Anda di halaman 1dari 11

LABORATORIUM FARMASETIK FARMASI

JURUSAN FARMASI
UNIVERSITAS TADULAKO

JURNAL AKHIR
LVP
MANITOL

DISUSUN OLEH :

MOH. ADHIN NUGRAHA G 701 15 092


ZUL FAHMIL G 701 15 074
BRYAN ARCHIMEDES R. G 701 15 229
KELOMPOK : 1 (SATU)
KELAS : B 2015
ASISTEN : SULISTYAWATI

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENEGTAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2017
I. Latar belakang
a. Rute pemberian
Intravena
b. Efek farmakologi
Menurut Sulista (2012) manitol adalah obat diuretik osmotik yang
mempunyai efek meningkatkan produksi urin dengan cara meningkatkan
tekanan osmotik di filtrasi glomerulus dan tubulus.
- Farmakokinetik
Manitol tidak dimetabolisme terutama oleh glomerulus filtrasi, sedikit
atau tanpa mengalami reabsorbsi dan sekresi ditubulus atau bahkan
praktis dianggap tidak direabsorbsi. Absorbsinya jelek bila diberikan
peroral sehingga diberikan secara parenteral. Manitol diekresikan
melalui filtrasi glomerulus dalam waktu 30-60 menit setelah
pemberian.
- Farmakodinamik
Manitol adalah larutan hiperosmolar yang digunakan untuk terapi
meningkatkan osmolaritas serum. Cara kerja obat ini ialah
meningkatkan osmolaritas plasma dan menarik cairan normal dari
dalam sel otak yang osmolarnya rendah ke intravaskuler yang
osmolaritas tinggi, untuk menurunkan edema otak. Pada sistem ginjal
bekerja membatasi reabsorbsi air terutama pada segmen dimana nefron
sangat permeable terhadap air. Adanya bahan yang tidak dapat
direabsorbsi air normal dengan masukan tekanan osmotik yang
melawan keseimbangan. Akibatnya, volume urin meningkat bersamaan
dengan ekresi manitol.
c. Dosis
Dosis dewasa untuk intravena sehari berkisar anatara 50-100 gram dengan
kecepatan infus 30-50 ml/jam.

II. Preformulasi zat aktif


1. Manitol (FI IV, 1995 :704)

Pemerian : Serbuk hablur atau granul mengalir bebas; putih; tidak


berbau; rasa manis.
Kelarutan : Mudah larut dalam air; larut dalam larutan basa; sukar
larut dalam puridina; sangat sukar larut dalam etanol;
praktis tidak larut dalam eter.
RM : C6H14O6
BM : 182,17
pH : 4,5-7,0
Stabilitas : Stabil dalam keadaan kering dan dalam bentuk larutan
cairan dapat disterilkan dengan filtasi atau autoklaf
dan jika diperlukan dapat diautoklaf berulang kali
dengan tidak ada efek fisika atau kimia. Dalam
larutan, manitol tidak dipengaruhi oleh dingin,
disimpan dalam wadah tertutup baik ditempat yang
dingin dan kering.
Inkompatibilitas : Cairan manitol 20% w/v atau lebih kuat, mungkin akan
dikurangi kelarutannya oleh kalium klorida atau natrium
klorida.

Kesimpulan : Manitol sebagai zat aktif


Cara sterilisasi : Pemanasan akhir produk secara autoklaf 121oC selama 15
menit.
Kemasan : Botol infus 500 ml yang tertutup baik
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik ditempat yang dingin dan
kering.

III.Preformulasi Eksipien
1. Aqua Pro Injection (HPE 6th Edition, 2009 : 547)

Pemerian : Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak


mempunyai rasa
Kelarutan : -
RM : H2O
BM : 18,02
Stabilitas : Stabil dalam setiap keadaan (es, cairan, uap panas)
pH : 5-7
Kesimpulan : Aqua Pro Injection sebagai pelarut
Cara sterilisasi : Pemanasan akhir produk secara autoklaf 121oC selama 15
menit.

IV. Perhitungan
a. Osmolaritas
Osmolaritas manitol = 25 g /500 ml=50 g /L
BM = 182,17 g /mol ; n = 1
50 g
x 1 x 1000 ml
Mos mol/L = 182,17 g /mol

= 274,46 ( isotonis, sehingga tidak perlu penambahan NaCl)

b. Dosis
Dewasa = 5% = 5 gram/100 ml
= 20% = 20 gram/100 ml

20
x 5 gram/100 ml=5 gram/100ml
Dosis = 20
20
x 20 gram/100 ml=5 gram/100 ml
= 20

Dosis manitol :
Sekali = 25 gram/500 ml=0,05 gram/ml
Sehari = 3 x 25 gram/500 ml
= 75 gram/1500 ml
= 0,05 gram /ml

c. Perhitungan tetesan cairan infus


Faktor tetes otsuka = 15 tetes/ml
Jumlah kebutuhan cairan = 50 ml/jam
Waktu = 1 jam = 60 menit
Jumlah kebutuhan cairan x faktor tetes
Jumlah tetesan permenit=
waktu (menit)
50 ml x 15 tetes/ml

60 menit
12,5 tetes/menit = 12 tetes/menit
V. Formula yang diusulkan

Bahan Yang dibutuhkan Jumlah (%) Fungsi


Manitol 27,5 g 5% Zat Aktif
Aqua P.I Ad 550 ml 100% Pelarut

VI. Penimbangan bahan


Untuk membuat infus 500 ml perlu penambahan 10% untuk mengantisipasi
kehilangan sediaan. Jadi volume yang akan dibuat adalah 550 ml dengan
penimbangan bahan sebagai berikut :
5g 25 g
x 5=
- Manitol 5 % = 100 ml 500 ml
= 25 g + 10 % = 27,5 g
100 ml 500 ml
x 5=
- Aqua P.I 100 % = 100 ml 500 ml

= 500 ml + 10 % = 550 ml

VII. Penimbangan Bahan


a. Alat

No Nama alat Jumlah Waktu Cara sterilisasi


1 Batang pengaduk 1 30 menit Oven 170oC
2 Gelas ukur 1 30 menit Oven 170oC
3 Cawan porselen 1 30 menit Oven 170OoC
4 Gelas kimia 1000 1 30 menit Oven 170OoC
ml

b. Wadah

No Nama Wadah Jumlah Waktu Cara sterilisasi


1 Botol infus 500 ml 1 15 menit Autoklaf 121oC

c. Bahan
Pembuatan infus manitol dilakukan dengan sterilisasi akhir
menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit sebab sediaan
stabil terhadap pemanasan.

VIII. Prosedur pembuatan


1. Kalibrasi gelas kimia dan botol infus.
2. Tuang aqua p.i sedikit pada gelas kimia yang telah dikalibrasi.
3. Timbang manitol sebanyak 27,5 gram menguunakan cawan porselen
dan masukkan kedalam gelas kimia yang telah dikalibrasi.
4. Tuang aqua p.i untuk melarutkan manitol dan membilas cawan
porselen, lalu aduk menggunakan batang pengaduk hingga homogen.
5. Tambahkan aqua p.i hingga tanda batas.
6. Lakukan uji pH menggunakan pH meter.
7. Pindahkan ke gelas ukur 500 ml dan ukur volume terpindahkan,
kekurangan volume ditambahkan dengan aqua p.i.
8. Masukkan ke dalam botol infus, lalu tutup rapat.
9. Lakukan sterilisasi akhir dengan autoklaf pada suhu 121oC selama 15
menit.
10. Pemberian etiket.

IX. Etiket
X. Data Pengamatan

N
Jenis evaluasi Hasil Syarat
o
1 Uji pH sediaan 7,03 pH sediaan 7
Uji kejernihan Tidak ditemukan adanya
2 Jernih
larutan serat atau pengotor.
Uji kebocoran
3 Tidak bocor Tidak bocor.
wadah
Rata-rata tidak kurang
Volume
4 100% dari 100% dan tidak
terpindahkan
satupun kurang dari 95%.

Volume terpindahkan
%Volume terpindahkan = Volume sediaan x 100 %

500 ml
%Volume terpindahkan = 500 ml x 100 % = 100%

XI. Pembahasan

Pada praktikum kali ini membuat sediaan steril berupa sediaan infus dengan
bahan aktif yaitu manitol yang dibuat secara aseptis. Tujuan suatu sediaan
dibuat steril adalah karena berhubungan langsung dengan darah atau cairan
tubuh dan jaringan tubuh lain yang pertahanannya terhadap zat asing tidak
selengkap pada saluran cerna atau gastrointestinal. Diharapkan dengan
kondisi steril dapat dihindari adanya infeksi sekunder. Dalam hal ini tidak
berlaku relative steril atau setengah steril, hanya ada dua pilihan yaitu steril
dan tidak steril. Dan sediaan infus merupakan sediaan yang perlu disterilkan
(Anonim, 1978).

Arti infus adalah sediaan steril berupa larutan/emulsi, bebas pirogen dan
sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah serta dapat disuntikkan
langsung ke pembuluh darah dalam volume relatif banyak (Goeswin, 1983).
Syarat infus harus aman, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan dan efek
toksis. Jernih, berarti tidak ada partikel padat. Tidak berwarna, kecuali
obatnya memang berwarna. Sedapat mungkin isohidris (pH larutan sama
dengan darah dan cairan tubuh lain yakni 7,4). Sedapat mungkin isotonis,
artinya mempunyai tekanan osmosis yang sama dengan darah atau cairan
tubuh yang lain. Tekanan osmosis cairan tubuh seperti darah, air mata, cairan
lumbai dengan tekanan osmosis larutan NaCl 0,9%. Harus steril, suatu bahan
dinyatakan steril bila sama sekali bebas dari mikroorganisme hidup dan
patogen maupun non patogen, baik dalam bentuk vegetatif maupun dalam
bentuk tidak vegetatif (spora). Bebas pirogen, karena cairan yang
mengandung pirogen dapat menimbulkan demam. Pirogen adalah senyawa
kompleks polisakarida dimana mengandung radikal dengan unsur N dan P.
Selama radikal masih terikat, selama itu dapat menimbulkan demam dan
pirogen bersifat termostabil.

Zat aktif yang digunakan yaitu manitol. Indikasi zat aktif manitol yaitu untuk
mencegah atau mengobati kelebihan air dalam tubuh pada keadaan ginjal
tertentu, mengurangi pembengkakan otak, atau mengurangi tekanan dalam
mata (Reynold, 1982).

Air untuk injeksi adalah air suling segar yang disuling kembali. Digunakan
untuk pelarut dalam pembuatan obat suntik, yang akan disterilkan sesudah
dibuat. Air untuk obat suntik hanya dapat digunakan dalam waktu 24 jam
sesudah penampungan disimpan dalam wadah dari gelas steril dan bebas
pirogen. Walaupun air untuk obat suntik tidak disyaratkan steril tetapi harus
bebas pirogen. Air untuk obat suntik harus disimpan dalam wadah yang
tertutup rapat pada temperatur di bawah atau di atas kisaran temperatur
dimana mikroba dapat tumbuh. Penyimpanan air untuk injeksi (WFI) harus
disimpan dalam wadah yang tertutup rapat pada temperatur di bawah atau di
atas kisaran temperatur ideal mikroba dapat tumbuh (Anonim, 1979).
Adapun fungsi bahan yang digunakan dalam praktikum ini diantaranya
Manitol sebagai zat aktif, Karboadsorben untuk menyerap zat-zat anorganik
yang tidak berguna, dan WFI sebagai Pelarut. Fungsi Perlakuan; Pemanasan
diautoclaf berfungsi sebagai untuk mensterilkan alat. Menggunakan metode
sterilisasi akhir sebab sediaan stabil terhadap pemanasan. Sterilisasi akhir
menggunkan autoklaf pada suhu 121oC selama15 menit.

Hasil yang diperoleh termasuk ke dalam syarat pembuatan infus yang baik,
yaitu jernih bebas partikel dan pirogen, tidak ada kebocoran, volume
terpindahkan 100% dan pH yang diperoleh 7,03 mendekati persyaratan infus
yang baik yaitu 4,5 sampai 7,0. Jadi infus manitol yang dibuat dalam
praktikum ini sudah baik.
XII. Kesimpulan

Berdasarkan praktikum kali ini, dapat disimpulkan bahwa :


1. Injeksi adalah sediaan steril yang disuntikkan dengan cara merobek
jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir.
Injeksi dapat berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan.
2. Sediaan yang dibuat adalah infus manitol dengan volume 500 ml. Injeksi
ini bersifat isotonis sehingga tidak diperlukan penambahan zat
pengisotonis.
3. Kesalahan pada praktikum ini adalah tidak dilakukan penyaringan sebelum
dikemas, sehingga setelah di sterilisasi pun masih terdapat partikel-partikel
asing dalam sediaan. Serta tidak semua alat yang digunakan di sterilkan
sebelum digunakan, sehingga memungkinkan terjadinya kontaminasi dari
alat yang digunakan, dari udara, dan dari bagian tubuh kita sendiri yang
tidak terlindungi dari APD (alat pelindung diri).

XIII. Saran

Dalam pembuatan sediaan steril, praktikan sebaiknya lebih mengutamakan


kebersihan dan kesterilan alat pada pengerjaan sediaan, sehingga sediaan
yang diperoleh bermutu tinggi dan memiliki efek maksimal tanpa adanya
zat asing yang dapat mengganggu.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1978, Formularium Nasional Edisi Kedua, Departemen Kesehatan


Republik Indonesia, Jakarta.
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Lund, Walter, 1994, The Pharmaceutical Codex 12th Edition, Pharmaceutical
Press, London.
Reynold, James E F, 1982, Martindale The Extra Pharmacopoeia, Twenty Eighth
edition, London : The Pharmaceutical Press.
Rowe, R.C., 2009, Handbook of Phamaceutical Exipients 6th Edition,
Pharmaceutical Press, London.
Sulista, 2012, Farmakologi dan Terapi Edisi 5, UI-Press, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai