Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH TEKNOLOGI SEDIAAN OBAT STERIL

TETES TELINGA

OLEH:

I Wayan Adi Putra Tanaya (172200073)

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS


INSTITUT ILMU KESEHATAN MEDIKA PERSADA BALI
2019
I. Definisi

Gambar Tetes Telinga

Menurut FI III Guttae Auriculares (tetes telinga) adalah obat tetes yang digunakan
untuk telinga dengan cara meneteskan obat ke dalam telinga. Kecuali dinyatakan lain,
tetes telinga dibuat menggunakan cairan pembawa bukan air. Cairan pembawa yang
digunakan harus mempunyai kekentalan yang cocok agar obat mudah menempel pada
dinding telinga, umumnya digunakan gliserol dan propylenglikol. Dapat juga
digunakan etanol 90%, heksilenglikol dan minyak nabati. Zat pensuspensi dapat
digunakan sorbitan, polisorbat atau surfaktan lain yang cocok. Keasaman-kebasaan
kecuali dinyatakan lain pH 5,0–6,0 penyimpanan, kecuali dinyatakan lain dalam
wadah tertutup rapat.
Tetes telinga adalah bentuk larutan, suspensi atau salep yang digunakan pada
telinga dengan cara diteteskan atau dimasukkan dalam jumlah kecil ke dalam saluran
telinga untuk melepaskan kotoran telinga (lilin telinga) atau untuk mengobati infeksi,
peradangan atau rasa sakit ( Ansel, 1989)

2. Formulasi Sediaan
a. Jenis Bahan dan Fungsi Bahan
Komposisi pada sediaan steril tetes telinga yakni sebagai berikut (Syamsuni, 2006):
1. Zat aktif, merupakan zat utama pada sediaan tetes telinga dan memiliki efek
farmakologi,yaitu:
a. Untuk melunakkan kotoran telinga, misalnya : minyak mineral encer,
minyak nabati, asam peroksida
b. Sebagai antiinfeksi, misalnya : kloramfenikol, neomisin, kolistin fosfat,
polimiksin B sulfat, gentamicyn
c. Sebagai aniseptik dan anestesi, misalnya : fenol, AgNO3, lidokain HCl,
dan benzokain
d. Sebagai antiradang, misalnya : hidrokortison dan deksametazone, natrium
fosfat
e. Untuk membersihkan telinga, misalnya : spiritus
2. Pelarut Sediaan obat tetes telinga dibuat cairan kental yang mempunyai
kekentalan yang cocok agar memperpanjang waktu kontak sediaan dengan
dinding telinga contohnya gliserin, propileglikol, etanol, minyak nabati, dan
heksilenglikol
3. Pengatur keasaman dimana sediaan obat tetes telinga ini memiliki pH 5,0–
6,0. Sehingga untuk mencapai pH target sediaan ditambahkan larutan NaOH
atau HCl sebagai adjust pH (bila perlu)
4. Pendapar berfungsi menjaga pH sediaan tetap berada di sekitaran pH asam
dimana jika pH sediaan berubah dapat mengurangi kefektifan dari sediaan,
selain itu jika pH telinga berubah menjadi basa maka proteksi telinga terhadap
infeksi akan menurun sehingga lebih mudah untuk ditumbuhi bakteri. Contoh
pendapar yang digunakan NaH2PO4 dan Na2HPO4
5. Antioksidan berfungsi apabila ada bahan bahan yang mudah teroksidasi
misalnya minyak sehingga mencegah ketengikan dari minyak tersebut dan
sediaan mejadi lebih stabil, contoh antioksidan yang dapat digunakan yaitu
alfa tokoferol, asam ascorbat, Na-Disulfida, Na-Bisulfit
6. Pengawet berfungsi menghindari kerusakan sediaan akibat kontaminasi
bakteri, terutama karena sediaan tetes telinga merupakan sediaan yang
pemakaiannya dapat digunakan berkali kali sehingga untuk mencegah
rusaknya sediaan ketika penyimpanan, contoh pengawet yang digunakan:
Klorbutanol (0,5 %), timerosol (0,01%) dan kombinasi paraben
7. Pensuspensi, untuk sediaan tetes telinga yang mengandung bahan yang larut
dalam air dapat di buat suspensi sehingga meningkatkan stabilitas dan
homogenitas sediaan contoh pensuspensinya CMC Na, Span dan Tween

b. Cara Pembuatan Sediaan

Grey Area White Area


Ruang Sterilisasi Ruang Pengisian

Ruang Ruang
Penimbangan Pencampuran

Evaluasi

Gambar Proses Pembuatan Sediaan Tetes Telinga

1. Dilakukan sterilisasi alat dan bahan di Grey area lebih tepatnya di ruang sterilisasi
adalah tempat dimana semua alat dan sediaan di sterilisasi dapat mengunakan
metode sterilisasi panas basah dengan autoklaf pada suhu 121 oC selama 25 menit,
panas kering dengan oven pada suhu 170 oC selama 1 jam maupun radiasi dengan
sinar UV sesuai sifat dari masing masing alat dan bahan. Selain sterilisasi pada
grey area juga dapat dilakukan penimbangan bahan
2. Pencampuran dilakukan di white area grade C, bahan bahan yang telah di
sterilisasi dan di timbang di bawa ke white area melalui transfer box kemudian di
campur, sesuai SOP yang telah di buat, biasanya teknik pencampuran bergantung
pada sifat masing masing bahan. Misalnya bahan yang larut air di campur dengan
pelarut air baru di campur dengan bahan bahan lainnya. Setelah di campur sediaan
di bawa kembali ke grey area untuk dilakukan sterilisasi. Larutan yang telah
disterilisasi ditransfer ke ruang pengisian di bawah LAF melalui transfer box.
3. Untuk pengisian secara aseptis dilakukan di white area grade A background B di
dalam LAF. Personel yang berkerja di ruang steril dipersyaratkan: jumlahnya
sesedikit mungkin, terlatih, sehat, dan memakai pakaian pelindung.
4. Dan terkhir dilakukan evaluasi di Grey area, dimana evaluasi yang dilakukan
meliputi: Evaluasi IPC (In Process Control), Evaluasi sediaan akhir, Evaluasi
kimia dan Evaluasi biologi. Dan jika sediaan telah lolos evaluasi dan memenuhi
spesifikasi sediaan diberi etiket dan brosur kemudian dikemas dalam wadah
sekunder.

c. Ph Sediaan Tetes Telinga


Kecuali dinyatakan lain, pH 5,0 sampai 6,0 (Depkes RI, 1979) dimana jika pH
sediaan tidak sesuai dengan pH telinga dapat menyebabkan iritasi, selain itu juga jika
pH sediaan berubah dapat mengurangi kefektifan dari sediaan. Perubahan pH telinga
menjadi basa dapat menurunkan proteksi telinga terhadap bakteri sehingga lebih
mudah untuk mengalami infeksi

d Evaluasi
1. Penetapan pH menggunakan potensiometri (pH meter) yang telah dibakukan,
hasilnya harus sesuai dengan target pH yaitu pH 5,0 sampai 6,0
2. Uji kejernihan pengujian dilakukan secara visual. Botol diputar 180° berulang-
ulang di depan suatu background yang gelap dan sisinya diberi cahaya. Bahan
melayang akan berkilauan bila terkena cahaya.
3. Volume terpindahkan, pengujian dilakukan dengan menuang isi perlahan dari
wadah kedalam gelas ukur kering terpisah( kapasitas gelas ukur tidak lebih dari
dua setengah kali volume yang diukur dan telah di kalibrasi) secara hati-hati agar
tidak membentuk gelembung udara. Diamkan selama tidak lebih dari 30 menit.
Jika telah bebas dari gelembung udaha, ukur volume dari tiap campuran. Volume
rata-rata larutan yang diperoleh dari 10 wadah tidak kurang dari 100% dan tidak
satupun volume wadah yang kurang dari 95% dari volume yang tertera pada etiket.
4. Uji Kebocoran, untuk cairan bening tidak berwarna (a) wadah takaran tunggal
yang masih panas setelah selesai disterilkan, dimasukkan ke dalam larutan metilen
biru 0,1%. Jika ada wadah yang bocor maka larutan metilen biru akan masuk ke
dalam karena perubahan tekanan di luar dan di dalam wadah tersebut sehingga
larutan dalam wadah akan berwarna biru. Untuk cairan yang berwarna (b) lakukan
dengan posisi terbalik, wadah takaran tunggal ditempatkan diatas kertas saring
atau kapas. Jika terjadi kebocoran, maka kertas saring atau kapas akan basah.
Sediaan memenuhi syarat jika larutan dalam wadah tidak menjadi biru (prosedur a)
dan kertas saring atau kapas tidak basah (prosedur b)
5. Uji Homogenitas untuk suspensi Homogenitas dapat ditentukan berdasarkan
jumlah partikel maupun distribusi ukuran partikelnya dengan pengambilan sampel
pada berbagai tempat menggunakan mikroskop untuk hasil yang lebih akurat atau
jika sulit dilakukan atau membutuhkan waktu yg lama, homogenitas dapat
ditentukan secara visual. Suspensi yang homogen akan memperlihatkan jumlah
atau distribusi ukuran partikel yang relatif hampir sama pada berbagai tempat
pengambilan sampel.
6. Uji Sterilitas dengan melihat ada tidaknya pertumbuhan mikroba pada inkubasi
bahan uji menggunakan cara inokulasi langsung atau filtrasi secara aseptik.
Memenuhi syarat jika tidak terjadi pertumbuhan mikroba selama 14 hari.
7. Uji endotoksin bakteri, pengujian menggunakan LAL (Limulus Amebocyte
Lysate) bahan memenuhi syarat jika kadar endotoksin tidak lebih dari yang
ditetapkan pada masing masing monografi
8. Pada sediaan tetes telinga tidak perlu di buat isotonis karena, sediaan diberikan
secara topikal selain itu pelarut utama tetes telinga bukanlah air
f. Cara Pemakaian Sediaan

Gambar Penggunaan Tetes Telinga

1. Cuci tangan
2. Berdiri atau duduk depan cermin
3. Buka tutup botol
4. Periksa ujung penetes dan pastikan tidak pecah atau patah
5. Jangan menyentuh ujung penetes dengan apapun usahakan tetap bersih
6. Posisikan kepala miring dan pegang daun telinga agar memudahkan
memasukkan sediaan tetes telinga
7. Pegang obat tetes telinga dengan ujung penetes di bawah sedekat mungkin
dengan lubang telinga tetapi tidak menyentuhnya
8. Perlahan-lahan tekan botol tetes telinga sehingga jumlah tetesan yang
diinginkan dapat menetes dengan benar pada lubang telinga
9. Diamkan selama 2-3 menit
10. Bersihkan kelebihan cairan dengan tisu
11. Tutup kembali obat tetes telinga, jangan mengusap atau mencuci ujung
penutupnya.
Daftar Pustaka
Ansel, Howard C, 1989, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, UI Press : Jakarta

Anonim. 2018. Penuntun Praktikum Compounding & Dispensing FRS 401. Jakarta:
Universitas Esa Unggul

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979, Farmakope Indonesia. Edisi


Ketiga, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi


IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Syamsuni .2006. Ilmu Resep. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai