Anda di halaman 1dari 33

TUGAS MAKALAH

FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI II
SISTEM RESPIRASI

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK I
FARMASI B 2015
NAMA : SALLY NORCELINA G 701 15 219
NOVITA PRATIWI G 701 15 052
AYU FADLIA G 701 15 199
REGITA CAHYANI G 701 15 269

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2017
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah SISTEM RESPIRASI ini
untuk memenuhi tugas mata kuliah FARMAKOLOGI TOKSIKOLOGI II

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan


bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan
makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih


ada kekurangan. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah


dan manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.

Penulis

Kelompok 3
DAFTAR ISI

Halaman Judul.................................................................................
Kata Pengantar.................................................................................
Daftar Isi..........................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang ....................................................................................
I.2 Rumusan Masalah................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
II.1Penyakit Sinusitis

II.2 Penyakit Asthma .

II.3 Penyakit PPOK.

BAB III PENUTUP


III.1 Kesimpulan.......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar belakang

Sistem pernapasan secara garis besarnya terdiri dari paru-paru dan susunan
saluran yang menghubungkan paru-paru dengan yang lainnya, yaitu hidung,
tekak, pangkal tenggorok, tenggorok, cabang tenggorok.Metabolisme normal
dalam sel-sel makhluk hidup memerlukan oksigen dan karbon dioksida
sebagai sisa metabolisme yang harus dikeluarkan dari tubuh. Pertukaran gas
O2 dan CO2 dalam tubuh makhluk hidup di sebut pernapasan atau respirasi.
O2 dapat keluar masuk jaringan dengan cara difusi.

Sistem respirasi atau sistem pernapasan terdapat pada manuasia dan hewan
(seperti; insekta, ikan, amfibi dan burung). Sedangkan sistem pernapasan
pada manusia terjadi melalui saluran penghantar udara yaitu alat-alat
pernapasan yang terdapat dalam tubuh, dimana masing-masing alat
pernapasan tersebut memiliki fungsi yang berbeda-beda.

Sistem pernapasan atau sistem respirasi adalah sistem organ yang


digunakan untuk pertukaran gas. Pada hewan berkaki empat, sistem
pernapasan umumnya termasuk saluran yang digunakan untuk membawa
udara ke dalam paru-paru di mana terjadi pertukaran gas. Diafragma menarik
udara masuk dan juga mengeluarkannya. Berbagai variasi sistem pernapasan
ditemukan pada berbagai jenis makhluk hidup

Sebagai makhluk hidup kita masih hidup sampai saat ini karena setiap saat
kita selalu bernafas menghirup udara. Makhluk hidup, di dunia ini, baik itu
hewan maupun manusia akan mati (wafat) jika sudah tidak dapat bernafas
lagi. Sebenarnya bagaimana sistem pernafasan yang terdapat dalam tubuh kita
? maka dari itu penulis ingin mengetahui lebih banyak tentang sistem
pernapasan pada mammalia khususnya manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Penyakit Sinusitis
Sinusitis adalah inflamasi atau peradangan pada dinding sinus. Sinus
adalah rongga kecil berisi udara yang terletak di belakang tulang pipi dan
dahi. Sinusitis termasuk penyakit umum yang bisa menjangkiti orang-orang
pada segala umur.

Beberapa tipe sinusitis berdasarkan lamanya perjalanan penyakit,


antara lain:

Sinusitis akut.
Sinusitis Subakut.
Sinusitis Kronis.
Sinusitis Kambuhan.

Secara umum, gejala pada sinusitis adalah:

Sakit kepala
Demam dengan suhu 38Celcius atau lebih
Hidung tersumbat atau keluar cairan kuning kehijauan
Nyeri pada bagian wajah dan terasa sakit ketika ditekan
Kehilangan indera penciuman
Napas berbau (halitosis)

A. Letak Sinus Pada Bagian Tubuh Manusia


Sinus merupakan ruangan-ruangan kecil yang saling berhubungan melalui
saluran udara di dalam tulang tengkorak. Rongga sinus membuka lubang pada
hidung.Terdapat empat pasang sinus di dalam kerangka kepala manusia yaitu
di belakang dahi, di kedua sisi dari batang hidung, di belakang mata, serta di
belakang tulang pipi.
Lendir atau mukus yang dihasilkan oleh sinus berfungsi membantu
mengendalikan suhu dan kelembapan udara yang masuk ke paru-paru. Lendir
ini mengalir ke hidung melalui saluran-saluran kecil. Saluran ini bisa
terhalang jika sinus terinfeksi atau mengalami peradangan.
B. Penyebab Utama dan Faktor Pemicu Kemunculan Sinusitis
Penyebab sinusitis yang paling umum pada orang dewasa adalah karena
pembengkakan dinding dalam hidung. Kondisi ini sering kali disebabkan oleh
virus flu atau pilek yang disebarkan sinus dari saluran pernapasan atas. Faktor
pemicu sinusitis pada orang dewasa selain infeksi virus adalah infeksi jamur,
infeksi gigi, serta kebiasaan merokok. Biasanya setelah terjadi pilek atau flu,
infeksi bakteri sekunder bisa terjadi. Ini akan menyebabkan dinding dari sinus
mengalami peradangan atau inflamasi.
Pada anak-anak sinusitis disebabkan oleh alergi, tertular penyakit dari anak-
anak lain di sekitarnya, kebiasaan menggunakan dot ataupun minum dari
botol dalam keadaan berbaring, dan tinggal di lingkungan yang penuh asap.

C. Langkah-langkah Mendiagnosis Sinusitis


Diagnosis sinusitis bisa dilakukan oleh dokter dengan melihat gejala yang
terjadi, misalnya hidung tersumbat atau beringus dengan rasa nyeri pada
wajah. Dokter juga akan melakukan pemeriksaan fisik pada hidung pasien.
Jika sinusitis yang diderita sudah parah atau muncul kembali, Anda
disarankan untuk menemui dokter spesialis THT (telinga, hidung,
tenggorokan). Dokter spesialis ini akan mencoba mencari penyebab utama
dari sinusitis yang terjadi. CT scan juga bisa digunakan untuk mencari tahu
penyebab sinusitis.

D. Obat-obatan Untuk Mengatasi Sinusitis


Kebanyakan penderita sinusitis tidak perlu menemui dokter, karena kasus
yang disebabkan virus akan hilang dengan sendirinya. Sinusitis butuh waktu
sekitar dua hingga tiga minggu untuk sembuh sepenuhnya. Kondisi ini lebih
lama dibandingkan pilek. Jika Anda menderita sinusitis ringan, obat-obatan
pereda rasa sakit dan dekongestan akan membantu mengurangi gejala yang
timbul.
Periksakan pada dokter jika gejala tidak membaik setelah seminggu memulai
pengobatan, kondisi makin memburuk atau terus-menerus kembali. Dalam
kasus seperti ini, antibiotik dan steroid semprot atau tetes mungkin akan
diresepkan oleh dokter.

Untuk kasus sinusitis yang parah, ada kemungkinan dibutuhkan operasi untuk
meningkatkan fungsi sinus dan juga fungsi drainase-nya. Operasi hanya
disarankan jika pengobatan sinusitis lainnya gagal memberikan hasil.

E. Penyakit-penyakit yang Bisa Muncul Akibat Komplikasi Sinusitis


Penderita sinusis akut yang tidak diobati dengan benar akan mengalami
komplikasi, yaitu sinusitis kronis.
Bila sinusitis kronis tidak juga ditangani dengan baik, maka juga akan terjadi
komplikasi antara lain:

Jika infeksi menyebar ke dinding otak, bisa menyebabkan meningitis.


Kerusakan indera penciuman sebagian atau seluruhnya.
Masalah dalam penglihatan. Penglihatan berkurang atau bahkan buta.
Memicu munculnya infeksi kulit atau tulang.

Gejala sinusitis dapat dibagi menjadi empat kelompok menurut lamanya


berlangsung yaitu:

- Sinusitis akut. Memiliki gejala yang timbul mendadak dan bertahan


hingga 14 hari, bahkan sebulan. Beberapa gejalanya adalah munculnya
mukus atau lendir berwarna kuning atau hijau dari hidung, sakit
kepala, nyeri pada wajah terutama sekitar mata, pipi, hidung, dan dahi
yang terasa lebih hebat bila membungkuk, terganggunya indera
penciuman, batuk, hidung beringus, demam, nafas berbau, kelelahan, dan
sakit gigi. Sinusitis biasanya muncul setelah infeksi saluran
pernapasan atas, misalnya karena pilek dan flu.

- Sinusitis Subakut. Peradangan sinus yang bertahan selama 1 sampai 3


bulan.
- Sinusitis Kronis. Beberapa gejalanya adalah hidung beringus atau justru
terasa tersumbat, nanah di rongga hidung dan cairan hidung berubah
warna, demam, wajah terasa penuh, dan demam. Kondisi sinusitis
dikatakan buruk bila nyeri, kemerahan, dan bengkak di sekitar mata dan
dahi, sakit kepala hebat, demam tinggi, penglihatan ganda, leher kaku, dan
kebingungan. Gejala peradangan sinus yang muncul bertahan hingga 3
bulan atau lebih.
- Sinusitis Kambuhan. Biasanya akan kambuh beberapa kali dalam satu
tahun.

F. Sinusitis Pada Anak-anak


Anak-anak dengan sinusitis akan merasa mudah kesal, tidak selera makan, dan
bernapas melalui mulut. Suara mereka akan terdengar sengau. Mereka seolah-
olah mengalami pilek berat karena sinusnya tertutup. Jika muncul gejala
seperti itu, bawalah anak Anda untuk menemui dokter.

Ada banyak hal yang bisa mengakibatkan sinus mengalami peradangan dan
penyebab yang paling umum dari sinusitis akut adalah flu, yang merupakan
hasil dari infeksi virus. Namun pada beberapa kasus, sinusitis akut juga bisa
disebabkan oleh infeksi bakteri.

Sedangkan penyebab sinusitis kronis tidak diketahui dengan jelas, tapi ada
beberapa hal yang diduga terkait sebagai pemicu sinusitis kronis, yaitu:

Polip hidung. Jaringan tumbuh ini bisa menghalangi saluran hidung.


Tetap merokok.
Kondisi medis lainnya. Komplikasi dari kondisi medis yang membuat
kekebalan tubuh menurun, contoh HIV/AIDS.
Alergi seperti hay fever, asma, dan rinitis alergi, dapat menyebabkan
terhalangnya saluran sinus.
Deviasi septum hidung. Septum hidung adalah dinding antara lubang
hidung. Septum bisa menghalangi saluran sinus.
Peningkatan Risiko Munculnya Sinusitis
beberapa faktor yang membuat sinus Anda lebih rentan untuk terserang
infeksi.
Alergi: rinitis (radang selaput hidung), asma dan hayfever (alergi serbuk
sari).
Melemahnya sistem kekebalan tubuh.
Penyempitan saluran hidung: ini bisa disebabkan karena kelainan struktur
tulang hidung sejak lahir seperti deviasi septum hidung atau karena trauma
luar yang mengakibatkan luka di wajah. Adanya tumor
ataupun polip, yaitu jaringan yang tumbuh membentuk massa di dalam
hidung juga akan menyebabkan penyempitan saluran hidung. Jika mukus
atau ingus mengumpul di daerah yang menyempit, ini bisa menyebabkan
infeksi sinus.
Kebiasaan merokok.
Cystic fibrosis atau fibrosis kistik: kelainan genetik di mana lendir yang
kental dan lengket tertumpuk dan menyumbat saluran di dalam tubuh,
meningkatkan risiko infeksi.

G. PENGOBATAN SINUSITIS

Kebanyakan kasus sinusitis akut yang disebabkan infeksi virus dapat sembuh
dengan sendirinya. Untuk meringankan gejala-gejalanya, penderita hanya
perlu melakukan beberapa langkah penanganan yaitu:

Semprotan hidung saline. Penderita disarankan untuk menyemprotkan


semprotan hidung saline beberapa kali dalam sehari ke hidung mereka
untuk membersihkan saluran hidung. Semprotan hidung ini merupakan
campuran air matang 400 mililiter, garam satu sendok teh, dan soda
bikarbonat satu sendok teh.
Pereda rasa sakit.
Dekongestan. Konsultasikan kepada dokter sebelum mengonsumsi
dekongestan. Obat ini tidak bisa digunakan lebih dari seminggu.
Kortikosteroid hidung, berfungsi untuk mencegah dan menangani
peradangan.
Jika sinusitis akut disebabkan oleh alergi, maka penderita biasanya juga
memerlukan imunoterapi untuk membantu mengurangi reaksi tubuh terhadap
zat yang membuat penderita alergi.

Sedangkan pengobatan sinusitis kronis biasanya ditujukan untuk mengurangi


peradangan sinus, menjaga saluran hidung tetap kering, menghilangkan
penyebab, mengurangi serangan sinusitis.

Beberapa penanganan untuk meredakan gejala-gejala sinusitis kronis adalah:

- Saline nasal irrigation, mampu mengurangi berkumpulnya cairan dan


membersihkan zat penyebab iritasi dan alergi.
- Kompres hangat, membantu mengurangi rasa nyeri di rongga sinus dan
hidung.
- Dekongestan semprot dan tetes hidung, ikuti pentunjuk dokter untuk
jangka waktu pemakaiannya.
Kadang pemberian antibiotik diperlukan jika penyebab sisnusitis adalah
infeksi bakteri. Sama seperti sinusitis akut, dokter akan memberikan
imunoterapi jika sinusitus disebabkan reaksi alergi.

Jika pengobatan dan penanganan tidak juga membuat kondisi sinusitis kronis
membaik, biasanya karena adanya kelainan struktur sinus tidak sempurna
sehingga saluran keluar sinus tersumbat. Maka dokter juga bisa mengambil
langkah pembedahan sinus atau BSEF. Operasi ini sangat efektif dalam
mengurangi gejala yang muncul.

Prosedur operasi akan dilakukan di bawah pengaruh bius umum bagi pasien,
tapi operasi ini juga bisa dilakukan dengan bius lokal. Hidung pasien akan
dijadikan mati rasa.
Ketika operasi, dokter bedah akan memasukkan endoskop ke dalam hidung.
Endoskop adalah selang kecil dengan lensa kamera di ujungnya untuk
memperbesar tampilan dari dalam hidung. Dokter bisa melihat bagian terbuka
dari saluran drainase sinus. Setelah ini, dokter bedah akan melakukan:

1. Pengangkatan jaringan, misalnya polip hidung yang mennyumbat saluran


sinus yang terpengaruh.
2. Pemompaan balon kecil untuk membuka saluran drainase dari sinus.
Proses ini lebih dikenal sebagai dilatasi kateter balon.

Operasi ini bertujuan meningkatkan drainase sinus Anda dan membantu sinus
berfungsi dengan normal kembali. Dokter bedah juga akan memasukkan
implan yang akhirnya bisa larut dengan sendirinya. Implan ini akan menjaga
sinus tetap terbuka dan bisa menyalurkan steroid mometasone langsung ke
dinding sinus.

II.2 Penyakit Asthma

Asma adalah jenis penyakit jangka panjang atau kronis pada saluran pernapasan
yang ditandai dengan peradangan dan penyempitan saluran napas yang
menimbulkan sesak atau sulit bernapas. Selain sulit bernapas, penderita asma juga
bisa mengalami gejala lain seperti nyeri dada, batuk-batuk, dan mengi. Asma bisa
diderita oleh semua golongan usia, baik muda atau tua.

Meskipun penyebab pasti asma belum diketahui secara jelas, namun ada
beberapa hal yang kerap memicunya, seperti asap rokok, debu, bulu binatang,
aktivitas fisik, udara dingin, infeksi virus, atau bahkan terpapar zat kimia.

Bagi seseorang yang memiliki penyakit asma, saluran pernapasannya lebih


sensitif dibandingkan orang lain yang tidak hidup dengan kondisi ini. Ketika paru-
paru teriritasi pemicu di atas, maka otot-otot saluran pernapasan penderita asma
akan menjadi kaku dan membuat saluran tersebut menyempit. Selain itu, akan
terjadi peningkatan produksi dahak yang menjadikan bernapas makin sulit
dilakukan.

A. Penderita asma di Indonesia


Laporan riset kesehatan dasar oleh Kementrian Kesehatan RI tahun 2013
memperkirakan jumlah pasien asma di Indonesia mencapai 4.5 persen dari total
jumlah penduduk. Provinsi Sulawesi Tengah menduduki peringkat penderita asma
terbanyak sebanyak 7.8 persen dari total penduduk di daerah tersebut.

Menurut data yang dikeluarkan WHO pada bulan Mei tahun 2014, angka
kematian akibat penyakit asma di Indonesia mencapai 24.773 orang atau sekitar
1,77 persen dari total jumlah kematian penduduk. Setelah dilakukan penyesuaian
umur dari berbagai penduduk, data ini sekaligus menempatkan Indonesia di
urutan ke-19 di dunia perihal kematian akibat asma.

B. Diagnosis asma
Untuk mengetahui apakah seorang pasien menderita penyakit asma, maka dokter
perlu melakukan sejumlah tes. Namun sebelum tes dilakukan, dokter biasanya
akan mengajukan pertanyaan pada pasien mengenai gejala apa saja yang
dirasakan, waktu kemunculan gejala tersebut, dan riwayat kesehatan pasien serta
keluarganya.

Jika seluruh keterangan yang diberikan pada pasien mengarah pada penyakit
asma, maka selanjutnya dokter bisa melakukan tes untuk memperkuat diagnosis,
misalnya:

1. Spirometri
2. Tes Arus Puncak Ekspirasi (APE)
3. Uji Provokasi Bronkus
4. Pengukuran Status Alergi
5. CT Scan
6. Rontgen
Jika seseorang terdiagnosis mengidap asma saat kanak-kanak, gejalanya mungkin
bisa menghilang ketika dia remaja dan muncul kembali saat usianya lebih dewasa.
Namun gejala asma yang tergolong menengah atau berat di masa kanak-kanak,
akan cenderung tetap ada walau bisa juga muncul kembali. Kendati begitu, asma
bisa muncul di usia berapa pun dan tidak selalu berawal dari masa kanak-kanak.
C. Pengobatan asma
Ada dua tujuan dalam pengobatan penyakit asma, yaitu meredakan gejala dan
mencegah gejala kambuh. Untuk mendukung tujuan tersebut, diperlukan rencana
pengobatan dari dokter yang disesuaikan dengan kondisi pasien. Rencana
pengobatan meliputi cara mengenali dan menangani gejala yang memburuk, serta
obat-obatan apa yang harus digunakan.

Penting bagi pasien untuk mengenali hal-hal yang dapat memicu asma mereka
agar dapat menghindarinya. Jika gejala asma muncul, obat yang umum
direkomendasikan adalah inhaler pereda.

Bilamana terjadi serangan asma dengan gejala yang terus memburuk (secara
perlahan-lahan atau cepat) meskipun sudah ditangani dengan inhaler atau obat-
obatan lainnya, maka penderita harus segera mendapatkan penanganan di rumah
sakit. Meski jarang terjadi, serangan asma bisa saja membahayakan nyawa. Bagi
penderita asma kronis, peradangan pada saluran napas yang sudah berlangsung
lama dan berulang-ulang bisa menyebabkan penyempitan permanen.

D. Komplikasi asma
Berikut ini adalah dampak akibat penyakit asma yang bisa saja terjadi:

Masalah psikologis (cemas, stres, atau depresi).

Menurunnya performa di sekolah atau di pekerjaan.

Tubuh sering terasa lelah.

Gangguan pertumbuhan dan pubertas pada anak-anak.


Status asmatikus (kondisi asma parah yang tidak respon dengan terapi
normal).

Pneumonia.

Gagal pernapasan.

Kerusakan pada sebagian atau seluruh paru-paru.

Kematian.

E. Mengendalikan penyakit asma


Jika Anda kebetulan mengidap asma atau hidup dengan asma sejak lama, jangan
cemas dengan kondisi ini karena asma merupakan penyakit yang masih dapat
dikendalikan asalkan Anda:

Mengenali dan menghindari pemicu asma.


Mengikuti rencana penanganan asma yang dibuat bersama dokter.
Mengenali serangan asma dan melakukan langkah pengobatan yang tepat.
Menggunakan obat-obatan asma yang disarankan oleh dokter secara teratur.
Memonitor kondisi saluran napas Anda.

Jika penggunaan inhaler pereda asma reaksi cepat makin meningkat, segera
konsultasikan kepada dokter agar rencana penanganan asma Anda disesuaikan
kembali. Selain itu, disarankan untuk melakukan vaksinasi
influenza dan pneumonia secara teratur untuk mencegah memburuknya penyakit
asma yang disebabkan kedua penyakit tersebut.

Gejala utama asma meliputi sulit bernapas (terkadang bisa membuat penderita
megap-megap), batuk-batuk, dada yang terasa sesak, dan mengi (suara yang
dihasilkan ketika udara mengalir melalui saluran napas yang menyempit). Apabila
gejala ini kumat, sering kali penderita asma menjadi sulit tidur.

Tingkat keparahan gejala asma bervariasi, mulai dari yang ringan hingga parah.
Memburuknya gejala biasanya terjadi pada malam hari atau dini hari. Sering kali
hal ini membuat penderita asma menjadi sulit tidur dan kebutuhan akan inhaler
semakin sering. Selain itu, memburuknya gejala juga bisa dipicu oleh reaksi
alergi atau aktivitas fisik.

Gejala asma yang memburuk secara signifikan disebut serangan asma. Serangan
asma biasanya terjadi dalam kurun waktu 6-24 jam, atau bahkan beberapa hari.
Meskipun begitu, ada beberapa penderita yang gejala asmanya memburuk dengan
sangat cepat kurang dari waktu tersebut.

Selain sulit bernapas, sesak dada, dan mengi yang memburuk secara signifikan,
tanda-tanda lain serangan asma parah dapat meliputi:

Inhaler pereda yang tidak ampuh lagi dalam mengatasi gejala.


Gejala batuk, mengi dan sesak di dada semakin parah dan sering.
Sulit bicara, makan, atau tidur akibat sulit bernapas.
Bibir dan jari-jari yang terlihat biru.
Denyut jantung yang meningkat.
Merasa pusing, lelah, atau mengantuk.
Adanya penurunan arus puncak ekspirasi.

Penyebab asma secara pasti masih belum diketahui. Meskipun begitu, ada
beberapa hal yang dapat memicu kemunculan gejala penyakit ini, di antaranya:

Infeksi paru-paru dan saluran napas yang umumnya menyerang saluran napas
bagian atas seperti flu.
Alergen (bulu hewan, tungau debu, dan serbuk bunga).
Paparan zat di udara, misalnya asap kimia, asap rokok, dan polusi udara.
Faktor kondisi cuaca, seperti cuaca dingin, cuaca berangin, cuaca panas yang
didukung kualitas udara yang buruk, cuaca lembap, dan perubahan suhu yang
drastis.
Kondisi interior ruangan yang lembap, berjamur, dan berdebu.
Stres.
Emosi yang berlebihan (kesedihan yang berlarut-larut, marah berlebihan, dan
tertawa terbahak-bahak).
Aktivitas fisik (misalnya olahraga).
Obat-obatan, misalnya obat pereda nyeri anti-inflamasi nonsteroid (aspirin,
naproxen, dan ibuprofen) dan obat penghambat beta (biasanya diberikan pada
penderita gangguan jantung atau hipertensi).
Makanan atau minuman yang mengandung sulfit (zat alami yang kadang-
kadang digunakan sebagai pengawet), misalnya selai, udang, makanan olahan,
makanan siap saji, minuman kemasan sari buah, bir, dan wine.
Alergi makanan (misalnya kacang-kacangan).
Penyakit refluks gastroesofageal (GERD) atau penyakit di mana asam
lambung kembali naik ke kerongkongan sehngga mengiritasi saluran cerna
bagian atas.

Sangat penting untuk mengetahui apa yang kerap memicu munculnya gejala
apabila Anda adalah seorang penderita asma. Setelah mengetahuinya, hindari hal-
hal tersebut karena itu merupakan cara terbaik bagi Anda untuk mencegah
terjadinya serangan asma.

1. Faktor-faktor risiko asma


Saluran pernapasan orang yang memiliki asma lebih sensitif dan mudah
mengalami inflamasi dibandingkan dengan orang-orang normal ketika teriritasi
oleh pemicu-pemicu yang telah disebutkan di atas.

Saat gejala asma muncul, saluran pernapasan akan menyempit dan otot-otot di
sekitar saluran tersebut mengencang. Selain itu, ada peningkatan peradangan pada
lapisan saluran pernapasan dan produksi dahak yang makin menambah
penyempitan pada saluran pernapasan.

Dengan menyempitnya bagian-bagian dari saluran pernapasan, maka udara akan


lebih sulit mengalir dan penderita menjadi makin sulit bernapas.

Menurut penelitian, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko


seseorang untuk terkena penyakit asma, di antaranya:

- Memiliki keluarga dengan riwayat penyakit asma atau


- alergi atopik (kondisi yang berkaitan dengan alergi, misalnya alergi
makanan daneksim).
- Mengidap penyakit bronkiolitis atau infeksi paru-paru saat masih kecil.

- Lahir dengan berat badan di bawah normal, yaitu kurang dari dua
kilogram.

- Kelahiran prematur, terutama jika membutuhkan ventilator.

- Terpapar asap rokok saat masih kecil. Pada kasus ibu yang merokok saat
hamil, risiko anak untuk menderita asma akan meningkat.

DIAGNOSIS ASMA

Untuk mengetahui apakah seorang pasien menderita penyakit asma, dokter


perlu melakukan sejumlah tes. Namun sebelum tes dilakukan, dokter biasanya
akan mengajukan pertanyaan seputar gejala yang dirasakan, misalnya apakah
pasien suka mengalami sesak napas, nyeri dada, mengi, sulit bicara, dan kondisi
bibir atau kuku berubah warna menjadi kebiruan.

Jika jawabannya positif, maka selanjutnya dokter akan bertanya mengenai


waktu kemunculan gejala tersebut. Misalnya apakah ketika malam hari atau dini
hari, ketika berolahraga, ketika merokok, ketika berada di dekat binatang berbulu,
ketika tertawa, ketika merasa stres, atau tidak bisa diprediksi. Selain itu, dokter
juga perlu menanyakan apakah pasien memiliki keluarga yang memiliki riwayat
penyakit asma atau alergi.

Jika seluruh keterangan yang diberikan oleh pasien mengarah pada


penyakit asma, maka selanjutnya dilakukan pemeriksaan fisik dan tes
laboratorium. Tes laboratorium bisa dilakukan untuk memperkuat bukti. Tes yang
paling sering dilakukan adalah spirometri. Di dalam tes ini, pasien akan diminta
dokter untuk menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya secepat
mungkin ke sebuah alat yang dinamakan spirometer. Tujuan tes ini adalah untuk
mengukur kinerja paru-paru dengan berpatokan kepada volume udara yang dapat
pasien embuskan dalam satu detik dan jumlah total udara yang
diembuskan.Adanya hambatan pada saluran pernapasan yang mengarah kepada
asma dapat diketahui oleh dokter setelah membandingkan data yang didapat
dengan ukuran yang dianggap sehat pada orang-orang seusia pasien. Selain
berpatokan pada ukuran sehat, asma juga bisa dideteksi melalui spirometri dengan
cara membandingkan data awal dengan data setelah pasien diberikan obat inhaler.
Jika setelah diberikan inhaler hasilnya menjadi lebih bagus, maka pasien
kemungkinan besar menderita asma.

Tes berikutnya yang bisa dipakai untuk mendiagnosis asma adalah tes
kadar arus ekspirasi puncak. Di dalam tes yang dibantu dengan alat
bernama peak flow meter (PFM) ini , kecepatan udara dari paru-paru dalam sekali
napas yang bisa diembuskan oleh pasien akan diukur guna mendapatkan data
tingkat arus ekspirasi puncak (PEFR). Dokter biasanya menyarankan pasien untuk
membeli sebuah PFM untuk digunakan di rumah, serta membuat sebuah catatan
PEFR tiap harinya. Selain itu, pasien juga akan disarankan untuk mencatat tiap
gejala yang muncul agar dokter bisa mengetahui kapan asma memburuk.

Jika pasien merasa bahwa gejala gangguan pernapasan kerap pulih ketika sedang
tidak bekerja, kemungkinan pasien mengidap asma yang berkaitan dengan kondisi
pekerjaan. Kemungkinan di tempat pasien bekerja terdapat zat-zat yang memicu
kambuhnya gejala asma. Hal ini biasanya terjadi pada orang-orang yang
berprofesi sebagai perawat, pegawai pabrik pengolahan bahan kimia, staf
laboratorium, tukang cat, tukang las, pekerja pengolahan kayu, pengurus hewan,
dan pekerja pengolahan makanan. Untuk mendukung diagnosis, biasanya dokter
akan meminta pasien melakukan tes aliran ekspirasi puncak (PEFR) dengan
menggunakan peak flow meter (PFM), baik di tempat bekerja maupun di luar
lingkungan kerja. Dari data yang didapat, dokter bisa memperkirakan apakah
pasien mengidap asma akibat pekerjaan.
Jika Anda terdiagnosis mengidap asma akibat paparan zat di lingkungan
pekerjaan, informasikan hasil diagnosis tersebut kepada perusahaan tempat Anda
bekerja, terutama pada bagian layanan kesehatan kerja. Perusahaan memiliki
tanggung jawab untuk menjamin kesehatan karyawan.

Contohnya, apabila asma Anda dipicu kandungan zat yang ada pada bahan baku
produksi, maka minta perusahaan untuk memberi Anda perlengkapan yang dapat
melindungi diri dari paparan zat tersebut atau memindahkan Anda ke divisi lain
yang tidak melibatkan pengolahan secara langsung. Hal ini bisa coba Anda ajukan
apabila perusahaan tidak memungkinkan untuk mengganti bahan-bahan produksi
tersebut dengan bahan-bahan yang lebih aman.

Selain spirometri dan tes kadar arus ekspirasi puncak, beberapa tes lainnya
mungkin dibutuhkan pasien untuk memperkuat dugaan asma atau membantu
mendeteksi penyakit-penyakit selain asma. Contoh-contoh tes tersebut adalah:

1. Tes untuk melihat adanya peradangan pada saluran napas. Dalam tes ini,
dokter akan mengukur kadar oksida nitrat dalam napas ketika pasien bernapas.
Jika kadar zat tersebut tinggi, maka bisa jadi merupakan tanda-tanda
peradangan pada saluran pernapasan. Selain oksida nitrat, dokter juga akan
mengambil sampel dahak untuk mengecek apakah paru-paru pasien
mengalami radang.
2. Tes responsivitas saluran napas (uji provokasi bronkus). Tes ini digunakan
untuk memastikan bagaimana saluran pernapasan pasien bereaksi ketika
terpapar salah satu pemicu asma. Dalam tes ini, pasien biasanya akan diminta
menghirup serbuk kering(mannitol). Setelah itu pasien akan diminta untuk
menghembuskan napas ke dalam spirometer untuk mengukur seberapa tinggi
tingkat perubahan FEV1 dan FVC setelah terkena pemicu. Jika hasilnya turun
drastis, maka dapat diperkirakan pasien mengidap asma. Pada anak-anak,
selain mannitol, media yang bisa dipakai untuk memicu asma adalah olah
raga.
3. Pemeriksaan status alergi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui
apakah gejala-gejala asma yang dirasakan oleh pasien disebabkan oleh alergi.
Misalnya alergi pada makanan, tungau, debu, serbuk sari, atau gigitan
serangga.
4. CT Scan. Pemeriksaan ini bisa dilakukan oleh dokter apabila mencurigai
bahwa gejala sesak napas pada diri pasien bukan disebabkan oleh asma,
melainkan infeksi di dalam paru-paru atau kelainan struktur rongga hidung.
5. Pemeriksaan rontgen. Tujuan dilakukannya pemeriksaan ini sama seperti
pemeriksaan CT Scan, yaitu untuk melihat apakah gangguan
pernapasandisebabkan oleh kondisi lain.

PENGOBATAN ASMA

Tujuan pengobatan asma adalah mengendalikan gejala dan mencegah


timbulnya kembali serangan. Bagi sebagian besar penderita asma, obat-obatan dan
metode pengobatan yang ada saat ini sudah terbukti efektif dalam menjaga agar
gejala asma tetap terkontrol.Untuk mendapatkan hasil yang efektif, dokter perlu
menyesuaikan pengobatan dengan gejala-gejala asma yang muncul. Selain itu,
pasien juga harus menjalani pemeriksaan secara rutin (minimal sekali dalam
setahun) untuk memastikan pengobatannya cocok dan penyakit asma telah berada
dalam kendali. Terkadang pasien membutuhkan tingkat pengobatan yang lebih
tinggi pada jangka waktu tertentu.

Rencana penanganan asma


Informasi mengenai obat-obatan harus disertakan di dalam rencana penanganan
asma. Rencana penanganan ini juga bisa membantu Anda mengetahui kapan
gejala bisa memburuk dan langkah apa yang harus diambil. Setidaknya sekali
dalam setahun, rencana penanganan asma tersebut harus Anda tinjau ulang
bersama dokter. Bahkan peninjauan secara lebih berkala perlu dilakukan jika
gejala asma telah mencapai tingkat parah.

Anda mungkin akan disarankan untuk membeli peak flow meter (PFM) atau alat
pengukur aliran ekspirasi puncak sebagai bagian dari pengobatan. Dengan cara ini
Anda dapat memonitor asma Anda sendiri sehingga dapat mengetahui serangan
asma lebih dini dan mengambil langkah penanganan yang perlu.

Obat-obatan asma yang disarankan


Biasanya obat-obatan asma diberikan melalui alat yang disebut inhaler (obat hirup
untuk asma). Alat ini dapat mengirimkan obat ke dalam saluran pernapasan secara
langsung dengan cara dihirup melalui mulut. Menggunakan obat asma dengan
cara dihirup dinilai efektif karena obat tersebut langsung menuju paru-paru.
Kendati begitu, tiap inhalerbekerja dengan cara yang berbeda. Biasanya dokter
akan mengajari Anda cara menggunakan alat tersebut dan melakukan pemeriksaan
setidaknya sekali dalam setahun.

Selain inhaler, ada juga yang disebut sebagai spacer. Ini merupakan wadah dari
logam atau plastik yang dilengkapi dengan corong isap di satu ujungnya dan
lubang di ujung lainnya untuk dipasangkan inhaler. Saat inhaler ditekan, obat
akan masuk ke dalam spacer dan dihirup melalui corong spacer itu
sendiri. Spacer juga dapat mengurangi risiko sariawan di mulut atau tenggorokan
akibat efek samping dari obat-obatan asma yang dihirup.

Spacer mampu meningkatkan jumlah obat-obatan yang mencapai paru-paru dan


mengurangi efek sampingnya. Beberapa orang bahkan merasa lebih mudah
memakaispacer ketimbang inhaler saja. Pada kenyataannya karena dapat
meningkatkan distribusi obat ke dalam paru-paru, penggunaan spacer sering
disarankan.

Sebagai bagian dari penanganan asma yang baik, penting bagi Anda untuk
memastikan bahwa dokter atau apoteker mengajari cara menggunakan inhaler
dengan benar.

Ada dua jenis inhaler yang digunakan dalam penanganan penyakit asma, yaitu:
Inhaler pereda. Inhaler pereda digunakan untuk meringankan gejala asma
dengan cepat saat serangan sedang berlangsung. Biasanya inhaler ini berisi obat-
obatan yang disebut short-acting beta2-agonist atau beta2-agonist yang memiliki
reaksi cepat (misalnya terbutaline dan salbutamol). Obat ini mampu melemaskan
otot-otot di sekitar saluran pernapasan yang menyempit. Dengan begitu, saluran
pernapasan dapat terbuka lebih lebar dan membuat pengidap asma dapat bernapas
kembali dengan lebih mudah. Obat-obatan yang terkandung di dalam inhaler
pereda jarang menimbulkan efek samping dan aman digunakan selama tidak
berlebihan. Inhaler pereda tidak perlu sering digunakan lagi jika asma sudah
terkendali dengan baik. Bagi pengidap asma yang harus menggunakan obat ini
sebanyak lebih dari tiga kali dalam seminggu, maka keseluruhan penanganan
perlu ditinjau ulang.
Inhaler pencegah. Selain dapat mencegah terjadinya serangan asma,
inhaler pencegah juga dapat mengurangi jumlah peradangan dan sensitivitas yang
terjadi di dalam saluran napas. Biasanya Anda harus menggunakan inhaler
pencegah tiap hari untuk sementara waktu sebelum merasakan manfaatnya secara
utuh. Anda juga mungkin akan membutuhkan inhaler pereda untuk meredakan
gejala saat serangan asma terjadi. Namun jika Anda terus-menerus membutuhkan
inhaler pereda tersebut, maka penanganan Anda harus ditinjau ulang secara
keseluruhan. Umumnya pengobatan pencegah disarankan jika Anda mengalami
serangan asma lebih dari dua kali dalam seminggu, harus menggunakan inhaler
pereda lebih dari dua kali dalam seminggu, atau terbangun pada malam hari sekali
atau lebih dalam seminggu akibat serangan asma. Inhaler pencegah biasanya
mengandung obat-obatan steroid seperti budesonide, beclometasone, mometasone,
dan fluticasone. Merokok dapat menurunkan kinerja obat ini.
Jika asma tidak kunjung mereda oleh pengobatan di atas, dokter bisa
meningkatkan dosisinhaler pencegah. Jika langkah ini tidak juga dapat
mengendalikan gejala asma, biasanya dokter akan memberikan Anda tambahan
obat yang disebut long-acting reliever atau obat pereda asma reaksi lambat (long-
acting bronchodilator/long-acting beta2-agonist atau LABA). Khasiatnya sama
dengan obat pereda reaksi cepat, hanya saja kinerjanya butuh waktu yang lebih
lama dan efeknya bisa bertahan hingga 12 jam. Contoh inhaler pereda reaksi
lambat adalah salmeterol dan formoterol.

Dikarenakan LABA juga tidak meredakan peradangan pada saluran napas


penderita asma, obat ini dapat memperparah asma sembari menyembunyikan
gejalanya. Hal ini meningkatkan kemungkinan serangan asma parah yang
mungkin membahayakan jiwa penderita. Oleh karena itu selalu
gunakan inhaler kombinasi atau inhaler yang dikombinasikan dengan steroid
inhalasi dan bronkodilator jangka panjang dalam satu perangkat.

Efek samping inhaler pereda dan pencegah


Selama penggunaannya tidak melebihi dosis, inhaler pereda merupakan
pengobatan yang aman yang tidak memiliki banyak efek samping. Efek samping
yang mungkin muncul dalam penggunaan dosis tinggi di antaranya adalah sakit
kepala, kram otot, dan sedikit gemetar (tremor) pada tangan. Efek samping
tersebut biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit.

Sama seperti inhaler pereda, penanganan asma dengan inhaler pereda juga terbukti
sangat aman pada dosis reguler. Efek samping biasanya terjadi pada penggunaan
dosis tinggi dan dalam penggunaan jangka panjang. Efek samping tersebut adalah
infeksi jamur di dalam mulut atau tenggorokan yang disebut juga sebagai
kandidiasis oral. Efek samping lainnya adalah suara Anda menjadi serak. Namun
efek samping ini bisa dicegah jika Anda menggunakan spacer. Selain itu,
dianjurkan untuk berkumur dengan air bersih setelah
menggunakan inhaler pencegah.

Untuk penggunaan inhaler pereda reaksi lambat, efek samping yang mungkin
muncul adalah sakit kepala, kram otot, dan sedikit gemetar pada tangan. Dokter
biasanya akan menjelaskan kepada Anda mengenai manfaat dan risiko dari
pengobatan tersebut. Biasanya kondisi Anda akan dipantau diawal pengobatan dan
ditinjau ulang secara rutin. Jika penggunaan inhaler pereda reaksi lambat tidak
kunjung meredakan asma Anda, hentikan secepatnya.
1. Steroid oral. Tablet steroid mungkin akan diresepkan dokter jika asma Anda
masih belum bisa dikendalikan. Pengobatan ini biasanya dipantau oleh dokter
spesialis paru yang menangani penderita asma karena jika digunakan secara
jangka panjang (misalnya lebih dari tiga bulan), berisiko menyebabkan efek
samping tertentu, seperti hipertensi, kenaikan berat badan, otot melemah,
pengeroposan tulang, kulit menipis dan mudah memar. Selain itu, efek
samping yang lebih serius yang bisa saja terjadi adalah katarak dan glaukoma.
Oleh karena itu pengobatan dengan steroid oral hanya dianjurkan jika Anda
telah melakukan cara pengobatan lainnya, namun belum berhasil. Sebagian
besar orang hanya perlu menggunakan steroid oral selama 1-2 minggu dan
sebagai obat tambahan untuk menangani infeksi tambahan (seperti infeksi
pada paru). Biasanya mereka akan kembali ke pengobatan sebelumnya setelah
asma dapat dikendalikan. Sebaiknya Anda rutin memeriksakan diri agar
terhindar dari osteoporosis, diabetes, dan tekanan darah tinggi.
2. Tablet theophylline. Obat yang bisa difungsikan sebagai obat pencegah gejala
asma ini bekerja dengan cara membantu melebarkan saluran napas dengan
melemaskan otot-otot di sekelilingnya. Pada sebagian orang, tablet
theophylline diketahui menyebabkan efek samping, seperti mual, sakit kepala,
muntah,insomnia,dangangguan perut. Namun hal ini biasanya dapat dihindari
dengan penyesuaian dosis.
3. Tablet leukotriene receptor antagonist (montelukast). Obat ini bekerja
dengan cara menghambat bagian dari reaksi kimia yang menyebabkan radang
di dalam saluran pernapasan. Sama seperti theophylline, obat ini digunakan
untuk mencegah gejala asma. Leukotriene receptor antagonist dapat
menimbulkan efek samping berupa sakit kepala dan gangguan perut.
4. Ipratropium. Meski lebih banyak diresepkan pada kasus bronkitis kronis dan
emfisema, ipratropium juga bisa digunakan untuk menanggulangi serangan
asma. Obat ini mampu memperlancar aliran pernapasan dengan cara
melemaskan otot-otot saluran pernapasan yang mengencang ketika gejala
asma kambuh.
5. Omalizumab. Obat ini mampu menurunkan risiko terjadinya peradangan
saluran pernapasan dengan cara mengikat salah satu protein yang terlibat di
dalam respons imun dan mengurangi kadarnya pada darah.
Umumnya, omalizumabdirekomendasikan bagi penderita yang menderita
asma karena alergi dan sering mengalami serangan asma. Sebagai obat yang
biasanya hanya diresepkan oleh dokter spesialis, omalizumab diberikan
dengan cara disuntikkan tiap 2-4 minggu sekali.
Penggunaan omalizumab harus dihentikan jika obat ini tidak berhasil
mengendalikan asma dalam kurun waktu enam belas minggu.
6. Bronchial thermoplasty. Ini merupakan prosedur pengobatan asma baru yang
masih terus diteliti dan belum tersedia di Indonesia. Dalam beberapa kasus,
prosedur ini digunakan untuk mengobati asma parah dengan cara merusak
otot-otot sekitar saluran napas yang dapat mengurangi penyempitan pada
saluran pernapasan. Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa prosedur
ini dapat mengurangi serangan asma dan memperbaiki kualitas hidup
penderita asma parah. Kendati begitu, keuntungan maupun kerugian secara
jangka panjangnya belum sepenuhnya diketahui.

II.3 Penyakit PPOK

Penyakit paru obstruktif kronis atau sering disingkat PPOK adalah istilah
yang digunakan untuk sejumlah penyakit yang menyerang paru-paru untuk jangka
panjang. Penyakit ini menghalangi aliran udara dari dalam paru-paru sehingga
pengidap akan mengalami kesulitan dalam bernapas.

PPOK umumnya merupakan kombinasi dari dua penyakit pernapasan,


yaitu bronkitis kronis dan emfisema. Bronkitis adalah infeksi pada saluran udara
menuju paru-paru yang menyebabkan pembengkakan dinding bronkus dan
produksi cairan di saluran udara berlebihan. Sedangkan emfisema adalah kondisi
rusaknya kantung-kantung udara pada paru-paru yang terjadi secara bertahap.
Kantung udara tersebut akan menggelembung dan mengempis seiring kita
menarik dan menghembuskan napas. Kelenturan kantung udara akan menurun
jika seseorang mengidap emfisema, akibatnya jumlah udara yang masuk akan
menurun.
A. Gejala-gejala Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Pada tahap-tahap awal, PPOK jarang menunjukkan gejala atau tanda khusus.
Gejala-gejala penyakit ini akan muncul ketika sudah terjadi kerusakan yang
signifikan pada paru-paru, umumnya bertahun-tahun setelah paparan. Karena itu,
pengidapnya sering tidak menyadari mengidap penyakit ini. Terdapat sejumlah
gejala PPOK yang bisa terjadi dan sebaiknya diwaspadai, yaitu:

Batuk berdahak yang tidak kunjung sembuh.


Makin sering tersengal-sengal, bahkan saat melakukan aktivitas fisik yang
ringan seperti memasak atau mengenakan pakaian.
Mengi atau napas sesak dan berbunyi.
Lemas.
Sering mengalami infeksi paru.
Penurunan berat badan.

Serangan kambuhan PPOK terkadang bisa terjadi secara tiba-tiba dengan gejala
yang lebih parah untuk beberapa hari dan bahkan bisa membahayakan. Kondisi ini
kemudian reda dan bisa terulang lagi. Makin lama seseorang mengidap PPOK,
gejala-gejala yang muncul saat serangan ulang terjadi juga akan makin parah.

Jika ada dugaan Anda mengalami gejala PPOK, segera periksakan diri Anda ke
dokter. Jangan menundanya.

B. Faktor Risiko Penyakit Paru Obstruktif Kronis


PPOK bisa disebabkan oleh berbagai hal. Sejumlah faktor risiko yang dapat
meningkatkan risiko seseorang untuk mengidap PPOK meliputi:

Rokok. Pajanan asap rokok pada perokok aktif maupun pasif merupakan
faktor utama penyebab PPOK serta sejumlah penyakit pernapasan lainnya.
Diperkirakan, sekitar satu dari empat orang perokok aktif mengidap PPOK.
Pajanan polusi udara, misalnya asap kendaraan bermotor, debu, atau bahan
kimia.
Usia. PPOK akan berkembang secara perlahan selama bertahun-tahun. Gejala
penyakit umumnya muncul pada pengidap yang berusia 35 hingga 40 tahun.
Faktor keturunan. Jika memiliki anggota keluarga yang mengidap PPOK,
Anda juga memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena penyakit yang sama.

C. Diagnosis Penyakit Paru Obstruktif Kronis


Dokter umumnya mendiagnosis PPOK dengan menanyakan gejala-gejala,
memeriksa kondisi fisik pasien, dan tes pernapasan. Pemeriksaan fisik termasuk
pemeriksaan bunyi tarikan napas melalui stetoskop dan indeks massa tubuh.
Riwayat merokok juga akan ditanyakan.

Tes pernapasan akan dilakukan dengan spirometer (pemeriksaan spirometri), yaitu


alat untuk mengukur fungsi paru melalui hembusan napas pada mesin. Dua jenis
hembusan napas yang akan diukur, yaitu hembusan napas cepat dalam satu detik
dan jumlah total hembusan napas panjang hingga habis dari paru-paru.

Jika dibutuhkan, dokter akan menganjurkan beberapa pemeriksaan yang lebih


detail seperti:

Tes darah untuk menghapus adanya kemungkinan penyakit lain, seperti


anemia yang kadang juga menyebabkan sesak napas.
Rontgen paru-paru. Tingkat keparahan efisema serta gangguan paru lainnya
dapat diperiksa melalui prosedur ini.
CT scan agar kondisi fisik paru-paru bisa diteliti.
Elektrokardiogram (EKG) dan ekokardiogram guna memeriksa kondisi
jantung.
Pengambilan sampel dahak.

Diagnosis secara dini akan memungkinkan Anda untuk menjalani pengobatan


secepat mungkin sehingga perkembangan PPOK bisa dihambat.
D. Pengobatan Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Hingga saat ini, PPOK termasuk penyakit yang belum bisa disembuhkan.
Pengobatan bertujuan untuk meringankan gejala dan menghambat perkembangan
penyakit tersebut.
Meski demikian, Anda tidak perlu cemas, karena kombinasi pengobatan yang
tepat akan memungkinkan Anda untuk menjalani hidup dengan lebih baik.
Beberapa langkah pengobatan yang bisa dilakukan meliputi:

Berhenti merokok atau menghindari pajanan asap rokok. Ini merupakan


langkah utama untuk memastikan agar PPOK tidak bertambah parah.
Menggunakan obat-obatan. Contohnya, inhaler (obat hirup) jenis pereda
gejala atau inflamasi saluran pernapasan, tablet teofilin yang akan melebarkan
saluran pernapasan, tablet mukolitik (pengencer dahak dan ingus), tablet
antibiotik, serta tablet steroid.
Terapi untuk paru-paru, misalnya nebulisasi (mesin yang menyemprotkan
uap cairan steril yang telah dicampur dengan obat-obatan pernapasan)
dan terapi oksigen.
Program rehabilitasi paru-paru berupa latihan fisik yang biasanya akan
dijalani selama kira-kira 1,5 bulan. Dalam program ini, pengidap akan diajari
cara untuk mengendalikan gejala serta berbagai pengetahuan tentang PPOK.
Di samping penanganan secara medis, ada langkah-langkah sederhana yang bisa
kita lakukan untuk menghambat bertambahnya kerusakan pada paru-paru.
Beberapa di antaranya adalah:

- Menggunakan obat-obatan sesuai anjuran dokter. Jangan berhenti tanpa


berdiskusi dengan dokter meski kondisi Anda terasa membaik.

- Memeriksakan diri secara berkala ke dokter agar kondisi kesehatan Anda


bisa dipantau.

- Menerapkan gaya hidup yang sehat, seperti menjaga pola makan yang
sehat dan rutin berolahraga.

- Menghindari polusi udara, misalnya asap rokok serta asap kendaraan


bermotor.

- Menjalani vaksinasi secara rutin, contohnya vaksin flu dan vaksin


pneumokokus.
Oksigen adalah komponen penting untuk tubuh makhluk hidup yang diperoleh
melalui proses bernapas. Jika manusia tidak mampu mendapatkan oksigen secara
alami, kemungkinan dia akan membutuhkan bantuan terapi oksigen.

Ketidakmampuan seseorang mendapatkan oksigen secara alami biasanya terjadi


ketika sedang menderita gangguan pernapasan. Melalui terapi ini, seseorang bisa
mendapatkan peningkatan kualitas tidur, mendapatkan peningkatan kekuatan fisik,
dan peningkatan kualitas hidup secara keseluruhan

E. Alasan Penderita PPOK Membutuhkan Terapi Oksigen

Salah satu gangguan kesehatan yang biasanya memerlukan terapi oksigen


adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronik atau PPOK. Penyakit ini merupakan
penyakit jangka panjang yang mendera paru-paru, yaitu bronkitis kronis dan
emfisema. PPOK biasanya ditandai dengan batuk berdahak yang tidak kunjung
berhenti dan sesak napas.Kondisi PPOK yang sudah parah disertai tingkat oksigen
dalam darah yang rendah membuat penderita membutuhkan terapi oksigen.
Melalui terapi ini, pasien akan mendapatkan oksigen lebih banyak sehingga proses
bernapas bisa menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Terapi oksigen juga
berkemungkinan menambah masa hidup penderita PPOK.Agar pasien mudah
mendapatkan oksigen, ada beberapa cara untuk melakukannya, mulai dengan
memakai alat konsentrator oksigen, tabung oksigen, hingga perangkat oksigen
cair. Saat ini, proses terapi oksigen tidak harus dilakukan di rumah sakit atau di
rumah sendiri. Hal ini bisa terjadi berkat adanya alat terapi oksigen portabel yang
bisa dibawa ke mana saja.

Yang Harus Diperhatikan bagi Pasien PPOK

Untuk menentukan harus atau tidaknya mendapatkan terapi oksigen,


penderita PPOK akan menjalani tes. Pemeriksaan yang dilakukan akan mengukur
tingkat kejenuhan pada kadar oksigen dalam darah pasien. Jika hasilnya
menunjukkan bahwa kadar oksigen dalam darah ternyata rendah, maka terapi
oksigen akan direkomendasikan oleh dokter.Hal selanjutnya yang harus
diperhatikan adalah berapa lama seseorang harus menjalani terapi oksigen tiap
harinya. Pada sebagian orang, terapi ini harus dilakukan secara terus-menerus,
baik siang maupun malam hari. Mereka yang disarankan dokter untuk menjalani
terapi oksigen secara terus-menerus akan diinstruksikan untuk melakukannya
minimal 15 jam atau lebih lama dalam sehari.

Ada juga pasien PPOK yang hanya perlu melakukannya pada malam hari.
Terapi oksigen jenis ini dilakukan terhadap pasien PPOK parah yang sesak napas
saat tidur di malam hari, biasa dikenal dengan istilah oksigen nokturnal. Ada juga
pasien yang memerlukan oksigen saat beraktivitas, seperti olahraga atau aktivitas
fisik lainnya. Jenis ini dalam dunia medis biasa dinamakan eksersional
oksigen.Perhatikan pula bahwa tidak selamanya pasien PPOK yang menjalani
terapi oksigen membutuhkannya terus. Sebagian pasien mungkin hanya
membutuhkan waktu beberapa minggu saja. Penghentian terapi ini bisa dilakukan
manakala gejala PPOK parah telah sembuh. Gejala PPOK sendiri kadang
memburuk karena pasien turut menderita pneumonia atau flu. Pelaksanaan terapi
oksigen bisa saja harus dilakukan selamanya jika dokter menyatakan kondisi
pasien sudah terlalu parah.

Terapi oksigen membutuhkan prosedur yang tepat dalam pelaksanaannya.


Hal ini tentu saja memerlukan kehati-hatian, baik dari pasien maupun keluarga
pasien, saat hendak melakukannya. Oleh karena itu, keterlibatan dokter sebaiknya
dilakukan saat hendak melakukan hal tersebut.
BAB III

PENUTUP

III.1 KESIMPULAN

Sistem pernapasan secara garis besarnya terdiri dari paru-paru dan susunan
saluran yang menghubungkan paru-paru dengan yang lainnya, yaitu hidung,
tekak, pangkal tenggorok, tenggorok, cabang tenggorok.Metabolisme normal
dalam sel-sel makhluk hidup memerlukan oksigen dan karbon dioksida
sebagai sisa metabolisme yang harus dikeluarkan dari tubuh. Pertukaran gas
O2 dan CO2 dalam tubuh makhluk hidup di sebut pernapasan atau respirasi.
O2 dapat keluar masuk jaringan dengan cara difusi.

Sebagai makhluk hidup kita masih hidup sampai saat ini karena setiap saat
kita selalu bernafas menghirup udara. Makhluk hidup, di dunia ini, baik itu
hewan maupun manusia akan mati (wafat) jika sudah tidak dapat bernafas
lagi. Sebenarnya bagaimana sistem pernafasan yang terdapat dalam tubuh kita
? maka dari itu penulis ingin mengetahui lebih banyak tentang sistem
pernapasan pada mammalia khususnya manusia.

III.2 SARAN

Sebaiknya mahasiswa lebih mempelajari dan memahami apa maksud dari


respirasi dan agar mahasiswa memeliki wawasan yang lebih luas tentang materi
sistem respirasi ini dan apa saja penyakit yang dapat terjadi pada sistem repirasi
dan bagaimana pegobatannya.

DAFTAR PUSTAKA

Dr. Tambayong, Jan. 1999. Anatomi dan Fisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta:

Penerbit buku kedokteran EGC.

Pearce, Evelyn. 1993. AnatomidanFisiologiUntukParamedis. Jakarta:


PT.Gramedia.
http://www.alodokter.com/sinusitis/pengobatan

Anda mungkin juga menyukai