernafasan lebih
dari 60x/menit
b. Retraksi interkostal, epigastrium atau suprasternal pada inspirasi
c. Sianosis
d. Grunting (terdengar seperti suara rintihan) saat ekspirasi
e. Takikardia (170x/menit)
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita RDS dengan
gangguan pertukaran gas (Ngastiyah, 2015):
a. Memberikan lingkungan yang optimal Suhu tubuh bayi harus selalu
diusahakan agar tetap dalam batas normal (36,5-37°C) dengan cara
meletakkan bayi dalam inkubator. Kelembaban ruangan juga harus
adekuat (70-80%).
b. Pemberian oksigen
Pemberian oksigen harus dilakukan dengan hati-hati karena
berpengaruh kompleks terhadap bayi prematur. Pemberian O2 yang
terlalu banyak dapat menimbulkan komplikasi seperti : fibrosis paru,
kerusakan retina (fibroplasias retrolental) dan lain-lain. Untuk
7
mencegah terjadinya komplikasi, pemberian O2 sebaiknya diikuti
dengan pemeriksaan analisa gas darah arteri. Bila fasilitas untuk
pemeriksaan analisa gas darah arteri tidak ada, maka O2 diberikan
dengan konsentrasi O2 tidak lebih dari 40% sampai gejala sianosis
menghilang.
c. Pemberian Cairan dan Elektrolit
Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan
homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan
glukosa 5- 10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan
berat badan ialah 60-125 ml/kg BB/hari. Asidosis metabolik yang
selalu dijumpai harus segera dikoreksi dengan memberikan NaHCO3
secara intravena.
d. Pemberian Antibiotik
Bayi dengan PMH perlu mendapatkan antibiotik untuk mencegah
infeksi sekunder. Dapat diberikan penisilin dengan dosis 50.000-
100.000 u/kg BB/hari atau ampisilin 100 mg/kg BB/hari, dengan atau
tanpa gentamisin 3-5 mg/kg BB/hari.
e. Pemberian Surfaktan Eksogen
8
Pathway
Berpengaruh terhadap
perkembangan janin
Respiratory distress
Syndrom (RDS) Resiko infeksi
Paru-paru terisi
Bayi kekurangan O2
cairan
Suhu bayi tidak stabil
Nafas cepat
Gangguan
metabolisme Resiko
apneu ketidakseimbangan suhu
tubuh (Termogulasi)
Asidosis
respiratorik
Ketidakefektifan
pola nafas
Gangguan perfursi
ventilasi
bayi tidak beraksi
terhadap rangsangan
Gangguan pertukaran
gas
Intoleransi aktivitas
9
1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas paru dan
neuromuskular, penurunan energi, dan keletihan
2. Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan kontrol suhu yang
imatur dan penurunan lemak tubuh subkutan
3. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologi yang kurang
4. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh (resiko tinggi)
berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna nutrisi karena
imaturitas dan atau penyakit.
5. Resiko tinggi kekurangan atau kelebihan volume berhubungan dengan
karakteristik fisiologis imatur dari bayi preterm dan atau imaturitas atau
penyakit.
I. Intervensi Keperawatan
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), setelah merumuskan diagnosa
dilanjutkan dengan intervensi dan aktivitas keperawatan untuk mengurangi
menghilangkan serta mencegah masalah keperawatan klien. Tahapan ini
disebut perencanaan keperawatan yang meliputi penentuan prioritas diagnosa
keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan, menetapkan kriteria evaluasi
serta merumuskan intervensi serta aktivitas keperawatan. Rencana keperawatan
pada pola napas tidak efektif, menurut Standar Intervensi Keperawatn
Indonesia dapat dijabarkan dalam tabel sebagai berikut
Tabel 4. Intervensi Asuhan Keperawatan pada Bayi Asfiksia dengan Pola
Napas Tidak Efektif.
Diangnosa Tujuan dan Intervensi
Keperawatan Kriteria keperawatan
Hasil
(1) (2) (3)
SDKI label : SLKI label : Pola napas SIKI label : Manajemen
Pola napas Setelah dilakukan tindakan jalan napas
tidak efektif keperawatan selama 1x3 jam 1. Observai
berhubungan diharapkan inspirasi dan atau a. Monitor pola napas
dengan depresi ekspirasi yang memberikan b. Monitor bunyi napas
pusat ventilasi adekuat membaik c. Monitor sputum
pernapasan dengan kriteria hasil : 2. Terapeutik
a. Disspnea menurun (5) a. Pertahankan
10
b. Penggunaan otot bantu kepatenan jalan
napas menurun (5) napas
c. Pemanjangan fase ekspirasi b. Posisikan semi-
menurun (5) fowler
d. Ortopnea menurun (5) c. Berikan minum
e. Pernapasanpursed-lip hangat
menurun (5) d. Lakukan fisioterafi
f. Pernapasan cuping hidung dada
menurun (5) e. Lakukan
g. Ventilasi semenit penghisapan lendir
meningkat (5) f. Lakukan
h. Kapasitas vital meningkat hiperoksigenasi
(5) g. Keluarkan
i. Diameter thorax anterior- sumbatan benda
posterior meningkat (5) padat dengan
j. Tekanan ekspirasi forsep
meningkat (5) Berikan oksigen jika
k. Tekanan inspirasi perlu
meningkat (5) 3. Edukasi
l. Frekuensinapas membaik a. Anjurkan asupan
(5) cairan 2000 ml/hari
m. Kedalaman napas membaik b. Ajarkan Teknik
(5) batuk efektif
n. Ekskursi dada membaik (5) 4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
bronkodilator
11
BAB II
TINJAUAN KASUS
A. Identitas Neonatus
Nama Bayi : By. Ny. S
Tanggal Lahir : 21/09/2022 Jam: 07.45 WIB
Jenis : Laki-laki
Umur : 0 hari
Ruang : Melati
Kelahiran : Gemeli, hidup
Tanggal MRS : 21/09/2022 Jam: 07.45 WIB
Tanggal Pengkajian : 27/09/2022 Jam: 10. 00 WIB
Diagnosa medis : RDS (Respiratory Distress Dyndrom)
B. Identitas Orang Tua
Nama Ibu : Ny. M Nama Ayah : Tn. A
Umur Ibu : 38 Tahun Umur Ayah : 40 Tahun
Pekerjaan Ibu : IRT Pekerjaan Ayah : Wiraswasta
Pendidikan Ibu : SMA Pendidikan Ayah : SMA
Agama : Islam
Alamat : Kracak 02/04
Dikirim Oleh : IBS
C. Riwayat Kehamilan Dan Persalinan :
1. Riwayat Kehamilan
Ibu G2P1A0
Umur Kehamilan 29 minggu + 3hari
Penyakit/komplikasi kehamilan : Covid-19
Merokok Tidak
Jamu Tidak
Kebiasaan minum obat Tidak
Alergi obat Tidak
12
2. Riwayat Persalinan
Bayi Ny. S merupakan bayi dari ibu G2P1A0, usia ibu 38 tahun, usia
kehamilan 29+3 hari minggu, jenis persalinan SC dengan ibu Covid-19,
Ketuban pecah pukul 07.43 2 menit sebelum bayi lahir dengan warna jernih.
Bayi lahir pada tanggal 21/09/2022 jam 07.45 WIB dengan jenis kelamin
laki-laki. Ibu mengatakan riwayat persalinan 6 tahun yang lalu secara
normal jenis kelamin perempuan dengan usia kehamilan 40 minggu.
D. Riwayat Keperawatan
1. Riwayat Keperawatan Sekarang
a. Keluhan Utama
BBLR laki-laki dengan Respiratory Distress Syndrom (RDS)
b. Riwayat Penyakit Sekarang
BBLR Perempuan lahir dengan SC dari Ibu G2P1A0 gemeli usia 38
tahun, usia kehamilan 29 minggu + 3 hari dengan Covid-19, ketuban
pecah berwarna jernih pada tanggal 12/09/2022 jam 07.43 WIB. Bayi
lahir jam 07.45 WIB dan segera dipindah ke ruang Melati dengan
diagnosa medis Neonatus preterm, BBLR, RDS.
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 27/09/2022 jam 10.00,
pasien menggunakan selang oksigen CPAP 40%, PEEP 7. Nadi:
160x/menit, RR: x/menit, Suhu: 36,0ºC. Reflek hisap (-), terpasang OGT,
BAK (+), BAB (+). Berat badan pada saat dikaji 1200 gram.
2. Riwayat Keperawatan Sebelumnya
a. Riwayat Kesehatan yang lalu
Bayi Ny. S lahir SC dengan usia kehamilan 29 minggu dengan Covid-
19. Ketuban pecah berwarna jernih pada tanggal 21/09/2012 jam 07.43
WIB, Bayi lahir tanggal 21/09/2022 jam 07.45 WIB dengan jenis
kelamin laki-laki, BBLR 1350gr, PB 42 cm, LK 25 cm, LD, 26 cm. Bayi
lahir dengan keadaan umum lemah, Suhu: 36,0ºC, N: 150 x/menit, RR:
60 x/menit, skor APGAR 6 7 8 dengan diagnosa medis Neonatus
preaterm, BBLR, RDS.
b. Imunisasi
13
Vit K (1x), HB0 (1x)
14
Plantar Grasping (telapak kaki) : Ada ( √ ) Tidak ( )
2) Tonus / aktivitas
Aktif ( ) Tenang ( √ )
Letargi ( ) Kejang ( )
Menangis Keras ( ) Lemah ( √ ) Melengking ( )
3) Kepala / leher
a) Fontanel anterior:
Lunak ( √ ) Tegas ( ) Datar ( √ )
Menonjol ( ) Cekung ( )
b) Sutura sagitalis:
Tepat ( √ ) Terpisah ( )
Menjauh ( ) Tumpang tindih ( )
c) Gambaran wajah:
Simetris ( √ ) Asimetris ( )
d) Molding ( )
Caput succedaneum ( )
Cephalhematoma ( )
4) Mata
Bersih ( √ ) Sekresi ( )
5) THT
a) Telinga
Normal ( √ ) Abnormal ( )
b) Hidung
Simetris ( √ ) Asimetris ( )
6) Wajah
a) Bibir sumbing ( )
b) Sumbing langit-langit / palatum ( )
7) Abdomen
a) Lunak ( ) Tegas ( √ ) Datar ( ) Kembung ( )
b) Lingkar perut 22 cm
8) Toraks
a) Simetris ( √ ) Asimetris ( )
b) Retraksi derajat 0 ( ) Derajat 1 ( √ ) Derajat 2 ( )
c) Klavikula normal ( √ ) Abnormal ( )
9) Paru-paru
Suara nafas kanan kiri Sama ( √ ) Tidak sama ( )
Suara nafas bersih( √ ) ronchi ( ) sekresi ( ): wheezing ( )
vesikuler ( √ )
Respirasi : spontan ( √ ) Tidak spontan ( )
Alat bantu nafas : ( ) Oxihood: ( ) Nasal kanul: ( ) O2 /
Incubator CPAP
Konsentrasi O2 : 40%
10) Jantung
a) Bunyi Normal Sinus Rhytm (NSR) ( √ )
b) Frekuensi : 150 x/menit
15
11) Nadi Perifer Keras ( √ ) Lemah ( ) Tidak ada ( )
12) Ekstremitas
a) Ekstremita atas Normal ( √ ) Abnormal ( )
b) Ekstremitas bawah Normal ( √ ) Abnormal ( )
c) Panggul Normal ( √ ) Abnormal ( ) Tidak terkaji ( )
13) Umbilikus
Normal ( √ ) Abnormal ( )
14) Genital
Perempuan normal ( ) Laki-laki normal (√ )
15) Anus Paten ( √ ) Imperforata ( )
16) Kulit
Warna Pink ( √ ) Pucat ( ) Jaundice ( )
17) Suhu
a) Lingkungan
Inkubator ( √ ) Suhu ruang ( ) Boks terbuka ( )
b) Suhu kulit : 36,0 °C
16
F. Terapi
Nama obat Dosis Rute Indikasi
D10% 5 tpm IV Untuk memenuhi kebutuhan glukosa
tubuh
Inj aminofilin 3x2,4 mg IV Meredakan keluhan sesak napas
Inj Ampicilin 2x40mg IV Antibiotik yang bertujuan untuk
membunuh bakteri
Inj Gentamicin 1x4mg / 48 Jam IV Obat untuk mengatasi infeksi bakteri
ringan hingga berat
17
G. Analisa Data
Data klien Pathway Etiologi Problem
DS: Prematuritas Imaturitas neurologis Pola nafas tidak efektif
DO: (D.0005)
- Bayi merintih Fungsi organ-organ belum baik
- Menangis lemah
- Terdapat retraksi dada Pertumbuhan diding dada belum
- Sianosis hilang karena terpasang sempurna dan vaskuler paru imatur
O2
Insuf Pernafasan
- Terpasang oksigen CPAP 40%
- PEEP 7
Pola nafas tidak efektif
- RR : 55 x/menit
- Skor down : 5
18
S:- BBLR Kekurangan lemak subkutan Hipotermi
O: (D.0131)
- KU baik, BAB (+), BAK (+), Sedikitnya lemak dibawah jaringan kulit
turgor kulit kurang elastis
Kehilangan panas melalui kulit
- BBS : 1200gram
- Bayi berada di dalam incubator Hipotermi
selama 24 jam
- Kulit teraba hangat saat di
incubator
- Pasien tampak menggigil saat
dikeluarkan dari incubator
H. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif b.d Imaturitas neurologis
2. Menyusui tidak efektif b.d Ketidakadekuatan reflex menghisap
3. Hipotermi b.d Kekurangan lemak subkutan
19
I. Intervensi Keperawatan
DX Luaran Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Jalan Napas (I.01011) - Untuk mengetahui perbaikan atau
selama 3x8 jam diharapkan masalah Observasi perburukan pola napas
pola napas pasien dapat membaik 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, - Untuk mengetahui apakah ada sumbatan
dengan kriteria hasil: usaha napas) yang menghalangi kepatenan jalan napas
Pola Napas (L.01004) 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis, gurgling, - Untuk mencegah pasien mengalami
1. Penggunaan otot bantu napas mengi, wheezing, ronkhi kering) kekuarangan oksigen
menurun Terapeutik - Untuk memenuhi kebutuhan oksigen
2. Retraksi dinding dada menurun 3. Pertahankan kepatenan jalan napas pasien
3. Frekuensi napas membaik Kolaborasi
4. Berikan oksigen 1 lpm
2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pemberian Makanan (I.03125) - Mengidentifikasi makanan yang telah
selama 3 x 8 jam diharapkan status Observasi : diprogramkan
menyusui (L.03029) teratasi dengan 1. Identifikasi makanan yang diprogramkan - Mengidentifikasi kemampuan menelan
kriteria hasil : 2. Identifikasi kemampuan menelan - Melakukan kebersihan tangan dan mulut
- Hisapan bayi membaik Terapeutik : untuk mencegah risiko penularan bakteri
- berat badan bayi membaik 3. Lakukan kebersihan tangan dan mulut sebelum - Mempertahankan perhatian pada saat
makan menyusui
4. Pertahankan perhatian saat menyusui - Memberikan edukasi kepada keluarga
5. Timbang berat badan setiap hari untuk memberi makan kepada pasien
6. Berikan ASI sesuai kebutuhan
Edukasi :
7. Ajarkan orang tua atau keluarga untuk
membantu memberi makan kepada pasien
20
DX Luaran Intervensi Rasional
3. Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Hipotermi (I. 14157) - Mengetahui peningkatan atau penurunan
selama 3 x 8 jam diharapkan Observasi suhu tubuh
Termoregulasi Neonatus membaik 1. Monitor suhu tubuh - Agar bayi tidak kedinginan dan tetap
(L.14135) teratasi dengan kriteria hasil : Terapeutik hangat selama di incubator
1. Menggigil menurun 2. Sediakan lingkungan yang hangat (atur suhu - Menghindari pengeluaran panas berlebih
2. Suhu tubuh meningkat incubator) - Menghindari kedinginan karena linen
3. Suhu kulit menungkat 3. Lakukan penghangatan pasif (memberi selimut panas
4. Kadar glukosa darah meningkat tebal, emnutup kepala)
4. Ganti linen yang basah
21
J. Implementasi Keperawatan
Jam Implementasi Respon TTD
27 September 1. Memonitor pola napas (frekuensi, kedalaman, S:-
usaha napas) O: Tampak penggunaan otot bantu napas, tampak
2022
rektraksi derajat 1, Rr: 57x/menit
Pukul 12.30
2. Memonitor bunyi napas tambahan S:-
WIB O: Terdapat suara ronkhi
22
= 89
24
= 3,7 tetes/menit (mikro) = 4 tpm mikro
09.00 WIB 6. Mengidentifikasi kemampuan menelan
S:-
O : Rangsang menelan masih lemah, refleks hisap
7. Melakukan kebersihan tangan dan mulut sebelum lemah
makan S: -
O: Membersihkan mulut setiap selesai mandi
09.15 WIB 8. Memonitor suhu tubuh dan menjaga kehangatan
inkubator S: -
O: Suhu 35,9°C
9. Melakukan penghangatan pasif serta mengganti
linen basah S: -
12.00 WIB O: Memberikan selimut tebal dan mengenakan topi,
10. Memonitor asupan dan keluarnya makanan dan semua linen yang dipakai kering
cairan serta kebutuhan kalori S: -
O: Intake sampai pukul 12.30 10cc, BAB BAK 10cc
11. Menimbang berat badan secara rutin
S: -
12.30 WIB O: Bb harian 1200
12. Kolaborasi pemberian antibiotic ampicilin 40mg,
aminofilin 2,4 mg, inj gentamicin 4mg S: -
O: Diberikan sesuai instruksi
23
WIB
S: -
2. Menghitung berat badan harian O: Bb harian 1250gram
S:-
09.00 WIB O: Meninggikan posisi kepala, SPO2 98%
3. Mempertahankan kepatenan jalan napas dan
merikan CPAP konsentrasi 40%, PEEP 7 S: O
O: Susu formula 189cc/24 jam
4. Mengidentifikasi makanan yang diprogramkan
S:-
09.30 O : Rangsang menelan masih lemah, refleks hisap
5. Mengidentifikasi kemampuan menelan lemah
S: -
09.45 O: Suhu 35,9°C, memberikan selimut tebal dan
6. Memonitor suhu tubuh dan menyediakan
mengenakan topi, semua linen yang dipakai kering
lingkungan yang hangat serta makukan
penghangatan pasif S: -
10.00 O: Intake 24 jam 180cc, BAB BAK 170cc
7. Monitor asupan dan keluarnya makanan dan
cairan serta kebutuhan kalori S: -
12.00 O: Susu formula per-OGT diberikan setiap 2 jam
8. Memberikan susu formula sesuai dengan
sebanyak 6cc
kebutuhan
29 September 1. Memonitor pola napas dan bunyi napas tambahan S:-
O: Tampak penggunaan otot bantu napas, tampak
2022
rektraksi derajat 1, Rr: 45x/menit, terdapat suara
24
Pukul 14.00 ronkhi
WIB
2. Mempertahankan kepatenan jalan napas dan S:-
memberikan oksigen 1 lpm O: Meninggikan posisi kepala SPO2 97%
K. Evaluasi Keperawatan
No Hari/Tanggal Evaluasi Paraf
25
1. 29 September S:-
O:
2022 21.00
- RR: 46 x/menit
WIB - SPO2 : 99%
- Terdapat retraksi dinding dada derajat 1
- Pola napas regular
- Hasil pengkajian Down Score: 1
A : Masalah keperawatan pola napas tidak efektif belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Monitor pola napas
2. Berikan oksigen menggunakan CPEP dengan konsentrasi 30%, PEEP 6
2. 29 September S:
O:
2022 21.00
- Refleks menghisap dan menelan masih lemah
WIB - ASI diberikan melalui OGT
A : Masalah keperawatan menyusui tidak efektif belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Rangsang untuk menghisap
3. 29 September S: -
O:
2022 21.00
- Bayi tetap hangat didalam incubator
WIB - Bayi tampak menggigil saat dipegang
A: Masalah keperawatan hipotermi belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
1. Monitor suhu tubuh
2. Sediakan lingkungan yang hangat (atur suhu incubator)
3. Lakukan penghangatan pasif (memberi selimut tebal, menutup kepala)
26
4. Hindari mengeluarkan bayi dalam waktu lama diluar inkubator
27
BAB III
PEMBAHASAN
28
distress nafas untuk gestasi <30 minggu diberikan terapi oksigen dengan CPAP
bila gagal maka dilanjutkan dengan NIV SIMV (Mirtha et al., 2016).
Tujuan manajemen penatalaksanaan kegawatan nafas (respiratory
distress) adalah untuk memberikan intervensi yang memaksimalkan
kelangsungan hidup dan meminimalkan potensial komplikasi dan mengurangi
paparan penggunaan mekanik metode invasif (Kosim, 2016; Sweet et al.,
2017). Hal ini dapat menjadi acuan dalam penanganan bayi asfiksia dimana
penurunan nilai Downes score sebanyak 93% atau tercapainya penanganan bayi
asfiksia dengan pemberian terapi oksigen, sejalan dengan perlindungan
terhadap paru-paru penting dalam salah satu manajeman gangguan respirasi
(Sweet et al., 2019).
29
DAFTAR PUSTAKA
30