Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM FORMULASI DAN

TEKNOLOGI SEDIAAN STERIL


Produksi Tetes Telinga Kloramfenikol 5 % dan Tetes Hidung
Efedrin HCL 0,5%

Dosen Pengampu: Apt. Puspita Septie Dianita , M. P. H

Nama: Fenny Widya Santoso


NIM : 18.0605.0044

Fakultas Ilmu Kesehatan


S1 Farmasi

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG


A. Tujuan Praktikum
Praktikan dapat memproduksi berbagai macam sediaan obat tetes termasuk tetes
telinga dan hidung.

B. Dasar Teori

Obat tetes (guttae) adalah sediaan cair yang berupa larutan, suspensi atau

emulsi, dimaksudkan untuk obat dalam atau obat luar, dipakai dengan cara

meneteskan menggunakan penetes yang menghasilkan tetesan setara dengan tetesan

yang dihasilkan penetes baku yang disebutkan Farmakope Indonesia (Anonim, 1979).

Sediaan obat tetes dapat berupa antara lain: guttae (obat dalam), guttae oris (tetes

mulut), guttae auriculares (tetes telinga), guttae nasales (tetes hidung), guttae

ophtalmicae (tetes mata) (Sanjoyo, 2010).

Tetes telinga (Guttae Auriculares) adalah obat tetes yang digunakan untuk

telinga dengan cara meneteskan obat ke dalam telinga, kecuali dinyatakan lain, tetes

telinga dibuat menggunakan cairan pembawa bukan air (Anonim, 1979). Tetes

telinga adalah bentuk larutan, suspensi atau salep yang digunakan pada telinga dengan

cara diteteskan atau dimasukkan dalam jumlah kecil ke dalam saluran telinga untuk

melepaskan kotoran telinga (lilin telinga) atau untuk mengobati infeksi, peradangan

atau rasa sakit (Murtini, 2016). Tetes telinga adalah sediaan obat yang dimasukkan ke

dalam saluran telinga, yang dimaksudkan untuk efek lokal, dimana bahan – bahan

obat tersebut dapat berupa anestetik lokal, peroksida, bahan – bahan antibakteri dan

fungisida, yang berbentuk larutan, digunakan untuk membersihkan, menghangatkan,

atau mengeringkan telinga bagian luar. Tetes telinga adalah bentuk dari obat yang

digunakan untuk mengobati dan mencegah infeksi telinga, khususnya infeksi pada

telinga bagian luar dan saluran telinga (otitis eksterna) (Murtini, 2016).
Tetes telinga dibuat menggunakan cairan pembawa bukan air. Cairan

pembawa yang digunakan harus mempunyai kekentalan yang cocok agar obat mudah

menempel pada dinding telinga, umumnya digunakan gliserol dan propilenglikol,

etanol, heksilenglikol dan minyak lemak nabati. Zat pensuspensi dapat digunakan

sorbitan, polisorbat atau surfaktan lain yang cocok. pH obat tetes telinga adalah pH 5

– 6 (Anonim, 1979). Cara penggunaan tetes telinga adalah tidur dan miringkan kepala

sehingga telinga yang diobati menghadap ke atas. Untuk membuat lubang telinga

lurus sehingga mudah ditetesi maka bagi penderita dewasa telinga ditarik ke atas dan

ke belakang sedangkan bagi anak-anak telinga ditarik ke bawah dan ke belakang

Teteskan tetes telinga pada saluran telinga. Diamkan selama 5 menit sehingga obat

mengalir. Lap ujung penetes dengan tisu yang bersih dan tutup wadah dengan rapat.

Obat tetes hidung (OTH) adalah obat tetes yang digunakan untuk hidung

dengan cara meneteskan obat kedalam rongga hidung, dapat mengandung zat

pensuspensi, pendapar dan pengawet (Anonim, 1995). Menurut British Pharmakope

2001, tetes hidung dan larutan spray hidung adalah larutan, suspensi atau emulsi yang

digunakan untuk disemprotkan atau diteteskan ke dalam rongga hidung.

Umumnya OTH mengandung zat aktif seperti antibiotika (Kloramfenikol,

neomisin Sultat, Polimiksin B Sultat), Sulfonamida, Vasokonstriktor, Antiseptik /

germiside yaitu Hidrogen peroksida dan Anestetika lokal yaitu Lidokain HCl.

Faktor-faktor yang mempengruhi pembuatan obat tetes hidung antara lain

(Murtini, 2016):

1. Viskositas. Larutan yang sangat encer/sangat kental menyebabkan iritasi

mukosa hidung. Penambahan metil cellulose (Tylosa) sebanyak 0,1-0,5% ,


CMC –Na 0,5-2% untuk mendapatkan viskositas larutan yang seimbang

dengan viskositas mukosa hidung.

2. Isotonis. Iritasi mukosa hidung tidak akan terjadi jika larutan tetes hidung

dibuat isotonis atau sedikit hipertonis. Supaya larutan dibuat isotonis dapat

ditambahkan NaCl atau Dekstrosa

3. Isohidri. Sekresi hidung orang dewasa mempunyai pH antara 5,5 – 6,5,

sedangkan anak-anak antara 5,0-6,7. Sediaan OTH tidak boleh mengganggu

aksi pembersih cillia epithelia pada mukosa hidung. Hidung yang berfungsi

sebagai filter yang harus senantiasa bersih. Kebersihan ini dicapai dengan

aktivitas cilia yang secara aktif menggerakkan lapisan tipis mucus hidung

pada bagian tenggorokan.

4. Agar aktivitas cillla epithelial tidak terganggu maka viskositas larutan harus

seimbang dengan viskositas mukus hidung. Pensuspensi dapat

menggunakan sorbitan (span), polisorbat (tween) atau surfaktan lain yang

cocok, kadar tidak boleh melebihi dari 0,01 %b/v.

5. Pengawet. Umumnya menggunakan Benzolkonium Klorida 0.01 – 0,1 %

b/v dan Klorbutanol 0.5-0.7 % b/v .

Label sediaan tetes hidung harus mengandung nama dan jumlah bahan aktif,

instruksi penggunaan sediaan tetes hidung, tanggal kadaluarsa dan kondisi

penyimpanan sediaan.

C. Metode Kerja:

Pembuatan Tetes Telinga Kloramfenicol

Alat : gelas ukur 100 ml, pengaduk, timbangan, cawan, botol tetes telinga
Bahan : kloramfenicol dan propilenglikol
1. Melakukan sterilisasi yang cocok untuk kloramfenicol dan propilenglikol terlebih

dahulu

2. Kemudian kloramfenicol ditimbang seberat 5 gram dan propilenglikol ditimbang

100 mg.

3. Kloramfenicol dihaluskan dan dimasukkan dalam gelas ukur, kemudian

propilenglikol dituangkan ke gelas ukur dan diaduk sampai rata

4. Kemudian ditambahkan sisa propilenglikol dan diaduk sampai rata

5. Setelah sediaan siap dimasukkan ke dalam botol tetes telinga dan siap digunakan

Pembuatan Tetes Hidung


Alat : kaca arloji, pengaduk, erlenmeyer, gelas ukur, tissue dan kertas serbet,
transfer box
Bahan : efedrin HCl, chlorbutanolum, metil selulosa, Na Cl, Na2HPO4, NaH2PO4,
aqua pro injeksi, etanol 70%

1. Melakukan sterilisasi alat-alat yang digunakan dengan dibungkus dengan


aluminium foil sedangkan tissue serta serbet dimasukkan ke dalam plastik yang
tahan panas kemudian secara bersama-sama dimasukkan ke dalam autoklaf
dengan suhu 1210C selama 20 menit. Sedangkan karet holder, karet vial dan karet
pipet tetes dimasukkan ke dalam etanol 70% agar steril selama 24 jam
2. Memakai sarung tangan yang kemudian disemprotkan etanol 70% sebelum
menimbang bahan. Disiapkan kaca arloji yang telah disterilisasi dibuka kemudian
diletakkan di timbangan.
3. Kemudian dilakukan penimbangan sebagai berikut:
- efedrin HCl 0,5 % x 10 = 0,05 gram
- Clorbutanolum 0,5 % x 10 = 0,05 gram
- Metil selulosa 0,5 % x 10 = 0,05 gram
- Na Cl 0,9 % x 10 = 0,09 gram
- Na2HPO4 0,3 % x 10 = 0,03 gram
- NaH2PO4 0,5 % x 10 = 0,05 gram
- Aqua pro injeksi ad 10 ml
4. Setelah masing-masing bahan ditimbang diberikan etiket masing-masing sesuai
dengan nama bahan
5. Kemudian dimasukkan semua bahan dan alat ke dalam transfer box
6. Setelah berada di ruang steril dengan baju steril, transfer box yang berisi semua
bahan dan alat diambil dan diletakkan di meja pembuatan yang berada di ruang
percampuran.
7. Sebelum memulai peracikan sediaan steril, meja disemprot dengan etanol &0 %
kemudian dilap dengan kertas tissue.
8. Semprot tangan yang sudah memakai sarung tangan dengan etanol 70 %.
Kemudian dilarutkan efedrin HCl dengan sebagian aqua pro injeksi kemudian
diaduk hingga larut
9. Bahan-bahan eksipien yang lainnya dilarutkan dengan aqua pro injeksi dan diaduk
sampai larut semuanya.
10. Kemudian dicampurkan kembali efedrin HCl dengan bahan eksipien dan aduk
hingga larut dan ditambahkan dengan aqua pro injeksi sampai sediaan 10 ml dan
dituangkan ke dalam wadah sediaan tetes hidung.

D. Pembahasan formulasi dan video praktikum

Formulasi obat tetes telinga


Untuk 10 ml sediaan obat tetes telinga

No Bahan Jumlah (%) Fungsi/alasan penambahan bahan


1 Kloramfenikol 5% Zat Aktif
2 Propilenglikol Ad 10 mL Pelarut

Perhitungan bahan:
Kloramfenikol = 0,05 x 10 ml = 0,05 gram
Propilenglikol ad 10 ml
Monografi Bahan:

A. Kloramfenikol

Pemerian Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng


memanjang; putih hingga putih kelabu atau putih
kekuningan; larutan praktis netral terhadap
lakmus P; stabil dalam larutan netral atau agak
asam.
(Anonim, 1995, hal 189)

Kelarutan Sedikit larut dalam air (1:400); mudah larut


dalam etanol (1:2,5); mudah larut dalam
propilenglikol (1:7) (Martindale, 2003, hal 787)

Stabilitas
 Panas Tidak tahan terhadap panas dan mudah
terdekomposisi.

 Hidrolisis/oksidasi Terdegradasi melalui hidrolisis amida pada pH di


bawah 7.
Hidrolisis amida tidak bergantung pada pH pada
daerah pH 2-6.

 Cahaya Larutan kloramfenikol dengan pembawa air


mengalami degradasi oleh cahaya. Adanya
cahaya menyebabkan oksidasi, reduksi, atau
kondensasi dari kloramfenikol.

 pH 4,5-7,5 (Anonim, 1995)

Sterilisasi Dengan penyaringan atau filtrasi dengan


membran atau kertas saring karena sifatnya yang
tidak tahan panas

B. Propilenglikol

Rumus senyawa CH3CH(OH0CH2OH)

BM 76,09
Pemerian Merupakan cairan kental, jernih tidak
berwarna, rasa khas, praktis tidak
berbau, dan menyerap air pada udara
lembab (Anonim, 1995)

Kelarutan Bercampur dengan etanol (95%),


gliserin, dan air. (Rowe, R., 2009)
Stabilitas
 Panas Pada temperatur tinggi dan dalam
keadaan terbuka cenderung
menggalami oksidasi menghasilkan
propionaldehid, asam laktat, asam
piruvat, dan asam asetat.
 Hidrolisis Stabil ketika dicampur dengan air.
 Cahaya Tidak tahan terhadap cahaya.
(Rowe, R., 2009)

Cara sterilisasi : Larutan yang mengandung propilenglikol dapat disterilkan


dengan autoclave (Rowe, R., 2009)

Kemasan : Disimpan dalam wadah yang tertutup rapat, terlindung dari


cahaya, sejuk, dan kering

Pembahasan:

a. Sterilisasi bahan-bahan formulasi tetes telinga dan alat-alat yang digunakan tidak
diperlihatkan di video hanya menyebutkan sterilisasi yang cocok untuk bahan-bahan
tersebut sehingga kurang jelas dipahami tentang metode sterilisasinya.
b. Pada sediaan tetes telinga, keisotonisan tidak mutlak dipersyaratkan karena larutan
pembawa yang digunakan adalah bukan air, oleh karena itu, tidak ditambahkan zat
pengisitonis seperti NaCl sehingga tidak perlu dilakukan pendaparan.
c. Kloramfenikol merupakan zat aktif yang digunakan pada pembuatan obat tetes telinga
yang berkhasiat sebagai antibiotik (zat-zat yang digunakan untuk menghambat atau
membunuh mikroorganisme). Tetapi dalam pembuatannya zat ini tidak boleh terlalu
banyak karena efeknya sangat fatal yakni terjadi iritasi. Kloramfenikol merupakan
antibiotik spektrum luas.
d. Propylenglikol merupakan zat tambahan yang berguna sebagai pelarut yang umum
dalam pembuatan sediaan tetes telinga. Propylenglikol juga digunakan karena
kloramfenikol sukar larut dalam air sehingga digunakan propylenglikol sebagai
pelarut.
e. Obat tetes telinga ini dibuat menggunakan cairan pembawa bukan air tetapi
menggunakan propilenglikol karena pemeriannya yang kental lebih memungkinkan
kontak yang lama antara obat dengan jaringan telinga. Selain itu propylenglikol
mempunyai sifat higroskopiknya memungkinkan menarik kelembaban dari jaringan
telinga sehingga mengurangi peradangan dan membuang lembab agar tidak ditumbuhi
bakteri dan jamur.
f. Video praktikum tidak memperlihatkan uji pemeriksaan hasil sediaan atau evaluasi
padahal evaluasi sediaan ini sangat penting untuk menjamin kualitas sediaan obat
tetes telinga.
g. Evaluasi sediaan pertama yaitu uji pH, dimana pH tetes telinga harus sesuai dengan
Farmakope IV yaitu 4-8 dengan menggunakan pH meter. Kemudian dilakukan uji
kejernihan, uji ini bertujuan agar obat tetes telinga yang dibuat dapat jernih dan bebas
dari bahan yang tidak larut serta bebas partikel kasar yang dapat menyebabkan infeksi
pada telinga pada saat pemakaian tetes telinga. Kemudian dilakukan uji volume
terpindahkan, dimana uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah volume sediaan
tersebut sama dengan volume waktu pertama pembuatan atau tidak.

Formulasi sediaan obat tetes hidung


Tiap 10 ml mengandung:

R/ Efedrin HCl 0,5 %


Clorbutanolum 0,5 %
Metil selulosa 0,5 %
Na Cl 0,9 %
Na2HPO4 0,3 %
NaH2PO4 0,5 %
Aqua pro injeksi ad 10 ml

Perhitungan bahan:
- Efedrin HCl 0,5 % x 10 = 0,05 gram
- Clorbutanolum 0,5 % x 10 = 0,05 gram
- Metil selulosa 0,5 % x 10 = 0,05 gram
- Na Cl 0,9 % x 10 = 0,09 gram
- Na2HPO4 0,3 % x 10 = 0,03 gram
- NaH2PO4 0,5 % x 10 = 0,05 gram
- Aqua pro injeksi ad 10 ml
Karena memakai larutan pendapar tentunya nantinya akan dilakukan perhitungan
pendapar agar dihasilkan sediaan yang isotonis.

Monografi Bahan:

1. Ephedrini Hydrochloridum (Anonim, 1995, hal 50)


 Sebagai : bahan aktif
 Rumus molekul : C10H15NOHCL
 Bobot molekul : 201,70
 Pemerian : zat padat menyerupai lemak, tidak
berwarna, atau granul atau hablur putih
 Kelarutan : mudah larut dalam air, larut dalam etanol,
tidak larut dalam eter
 Dosis : 50 mg/150 mg
 Kegunaan : simpatomimetikum dan dekongestan

2. Natrium Klorida (Farmakope Indonesia edisi IV hal 584)


 Nama zat : NaCl
 Bobot molekul : 58,4
 Kelarutan : Larut dalam 2,8 bagian air, dalam
2,7 bagian air mendidih, dan dalam kurang lebih 10
bagian gliserol
 Pemerian : Hablur heksahedral tidak
berwarna/serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa asin
 Sifat-sifat koligatif : - Titik didih = 1468 0C
- Titik leleh = 801 0C
 Sifat zat : Korosif terhadap besi
 PH : 4,5 - 7
 Kegunaan : Pengganti ion Na+, Cl- dalam tubuh

3. Chlorbutanolum (Martindale, 2003, hal 1285)


Nama resmi : Klorobutanol, klorbutanol
Rumus molekul : C4H7Cl3O.1/2H2O
Kelarutan : sukar larut dalam air, mudah larut dalam 0,6 bagian
etanol dan dalam eter, mudah larut dalam kloroform
dan larut dalam gliserol 85%
Pemerian : serbuk hablur putih atau tidak berwarna, mudah
menyublim. Melebur pada suhu kurang dari 780C,
lakukan penetapan tanpa dikeringkan lebih dulu.
Sterilisasi : ditunggu campuran obat dingin baru ditambahkan
Khasiat : pengawet sehingga sediaan anti bakteri atau anti fungi

4. Metil selulosa
 Nama resmi : Metil cellulose
 Rumus molekul :

 Bobot molekul : 10.000 -220.000


 Kelarutan : Praktis tidak larut dalam aseton,  methanol, kloroform,
etanol, eter, larutan jenuh garam, toluen dan air panas;
larut dalam asam asetat glasial, campuran etanol dan
kloroform dalam perbandingan sama. Dalam air
dingin,
metilselulosa mengembang dan terdispersi
membentuk
dispersi koloid yang jernih dan kental.
 Pemerian : serbuk atau granul yang berwarna putih. Praktis tidak
berbau dan tidak berasa.  Sebaiknya disimpan dan
diberi penandaan sesuai dengan tipe viskositas.
 Stabilitas : Stabil, meskipun sedikit higroskopis. Harus disimpan
dalam wadah kedap udara pada tempat yang sejuk dan
kering.
 Inkompabilitas : Inkompatibel dengan aminakrin hidroklorida,
klorokresol, raksa klorida, fenol, resorsinol,asam
tanat, perak nitrat, setilpiridinium korida, asam p-
hidroksibenzoat, asam p-aminobenzoat, metilparaben,
propilparaben dan butil paraben. Garam dari asam
mineral, fenol, dan tannin akan mengkoagulasi larutan
metilselulosa, hal ini dapat dicegah dengan
penambahan etanol (95%) atau diasetat glikol.
 Kegunaan : Sebagai pengental

5. Dinatrium hydrogen phosfat (Handbook of pharmaceutical exipient hal 454)


 Rumus molekul : Na2HPO4
 Bobot molekul : 141,96 g/mol
 Kelarutan : Mudah larut dalam air, lebih larut dalam air
dalam air panas, praktik tidak larut dalam etanol
 Pemerian : Serbuk putih/kristal putih/hampir putih
tidak berbau
 Sifat-sifat koligatif : Titik didih = 261 0C
 Sifat zat : Higroskopik
 PH : 9,1
 Kegunaan : Sebagai larutan pendapar

6. Natrii dihydrogen phosfat (Ditjen POM 1979 hal 409)


 Rumus molekul : NaH2PO4
 Bobot molekul : 156,01
 Kelarutan : Larut dalam 1 bagian air
 Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur
putih,tidak berbau, rasa asam dan asin
 Sifat zat : Higroskopik
 PH :6-8
 Kegunaan : Sebagai larutan pendapar

7. Aqua pro injeksi (Farmakope Indonesia edisi III hal.97)


 Nama zat : Aqua pro injeksi
 Rumus molekul : H2O
 Bobot molekul : 18,02
 Kelarutan : Dapat bercampur dengan pelarut polar dan
elekrolit
 Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa,
tidak berbau
 Sifat zat : Stabil dalam setiap keadaan
 Kegunaan : Untuk pembuatan injeksi

Pembahasan:

 Pada praktikum membuat obat tetes telinga menggunakan zat aktif efedrin HCl yang
berkhasiat sebagai dekongestan.
 Pada pembuatannya digunakan aqua pro injeksi sebagai cairan pembawa. Cairan
pembawa pada umumnya untuk sediaan guttae nasales adalah air, dimana sebaiknya
mempunyai pH 5,5-6,5 dengan kapasitas dapar sedang, isotonis/hampir isotonis. Tidak
dianjurkan menggunakan cairan pembawa berupa minyak mineral maupun minyak
lemak, karena dapat menimbulkan pneumonia.
 Pada resep ini digunakan larutan fisiologis yang berfungsi sebagai zat pendapar. Zat
pendapar yang dapat digunakan adalah pendapar yang cocok dengan PH 6,5 yaitu
Na2HPO4 dan NaH2PO4.
 Metil selulosa digunakan sebagai pengental obat tetes hidung agar viskositas sediaan
sama dengan viskositas mucus hidung agar kinerja cilia hidung tidak terganggu.
 Klorbutanolum digunakan sebagai pengawet agar sediaan obat tetes hidung bebas dari
mikroorganisme atau jamur.
 Natrium klorida merupakan larutan pengisotonis sehingga sediaan tetes hidung yang
dihasilkan menjadi isotonis.
 Semua alat-alat harus disterilisasikan agar mendapatkan larutan yang steril, bebas
partikel asing dan mikroorganisme. Cara sterilisasi yang digunakan adalah sterilisasi
awal dengan autoklaf pada suhu 121oC yang dilakukan pada alat alat yang akan
digunakan dalam praktikum formulasi steril.
 Pada proses pengerjaan dilakukan dengan metode aseptis di ruang steril untuk
meminimalisir terjadinya kontaminasi.
 Dalam video praktikum yang diberikan tidak ada uji evaluasi sediaan dan langsung
dimasukkan dalam wadah tetes hidung. Hal ini seharusnya diuji dulu apakah sediaan
sudah memenuhi uji sediaa tetes hidung.
 Dalam pembuatan obat tetes ini juga, evaluasi sediaan obat tetes hidung perlu dilakukan
yaitu uji kejernihan juga dilakukan agar sediaan tidak mengandung partikulat sehingga
sebelum dimasukkan ke dalam botol obat, sediaan harus terlebih dahulu disaring,
penyaringan dilakukan untuk menghilangkan partikel atau endapan yang ada pada
larutan. Larutan yang telah disaring kemudian dimasukkan kedalam botol obat tetes
hidung.
 Hasil dari uji organoleptis sediaan tetes hidung berwarna bening dan tidak berasa serta
dapat menetes. Hasil dari uji pH sediaan tetes hidung dibandingkan dengan cairan
hidung yaitu 5,0-6,5. Uji kebocoran sediaan tetes hidung Ephedrine HCl yang dibuat
tidak terjadi kebocoran.

E. Kesimpulan dan Saran


1. Pembuatan obat tetes telinga dan hidung mempunyai perbedaan cara pembuatan dan
bahannya meskipun semuanya berbentuk sediaan tetes. Untuk sediaan tetes hidung
selain bahan aktif terdapat bahan pengental, bahan pengawet, larutan pendapar dan
larutan pembawa sehingga pemilihan bahannya lebih kompleks daripada tetes telinga
yanya terdiri dari bahan aktif dan larutan pembawa. Untuk metode pembuatan juga
tetes hidung lebih rumit dibandingkan tetes telinga yang lebih sederhana.
2. Untuk sediaan tetes telinga untuk larutan pembawa tidak boleh digunakan air karena
terlalu encer melainkan larutan lain seperti propilenglikol dengan tujuan agar obat
lebih lama kontak dengan bagian dalam telinga sehingga pengobatan efektif.
Sedangkan untuk tetes hidung larutan pembawa harus memakai memakai aqua pro
injeksi sehingga larutan yang dihasilkan isotonis.
3. Untuk proses pembuatan tetes hidung dan tetes telinga harus dilakukan dengan
metode aseptis dan di ruang steril khusus karena merupakan sediaan steril yang harus
bebas dari mikroorganisme.
Daftar Pustaka

Anonim. (1979). Farmakope III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Anonim. (1995). Farmakope Indonesia IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Martindale. (2003). The Complete Drug Reference (35 th).

Murtini, G. (2016). Farmestika Dasar. Kementrian Kesehatan RI.

Rowe, R., P. C. S. and M. E. Q. (2009). Handbook of Pharmaceutical Excipients (Sixth).


RPS Publishing.

Anda mungkin juga menyukai