4 DI DALAM TUBUH
10
11
12
13
14
15 OLEH :
22
23
24
25 AKADEMI FARMASI PUTRA INDONESIA MALANG
26 JANUARI 2020
1
27 DAFTAR ISI
28
29DAFTAR ISI..........................................................................................................................................i
30BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................1
31 1.1 Latar Belakang......................................................................................................................1
32 1.2 Tujuan....................................................................................................................................2
33 1.3 Manfaat..................................................................................................................................2
34BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................3
35 2.1 Tinjauan Penyakit..................................................................................................................3
36 2.2 Tinjauan Tentang Zat Aktif...................................................................................................4
37 2.3 Tinjauan Tentang Produk.......................................................................................................5
38 2.4 Praformulasi dan Formulasi...................................................................................................7
39 2.5 Produksi...............................................................................................................................11
40 2.6 Evaluasi Produksi................................................................................................................23
41BAB III METODE PRAKTIKUM......................................................................................................25
42 3.1 Formula...............................................................................................................................25
43 3.2 Perhitungan Isotonis............................................................................................................25
44 3.3 Perhitungan Isohidris...........................................................................................................25
45 3.4 Perhitungan Bahan...............................................................................................................26
46 3.5 Prosedur Kerja.....................................................................................................................27
47 3.6 Evaluasi Sediaan..................................................................................................................29
48BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................................................31
49 4.1 Hasil.....................................................................................................................................31
50 4.2 Pembahasan.........................................................................................................................31
51BAB V KESIMPULAN......................................................................................................................34
52 5.1 Kesimpulan..........................................................................................................................34
53DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................35
i
54 BAB I
55 PENDAHULUAN
57 Tukak lambung adalah kondisi peradangan akibat luka pada dinding lambung.
58Terkadang gangguan pencernaan ini juga bisa terjadi pada duodenum (bagian pertama usus
59halus), dan esophagus atau batang tenggorokan yang posisinya terdekat lambung. Tukak
60terjadi ketika dinding lambung dan usus halus terkikis lalu terluka, sehingga mengenai
61jaringan yang lebih dalam. Tanpa perawatan yang tepat, tukak pada lambung bisa
62menyebabkan nyeri yang berkepanjangan atau bahkan kerusakan organ cerna. Kerusakan
63Organ cerna tersebut dapat mengakibatkan seseorang tidak dapat mencenrna makanan
64dengan baik, dan akan mengalami rasa nyeri ketika mengkonsumsi sesuatu. Hal ini dapat
65mengakibatkan rasa letih dan lemas bagi penderitanya. rasa letih dan lemas tersebut
66diakibatkan karena tubuh kekurangan gula dan kekurangan cairan atau dehidrasi.
67 Dehidrasi adalah kondisi ketika tubuh kehilangan lebih banyak cairan daripada
68yang didapatkan, sehingga keseimbangan gula-garam tubuh terganggu dan tubuh tidak
69dapat menjalankan fungsi normalnya. Dehidrasi memiliki beberapa gejala awal seperti
70merasa haus, pusing, mual, mulut kering, urin berwarna gelap serta berbau lebih kuat.
71Akibat yang ditimbulkan dari dehidrasi yang merugikan kesehatan tubuh seperti fungsi
72ginjal menjadi terganggu karena fungsi ginjal menurun. Sehingga ginjal kehilangan
73kemampuan untuk mengontrol cairan tubuh dalam darah secara normal. Jika manusia
74memiliki banyak kegiatan maka banyak energi untuk kontraksi otot sehingga kadar
75glukosa dalam darah menurun.
1
82 Infus dapat langsung masuk ke dalam pembuluh darah sehingga efek kerja obat
83menjadi lebih cepat dan tidak menyebabkan masalah terhadap absorbsi obat. Namun, obat
84yang diberikan melalui infus tidak dapat dikeluarkan dari sirkulasi seperti yang dilakukan
85untuk obat bila diberikan per oral.
911.2 Tujuan
92 1.2.1 Untuk menguasai suatu konsep sediaan steril infus dengan zat aktif glukosa yang
93 sesuai dengan mutu fisik.
94 1.2.2 Untuk membuat sediaan steril dalam bentik infus glukosa yang baik.
95 1.2.3 Untuk memproduksi sediaan steril dalam bentyk infus glukosa yang baik
96 1.2.4 Untuk evaluasi terhadap sediaan steril infus glukosa yang sesuai dengan mutu
97 fisik.
981.3 Manfaat
99 1.3.1 Bagi Pratikum / Mahasiswa
100 Memberikan informasi sediaan steril infus glukosa yang sesuai dengan standart
101 mutu fisik.
102 1.3.2 Bagi Masyarakat
103 Dapat menggunakan sediaan steril infus glukosa sebagai penunjang dalam
104 mengobatan tukak lambung.
105
106
2
107
108 BAB II
112 Dehidrasi adalah kondisi ketika tubuh kehilangan lebih banyak cairan
113 daripada yang didapatkan, sehingga keseimbangan gula-garam tubuh terganggu
114 dan tubuh tidak dapat menjalankan fungsi normalnya. Kadar cairan dengan jumlah
115 yang tidak mencukupi menyebabkan manusia mengalami resiko hipovolemi atau
116 dehidrasi.
118 Penyebab utama dehidrasi adalah berkeringat secara berlebihan pada saat
119 manusia melakukan aktivitas seperti berolahraga, latihan mengangkut beban
120 berat, ,atau sedang bekerja di tempat yang panas biasanya terserang dehidrasi
121 karena banyaknya keringat yang dikeluarkan. Selain itu, dehidrasi dapat
122 disebabkan oleh penyakit yang mengakibatkan kehilangan cairan seperti diare,
123 muntah, diabetes dan tukak lambung.
132 Akibat yang ditimbulkan dari dehidrasi yang merugikan kesehatan tubuh
133 seperti fungsi ginjal menjadi terganggu karena fungsi ginjal menurun. Sehingga
134 ginjal kehilangan kemampuan untuk mengontrol cairan tubuh dalam darah secara
3
135 normal. Jika manusia memiliki banyak kegiatan maka banyak energi untuk
136 kontraksi otot sehingga kadar glukosa dalam darah menurun.
137
148 Kegunaan glukosa untuk sediaan infus adalah untuk nutrisi parenteral dan sebagai
149cairan pengganti.Glukosa 5% berfungsi sebagai cairan pengganti dalam tubuh. Glukosa
150>5% sebagai sumber karbohidrat.
152 Glukosa merupakan senyawa yang siap dimetabolisme di dalam tubuh. Senyawa ini
153meningkatkan kadar glukosa dalam darah, sehingga dapat memenuhi kebutuhan akan
154kalori. Konsentrasi glukosa akan menurun apabila terjadi penurunan jumlah protein dan
155nitrogen dalam tubuh dan juga dapat memicu pembentukan glikogen. Glukosa merupakan
156monosakarida yang sangat cepat diserap dalam mekanisme difusi aktif. Glukosa disimpan
157sebagai glikogen. Glukosa dimetabolisme menjadi CO2 dan air maka larutan glukosa dapat
158menggantikan cairan tubuh yang hilang.
4
166 Glukosa dikontraindikasikan terhadap pasien yang memiliki hiperglikemi
167(diabetes) , pasien gangguan ginjal , gangguan absorbsi glukosa.
169 Jangan diberikan melalui infus set yang sama dengan darah karena kemungkinan
170pseudo agglutinasi sel darah dapat terjadi.
171
5
197 1. Terjadi komplikasi, terbentuknya trombus akibat rangsang tusukan jarum pada
198 dinding vena.
199 2. Pemakaian sediaan lebih sulit dan tidak disukai oleh pasien.
200 3. Obat yang telah diberikan secara intravena tidak dapt ditarik kembali.
201 4. Lebih mahal dari pada sediaan non steril karena lebih ketatnya persyaratan yang
202 harus dipenuhi.
203 2.3.4 Penggolongan
204 2.3.4.1 Penggolongan Infus Berdasarkan Fungsi :
205 1. Infus untuk dehidrasi
206 Befungsi untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat terjadinya
207 penyimpangan antara jumlah cairan yang masuk dengan jumlah cairan yang keluar
208 tidak seimbang.
215 2.3.4.2 Infus Berdasarkan Fungsi Plasma Expander atau Penambah Darah
216 Larutan plasma expander adalah suatu sediaan larutan steril yang digunakan untuk
217menggantikan plasma darah yang hilang akibat pendarahan, luka bakar , operasi, dan lain-
218lain. Berikut merupakan jenis-jenis infus berdasarkan fungsi plasma expander atau plasma
219darah, antara lain :
221 Whole blood atau darah lengkap manusia adalah darah yang telah diambil dari donor
222manusia, yang dipilih dengan pencegahan pendahuluan aseptis yang ketat. Darah
223ditambahkan ion sitrat atau heparin sebagai antikoagulan.
6
225 Human albumin adalah sediaan steril albumin serum yang didapat dengan melakukan
226fraksinasi darah dari donor manusia sehat. Tidak kurang dari 96% protein harus albumin.
227Setiap 100 mL mengandung 25 g albumin serum yang sebanding atau ekuivalen
228kosmotiknya dengan 500 ml plasma manusia normal atau 5 g sebanding dengan 100 mL
229plasma manusia normal
231 Plasma protein mengandung 5 g protein per 100 mL, 83-90% adalah albumin, lalu
232sisanya alfa dan beta globulin. Plasma protein adalah larutan steril protein yang terpilih
233dari plasma darah donor manusia dewasa.
236 Larutan irigasi adalah sediaan larutan steril dalam jumlah besar (3 liter). Larutan
237 tidak disuntikkan ke dalam vena, tetapi digunakan di luar sistem peredaran darah dan
238 umumnya menggunakan jenis tutup yang diputar atau plastik yang dipatahkan, sehingga
239 memungkinkan pengisian larutan dengan cepat. Larutan ini berguna sebagai pencuci
240 luka.
242 Larutan dialisis peritoneal merupakan suatu sediaan larutan steril dalam jumlah besar
243 (2 liter). Larutan tidak disuntikkan ke dalam vena tetapi dibiarkan mengalir ke dalam
244 ruangan peritoneal dan umumnya menggunakan tutup plastik yang dipatahkan, sehingga
245 memungkinkan larutan cepat turun ke bawah.
246
7
254 2.4.2 Karakteristik bahan
255 a. Zat Aktif : Glukosa
256
257
258
259
260 Nama Latin : Dextrosum
261 Nama Lain : Dekstrosa
262 Definisi : Suatu gula yang diperoleh dari hidrolisis pati. Mengandungsatu
263 molecul air hidrat atau anhidrat
264 Rumus Molekul : C6H12O6
265 BM : 198,17
266 Pemerian : Serbuk putih kristal, dengan rasa manis, larut dalam air, sedikit
267 larut dalam alkohol. Hablur, tidak berwarna, serbuk hablur atau butiran putih, tidak
268 berbau, rasa manis
269 Kelarutan : Larut dalam 1 bagian air, 100 bagian dalam alkohol, sangat mudah
270 larut dalam air mendidih, larut dalam alkohol mendidih.
271 Titik Didih :1460C
272 Sifat : Tahan panas
273 Fungsi : Sebagai pengganti kehilangan cairan tubuh, sehingga tubuh kita
274 mempunyai energi kembali untuk melakukan metabolismenya dan juga sebagai sumber
275 kalori.
276 b. Karbon Absorben
277 Nama Latin : Carbon Adsorbens
278 Nama Lain : Arang Jerap
279 Definisi : Arang jerap adalah sisa destilasi destruktif dari beberapa bahan
280 organik yang telah diberi perlakuan untuk mempertinggi daya jerap.
281 Pemerian : Serbuk halus, bebas dari butiran, berwarna hitam, tidak berbau,
282 tidak berasa
283 Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) P.
284 Khasiat dan penggunaan : Antidotum /penyerap Pirogen
285 Konsentrasi : 0,1%
8
286 Stabilitas Penyimpanan : Dapat mengadsorbsi air sebaiknya disimpan dalam wadah
287 yang tertutup kedap, ditempat sejuk dan kering.
288 Inkompabilitas : Dapat menurunkan ketersediaan hayati beberapa obat seperti
289 loperamid dan riboflavin. Reaksi hidrolisis dan oksidasi dapat dinaikkan
290 c. API (Air Pro Injection)
299 Formulasi adalah salah satu kegiatan dalam pembuatan sediaan dimana
300 menitikberatkan pada kegiatan merancang komposisi bahan baik bahan aktif maupun
301 bahan tambahan yang diperlukan untuk membuat sediaan tertentu yang meliputi nama
302 dan takaran bahan, dimana penentuan bahan harus selalu melewati proses studi
303 praformulasi.
304 Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa formulasi adalah roses perancangan
305 komposisi bahan yang meliputi nama dan takaran bahan.
306 2.4.4 Spesifikasi Bahan
307 1. Glukosa
308 Glukosa digunakan sebagai zat aktif karena glukosa merupakan sebagai pengganti
309 kehilangan cairan tubuh, sehingga tubuh kita mempunyai energy kembali untuk
310 melakukan metabolismenya dan juga sebagai sumber kalori. Stabil dalam bentuk larutan.
311 Glukosa merupakan bahan yang berfungsi sebagai kalorinergik artinya sebagai sumber
312 energi. Bentuk alaminya disebut juga Dekstrosa. Penggunaan glukosa pada sediaan ini
313 sebagai bahan utamanya dimaksudkan untuk menambah energi pada pasien yang
314 kehilangan banyak cairan tubuh karena hipokelemik dehidrasi.
315 2. Karbon Absorben
9
316 Karbon absorben digunakan karena memiliki karakterisasi karbon aktif yang lebih
317 difokuskan pada sifat absorbsi. Pada sediaan infus karbon absorben digunakan untuk
318 menyerap bakteri pirogen yang ada dalam sediaan.
320 Api digunakan dalam infus sebagai pelarut steril tidak mengandung bahan
321 antimikroba atau bahan tambahan lainnya, biasa digunakan untuk sediaan-sediaan
322 parental, yaitu sediaan yang melalui aliran darah sehingga sterilitas dari air pro injection
323 sangat diperlukan agar tidak membahayakan pengguna. Selain sebagai bahan dalam
324 pembuatan injeksi karena bebas pirogen, alasan dari penggunaan A.P.I. yaitu dalam ilmu
325 farmasi, air dapat bereaksi dengan obat dan zat tambahan lainnya yang mudah
326 terhidrolisa (mudah terurai dengan karena adanya kelembaban).
329 Dengan mengkonversi nilai zat NaCl. Rumus ini digunakan apabila suatu bahan
330 memiliki nilai ekuivalen yang sama terhadap NaCl.
331 NaCl = W × E
332 Keterangan :
336 Rumus PTB digunakan apabila suatu bahan secara kimia tidak stabil. Tetapi
337 pada umumnya kebanyakan bahan stabil secara kimia.
338 W= ( 0,52−b
a )
339 Keterangan :
10
341 0,52 : Tetapan titik beku
345 Rumus Tetapan Isotonis digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tetapan Liso.
346 Keterangan :
354 Rumus Derajat Disosiasi digunakan untuk bahan yang lebih dari satu dan tidak
355 memiliki tetapan Liso
356 h=
mh
fh { [(
× 0,28−
fa
ma
×a +
fb
mb )(
×b +. . . ) ]}
357 keterangan :
11
363 derajat disosiasi netral :1
364 asam lemah : 1,5
365 asam kuat basa kuat : 1,8
366
3682.5 Produksi
369 2.5.1 Ruang Produksi
370 1. Definisi
371 Ruang produksi adalah suatu ruang yang dirancang dengan khusus sebagai tempat
372 dilaksanakan kegiatan produksi dimana di dalamnya mengakomodasi berbagai macam
373 kebutuhan produksi ( alat, bahan, personal, manajemen ) dengan spesifikasi khusus.
374 2. Syarat
375 1. Konstruksi bangunan tahan bencana
376 Dalam memproduksi suatu sediaan banguan yang digunakan sebagai tempat
377 produksi harus kuat dan kokoh tahan bencana sepeti banjir, gempa bumi atau
378 tsunami. Hal ini dilakukan untuk menghindari kerusakan alat dan bahan ketika
379 terjadi bencana.
380 2. Mendukung alur produksi one way
381 Alur produksi one way dilakukan agar proses produksi berjalan teratur dan tidak
382 terjadi benturan antar pegawai dan juga dapat menghemat waktu produksi.
383 3. Terdapat pengaturan suhu, cahaya, tekanan, dan higienitas
384 Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusanakan bahan yang ada seperti
385 bahan yang mudah menguap pada suhu tinggi atau bahan yang tercemar oleh
386 mikroba.
387 4. Ruang tidak bersudut
388 Ruangan produksi biasanya dibuat sedikit melengkung. Hal ini dilakukan untuk
389 menghindari timbulnya penumpukan kotoran maupun sarang hewan seperti laba-
390 laba yang biasanya terdapat pada sudut ruang.
391 5. Berlapiskan epoksi
392 Lantai laboratorium yang berlapiskan epoksi akan terlihat lebih mengkilap,
393 bersih dan steril. Pelapisan dengan epoksi ini juga bermanfaat lain karena dapat
394 menutup pori pori lantai juga dapat menyamarkan lantai yang retak.
12
395 6. Terdapat interlock door
396 Pintu otomatis juag diperlukan agar udara luar tidak masuk dalam ruang produksi
397 yang mungkin akan merusak bahan misalnnya bahan yang bersifat higroskopis.
398 3. Bagian-Bagian Area
399 Area pabrik dibagi menjadi 4 zona dimana masing-masing zona memiliki
400 spesifikasi tertentu. Empat zona tersebut meliputi :
13
428 dengan kelas kebersihan lebih rendah ke ruang dengan kelas kebersihan lebih
429 tinggi. Berdasarkan CPOB, ruang diklasifikasikan menjadi kelas A, B, C, D dan E,
430 dimana setiap kelas memiliki persyaratan jumlah partikel, jumlah mikroba,
431 tekanan, kelembaban udara dan air change rate.
432
433 2.5.2 Alat Produksi
434 1. Definisi
435 Alat adalah seperangkat instrument yang digunakan untuk membuat, mengolah
436 ataupun memodifikasi suatu bahan awal menjadi sediaan ruahan maupun sediaan
437 jadi dengan fungsi dan standar tertentu.
438
439 2. Fungsi
440 1. Beker glass
441
442 Sebagai tempat untuk melarutkan zat yang tidak butuh ketelitian tinggi,
443 misalnya pereaksi/reagen untuk analisa kimia kualitatif atau untuk pembuatan
444 larutan standar sekunder pada analisa titrimetri/volumetri.
445 Fungsi: : Untuk mengukur volume larutan yang tidak memerlukan tingkat
446 ketelitian yang tinggal, menampung zat kimia, media pemanasan cairan,
447 menyimpan zat kimia, dan mencampur zat kimia
448 2. Gelas ukur
449
14
450 Untuk mengukur volume larutan. Pada saat praktikum dengan ketelitian tinggi
451 gelas ukur tidak diperbolehkan untuk mengukur volume larutan. Pengukuran
452 dengan ketelitian tinggi dilakukan menggunakan pipet volume
453 3. Corong gelas
454
455 Corong terdiri atas mulut dan batang corong yang berfungsi untuk proses
456 penyaringan. Panjang sesuai dengan diameter atas corong, ukuran diameter
457 50, 75, 100, 150, dan 200 mm
458 4. Prinsip Kerja
459 1. Autoclave
460 Autoklaf adalah alat pemanas tertutup yang digunakan untuk mensterilisasi
461 suatu benda menggunakan uap bersuhu dan bertekanan tinggi (121 0C, 15 lbs)
462 selama kurang lebih 15 menit.Penurunan tekanan pada autoklaf tidak dimaksudkan
463 untuk membunuh mikroorganisme, melainkan meningkatkan suhu dalam autoklaf.
464 Suhu yang tinggi inilah yang akan membunuh microorganisme. Autoklaf terutama
465 ditujukan untuk membunuh endospora, yaitu sel resisten yang diproduksi oleh
466 bakteri, sel ini tahan terhadap pemanasan, kekeringan, dan antibiotik. Pada spesies
467 yang sama, endospora dapat bertahan pada kondisi lingkungan yang dapat
468 membunuh sel vegetatif bakteri tersebut. Endospora dapat dibunuh pada suhu
469 100 °C, yang merupakan titik didih air pada tekanan atmosfer normal. Pada suhu
470 121 °C, endospora dapat dibunuh dalam waktu 4-5 menit, dimana sel vegetatif
471 bakteri dapat dibunuh hanya dalam waktu 6-30 detik pada suhu 65 °C.
472 Perhitungan waktu sterilisasi autoklaf dimulai ketika suhu di dalam autoklaf
473 mencapai 121 °C. Jika objek yang disterilisasi cukup tebal atau banyak, transfer
474 panas pada bagian dalam autoklaf akan melambat, sehingga terjadi perpanjangan
475 waktu pemanasan total untuk memastikan bahwa semua objek bersuhu 121 °C
476 untuk waktu 10-15 menit. Perpanjangan waktu juga dibutuhkan ketika cairan dalam
477 volume besar akan diautoklaf karena volume yang besar membutuhkan waktu yang
15
478 lebih lama untuk mencapai suhu sterilisasi. Performa autoklaf diuji dengan
479 indicator biologi, contohnya Bacillus stearothermophilus.
480 Gambar :
481
482 Bagian-bagian dalam autoklaf
483 1. Tombol pengatur waktu mundur (timer)
484 2. Katup pengeluaran uap
485 3. Pengukur tekanan
486 4. Kelep pengaman
487 5. Tombol on-off
488 6. Termometer
489 7. Lempeng sumber panas
490 8. Aquades (dH2O)
491 9. Sekrup pengaman
492 10. Batas penambahan air
493 Cara penggunaan
494 a. Sebelum melakukan sterilisasi cek dahulu banyaknya air dalam
495 autoclave. Jika air kurang dari batas yang ditentukan maka dapat
496 ditambah air sampai batas tersebut. Gunakan air hasil destilasi, untuk
497 menghindari terbentuknya kerak dan karat.
498 b. Disumbat alat yang berbentuk botol dengan kapas untuk menutup
499 lubang, jika mensterilisasi botol bertutup ulir, maka tutup harus
500 dikendorkan, dan dibungkus alat dengan menggunakan kertas coklat,
501 setelah itu diikat menggunakan benang bol.
502 c. Masukkan alat dan bahan yang akan disterilkan.
16
503 d. Tutup autoklaf dengan rapat lalu kencangkan baut pengaman agar tidak
504 ada uap yang keluar dari bibir autoclave. Klep pengaman jangan
505 dikencangkan terlebih dahulu.
506 e. Nyalakan autoclave, diatur timer dengan waktu minimal 15menit pada
507 suhu 121°C.
508 f. Tunggu sampai air mendidih sehingga uapnya memenuhi kompartemen
509 autoklaf dan terdesak keluar dari klep pengaman. Kemudian klep
510 pengaman ditutup (dikencangkan) dan tunggu sampai selesai.
511 Perhitungan waktu 15’ dimulai sejak tekanan mencapai 2 atm.
512 g. Jika alarm tanda selesai berbunyi, maka tunggu tekanan dalam
513 kompartemen turun hingga sama dengan tekanan udara di lingkungan
514 (jarum pada preisure gauge menunjuk ke angka nol). Kemudian klep-
515 klep pengaman dibuka dan keluarkan isi autoklaf dengan hati-hati.
5162. Oven
517 Oven merupakan alat sterilisasi yang menggunakan udara panas kering.
518 Dimana fungsi oven adalah mensterilisasi alat-alat gelas yang tidak berskala
519 prinsip oven yaitu menghancurkan lilis mikroba mengunakan pasan udara
520 kering.Cara menggunakan :
521 a. Menyumbat mulut alat-alat yang akan disterilkan dengan kapas atau tutup
522 sekrup.
523 b. Meletakkan di atas rak dengan rapi.
524 c. Menutup rapat dengan mengencangkan sekrup, menekan tombol “on”,
525 menunggu sampai suhu menaik secara perlahan.
526 Apabila suhu telah mencapai 1700C, lalu mengatur tombol “timer” pada angka
527 2 (yang berarti 2 jam).
528
5293. Laminar Air Flow
530 Laminar Air Flow adalah alat sterilisasi yang menggunakan prinsip filtrasi
531 udara dan penggunaan radiasi ultraviolet.Laminar air flow digunakan sebagai
532 tempat untuk melakukan kegiatan laboratorium yang membutuhkan kondisi steril,
533 seperti membuka alat yang telah disterilisasi dan menyiapkan samel mikrobia.
534 Lingkungan dalam laminar air flow disterilisasi dengan 2 cara. Sebelum digunakan,
535 laminar air flow ditutup dan lampu UVR dinyalakan sehingga mikrobia di udara
536 dan permukaan ruang mati, lalu saat bekerja, kondisi udara dijaga stabil dengan
17
537 filtrasi udara. Komponen laminar air flow antara lain ruang kaca steril yang
538 dilengkapi dengan tutup, filter udara di bagian belakang, lampu UVR di langit-
539 langit ruang, lampu biasa untuk membantu proses kerja, serta panel tombol untuk
540 menyalakan lampu UVR, filter dan lampu biasa.
541 a. Cara kerja :
542 1. Nyalakan lampu UV, minimum selama 30 menit, sebelum laminar air flow
543 digunakan. Hindarkan sinarnya dari badan dan mata.
544 2. Siapkan semua alat-alat steril yang akan dipergunakan. Alat-alat yang
545 dimasukkan ke dalam laminar air flow, disemprot terlebih dahulu dengan
546 alkohol 70% atau spiritus.
547 3. Meja dan dinding dalam LAF disemprot dengan alkohol 70% atau dengan
548 spiritus untuk mensterilkan LAF.
549 4. Blower pada LAF dihidupkan untuk menjalankan air flow.
550 5. Nyalakan lampu dalam LAF.
551 6. LAF sudah siap untuk digunakan.
552 b. Hal yang perlu diperhatikan :
553 1. Jangan meletakkan lampu bunsen terlalu dekat dengan filter dan alkohol
554 untuk merendam peralatan kultur.
555 2. Jangan menumpuk alat-alat, botol-botol media, dan lain-lain benda di depan
556 tempat bekerja sehingga menghalangi aliran udara.
557 3. Jangan mencelupkan alat tanam dengan nyala api ke dalam alkohol (nyala
558 api alkohol yang terdapat pada alat tanam, tidak terlihat dengan jelas di
559 tempat yang terang.
560 4. Jangan mendekati lampu bunsen, dengan tangan yang baru disemprot
561 alkohol atau spiritus.
562 5. Bersihkan Laminar Air Flow setelah selesai bekerja.
5633. Panci
564 Digunakan untuk sterilisasi dengan cara perebusan. Alat yang biasanya
565 digunakan disinfeksi tingkat tinggi sarung tangan dengan menggunakan uap air
566 adalah sarung tangan atau bahan karet lainya. Caranya :
567 a. Ganti air setiap kali mendesinfeksi peralatan
568 b. Rendam peralatan di dalam air sehingga semuanya terendam air
569 c. Mulai panaskan air
570 d. Mulai hitung waktu saat air mendidih
18
571 e. Jangan tambahkan benda apapun ke dalam air mendidih setelah penghitungan
572 waktu dimulai
573 f. Rebus selama 20 menit
574 g. Catat lama waktu perebusan peralatan di dalam buku khusus
575 h. Biarkan peralatan kering dengan cara diangin-anginkan sebelum digunakan
5764. Lampu Sepirtus
577 Biasanya dipakai untuk sterilisasi jarum platina, ose dan sebagainya yang
578 terbuat dari latina/ nikrom. Cara menggunakannya adalah dengan membakar alat-
579 alat tersebut diatas api lampu spiritus sampai pijar.
5805. Sinar Ultra Violet Dari Lampu Uap Merkuri
581 Sering digunakan untuk sterilisasi ruangan inokulasi di laboratorium atau
582 ruang pengolahan.Radiasi ultra violet menyebabkan kesalahan dalam replikasi
583 DNA dan mempunyai aktivitas mutagenik pada sel hidup. Sinar ultra violet
584 mempunyai panjang gelombang 15-390 nm, pada panjang gelombang 265 nm,
585 sinar ini berefek bakterisidal kuat
5866. Penyaringan (Filtrasi)
587 Sterilisasi secara mekanik dilakukan dengan cara menyaring bahan yang
588 akan diterilkan. Cara ini digunakan bagi bahan-bahan cair yang tidak tahan panas,
589 misalnya serum darah, vaksin, toksin atau medium yang mengandung zat tidak
590 tahan terhadap pemanasan. Disamping itu cara ini digunakan pula bagi bahan-
591 bahan yang mengandung zat-zat yang tidak stabil, misalnya larutan garam
592 fisiologis, natrium bikarbonat dan lain-lain.
593 Bahan-bahan cair yang sangat peka terhadap pemanasan (serum, darah,
594 toksin, dll.) atau yang tidak tahan pemanasan tinggi (medium yang mengandung
595 senyawa gula) tidak dapat disterilkan dengan pemanasan, maka dipakai alat Filter
596 bakteri (Penyaring bakteri).
597 2.5.3 Personal
598 2.5.3.1 Syarat
599 1. Praktikan harus menggunakan seragam laboratorium (jas laboratorium) selama
600 praktikum berlangsung.
601 2. Mematuhi tata tertib dan kedisplinan selam praktikum berlangsung
602 3. Praktikan harus siap dengan peralatan dasar untuk praktikum (gunting, tali, lem,
603 wadah, serbet, dan lain – lain).
604 4. Wajib memelihara ketenangan selama praktikum berlangsung.
19
605 5. Keluar masuk ruangan harus seizin pengawas praktikum.
606 6. Dilarang makan atau minum atau membawa makanan atau minuman dalam
607 laboratorium.
608 7. Hanya boleh menggunakan meja praktikum sesuai dengan tempat yang telah
609 ditentukan untuk setiap praktikan.
610 8. Dilarang memindah peralatan praktikum dari tempat semula.
611 9. Setelah selesai digunakan, semua bahan praktikum harus dikembalikan pada
612 tempatnya semula dalam keadaan rapi dan bersih.
613 10. Semua bahan dan peralatan praktikum harus digunakan dan diperlakukan dengan
614 baik dan penuh tanggung jawab.
615 2.5.3.2 Alat Perlindungan Diri
616 1. Gowning Kelas D dan E
617 Rambut dan jenggot hendaklah ditutup.
618 Rambut dapat ditutup dengan nurse cap atau kain penutup kepala atau yang
619 menyatu dengan pakaian (seperti jumper). Untuk jenggot/kumis lebih baik
620 meminta operator untuk mencukur daripada repor-repot menutupnya.
621 Pakaian pelindung reguler.
622 Pakaian harus dapat menutup badan, lengan sampai pergelangan tangan, kaki
623 sampai pergelangan kaki. Sebaiknya tidak menggunakan kancing tapi zipper.
624
625 Pakaian Pelindung Reguler
626 Sepatu yang sesuai atau penutup sepatu
627 dapat menggunakan shoe cover untuk menutupi kaki atau menggunakan sepatu,
628 sebaiknya dipilih sepatu yang tidak menyerap air, terbuat dari bahan karet.
629 Sebaiknya jangan menggunakan sepatu yang terbuat dari kain karena dapat
630 menyerap air/cairan dan menyebabkan bau.
20
631
632 Berturut-turut dari kiri, nurse cap, masker, sarung tangan dan shoe cover
633 2. Gowning Kelas C
634 Rambut dan jenggot/kumis hendaklah ditutup.
635 Pakaian model terusan atau model celana-baju, bagian pergelangan tangan dapat
636 diikat, memiliki leher tinggi.
637 Sepatu yang sesuai atau penutup sepatu.
638 Pakaian bebas serat/partikulat.
639
640 Contoh Gowning Ruang Steril/Produk Steril
641 3. Gowning Kelas A dan B
642 Penutup kepala hendaklah menutup seluruh rambut dan janggot/kumis; pentutup
643 kepala hendaklah diselipkan ke dalam leher baju.
644 Penutup muka hendaklah dipakai.
645 Model terusan atau model celana-baju yang bagian pergelangan tangan dapat
646 diikat, memiliki leher tinggi.
647 Hendaklah dipakai sarung tangan steril bebas serbuk dan penutup kaki steril atau
648 didesinfeksi.
649 Ujung celana hendaklah diselipkan ke dalam penutup kaki dan ujung lengan baju
650 diselipkan ke dalam sarung tangan.
21
651 Pakaian bebas serat/partikulat dan mampu menahan partikel yang dilepaskan dari
652 tubuh.
653 (Hendaklah menggunakan pelindung mata).
654
655 Pakaian kelas A/B
656
657 Pakaian kelas A/B ada yang sekali pakai ada yang dapat dicuci ulang
658 (laundryable), sebaiknya dipilih yang dapat dicuci kembali sehingga hemat.
659 Pencucian baju steril juga harus terpisah dengan baju lainnya, walaupun sebelum
660 dipakai di autoclave/disterilisasi,akan lebih baik pencucian juga harus hati-hati
661 untuk meminimalisir resiko bakteri dan kerusakan.
662
663 2.5.4 Metode Produksi
664 1. Aseptis
665 Aseptik adalah keadaan bebas dari mikroorganisme penyebab penyakit.
666 Tindakan ini meliputi antisepis, desinfeksi, dan sterilisasi. Untuk itu, diperlukan
667 perlakuan khusus pada alat dan bahan operasi, lapangan operasi, operator, dan
668 asisten sebagai pelaksana.
669 2. Sterilisasi Aksir
670 Strilisasi akhir adalah proses yang bertujuan untuk menghilangkan semua
671 jenis organisme hidup, nah dalam hal ini bisaberarti untuk menghilangkan
672 mikroorganisme (protozoa, fungi, bakteri, mycoplasma, virus) yang ada pada
673 suatu benda. Dalam proses Sterilisasi desain untuk bisa membunuh atau
674 menghilangkan mikroorganisme yang fungsinya untuk menjaga kebersihan
675 suatu benda atau objek yang akan di pakai oleh manusia.
22
676 Sterilisasi yang akan dlakukan menggunakan oven dan , oven adalah adalah
677 alat sterilisasi menggunakan pemanasan dengan uap panas pada suhu 121C
678 selama 15 menit. Penggunaan metode ini biasanya dipilih untuk bahan-bahan
679 yang tahan panas seperti zat anorganik. Dasar pemilihan metode ini adalah
680 karena lebih efisien, cepat, prinsip kerja.
681 3. Overkill
682 Pendekatan Overkill dilakukan untuk membunuh semua mikroba, dengan
683 prosedur sterilisasi akhir pada suhu tinggi yaitu 121oC selama 15 menit. Dengan
684 cara ini, hanya cairan infus yang mengandung elektrolit tidak akan mengalami
685 perubahan. Namun cara ini sangat berisiko dilakukan pada cairan infus yang
686 mengandung nutrisi seperti karbohidrat dan asam amino karena bisa jadi nutrisi
687 tersebut pecah dan pecahannya menjadi racun. Misalnya saja larutan glukosa
688 konsentrasi tinggi. Pada pemanasan tinggi, cairan ini akan menghasilkan produk
689 dekomposisi yang dinamakan 5-HMF atau 5-Hidroksimetil furfural yang pada
690 kadar tertentu berpotensi menimbulkan gangguan hati. Selain suhu sterilisasi
691 yang terlalu tinggi, lama penyimpanan juga berbanding lurus dengan
692 peningkatan kadar 5-HMF ini.
693 4. Non-overkill (bioburden-based) :sesuai dengan perkembangan kedokteran yang
694 membutuhkan jenis cairan yang lebih beragam contohnya cairan infus yang
695 mengandung nutrisi seperti karbohidrat dan asam amino serta obat-obatan yang
696 berasal dari bioteknologi, maka berkembang juga teknologi sterilisasi yang lebih
697 mutakhir yaitu metoda Non-Overkill atau disebut juga Bioburden, dimana
698 pemanasan akhir yang digunakan tidak lagi harus mencapai 121 derajat,
699 sehingga produk-produk yang dihasilkan dengan metoda ini selain dijamin steril,
700 bebas pirogen, bebas partikel namun kandungannya tetap stabil serta tidak
701 terurai yang diakibatkan pemanasan yang terlampau tinggi. Dengan demikian
702 infus tetap bermanfaat dan aman untuk diberikan
703
23
708 Di dalam evaluasi uji organoleptis berperan penting dalam penerapan mutu. Tujuan
709 dari uji organoleptis dapat memberikan indikasi kebusukan, kemunduran mutu dan
710 kerusakan lainnya dari produk.
711 Prosedur uji organoleptis yang dilakukan meliputi uji warna dan bau yang dapat
712 dilakukan secara kasat mata atau dapat dilihat dengan menggunakan panca indra secara
713 langsung
715 Tujuan dilakukukan ujipH adalah untuk mempertinggi stabilitas obat, menghindari
716kemungkinan terjadinya reaksi obat tersebut, sehingga obat tersebut memiliki aktivitas dan
717potensi. pH yang terlalu tinggi menyebabkan nekrosis jaringan , sedangkan pH yang
718terlalu rendah akan mengganggu kenyamanan dalam penggunaan obat.
719 Standar dari uji pH memiliki nilai range pH 5-7.
720
721 2.6.3 Uji Kebocoran
722 Tujuan dari uji kebocoran untuk mengetahui apakah kemasan sediaan mengalami
723kebocoran atau tidak. Kaitan dari uji kebocoran ini adalah sterilitas sediaan, dan volume
724sediaan.
725 Standart dari uji kebocoran jika tidak keluar tetesan maka sediaan dinyatakan lolos
726uji kebocoran, jika keluar tetesan maka sediaan dinyatakan tidak lolos uji kebocoran
727 2.6.4 Uji Kejernihan
728 Tujuan dari uji kejernihan adalah untuk memastikan sediaan infus bebas dari partikel
729asing yang tidak larut yang dapat berasal dari larutan dan zat kimia yang terkandung,
730lingkungan, peralatan, personal maupun dari wadah.
731 Standart dari uji kejernihan jika sediaan jernih dan bebas dari partikel asing.
732
733 2.6.5 Uji Homogenitas
734 Tujuan dari uji homogenitas untuk memastikan sediaan infus bebas dari partikel
735asing yang tidak larut yang dapat berasal dari larutan dan zat kimia yang terkandung,
736lingkungan, peralatan, personal maupun dari wadah.
24
737 Standart dari uji homogenitas adalah apabila sediaan tersebut larut sempurna bisa
738dikatakan sediaan tersebut homogen, apabila sediaan tersebut tidak larut sempurna bisa
739dikatakan sediaan tersebut tidak homogen
740
741
742
743
744
745
746
747
748
7513.1 Formula
752 2.6.6 Formula Standar (Formula Nasional hal. 138)
753 Tiap 500 ml mengandung :
754 Glucosum 25g
755 Natri Chloridum 2,25 g
756 Aqua Pro Injection ad 500 ml
757 2.6.7 Formula Rancangan
758 Glucosum 5%
759 Benzalkonium 2%
760 Asam Sitrat qs
761 Natrium Fosfat qs
762 Carbon Absorben 0,1%
763 Aqua Pro Injectin ad 500 ml
25
766 ∆ tf =Liso( BMm x 1000
v )
25 1000
=1,9 (
198,17 500 )
767 x
770
796
809
0,1
810 Carbo Adsorb 0,1 % = x 500=0,5 g
100
811
812 5. Aqua Pro Injection = 500 ml−¿)
813 = 500 ml−39,669 g
814 = 460,331 ml
10
815 Dilebihkan 10% = 460 , 331 ml+ ( 100 x 460,331ml )
27
820 1. Alat
28
4. Botol Infus Kering Oven 300 1-2 jam
835
836 3. Kalibrasi botol infus 500 ml
837 4. Ditimbang asam sitrat sebanyak 0,019 g dan Natrium Fosfat
838 sebanyak 0,65 g
839 5. Masukkan Aqua Pro Injection kedalam baker glas lain
840 sebanyak 10 ml, lalu tambahan Asam sitrat dan Natrium posfat yang telah
841 ditimbang, aduk ad larut.
842 6. Ditimbang Glukosa sebanyak 27,5 g, ditimbang karbon
843 absorben sebanyak 0,5 g
844 7. Dimasukkan Air Pro Injection sebanyak 550 ml kedalam
845 baker glas, masukkan glukosa dan karbon absorben kedalam baker glas
846 yang telah diisi Aqua Pro Injection.
847 8. (7) dipanaskan pada suhu 60-70ᵒC selama 15 menit lalu
848 disaring dengan kertas saring ganda dan terlipat.
849 9. (5) dimasukkan kedalam botol infus yang telah di kalibrasi,
850 lalu tambahkan (8) sampai tanda batas kalibrasi.
851 10. Ditutup mulut botol dengan alumunium foil dan diikan kuat
852 dengan benang godam
853 11. Disterilkan dengan autoklaf pada suhu 115oC selama 30
854 menit atau pada suhu 121 o C selama 15 menit.
855 12. Dikemas dan diberi label
858 Diamati warna cairan ada tidaknya aroma yang ditimbulkan. Selain itu juga
859 dilakukan uji tetesan dengan melihat konsistensi cairan yang dihasilkan dan apakah dapat
860 menetes bila dituang.
Bentuk Warna Bau
Cair Bening Tidak berbau
861
29
863 Cara pengujian : dilakukan secara manual cukup dilihat saja apakah sudah tercampur
864 dengan sempurna.
Hasil Uji Standar
Homogen Homogen
865
866 3.6.3 Uji pH
867 Dengan pH meter : Sebelum digunakan, periksa elektroda dan jembatan garam.
868 Kalibrasi pH meter. Pembakuan pH meter : Bilas elektroda dan sel beberapa kali dengan
869 larutan uji dan isi sel dengan sedikit larutan uji. Baca harga pH. Gunakan air bebas CO2
870 untuk pelarutan dengan pengenceran larutan uji.
Hasil praktikum Standard
pH 6,5 PH darah 7,35 – 7,4
871
872 3.6.4 Uji Kejernihan
873 Meletakkan wadah sediaan yang berisi cairan infus di dalam kotak dengan latar
874 hitam dan putih yang didalamnya terdapat lampu yang menyinari wadah dari arah
875 samping.
876 a. Pertama wadah didekatkan pada lampu pada sisi dengan latar putih, amati
877 kejernihan cairan dengan melihat ada atau tidak kotoran berwarna gelap.
878 b. Wadah didekatkan pada lampu pada sisi dengan latar hitam, amati
879 kejernihan kembali dengan melihat ada atau tidak kotoran yang berwarna
880 muda
881 c. Bandingkan dengan perlakuan pertama pada latar putih.
Hasil Praktikum Standard
Jernih Jernih
882
30
889 3.6.6 Uji Kebocoran
892 BAB IV
8944.1 Hasil
Uji Sediaan Hasil Uji
Bentuk = Cair
Uji Organoleptis Warna = Bening
Bau = Tidak Berbau
Uji Homogenitas Homogen
Uji pH pH = 6,5
Uji Kejernihan Jernih
Uji Volume Terpindahkan Tetap
Uji kebocoran Tidak Bocor
895
8964.2 Pembahasan
897 Pada praktikum kali ini, kami membuat sediaan untuk kasus pasien X mengidap
898diare akut, seringkali merasa lemah dan lemas. Diaginosa dari dokter menyebutkan terjadi
899infeksi tukak lambung. pengobatan tukak lambung sudah diberikan oleh dokter. Tentukan
900sediaan penunjang terapinya.
901 Sediaan yang kami buat yaitu infus. Infus merupakan sediaan steril berupa larutan
902dalam jumlah besar yang terdiri dari bahan aktif (bukan obat) diberikan melalui intravena
903tetes demi tetes secara berkesinambungan dengan bantuan peralatan yang cocok. Zat aktif
904yang digunakan dalam sediaan ini yaitu glukosa. Ini dikarenakan Glukosa dapat
905menggantikan cairan tubuh yang hilang, sehingga pasien tidak merasa lemah dan lemas.
906Sediaan infus dibuat dengan volume 500 ml.
907 Sebelum pembuatan suatu sediaan infus langkah awal yang dilakukan yaitu
908pembuatan rancangan formulasi terlebih dahulu dengan tujuan memilih metode serta
909bahan tambahan yang sesuai untuk digunakan pada sediaan infus glukosa sesuai dengan
910sifat fisiknya maupun sifat kimia serta stabilitas dari masing-masing zat tersebut.
31
911Berdasarkan refrensi dapat diketahui bahwa glukosa sangat mudah larut dalam air serta
912memiliki pH 3,5 + 6,5. karena mudah larut dalam air sehingga proses pembuatan infus
913glukosa ini menggunakan pelarut air yaitu Aqua Pro Injection yang telah disterilkan
914sehingga bebas dari bakteri pirogen karena sediaan yang dibuat tersebut ditujukan untuk
915injeksi intravena yang langsung dialirkan ke dalam darah. tidak hanya API saja yang harus
916di sterilkan tapi semua alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan sediaan harus
917disterilkan dengan tujuan agar sediaan yang dibuat tersebut bebeas dari kontaminasi
918mikroba.
919 Langkah pertama yang dilakukan dalam pembuatan sediaan yaitu tahap
920penimbangan bahan, dimana pada penimbangan bahan untuk sediaan parental ini harus
921dilebihkan sebanyak 10% dengan tujuan untuk pencegahan hilangnya volume bahan pada
922saat pembuatan sediaan. hal ini dikhawatirkan adanya penguapan yang terjadi pada waktu
923proses sterilisasi yang menggunakan sterilisasi uap panas dan juga pada saat menggunakan
924karbon absorben. konsentrasi sediaan yangdibuat yaitu 5% dalam 500 ml. pada tahap
925pembuatan infus glukosa ditambahkan karbon absorben dengan konsentrasi 0,1% dengan
926tujuan terbentuknya trombus dan menghilangkan bakteri pirogen. pH sediaan yang dibuat
927yaitu sesuai dengan pH darah yaitu kisaran 7,34 -7,4. dalam pembuatan pH sekian
928dibutuhkan pendapar untuk mempertahankan pH sediaan. pendapar yang digunakan yaitu
929asam sitrat dan natrium posfat. Pada pembuatan infus glukosa tidak membutuhkan
930pengawet karena hanya digunakan untuk satu kali pemakaian dan untuk menghindari
931terjadinya toksisitas yang mungkin disebabkan oleh pengawet tersebut.
932 Tahap pembutan sediaan yang pertama yang dilakukan yaitu pembuatan pendapar.
933Setelah itu disiapkan API sebanyak 550 ml lalu dimasukkan kedalam bakerglas lalu
934dimasukkan glukosa kedalam baker glas dan di tambahkan karbon absorben. Baker glas
935yang telah berisi glukosa dan karbon absorben kemudian dipanaskan pada suhu 60-70
936derajat celcius. Hal ini dilakukan karena karbon absorben aktif pada suhu antara 60-70
937derajat celsius. Panaskan selama + 15 menit, lalu disaring. Lalu masukkan kedalam botol
938infus dan tambahkan pendapar sedikit demi sedikit.
939 Setelah sediaan tersebut dibuat kemudian dilkukan uji evaluasi yang meliputi
940evaluasi organoleptis, homogenitas, kerjernihan, pH, volume terpindahkan dan uji
941kebocoran. berdasarkan evaluasi yang dilakukan didapatkan bahwa sediaan infus
942berbentuk cair, jernih dan tidak berbau. Sediaan yang dibuat memilki pH 6,5, dimana pH
943tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini bisa diakibatkan pada saat penimbangan
944pendapar yang tidak sesuai bisa lebih atau kurang sehingga tidak didapatkan pH yang
32
945diinginkan. Pada uji volume terpindahkan didapatkan volume terpindahkan yaitu 500 ml
946dari 500 ml, dan wadah sediaan tidak bocor. Uji kebocoran bertujuan untuk menghindari
947berkurangnya volume sediaan dan terhindar dari kontaminasi mikroba.
948 Berdasarkan hasil uji yang dilakukan pada sediaan infus glukosa dapat disimpulkan
949bahwa sediaan belum layak untuk digunakan, karena sediaan memiliki pH yng tidak sesuai
950dengan pH darah.
951
952
953
954
955
956
957
958
959
960
961
962
963
964
33
965 BAB V
966 KESIMPULAN
9675.1 Kesimpulan
968 Berdasarkan sediaan yang dibuat dan setelah dilakukan uji evaluasi dapat diketahui
969bahwa sediaan yang dibuat belum layak digunakan. Hal ini dikarenakan sediaan yang
970dibuat tidak memenuhi syarat uji sediaan infus, dimaan pH sediaan tidak sesuai dengan
971yang diharapkan yaitu 7,35-7,4, sedangkan pH yang dihasilkan yaitu 6,5.
972
973
974
975
976
977
978
979
980
981
982
983
984
985
986
987
988
989
990
991
992
993
34
994 DAFTAR PUSTAKA
995
996Depkes RI. 1979. Farmakope Indonesi Edisi III. Direktoral Jendral Pengawasan Obat dan
997 Makanan : Jakarta
998Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Direktoral Jendral Pengawasan Obat dan
999 Makanan: Jakarta
1000Depkes RI. 1978. formularium Nasional Edisi Kedua. Jakarta
1001
35