FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI II
SISTEM RESPIRASI
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK I
FARMASI B 2015
NAMA : SALLY NORCELINA G 701 15 219
NOVITA PRATIWI G 701 15 052
AYU FADLIA G 701 15 199
REGITA CAHYANI G 701 15 269
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2017
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah SISTEM RESPIRASI ini
untuk memenuhi tugas mata kuliah FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI II
Penulis
Kelompok 3
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................
Kata Pengantar.................................................................................
Daftar Isi..........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang ....................................................................................
I.2 Rumusan Masalah................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
II.1Penyakit Sinusitis
PENDAHULUAN
Sistem pernapasan secara garis besarnya terdiri dari paru-paru dan susunan
saluran yang menghubungkan paru-paru dengan yang lainnya, yaitu hidung,
tekak, pangkal tenggorok, tenggorok, cabang tenggorok.Metabolisme normal
dalam sel-sel makhluk hidup memerlukan oksigen dan karbon dioksida
sebagai sisa metabolisme yang harus dikeluarkan dari tubuh. Pertukaran gas
O2 dan CO2 dalam tubuh makhluk hidup di sebut pernapasan atau respirasi.
O2 dapat keluar masuk jaringan dengan cara difusi.
Sistem respirasi atau sistem pernapasan terdapat pada manuasia dan hewan
(seperti; insekta, ikan, amfibi dan burung). Sedangkan sistem pernapasan
pada manusia terjadi melalui saluran penghantar udara yaitu alat-alat
pernapasan yang terdapat dalam tubuh, dimana masing-masing alat
pernapasan tersebut memiliki fungsi yang berbeda-beda.
Sebagai makhluk hidup kita masih hidup sampai saat ini karena setiap saat
kita selalu bernafas menghirup udara. Makhluk hidup, di dunia ini, baik itu
hewan maupun manusia akan mati (wafat) jika sudah tidak dapat bernafas
lagi. Sebenarnya bagaimana sistem pernafasan yang terdapat dalam tubuh kita
? maka dari itu penulis ingin mengetahui lebih banyak tentang sistem
pernapasan pada mammalia khususnya manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Penyakit Sinusitis
Sinusitis adalah inflamasi atau peradangan pada dinding sinus. Sinus
adalah rongga kecil berisi udara yang terletak di belakang tulang pipi dan
dahi. Sinusitis termasuk penyakit umum yang bisa menjangkiti orang-orang
pada segala umur.
Sinusitis akut.
Sinusitis Subakut.
Sinusitis Kronis.
Sinusitis Kambuhan.
Sakit kepala
Demam dengan suhu 38Celcius atau lebih
Hidung tersumbat atau keluar cairan kuning kehijauan
Nyeri pada bagian wajah dan terasa sakit ketika ditekan
Kehilangan indera penciuman
Napas berbau (halitosis)
Untuk kasus sinusitis yang parah, ada kemungkinan dibutuhkan operasi untuk
meningkatkan fungsi sinus dan juga fungsi drainase-nya. Operasi hanya
disarankan jika pengobatan sinusitis lainnya gagal memberikan hasil.
Ada banyak hal yang bisa mengakibatkan sinus mengalami peradangan dan
penyebab yang paling umum dari sinusitis akut adalah flu, yang merupakan
hasil dari infeksi virus. Namun pada beberapa kasus, sinusitis akut juga bisa
disebabkan oleh infeksi bakteri.
Sedangkan penyebab sinusitis kronis tidak diketahui dengan jelas, tapi ada
beberapa hal yang diduga terkait sebagai pemicu sinusitis kronis, yaitu:
G. PENGOBATAN SINUSITIS
Kebanyakan kasus sinusitis akut yang disebabkan infeksi virus dapat sembuh
dengan sendirinya. Untuk meringankan gejala-gejalanya, penderita hanya
perlu melakukan beberapa langkah penanganan yaitu:
Jika pengobatan dan penanganan tidak juga membuat kondisi sinusitis kronis
membaik, biasanya karena adanya kelainan struktur sinus tidak sempurna
sehingga saluran keluar sinus tersumbat. Maka dokter juga bisa mengambil
langkah pembedahan sinus atau BSEF. Operasi ini sangat efektif dalam
mengurangi gejala yang muncul.
Prosedur operasi akan dilakukan di bawah pengaruh bius umum bagi pasien,
tapi operasi ini juga bisa dilakukan dengan bius lokal. Hidung pasien akan
dijadikan mati rasa.
Ketika operasi, dokter bedah akan memasukkan endoskop ke dalam hidung.
Endoskop adalah selang kecil dengan lensa kamera di ujungnya untuk
memperbesar tampilan dari dalam hidung. Dokter bisa melihat bagian terbuka
dari saluran drainase sinus. Setelah ini, dokter bedah akan melakukan:
Operasi ini bertujuan meningkatkan drainase sinus Anda dan membantu sinus
berfungsi dengan normal kembali. Dokter bedah juga akan memasukkan
implan yang akhirnya bisa larut dengan sendirinya. Implan ini akan menjaga
sinus tetap terbuka dan bisa menyalurkan steroid mometasone langsung ke
dinding sinus.
Asma adalah jenis penyakit jangka panjang atau kronis pada saluran pernapasan
yang ditandai dengan peradangan dan penyempitan saluran napas yang
menimbulkan sesak atau sulit bernapas. Selain sulit bernapas, penderita asma juga
bisa mengalami gejala lain seperti nyeri dada, batuk-batuk, dan mengi. Asma bisa
diderita oleh semua golongan usia, baik muda atau tua.
Meskipun penyebab pasti asma belum diketahui secara jelas, namun ada
beberapa hal yang kerap memicunya, seperti asap rokok, debu, bulu binatang,
aktivitas fisik, udara dingin, infeksi virus, atau bahkan terpapar zat kimia.
Menurut data yang dikeluarkan WHO pada bulan Mei tahun 2014, angka
kematian akibat penyakit asma di Indonesia mencapai 24.773 orang atau sekitar
1,77 persen dari total jumlah kematian penduduk. Setelah dilakukan penyesuaian
umur dari berbagai penduduk, data ini sekaligus menempatkan Indonesia di
urutan ke-19 di dunia perihal kematian akibat asma.
B. Diagnosis asma
Untuk mengetahui apakah seorang pasien menderita penyakit asma, maka dokter
perlu melakukan sejumlah tes. Namun sebelum tes dilakukan, dokter biasanya
akan mengajukan pertanyaan pada pasien mengenai gejala apa saja yang
dirasakan, waktu kemunculan gejala tersebut, dan riwayat kesehatan pasien serta
keluarganya.
Jika seluruh keterangan yang diberikan pada pasien mengarah pada penyakit
asma, maka selanjutnya dokter bisa melakukan tes untuk memperkuat diagnosis,
misalnya:
1. Spirometri
2. Tes Arus Puncak Ekspirasi (APE)
3. Uji Provokasi Bronkus
4. Pengukuran Status Alergi
5. CT Scan
6. Rontgen
Jika seseorang terdiagnosis mengidap asma saat kanak-kanak, gejalanya mungkin
bisa menghilang ketika dia remaja dan muncul kembali saat usianya lebih dewasa.
Namun gejala asma yang tergolong menengah atau berat di masa kanak-kanak,
akan cenderung tetap ada walau bisa juga muncul kembali. Kendati begitu, asma
bisa muncul di usia berapa pun dan tidak selalu berawal dari masa kanak-kanak.
C. Pengobatan asma
Ada dua tujuan dalam pengobatan penyakit asma, yaitu meredakan gejala dan
mencegah gejala kambuh. Untuk mendukung tujuan tersebut, diperlukan rencana
pengobatan dari dokter yang disesuaikan dengan kondisi pasien. Rencana
pengobatan meliputi cara mengenali dan menangani gejala yang memburuk, serta
obat-obatan apa yang harus digunakan.
Penting bagi pasien untuk mengenali hal-hal yang dapat memicu asma mereka
agar dapat menghindarinya. Jika gejala asma muncul, obat yang umum
direkomendasikan adalah inhaler pereda.
Bilamana terjadi serangan asma dengan gejala yang terus memburuk (secara
perlahan-lahan atau cepat) meskipun sudah ditangani dengan inhaler atau obat-
obatan lainnya, maka penderita harus segera mendapatkan penanganan di rumah
sakit. Meski jarang terjadi, serangan asma bisa saja membahayakan nyawa. Bagi
penderita asma kronis, peradangan pada saluran napas yang sudah berlangsung
lama dan berulang-ulang bisa menyebabkan penyempitan permanen.
D. Komplikasi asma
Berikut ini adalah dampak akibat penyakit asma yang bisa saja terjadi:
Pneumonia.
Gagal pernapasan.
Kematian.
Jika penggunaan inhaler pereda asma reaksi cepat makin meningkat, segera
konsultasikan kepada dokter agar rencana penanganan asma Anda disesuaikan
kembali. Selain itu, disarankan untuk melakukan vaksinasi
influenza dan pneumonia secara teratur untuk mencegah memburuknya penyakit
asma yang disebabkan kedua penyakit tersebut.
Gejala utama asma meliputi sulit bernapas (terkadang bisa membuat penderita
megap-megap), batuk-batuk, dada yang terasa sesak, dan mengi (suara yang
dihasilkan ketika udara mengalir melalui saluran napas yang menyempit). Apabila
gejala ini kumat, sering kali penderita asma menjadi sulit tidur.
Tingkat keparahan gejala asma bervariasi, mulai dari yang ringan hingga parah.
Memburuknya gejala biasanya terjadi pada malam hari atau dini hari. Sering kali
hal ini membuat penderita asma menjadi sulit tidur dan kebutuhan akan inhaler
semakin sering. Selain itu, memburuknya gejala juga bisa dipicu oleh reaksi
alergi atau aktivitas fisik.
Gejala asma yang memburuk secara signifikan disebut serangan asma. Serangan
asma biasanya terjadi dalam kurun waktu 6-24 jam, atau bahkan beberapa hari.
Meskipun begitu, ada beberapa penderita yang gejala asmanya memburuk dengan
sangat cepat kurang dari waktu tersebut.
Selain sulit bernapas, sesak dada, dan mengi yang memburuk secara signifikan,
tanda-tanda lain serangan asma parah dapat meliputi:
Penyebab asma secara pasti masih belum diketahui. Meskipun begitu, ada
beberapa hal yang dapat memicu kemunculan gejala penyakit ini, di antaranya:
Infeksi paru-paru dan saluran napas yang umumnya menyerang saluran napas
bagian atas seperti flu.
Alergen (bulu hewan, tungau debu, dan serbuk bunga).
Paparan zat di udara, misalnya asap kimia, asap rokok, dan polusi udara.
Faktor kondisi cuaca, seperti cuaca dingin, cuaca berangin, cuaca panas yang
didukung kualitas udara yang buruk, cuaca lembap, dan perubahan suhu yang
drastis.
Kondisi interior ruangan yang lembap, berjamur, dan berdebu.
Stres.
Emosi yang berlebihan (kesedihan yang berlarut-larut, marah berlebihan, dan
tertawa terbahak-bahak).
Aktivitas fisik (misalnya olahraga).
Obat-obatan, misalnya obat pereda nyeri anti-inflamasi nonsteroid (aspirin,
naproxen, dan ibuprofen) dan obat penghambat beta (biasanya diberikan pada
penderita gangguan jantung atau hipertensi).
Makanan atau minuman yang mengandung sulfit (zat alami yang kadang-
kadang digunakan sebagai pengawet), misalnya selai, udang, makanan olahan,
makanan siap saji, minuman kemasan sari buah, bir, dan wine.
Alergi makanan (misalnya kacang-kacangan).
Penyakit refluks gastroesofageal (GERD) atau penyakit di mana asam
lambung kembali naik ke kerongkongan sehngga mengiritasi saluran cerna
bagian atas.
Sangat penting untuk mengetahui apa yang kerap memicu munculnya gejala
apabila Anda adalah seorang penderita asma. Setelah mengetahuinya, hindari hal-
hal tersebut karena itu merupakan cara terbaik bagi Anda untuk mencegah
terjadinya serangan asma.
Saat gejala asma muncul, saluran pernapasan akan menyempit dan otot-otot di
sekitar saluran tersebut mengencang. Selain itu, ada peningkatan peradangan pada
lapisan saluran pernapasan dan produksi dahak yang makin menambah
penyempitan pada saluran pernapasan.
- Lahir dengan berat badan di bawah normal, yaitu kurang dari dua
kilogram.
- Terpapar asap rokok saat masih kecil. Pada kasus ibu yang merokok saat
hamil, risiko anak untuk menderita asma akan meningkat.
DIAGNOSIS ASMA
Tes berikutnya yang bisa dipakai untuk mendiagnosis asma adalah tes
kadar arus ekspirasi puncak. Di dalam tes yang dibantu dengan alat
bernama peak flow meter (PFM) ini , kecepatan udara dari paru-paru dalam sekali
napas yang bisa diembuskan oleh pasien akan diukur guna mendapatkan data
tingkat arus ekspirasi puncak (PEFR). Dokter biasanya menyarankan pasien untuk
membeli sebuah PFM untuk digunakan di rumah, serta membuat sebuah catatan
PEFR tiap harinya. Selain itu, pasien juga akan disarankan untuk mencatat tiap
gejala yang muncul agar dokter bisa mengetahui kapan asma memburuk.
Jika pasien merasa bahwa gejala gangguan pernapasan kerap pulih ketika sedang
tidak bekerja, kemungkinan pasien mengidap asma yang berkaitan dengan kondisi
pekerjaan. Kemungkinan di tempat pasien bekerja terdapat zat-zat yang memicu
kambuhnya gejala asma. Hal ini biasanya terjadi pada orang-orang yang
berprofesi sebagai perawat, pegawai pabrik pengolahan bahan kimia, staf
laboratorium, tukang cat, tukang las, pekerja pengolahan kayu, pengurus hewan,
dan pekerja pengolahan makanan. Untuk mendukung diagnosis, biasanya dokter
akan meminta pasien melakukan tes aliran ekspirasi puncak (PEFR) dengan
menggunakan peak flow meter (PFM), baik di tempat bekerja maupun di luar
lingkungan kerja. Dari data yang didapat, dokter bisa memperkirakan apakah
pasien mengidap asma akibat pekerjaan.
Jika Anda terdiagnosis mengidap asma akibat paparan zat di lingkungan
pekerjaan, informasikan hasil diagnosis tersebut kepada perusahaan tempat Anda
bekerja, terutama pada bagian layanan kesehatan kerja. Perusahaan memiliki
tanggung jawab untuk menjamin kesehatan karyawan.
Contohnya, apabila asma Anda dipicu kandungan zat yang ada pada bahan baku
produksi, maka minta perusahaan untuk memberi Anda perlengkapan yang dapat
melindungi diri dari paparan zat tersebut atau memindahkan Anda ke divisi lain
yang tidak melibatkan pengolahan secara langsung. Hal ini bisa coba Anda ajukan
apabila perusahaan tidak memungkinkan untuk mengganti bahan-bahan produksi
tersebut dengan bahan-bahan yang lebih aman.
Selain spirometri dan tes kadar arus ekspirasi puncak, beberapa tes lainnya
mungkin dibutuhkan pasien untuk memperkuat dugaan asma atau membantu
mendeteksi penyakit-penyakit selain asma. Contoh-contoh tes tersebut adalah:
1. Tes untuk melihat adanya peradangan pada saluran napas. Dalam tes ini,
dokter akan mengukur kadar oksida nitrat dalam napas ketika pasien bernapas.
Jika kadar zat tersebut tinggi, maka bisa jadi merupakan tanda-tanda
peradangan pada saluran pernapasan. Selain oksida nitrat, dokter juga akan
mengambil sampel dahak untuk mengecek apakah paru-paru pasien
mengalami radang.
2. Tes responsivitas saluran napas (uji provokasi bronkus). Tes ini digunakan
untuk memastikan bagaimana saluran pernapasan pasien bereaksi ketika
terpapar salah satu pemicu asma. Dalam tes ini, pasien biasanya akan diminta
menghirup serbuk kering(mannitol). Setelah itu pasien akan diminta untuk
menghembuskan napas ke dalam spirometer untuk mengukur seberapa tinggi
tingkat perubahan FEV1 dan FVC setelah terkena pemicu. Jika hasilnya turun
drastis, maka dapat diperkirakan pasien mengidap asma. Pada anak-anak,
selain mannitol, media yang bisa dipakai untuk memicu asma adalah olah
raga.
3. Pemeriksaan status alergi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui
apakah gejala-gejala asma yang dirasakan oleh pasien disebabkan oleh alergi.
Misalnya alergi pada makanan, tungau, debu, serbuk sari, atau gigitan
serangga.
4. CT Scan. Pemeriksaan ini bisa dilakukan oleh dokter apabila mencurigai
bahwa gejala sesak napas pada diri pasien bukan disebabkan oleh asma,
melainkan infeksi di dalam paru-paru atau kelainan struktur rongga hidung.
5. Pemeriksaan rontgen. Tujuan dilakukannya pemeriksaan ini sama seperti
pemeriksaan CT Scan, yaitu untuk melihat apakah gangguan
pernapasandisebabkan oleh kondisi lain.
PENGOBATAN ASMA
Anda mungkin akan disarankan untuk membeli peak flow meter (PFM) atau alat
pengukur aliran ekspirasi puncak sebagai bagian dari pengobatan. Dengan cara ini
Anda dapat memonitor asma Anda sendiri sehingga dapat mengetahui serangan
asma lebih dini dan mengambil langkah penanganan yang perlu.
Selain inhaler, ada juga yang disebut sebagai spacer. Ini merupakan wadah dari
logam atau plastik yang dilengkapi dengan corong isap di satu ujungnya dan
lubang di ujung lainnya untuk dipasangkan inhaler. Saat inhaler ditekan, obat
akan masuk ke dalam spacer dan dihirup melalui corong spacer itu
sendiri. Spacer juga dapat mengurangi risiko sariawan di mulut atau tenggorokan
akibat efek samping dari obat-obatan asma yang dihirup.
Sebagai bagian dari penanganan asma yang baik, penting bagi Anda untuk
memastikan bahwa dokter atau apoteker mengajari cara menggunakan inhaler
dengan benar.
Ada dua jenis inhaler yang digunakan dalam penanganan penyakit asma, yaitu:
Inhaler pereda. Inhaler pereda digunakan untuk meringankan gejala asma
dengan cepat saat serangan sedang berlangsung. Biasanya inhaler ini berisi obat-
obatan yang disebut short-acting beta2-agonist atau beta2-agonist yang memiliki
reaksi cepat (misalnya terbutaline dan salbutamol). Obat ini mampu melemaskan
otot-otot di sekitar saluran pernapasan yang menyempit. Dengan begitu, saluran
pernapasan dapat terbuka lebih lebar dan membuat pengidap asma dapat bernapas
kembali dengan lebih mudah. Obat-obatan yang terkandung di dalam inhaler
pereda jarang menimbulkan efek samping dan aman digunakan selama tidak
berlebihan. Inhaler pereda tidak perlu sering digunakan lagi jika asma sudah
terkendali dengan baik. Bagi pengidap asma yang harus menggunakan obat ini
sebanyak lebih dari tiga kali dalam seminggu, maka keseluruhan penanganan
perlu ditinjau ulang.
Inhaler pencegah. Selain dapat mencegah terjadinya serangan asma,
inhaler pencegah juga dapat mengurangi jumlah peradangan dan sensitivitas yang
terjadi di dalam saluran napas. Biasanya Anda harus menggunakan inhaler
pencegah tiap hari untuk sementara waktu sebelum merasakan manfaatnya secara
utuh. Anda juga mungkin akan membutuhkan inhaler pereda untuk meredakan
gejala saat serangan asma terjadi. Namun jika Anda terus-menerus membutuhkan
inhaler pereda tersebut, maka penanganan Anda harus ditinjau ulang secara
keseluruhan. Umumnya pengobatan pencegah disarankan jika Anda mengalami
serangan asma lebih dari dua kali dalam seminggu, harus menggunakan inhaler
pereda lebih dari dua kali dalam seminggu, atau terbangun pada malam hari sekali
atau lebih dalam seminggu akibat serangan asma. Inhaler pencegah biasanya
mengandung obat-obatan steroid seperti budesonide, beclometasone, mometasone,
dan fluticasone. Merokok dapat menurunkan kinerja obat ini.
Jika asma tidak kunjung mereda oleh pengobatan di atas, dokter bisa
meningkatkan dosisinhaler pencegah. Jika langkah ini tidak juga dapat
mengendalikan gejala asma, biasanya dokter akan memberikan Anda tambahan
obat yang disebut long-acting reliever atau obat pereda asma reaksi lambat (long-
acting bronchodilator/long-acting beta2-agonist atau LABA). Khasiatnya sama
dengan obat pereda reaksi cepat, hanya saja kinerjanya butuh waktu yang lebih
lama dan efeknya bisa bertahan hingga 12 jam. Contoh inhaler pereda reaksi
lambat adalah salmeterol dan formoterol.
Sama seperti inhaler pereda, penanganan asma dengan inhaler pereda juga terbukti
sangat aman pada dosis reguler. Efek samping biasanya terjadi pada penggunaan
dosis tinggi dan dalam penggunaan jangka panjang. Efek samping tersebut adalah
infeksi jamur di dalam mulut atau tenggorokan yang disebut juga sebagai
kandidiasis oral. Efek samping lainnya adalah suara Anda menjadi serak. Namun
efek samping ini bisa dicegah jika Anda menggunakan spacer. Selain itu,
dianjurkan untuk berkumur dengan air bersih setelah
menggunakan inhaler pencegah.
Untuk penggunaan inhaler pereda reaksi lambat, efek samping yang mungkin
muncul adalah sakit kepala, kram otot, dan sedikit gemetar pada tangan. Dokter
biasanya akan menjelaskan kepada Anda mengenai manfaat dan risiko dari
pengobatan tersebut. Biasanya kondisi Anda akan dipantau diawal pengobatan dan
ditinjau ulang secara rutin. Jika penggunaan inhaler pereda reaksi lambat tidak
kunjung meredakan asma Anda, hentikan secepatnya.
1. Steroid oral. Tablet steroid mungkin akan diresepkan dokter jika asma Anda
masih belum bisa dikendalikan. Pengobatan ini biasanya dipantau oleh dokter
spesialis paru yang menangani penderita asma karena jika digunakan secara
jangka panjang (misalnya lebih dari tiga bulan), berisiko menyebabkan efek
samping tertentu, seperti hipertensi, kenaikan berat badan, otot melemah,
pengeroposan tulang, kulit menipis dan mudah memar. Selain itu, efek
samping yang lebih serius yang bisa saja terjadi adalah katarak dan glaukoma.
Oleh karena itu pengobatan dengan steroid oral hanya dianjurkan jika Anda
telah melakukan cara pengobatan lainnya, namun belum berhasil. Sebagian
besar orang hanya perlu menggunakan steroid oral selama 1-2 minggu dan
sebagai obat tambahan untuk menangani infeksi tambahan (seperti infeksi
pada paru). Biasanya mereka akan kembali ke pengobatan sebelumnya setelah
asma dapat dikendalikan. Sebaiknya Anda rutin memeriksakan diri agar
terhindar dari osteoporosis, diabetes, dan tekanan darah tinggi.
2. Tablet theophylline. Obat yang bisa difungsikan sebagai obat pencegah gejala
asma ini bekerja dengan cara membantu melebarkan saluran napas dengan
melemaskan otot-otot di sekelilingnya. Pada sebagian orang, tablet
theophylline diketahui menyebabkan efek samping, seperti mual, sakit kepala,
muntah,insomnia,dangangguan perut. Namun hal ini biasanya dapat dihindari
dengan penyesuaian dosis.
3. Tablet leukotriene receptor antagonist (montelukast). Obat ini bekerja
dengan cara menghambat bagian dari reaksi kimia yang menyebabkan radang
di dalam saluran pernapasan. Sama seperti theophylline, obat ini digunakan
untuk mencegah gejala asma. Leukotriene receptor antagonist dapat
menimbulkan efek samping berupa sakit kepala dan gangguan perut.
4. Ipratropium. Meski lebih banyak diresepkan pada kasus bronkitis kronis dan
emfisema, ipratropium juga bisa digunakan untuk menanggulangi serangan
asma. Obat ini mampu memperlancar aliran pernapasan dengan cara
melemaskan otot-otot saluran pernapasan yang mengencang ketika gejala
asma kambuh.
5. Omalizumab. Obat ini mampu menurunkan risiko terjadinya peradangan
saluran pernapasan dengan cara mengikat salah satu protein yang terlibat di
dalam respons imun dan mengurangi kadarnya pada darah.
Umumnya, omalizumabdirekomendasikan bagi penderita yang menderita
asma karena alergi dan sering mengalami serangan asma. Sebagai obat yang
biasanya hanya diresepkan oleh dokter spesialis, omalizumab diberikan
dengan cara disuntikkan tiap 2-4 minggu sekali.
Penggunaan omalizumab harus dihentikan jika obat ini tidak berhasil
mengendalikan asma dalam kurun waktu enam belas minggu.
6. Bronchial thermoplasty. Ini merupakan prosedur pengobatan asma baru yang
masih terus diteliti dan belum tersedia di Indonesia. Dalam beberapa kasus,
prosedur ini digunakan untuk mengobati asma parah dengan cara merusak
otot-otot sekitar saluran napas yang dapat mengurangi penyempitan pada
saluran pernapasan. Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa prosedur
ini dapat mengurangi serangan asma dan memperbaiki kualitas hidup
penderita asma parah. Kendati begitu, keuntungan maupun kerugian secara
jangka panjangnya belum sepenuhnya diketahui.
Penyakit paru obstruktif kronis atau sering disingkat PPOK adalah istilah
yang digunakan untuk sejumlah penyakit yang menyerang paru-paru untuk jangka
panjang. Penyakit ini menghalangi aliran udara dari dalam paru-paru sehingga
pengidap akan mengalami kesulitan dalam bernapas.
Serangan kambuhan PPOK terkadang bisa terjadi secara tiba-tiba dengan gejala
yang lebih parah untuk beberapa hari dan bahkan bisa membahayakan. Kondisi ini
kemudian reda dan bisa terulang lagi. Makin lama seseorang mengidap PPOK,
gejala-gejala yang muncul saat serangan ulang terjadi juga akan makin parah.
Jika ada dugaan Anda mengalami gejala PPOK, segera periksakan diri Anda ke
dokter. Jangan menundanya.
Rokok. Pajanan asap rokok pada perokok aktif maupun pasif merupakan
faktor utama penyebab PPOK serta sejumlah penyakit pernapasan lainnya.
Diperkirakan, sekitar satu dari empat orang perokok aktif mengidap PPOK.
Pajanan polusi udara, misalnya asap kendaraan bermotor, debu, atau bahan
kimia.
Usia. PPOK akan berkembang secara perlahan selama bertahun-tahun. Gejala
penyakit umumnya muncul pada pengidap yang berusia 35 hingga 40 tahun.
Faktor keturunan. Jika memiliki anggota keluarga yang mengidap PPOK,
Anda juga memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena penyakit yang sama.
- Menerapkan gaya hidup yang sehat, seperti menjaga pola makan yang
sehat dan rutin berolahraga.
Ada juga pasien PPOK yang hanya perlu melakukannya pada malam hari.
Terapi oksigen jenis ini dilakukan terhadap pasien PPOK parah yang sesak napas
saat tidur di malam hari, biasa dikenal dengan istilah oksigen nokturnal. Ada juga
pasien yang memerlukan oksigen saat beraktivitas, seperti olahraga atau aktivitas
fisik lainnya. Jenis ini dalam dunia medis biasa dinamakan eksersional
oksigen.Perhatikan pula bahwa tidak selamanya pasien PPOK yang menjalani
terapi oksigen membutuhkannya terus. Sebagian pasien mungkin hanya
membutuhkan waktu beberapa minggu saja. Penghentian terapi ini bisa dilakukan
manakala gejala PPOK parah telah sembuh. Gejala PPOK sendiri kadang
memburuk karena pasien turut menderita pneumonia atau flu. Pelaksanaan terapi
oksigen bisa saja harus dilakukan selamanya jika dokter menyatakan kondisi
pasien sudah terlalu parah.
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
Sistem pernapasan secara garis besarnya terdiri dari paru-paru dan susunan
saluran yang menghubungkan paru-paru dengan yang lainnya, yaitu hidung,
tekak, pangkal tenggorok, tenggorok, cabang tenggorok.Metabolisme normal
dalam sel-sel makhluk hidup memerlukan oksigen dan karbon dioksida
sebagai sisa metabolisme yang harus dikeluarkan dari tubuh. Pertukaran gas
O2 dan CO2 dalam tubuh makhluk hidup di sebut pernapasan atau respirasi.
O2 dapat keluar masuk jaringan dengan cara difusi.
Sebagai makhluk hidup kita masih hidup sampai saat ini karena setiap saat
kita selalu bernafas menghirup udara. Makhluk hidup, di dunia ini, baik itu
hewan maupun manusia akan mati (wafat) jika sudah tidak dapat bernafas
lagi. Sebenarnya bagaimana sistem pernafasan yang terdapat dalam tubuh kita
? maka dari itu penulis ingin mengetahui lebih banyak tentang sistem
pernapasan pada mammalia khususnya manusia.
III.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Tambayong, Jan. 1999. Anatomi dan Fisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: