Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Patofisiologi yang diampu oleh Ibu
Sansri Diah K D, SKp., MKes., AIFO
Disusun oleh :
Farisa Yasmin Taufik
P17320121418
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah kepada penulis juga yang sudah membantu dalam penyusunan makalah ini, sehingga
berkat karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah Penyakit Sinusitis dengan baik dan
tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis tidak lupa mengucapkan banyak terimkasih kepada
Ibu Sansri Diah K D, SKp., MKes., AIFO yang telah mendidik dan membimbing dalam
penyelesaian makalah ini juga kepada dosen-dosen pengajar Patofisiologi lainnya. Penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi diri penulis sendiri maupun kepada
pembaca umumnya.
Penulis menyadari dengan keterbatasan yang dimiliki sebagai manusia biasa, penulis tetap
memiliki keyakinan untuk menyelesaikan tugas ini dengan baik, karena tugas ini merupakan
amanah. Oleh karena itu tersusunlah hasil pemikiran penulis dibantu dengan referensi
terpercaya yang mungkin masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran demi menyempurnakan makalah ini.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB 1
PENDAHULUAN
4
keterlambatan perkembangan maturitas paru (Whalley dan Wong, 1995). Gangguan ini
biasanya juga dikenal dengan nama Hyaline membrane disease (HMD) atau penyakit
membran hialin, karena pada penyakit ini selalu ditemukan membran hialin yang melapisi
alveoli. Sindrom gangguan pernapasan adalah kumpulan gejala yang terdiri dari dispnea
atau hiperapnea dengan frekuensi pernapasan lebih dari 60 kali/menit, sianosis, rintihan
pada ekspirasi dan kelainan otot-otot pernapasan pada inspirasi. RDS sering ditemukan
pada bayi prematur. Insidens berbanding terbalik dengan usia kehamilan dan berat badan.
Artinya semakin muda usia kehamilan ibu, semakin tinggi kejadian RDS pada bayi
tersebut. Sebaliknya semakin tua usia kehamilan, semakin rendah pula kejadian RDS atau
sindrome gangguan napas. Persentase kejadian menurut usia kehamilan adalah 60-80%
terjadi pada bayi yang lahir dengan usia kehamilan kurang dari 28 minggu, 15-30% pada
bayi antara 32-36 minggu dan jarang sekali ditemukan pada bayi cukup bulan (matur).
Insidens pada bayi prematur kulit putih lebih tinggi dari pada bayi kulit hitam dan sering
lebih terjadi pada bayi laki-laki daripada bayi perempuan (Nelson, 1999). Selain itu,
kenaikan frekuensi juga ditemukan pada bayi yang lahir dari ibu yang menderita
gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, misalnya : Ibu penderita diabetes,
hipertensi, hipotensi, seksio serta perdarahan antepartum.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi penyakit Sinusitis
2. Untuk memahami penyebab penyakit Sinusitis
3. Untuk mengetahui sedini mungkin gejala penyakit Sinusitis
4. Untuk memahami patofisiologi penyakit Sinusitis
5. Untuk mengedukasi cara pencegahan dan pengobatan untuk penderita Sinusitis
BAB II
PEMBAHASAN
5
bisa bersifat akut (berlangsung selama 3 minggu atau kurang) maupun kronis
(berlangsung selama 3-8 minggu tetapi dapat berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun). Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila
mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Dari semua jenis sinusitis, yang
paling sering ditemukan adalah sinusitis maksilaris dan sinusitis ethmoidalis.Secara
klinis sinusitis dibagian atas:
Sinusitis akut, bila infeksi beberapa hari sampai beberapa minggu.
Sinusitis subakut, bila infeksi beberapa minggu hingga beberapa bulan.
Sinusitis Kronis, bila infeksi beberapa bulah hingga beberapa tahun.
Sedangkan berdasarkan penyebabnya sinusitis dibagi atas:
Rhinogenik (penyebab kelainan atau masalah di hidung), Segala sesuatu yang
menyebabkan sumbatan pada hidung dapat menyebabkan sinusitis. Contohnya
rinitis akut (influenza), polip, dan septum deviasi
Dentogenik/Odontogenik (penyebabnya kelainan gigi), yang sering
menyebabkan sinusitis infeksi adalah pada gigi geraham atas (pre molar dan
molar). Bakteri penyebabnya adalah Streptococcus pneumoniae, Hemophilus
influenza, Steptococcus viridans, Staphylococcus aureus, Branchamella
catarhatis.
Sinusitis merupakan sebuah penyakit peradangan yang terjadi pada
selaput lendir sinus yaitu rongga yang berisi udara dan letaknya dalam rongga
kepala sekitar hidung. Sinusitis merupakan peradangan atau inflamasi pada
bagian sinus paranasal (Berkowitz, 2013). Sinus paranalis berada pada tulang
kepala yang dapat menghangatkan, meringankan berat tulang tengkorak, dan
mengatur bunyi suara manusia dengan ruang resonansi (Somantri, 2008).
Sinusitis berasal dari akar bahasa Latinnya, akhiran umum dalam kedokteran itis
berarti peradangan karena itu sinusitis adalah suatu peradangan sinus paranasal.
Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi atau
infeksi virus, bakteri maupun jamur.
Sinusitis merupakan suatu peradangan pada salah satau atau lebih
mukosa sinus paranasa. Menurut hasil diskusi yang di publikasikan di European
Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps (EPOS), rinosinusitis
menggantikan istilah dari sinusitis. Menurut EPOS 2012, Rinosinusitis
merupakan inflamasi pada hidung dan sinus paranasal dengan dua gejala atau
6
lebih, seperti obstruksi disertai dengan nyeri di wajah dan hidung tersumbat.
Menurut Konsensus International 2004, rinosinusitis akut dibagi menjadi 2
menurut batas waktunya, pertama rinosinusitis akut dengan batas sampai 4
minggu dan rinosinusitis subakut dengan batas antara 4 minggu sampai dengan
3 bulan. Sedangkan rinosinusitis dianggap kronik jika melebihi 3 bulan.
Sinusitis diklasifikasikan menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia
(2015) sebagai berikut:
1) Sinusitis akut, merupakan infeksi sinus dengan gejala severe atau nonsevere
tergantung gejala yang ditimbulkan dalam kurun waktu 12 minggu. American
Academy of Pediatrics (APA, 2001) membagi menjadi sinusitis akut dengan
gejala kurang dari 4 minggu dan sub-akut antara 4-12 minggu.
2) Sinusitis kronik, merupakan merupakan infeksi sinus dengan gejala ringan
sampai sedang dalam kurun waktu lebih dari 12 minggu.
3) Sinusitis akut berulang, merupakan infeksi sinus dengan gejala sama dengan
sinusitis akut tetapi akan mengalami kekambuhan setelahmereda.
A. Sinusitis akut
7
Anamnesis
Gejala mayor Gejala minor
Nyeri atau rasa tertekan pada
Sakit kepala
wajah
Sekret nasal purulen Batuk
Demam Rasa lelah
Kongesti nasal Rasa lelah
Obstruksi nasal Halitosis
Hiposmia atau anosmia Nyeri gigi
Gejala subyektif terdiri dari gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala sistemik
ialah demam dan rasa lesu. Gejala lokal pada hidung terdapat ingus kental yang
kadang-kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring. Dirasakan hidung
tersumbat, rasa nyeri didaerah infraorbita dan kadang-kadang menyebar ke alveolus,
sehingga terasa nyeri di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan di depan telinga.
Penciuman terganggu dan ada perasaan penuh dipipi waktu membungkuk ke depan.
Terdapat perasaan sakit kepala waktu bangun tidur dan dapat menghilang hanya bila
peningkatan sumbatan hidung sewaktu berbaring sudah ditiadakan.
Gejala obyektif, pada pemeriksaan sinusitis maksila akut akan tampak
pembengkakan di pipi dan kelopak mata bawah. Pada rinoskopi anterior tampak
mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan
sinusitis etmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius. Pada
rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).
B. Sinusitis Kronis
Anamnesis
Keluhan umum yang membawa pasien sinusitis kronis untuk berobat biasanya
adalah kongesti atau obstruksi hidung. Keluhan biasanya diikuti dengan malaise, nyeri
kepala setempat, sekret di hidung, sekret pasca nasal (post nasal drip) , gangguan
penciuman dan pengecapan.
8
diantara dua mata. Gejala untuk sinisitis kronis adalah pilek yang sering kambuh dan
terus-meneurs, ingus kental dan berbau, terdapat ingus ditenggorok, terdapat gejala di
organ lain seperti: rematik, nefritis, bronkitis, batuk kering, dan demam (Iskandar,
2006.
Gejala klinik sinusitis akut secara umum adalah demam, sakit kepala, ingus
kental dan berbau, dahak (post nasal drip), nyeri pada lokasi sinus yang dikenai.
Sinusitis Maksila Akut
• Nyeri pada pangkal hidung, kantus media belakang bola mata bila mata
digerakkan
Sinusitis Sfenoid
• Nyeri pada vertex dan oksipital, bola mata, mastoid, vertigo. Gejala pada
sinusitis kronik meliputi hidung, nasofaring, faring, telinga, mata, saluran napas dan
saluran cerna
• Nasofaring : PND
• Faring : batuk pada malam atau pagi hari disertai rasa tidak nyaman
9
2.3 Patofisiologi Penyakit Sinusitis
Pada umumnya sinusitis diawali karena adanya infeksi saluran napas
atas yang disebabkan oleh adanya bakteri. Infeksi tersebut akan menyebabkan
inflamasi mukosa yang menyebabkan aliran keluar mukus dari sinus-sinus
menjadi terganggu, sehingga mukus yang terperangkap dalam rongga sinus
menciptakan suatu lingkungan yang mempermudah pertumbuhan bakteri
sehingga terjadi sinusitis (Berkowitz, 2013).
Dalam keadaan fisiologis, sinus adalah steril. Sinusitis dapat terjadi
bila klirens silier sekret sinus berkurang atau ostia sinus menjadi tersumbat,
yang menyebabkan retensi sekret, tekanan sinus negatif, dan berkurangnya
tekanan parsial oksigen. Lingkungan ini cocok untuk pertumbuhan organisme
patogen. Apabila terjadi infeksi karena virus, bakteri ataupun jamur pada sinus
yang berisi sekret ini, maka terjadilah sinusitis.10
Pada dasarnya patofisiologi dari sinusitis dipengaruhi oleh 3 faktor
yaitu obstruksi drainase sinus (sinus ostia), kerusakan pada silia, dan kuantitas
dan kualitas mukosa. Sebagian besar episode sinusitis disebabkan oleh infeksi
virus. Virus tersebut sebagian besar menginfeksi saluran pernapasan atas seperti
rhinovirus, influenza A dan B, parainfluenza, respiratory syncytial virus,
adenovirus dan enterovirus. Sekitar 90 % pasien yang mengalami ISPA akan
memberikan bukti gambaran radiologis yang melibatkan sinus paranasal.
Infeksi virus akan menyebabkan terjadinya oedem pada dinding hidung dan
sinus sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan atau obstruksi pada ostium
sinus, dan berpengaruh pada mekanisme drainase dalam sinus. Selain itu
inflamasi, polyps, tumor, trauma, scar, anatomic varian, dan nasal
instrumentation juga menyebabkan menurunya patensi sinus ostia.10,11
Virus yang menginfeksi tersebut dapat memproduksi enzim dan
neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus dan mempercepat difusi virus
pada lapisan mukosilia. Hal ini menyebabkan silia menjadi kurang aktif dan
sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih kental, yang merupakan media yang
sangat baik untuk berkembangnya bakteri patogen. Silia yang kurang aktif
fungsinya tersebut terganggu oleh terjadinya akumulasi cairan pada sinus.
Terganggunya fungsi silia tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti kehilangan lapisan epitel bersilia, udara dingin, aliran udara yang cepat,
10
virus, bakteri, environmental ciliotoxins, mediator inflamasi, kontak antara dua
permukaan mukosa, parut, primary cilliary dyskinesia (Kartagener syndrome).12
Adanya bakteri dan lapisan mukosilia yang abnormal meningkatkan
kemungkinan terjadinya reinfeksi atau reinokulasi dari virus. Konsumsi oksigen
oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di dalam sinus dan akan
memberikan media yang menguntungkan untuk berkembangnya bakteri
anaerob. Penurunan jumlah oksigen juga akan mempengaruhi pergerakan silia
dan aktivitas leukosit. Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh fungsi lapisan
mukosilia yang tidak adekuat, obstruksi sehingga drainase sekret terganggu, dan
terdapatnya beberapa bakteri patogen.10,13
Antrum maksila mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan akar
gigi pre molar dan molar atas. Hubungan ini dapat menimbulkan problem klinis
seperti infeksi yang berasal dari gigi dan fistula oroantral dapat naik ke atas dan
menimbulkan infeksi sinus. Sinusitis maksila diawali dengan sumbatan ostium
sinus akibat proses inflamasi pada mukosa rongga hidung. Proses inflamasi ini
akan menyebabkan gangguan aerasi dan drainase sinus. Keterlibatan antrum
unilateral seringkali merupakan indikasi dari keterlibatan gigi sebagai penyebab.
Bila hal ini terjadi maka organisme yang bertanggung jawab kemungkinan
adalah jenis gram negatif yang merupakan organisme yang lebih banyak
didapatkan pada infeksi gigi daripada bakteri gram positif yang merupakan
bakteri khas pada sinus.12,13
Penyakit gigi seperti abses apikal, atau periodontal dapat menimbulkan
gambaran radiologi yang didominasi oleh bakteri gram negatif, karenanya
menimbulkan bau busuk. Pada sinusitis yang dentogennya terkumpul kental
akan memperberat atau mengganggu drainase terlebih bila meatus medius
tertutup oleh oedem atau pus atau kelainan anatomi lain seperti deviasi, dan
hipertropi konka. Akar gigi premolar kedua dan molar pertama berhubungan
dekat dengan lantai dari sinus maksila dan pada sebagian individu berhubungan
langsung dengan mukosa sinus maksila. Sehingga penyebaran bakteri langsung
dari akar gigi ke sinus dapat terjadi.10
12
mengembalikan fungsi pembersih mukosilia. Dekongestan sistemik dapat
diberikan sampai 10-14 hari.
Steroid : steroid topikal dianjurkan pada sinusitis kronis. Steroid akan
mengurangi edem dan inflamasi hidung sehingga dapat memperbaiki drainase
sinus. Untuk steroid oral, dianjurkan pemberiannya dalam jangka pendek
mengingat efek samping yang mungkin timbul.
Pembedahan: Untuk pasien yang tidak responsif dengan terapi medikamentosa
yang maksimal, tindakan bedah perlu dilakukan. Indikasi bedah apabila
ditemukan perluasan infeksi intrakranial seperti meningitis, nekrosis dinding
sinus disertai pembentukan fistel, pembentukan mukokel, selulitis orbita dengan
abses dan keluarnya sekret terus menerus yang tidak membaik dengan terapi
konservatif. Beberapa tindakan pembedahan pada sinusitis antara lain
adenoidektomi, irigasi dan drainase, septoplasti, andral lavage, caldwell luc dan
functional endoscopic sinus surgery (FESS).Terdapat tiga pilihan operasi yang
dapat dilakukan pada sinusitis maksilaris, yaitu unisinektomi endoskopik
dengan atau tanpa antrostomi maksilaris, prosedur Caldwell-Luc, dan
antrostomi inferior. Saat ini, antrostomi unilateral dan unisinektomi endoskopik
adalah pengobatan standar sinusitis maksilaris kronis refrakter. Prosedur
Caldwell-Luc dan antrostomi inferior antrostomy jarang dilakukan.
• Terapi Sinusitis Akut
a. Medikamentosa:
Anti Biotik (PNC) 14 hari, Dekongestan lokal/oral, Mukolitik, Anti inflamasi,
Analgetik/Antipiretik
b. Pembedahan bila terjadi komplikasi selusitis orbita
• Terapi Sinusitis Kronik
Terapi sinusitis kronik memiliki dua prinsip, yaitu memperbaiki drainase dan
mengaktifkan silia.
Terapi antibiotika untuk sinusitis bertujuan untuk mencegah,
mengobati dan membunuh bakteri yang menyebabkan infeksi dan mencegah
adanya kekambuhan (Depkes RI, 2005).
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sinusitis merupakan sebuah penyakit peradangan yang terjadi pada
selaput lendir sinus yaitu rongga yang berisi udara dan letaknya dalam rongga
kepala sekitar hidung. Dari semua jenis sinusitis, yang paling sering ditemukan
adalah sinusitis maksilaris dan sinusitis ethmoidalis.Secara klinis sinusitis
dibagian atas:
• Sinusitis akut, bila infeksi beberapa hari sampai beberapa minggu.
• Sinusitis subakut, bila infeksi beberapa minggu hingga beberapa bulan.
• Sinusitis Kronis, bila infeksi beberapa bulah hingga beberapa tahun.
Sinusitis disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya adalah bakteri,
gejala awal sinus diawali dengan rasa nyeri pada area sekitar hidung dan muncul
mukus berlebih. Sinusitis dapat dicegah dan diobati salah satunya dengan terapi
antibiotika.
3.2 Saran
Menjaga kesehatan hidung sangat dianjurkan untuk mencegah sinusitis
yang dapat mengganggu jalannya pernapasan. Membersihkan hidung dengan
menggunakan alat lebih dianjurkan. Jika sinusitis terjadi akibat faktor gen, oleh
karena itu, ketahui gejala sedari dini, mempersiapkan obat-obat pereda guna
mencegah komplikasi penting dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Darmawan, A. 2013. Penyakit Sistem Respirasi Akibat Kerja. Bagian Ilmu
Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Jambi : Jambi
Hafni, L., Simanjuntak, M. 2018. Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Sinusitis
Menggunakan Metode Bayes Berbasis Web. Program Studi
Informatika, STMIK Kaputama Binjai : Sumatera Utara
Ridho, M., dkk. 2019. Sinusitis dan Polip Nasal. Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya : Palembang
14