Anda di halaman 1dari 13

LABORATORIUM FARMAKOLOGI-BIOFARMASI

JURUSAN FARMASI FMIPA


UNIVERSITAS TADULAKO
PERCOBAAN VIII
ANTELMINTIK

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK VI
ADINDA ALFIANY MANEKING (G 701 15 119)
MOHAMMAD ADHIN NUGRAHA (G 701 15 092)
NUR RAHMASARI (G 701 15 084)
SALLY NORCELINA. W (G 701 15 219)

KELAS B

ASISTEN : SEMUEL TOROKANO

PROGRAM STUDI FARMASI JURUSAN FARMASI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Antelmintik merupakan obat untuk mengurangi atau membunuh cacing


dalam tubuh manusia dan hewan. Dalam istilah ini termasuk semua zat yang
bekerja lokal menghalau cacing dari saluran cerna maupun obat-obat
sistemik yang membasmi cacing dari larvanya yang menghinggapi organ
dan jaringan tubuh.

Obat-obat yang tidak diresorpsi lebih diutamakan untuk cacing didalam


rongga usus agar kadar setempat setinggi mungkin, lagi pula karena
kebanyakan antelmintika juga bersifat toksik pada tuan rumah. Sebaliknya,
terhadap cacing yang dapat menembus dinding usus dan menjalar ke
jaringan dan organ lain, misalnya cacing gelang, hendaknya digunakan obat
sistemik yang justru diresorpsi baik kedalam darah hingga bisa mecapai
jaringan.

Kebanyakan obat cacing efektif terhadap satu macam cacing,


sehingga diperlukan diagnosis tepat sebelum menggunakan obat
tertentu. Kebanyakan obat cacing diberikan secaraoral, pada saat
makan atau sesudah makan. Beberapa obat cacing perlu diberikan
bersamaan dengan pencahar. Obat cacing baru umumnya lebih aman dan
efektif dibanding dengan yang lama, efektif untuk beberapa macam cacing,
rasanya tidak mengganggu, pemberiannya tidak memerlukan pencahar dan
beberapa dapat diberikan secara oral sebagai dosis tunggal.

Maka dari itu kami melakukan eksperimen sederhana untuk menguji


aktivitas antelmintik.
1.2 Tujuan Percobaan

1. Mengetahui cara melakukan eksperimen sederhana untuk menguji


aktivitas antelmintik suatu bahan uji secara invitro
2. Mengetahui perbedaan paralisis dan flasid yang terjadi pada cacing
setelah diberikan antelmintik

1.3 Prinsip Percobaan

Prinsip pada percobaan kali ini yaitu dengan membagi 4 ekor cacing tanah
(Lumbricus terestrialis) menjadi 2 kelompok lalu memasukkannya pada
cwan petri yang berisi cairan combantrin 2,5 ml dan 5 ml. Kemudian
diamati dan catat waktu lisis pada kedua kelompok.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori

Obat cacing atau anthelmintika adalah obat yang dapat memusnahkan


cacing-cacing di dalam tubuh manusia maupun hewan. Pada manusia
dikenal bermacam-macam parasit cacing. Yang paling terkenal adalah
cacing pita (Taenia solium/sagita), cacing gelang (Ascaris lumbricoides),
cacing kremi (Oxyuris vermicularis), dan cacing tambang (Necator
amicuranis dan Ancylostoma duodenale) (Nuraini Widjajanti, 2000).

Semua antelmintik (obat pemberantas cacing) mungkin bersifat toksik jika


diberikan dalam dosis yang berlebihan. Meskipun demikian, biasanya
unggas lebih toleran terhadap antelmintika dibandingkan dengan mamalia.
Antelmintika kelompok benzimidazol, misalnya kambendazol, mebendazol,
fenbendazol, dapat ditolerir dengan baik oleh unggas. Levamisol dan
tetramisol, yang tergolong antelmintik kelompok imidazotiazol bersifat
kurang aman dibandingkan dengan kelompok benzimidazol (Charles
Rangga Tabbu, 2002).

Infeksi cacing merupakan salah satu infeksi yang paling umum tersebar
diseluruh dunia, terutama di negara-negara berkembang, di mana keadaan
hidup dan pelayanan kesehatan masih kurang baik dan higiene masih belum
memadai. Di Indonesia penyakit cacing juga merupakan suatu penyakit
rakyat umum (Tan dan Kirana, 2010).

Infeksi cacing umumnya terjadi melalui mulut, adakalanya langsung melalui


luka di kulit (cacing tambang dan benang) atau lewat telur (kista) atau
larvanya, yang ada di mana-mana di atas tanah. Terlebih pula bila
pembangunan kotoran (tinja) dilakukan dengan sembarangan (sistim riol
terbuka) dan tidak memenuhi persyaratan higiene. Terutama anak kecil yang
lazimnya belum mengerti azaz higiene, mudah sekali terkena infeksi (Tan
dan Kirana, 2007).

Menurut Staf Depatermen Farmakologi (2009), mekanisme kerja Pirantel


pamoat :
Bekerja dengan menghambat depolarisasi, neuromuskular sehingga
menyebabkan aktivitas persisten reseptor nikotinik asetikolin dan
menghasilkan paralisis spastik .
Juga dengan cara menghambat kolinesterase.
Pirantel efektif terhadap cacing tambang, cacing gelang, dan
enterobiasis, sedangkan oksantel hanya untuk trikuris.
2.2 Uraian Bahan

1. Pirantel Pamoat
Nama resmi : PYRANTELI PAMOAS
Nama lain : Pirantel Pamoat
RM/BM : C11H14N2S-C23H16O6/594,68
Rumus struktur :

Pemerian : Padatan kuning hingga coklat.


Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air; dan dalam
metanol; larut dalam dimetil sulfoksid;
sukar larut dalam dimetilformamida.
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Antidiare
Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik, tidak
tembus cahaya.
BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat

1. Cawan petri

2. Stopwatch

3. Gelas aqua

3.1.2 Bahan

1. Cacing tanah (Lumbricus terestrialis)

2. NaCl Fisiologis 0,9 %

3. Aquadest

4. Combantrin 2,5 ml dan 5 ml (Pirantel pamoat)

3.2 Cara Kerja

1. Disiapkan alat dan bahan

2. Diambil cacing tanah sebagai sampel

3. Dicuci dengan air dan rendam dengan NaCl Fisiologis 0,9 %

4. Dimasukkan combantrin 2,5 ml dalam cawan petri I dan combantrin 5

ml dalam cawan petri II

5. Dimasukkan 2 ekor cacing dalam cawan petri I dan II

6. Diamati dan catat waktu lisis cacing


3.3 Skema Kerja

Alat dan Bahan

4 ekor cacing tanah

Diambil
Dicuci aquadest

Direndam nacl Fisiologis 0,9 %

Cawan petri I Cawan petri II

Combantrin 2,5 ml Combantrin 5 ml

Diamati dan dicatat waktu


lisis
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Dosis Waktu lisis cacing


2,5 ml I = 30 menit
II = 40 menit
5 ml I = 6 menit
II = 10 menit 20 detik
4.2 Pembahasan

Antelmintik merupakan obat untuk mengurangi atau membunuh cacing


dalam tubuh manusia dan hewan. Dalam istilah ini termasuk semua zat yag
bekerja local menghalau cacing dari saluran cerna maupun obat-obat
sistemik yang membasmi cacing dari larvanya yang menghinggapi organ
dan jaringan tubuh ((Tjay dan Rhardja, 2002).

Percobaan ini dilakukan untuk melihat efek obat antelmintik pada cacing
tanah. Obat antelmintik yang diuji adalah combantrin (pirantel pamoat).
Mekanisme kerjanya berdasarkan perintangan penerusan impuls
neuromuskuler, hingga cacing dilumpuhkan untuk kemudian dikeluarkan
dari tubuh oleh gerak peristaltik usus. Cacing yang lumpuh akan mudah
terbawa keluar bersama tinja. Setelah keluar dari tubuh, cacing akan segera
mati. Di samping itu pirantel pamoat juga berkhasiat laksans lemah (Tjay
dan Rhardja, 2002).

Percobaan ini dilakukan dengan membagi kelompok menjadi 2 yaitu


kelompok combantrin dosis 2,5 ml dan combantrin dosis 5 ml. Cacing tanah
yang sudah dibersihkan direndam dalam NaCl fisiologis. Disiapkan cawan
petri, dimasukan 2 ekor cacing dalam cawan petri 1 dan 2 ekor lagi
dimasukan dalam cawan petri 2. Cawan petri 1 dimasukan combantrin
dengan dosis 2,5 ml dan cawan petri 2 dimasukan combantrin dosis 5 ml.
Diamati dan dicatat waktu sampai terjadinya lisis pada cacing.

Alasan hewan coba yang digunakan adalah cacing tanah karena cacing tanah
mudah didapatkan dan memiliki struksur yang sama dengan cacing lainnya.
Penggunaan combantrin dengan dosisi yang berbeda adalah menguji
kecepatan efek obat terhadap lisisnya cacing.
Hasil yang diperoleh adalah kelompok combantrin dosis 2,5 ml cacing 1
lisis pada menit ke 30 sedangkan cacing 2 lisis pada menit ke 40. Untuk
kelompok combantrin dosis 5 ml cacing 1 lisis pada menit ke 6 sedangkan
cacing 2 lisis pada menit ke 10.

Hasil yang diperoleh telah sesuai dengan literatur (Tjay dan Rhardja, 2002)
yang menyatakan bahwa mekanisme kerja pirantel pamoat berdasarkan
perintangan penerusan impuls neuromuskuler, hingga cacing dilumpuhkan
untuk kemudian dikeluarkan dari tubuh oleh gerak peristaltik usus. Cacing
yang lumpuh akan mudah terbawa keluar bersama tinja. Setelah keluar dari
tubuh, cacing akan segera mati.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh, maka dapat disimpulkan


bahwa pirantel pamoat (combantrin) melumpuhkan cacing dengan
berdasarkan perintangan penerusan impuls neuromuskuler, hingga cacing
dilumpuhkan untuk kemudian dikeluarkan dari tubuh oleh gerak peristaltik
usus. Cacing yang lumpuh akan mudah terbawa keluar bersama tinja. Setelah
keluar dari tubuh, cacing akan segera mati.

5.2 Saran

Sebaiknya pada saat praktikum, praktikan dapat lebih beranggung jawab


terhadap hewan uji yang digunakan dengan selalu memperhatikan hasil
pengujian.
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Depatermen Kesehatan


Republik Indonesia. Jakarta.
Staf Pengajar Depatermen Farmakologi, (2009). Kumpulan Kuliah Farmakologi.
EGC. Jakarta.
Tabbu, R., C., (2002). Penyakit Ayam dan Penanggulangannya. Kanisius.
Yogyakarta.
Tan, Rahardja, K., (2010). Obat-obat Sederhana Untuk Gangguan Sehari-hari. Pt
Alex Media Kompuntindo. Jakarta.
Tjay, H., T., Rahardja, K., (2007). Obat-obat Penting Khasian, Penggunaan, dan
Efek-efek Sampingnya. PT. Alex Media Komputindo. Jakarta.
Widjajanti, N., (2000). Obat-obatan. Kanisius. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai