Anda di halaman 1dari 34

TABLET THEOPHILLINUM

PORTOFOLIO

Untuk menempuh sebagian persyaratan

Dalam menempuh Mata Kuliah Formulasi Teknologi Sediaan Steril

DISUSUN OLEH :

Esterlita Setyo Sayekti (AKF19031)

Fauza Nikmatul Ilmiah (AKF19034)

Findentini Alfriana S. (AKF19037)

Fitri Husniatin Nisa’ (AKF19040)

Galang Sena Pradana (AKF19043)

Ika Susanti (AKF19049)

Indah Mardiana (AKF19052)

Iva khuniatus Zahro (AKF19055)

4A AKFAR

AKADEMI FARMASI PUTERA INDONESIA MALANG


TAHUN 2021/2022

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam bidang ilmu farmasi sendiri, suatu ilmu yang mempelajari cara membuat,
mencampur, meracik formulasi obat serta mengidentifikasi kombinasi analisi dan
standarisasi atau pembakuan serta juga pengobatan, termasuk sifat-sifat setiap bahan obat
yang akan dibuat dan juga termasuk distribusinya serta penggunaanya yang aman untuk
dikonsumsi (Masrokhati, Dkk. 2019). Banyak sekali macam-macam sediaan obat yang
dikonsumsi banyak orang, salah satunya sediaan yang praktis, tidak ribet, dan dengan biaya
yang murah, yaitu tablet. Tablet sendiri merupakan sediaan farmasi yang mudah untuk di
konsumsi karena sediaan yang berbentuk bulat pipih, keras dan kering, yang terdiri dari
bahan aktif dan bahan tambahan serta dibuat dengan bahan aktif dan bahan tambahan dan
juga dibuat dengan proses pencetakan tablet menggunakan tekanan tinggi (Satria, F. 2021).
Obat tablet sendiri digunakan untuk mengatasi suatu penyakit di dalam tubuh fungsinya
untuk meringankan atau mengurangi rasa sakit yang timbul, adapun salah satu penyakitnya
yaitu asma atau biasa disebut sesak nafas. Adapun penyakit asma ini disebabkan karena
seseorang yang penderita asma memiliki saluran nafas yang sensitife dan bengkak, ketika
terpapar faktor pemicu asma, saluran pernapasan lebih mudah menyempit dan tersumbat
lendir, bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi, terutama yang berhubungan dengan saluran
nafas atas seperti flu, asap rokok, polusi udara, stress, cuaca, dan lain sebagainya yang bisa
menimbulkan penyebab asma. Menurut data dari Riset Data Kesehatan Departemen
Kesehatan Indonesia 2013, penderita asma di Indonesia adalah 4.5 persen dari keseluruhan
penduduk. Prevalensi asma tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah sebanyak 7.8 persen
diikuti Nusa Tenggara Timur 7.3 persen, DI Yogyakarta 6.9 persen, dan Sulawesi Selatan
6.7 persen yang disebabkan banyak berbagai faktor yang menimbulkan penyakit asma
(Klikdokter. 2021).
Penyakit asma biasanya ditandai dengan sering kambuh, biasanya asma terasa lebih berat
pada tengah malam dan awal pagi hari, aktifitas berlebihan, mengi, batuk, dan dada terasa
seperti terhimpit dirasa semakin berat dan sering, pingsan, jari dan bibir membiru. Biasanya
untuk penyakit asma tegantung dari berat dan ringan, dan dapat sembuh apabila ditangani
dengan baik dan benar (Klikdokter. 2021). Oleh karena itu, jika sakit asma jika tidak segara
diberikan obat atau ditangani akan menjadi lebih parah bisa juga menyebabkan kematian,
untuk mengurangi rasa sakit biasanya diberikan obat-obat yang memiliki golongan asma,
salah satu obatnya seperti Theophillinum.
Theophillinum sediri merupakan salah satu zat aktif golongan methylxanthine untuk
mengurangi atau meredahkan rasa sakit. Mekanisme kerja golongan methylxanthine bekerja
dengan cara menghambat enzim fosfodiesterase sehingga mencegah penguraian siklik AMP
intrasel meningkat. Hal ini akan merelaksasi otot polos bronkus dan mencegah pelepasan
mediator alergi seperti histamin dan leukotrien dari sel mast (Katzung. 2001). Theophillinum
sendiri adalah salah satu zat aktif yang stabil dalam pemakaian apapun yang bisa diketahui
yang mudah larut (Anonim, 1979). Memiliki titik didih 309,1°C, dan pHnya sendiri
berkisaran antara 7,5-9,5. Oleh karena itu salah satu obat asma yang beredar untuk
mengurangi atau meredahkannya dengan yaitu sediaan tablet.
Oleh karena itu, pada praktikum kali ini kami akan membuat sediaan obat solid ataujuga
biasa disebut sediaan tablet menggunakan zat aktif Theophillinum. Sediaan tablet sendiri
dirancang dengan formulasi yang benar dan tepat, dan juga harus memperhatikan bentuk dan
sefat dari masing-masing bahan yang akan digunakan untuk merancang formulasi itu sendiri.
Sediaan tablet sendiri harus diperlakukan sesuai syarat-syarat tablet, dan untuk proses
pembuatannya harus bersih dan steril agar tidak terkontaminasi oleh zat asing, dan disimpan
di wadah yang baik dan tetap, menjaga suhu yang sesuai, dan tidak terkena sinar matahari
langsung. Agar saat diberikan kepada pasien sediaan tersebut tetap menjamin kebersihan dan
aman. Setelah sediaan sudah dibuat sediaan harus tetap di evaluasi agar mengetahui sediaan
tersebut layak atau tidak untuk diberikan kepada pasien. Dimana sediaan tersebut
ditunjukkan untuk pasien yang mengalami sakit asma dikarenakan faktor-faktor yang
disebabkan.
1.2 Tujuan
1. Untuk memahami formula sediaan tablet Theophillinum
2. Untuk memahami zat aktif yang terkandung pada sediaan tablet Theophillinum
3. Untuk memahami bagaimana formulasi sediaan tablet Theophilinum
4. Untuk mengetahui cara pembuatan sediaan tablet Theophillinum
5. Untuk memahami tentang uji evaluasi sediann tablet Theophillinum
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Tentang Penyakit


2.1.1 Definisi Penyakit
Asma merupakan sebuah penyakit kronik saluran napas yang terdapat di seluruh
dunia dengan kekerapan bervariasi yang berhubungan dengan dengan peningkatan
kepekaan saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang (wheezing), sesak
napas (breathlessness), dada rasa tertekan (chest tightness), dispnea, dan batuk (cough)
terutama pada malam atau dini hari (PDPI, 2006; GINA, 2009).
Asma adalah gangguan pada bronkhial dengan ciri bronkospasme periodik
(kontraksi spasme pada saluran nafas). Asma merupakan penyakit kompleks yang dapat
diakibatkan oleh faktor biokimia, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi (Somantri,
2007). Asma adalah penyakit pernafasan obstruktif yang ditandai oleh inflamasi saluran
nafas dan spasme akut otot polos bronkiolus (Corwin, 2009).
2.1.2 Peenyebab Penyakit Asma

Penyebab penyakit asma ini dibagi menjadi 4 yaitu:

1) Faktor Intrinsik
Psikologis dapat mencetuskan suatu serangan asma, karena rangsangan tersubut dapat
mengaktivasi sistem parasimpatis yang diaktifkan oleh emosi, rasa takut dan cemas.
Karena rangsangan parasimpatis ini juga dapat mengaktifkan otot polos bronkious,
maka apapun yang meningkatkan aktivitas parasimpatis dapat mencetuskkan asma.
Dengan demikian dapat mengalami asma mungkin serangan terjadi akkibat gangguan
emosi.
2) Kegiatan jasmani
Asma yang timbul karna bergerak badan atau olahraga terjadi bila seseorang
mengalami gejala-gejala asma selama atau setelah olahraga atau melakukan gerak
badan. Pada saat penderita sedang istirahat, ia bernafas melalui hidung. Sewaktu udara
masuk melalui hidung, udara dipanaskan dan akan menjadi lembab. Saat melakukan
gerak badan pernafasan terjadi melalui mulut, nafasnya semakin cepat dan volume
udara yang dihirup semakin banyak, hal ini lah yang menyebabkan otot yang peka
disaluran pernafasan mengencang sehingga sauran udara menjadi lebih sempit, yang
menyebabkan bernafas menjadi lebih sulit sehingga terjadilah gejala asma.
3) Faktor Ekstrinsik
Merupakan faktor pencetus asma yang sering dijumpai. Seperti debu, bulu, polusi udara
dan sebagainya yang dapat menimbukan serangan asma pada penderita yang peka. Dan
juga terdapat pada obat-obatan yang sering mencetuskan serangan asma adalah reseptor
beta, atau biasanya disebut dengan beta-blocker.
4) Faktor Lingkungan
Sepeeti cuaca yang lembab serta hawa gunung sering mempengaruhi asma. Atmosfir
yang mendadak menjadi dingin sering merupakan faktor provokatif untuk serangan.
Kadang-kadang asma berhubungan dengan satu musim. Lingkungan lembab yang
disertai dengan banyaknya debu rumah atau berkembangnya virus infeksi saluran
pernafasan, merupakan pencetus serangan asma yang perlu diwaspadai (Hasdianah,
2014).
2.1.3 Gejala Penyakit Asma
Gejala klinis asma bronkhial yang khas adalah sesak napas yang berulang dan
suara mengi (wheezing). Gejala ini bervariasi pada tiap-tiap orang berdasarkan tingkat
keparahan dan frekuensi. Intermintten yaitu sering tanpa gejala atau munculnya kurang
dari 1 kali dalam seminggu dan gejala asma bronchial malam berkurang dari 2 kali
dalam sebulan. Jika seperti itu yang terjadi, berarti faal paru masih baik.
Terdapat 3 paristen yaitu :
1) Persisten ringan yaitu gejala asma bronkhial lebih dari 1 kali dalam seminggu dan
serangannya sampai mengganggu aktivitas, termasuk tidur. Gejala asma malam
lebih dari 2 kali dalam sebulan, semua ini membuat faal paru relatif menurun.
2) Persisten sedang yaitu gejala asma bronchial terjadi setiap hari dan serangan dapat
mengganggu aktivitas sehari-hari, serta terjadinya 1-2 kali seminggu. Gejala asma
malam lebih dari 1 kali dalam seminggu dan dapat membuat faal paru menurun.
3) Persisten berat yaitu gejala asma bronchial terjadi terus menerus. Gejala asma pada
malam hari dapat terjadi dan hampir setiap malam akibatnya faal paru sangat
menurun (WHO, 2014).
2.1.4 Akibat Penyakit Gastroenteritis
Asma ditandai dengan konstriksi spastik dari otot polos bronkiolus yang
menyebabkan sulit bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas bronkiolus
terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi yang timbul pada asma alergi diduga
terjadi dengan cara: seseorang alergi membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal.
Antibodi ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang
berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus pada penderita asma. Bila seseorang
terpapar alergen maka antibodi IgE orang tersebut meningkat, alergen bereaksi dengan
antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan
berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang
merupakan leukotrien), faktor kemotaktik eosinofilik, dan bradikinin. Efek gabungan
dari semua faktor ini akan menghasilkan edema lokal pada dinding bronkiolus maupun
sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkhiolus dan spasme otot polos bronkhiolus
sehingga menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat (Smeltzer &
Bare, 2010).
Peningkatan permeabilitas dan sensitivitas terhadap alergen yang terhirup, iritan
dan mediator inflamasi merupakan konsekuensi dari adanya cedera pada epitel.
Inflamasi kronis pada saluran pernafasan dapat menyebabkan penebalan membran
dasar dan deposisi kolagen pada dinding bronkial. Perubahan ini dapat menyebabkan
sumbatan saluran nafas secara kronis seperti yang dijumpai pada penderita asma.
Pelepasan berbagai mediator inflamasi menyebabkan bronkokonstriksi, sumbatan
vaskuler, permeabilitas vaskuler, edema, produksi dahak yang kental dan gangguan
mukosiliar (Zullies, 2011).

2.1.5 Pengobatan Penyakit Gastroenteritis


Menurut GINA (2009), pengobatan berdasarkan derajat asma dibagi menjadi:
a. Asma Intermiten
1) Umumnya tidak diperlukan pengontrol
2) Bila diperlukan pelega, agonis β-2 kerja singkat inhalasi dapat diberikan. Alternatif
dengan agonis β-2 kerja singkat oral, kombinasi teofilin kerja singkat dan agonis β-2
kerja singkat oral atau antikolinergik inhalasi
3) Bila dibutuhkan bronkodilator lebih dari sekali seminggu selama tiga bulan, maka
sebaiknya penderita diperlakukan sebagai asma persisten ringan
b. Asma Persisten Ringan
1) Pengontrol diberikan setiap hari agar dapat mengontrol dan mencegah progresivitas
asma, dengan pilihan:
a) Glukokortikosteroid dan agonis β-2
b) Teofilin lepas lambat
c) Kromolin
d) Leukotriene modifiers
2) Pelega bronkodilator (Agonis β-2) dapat diberikan bila perlu
c. Asma Persisten Sedang
1) Pengontrol diberikan setiap hari agar dapat mengontrol dan mencegah progresivitas
asma, dengan pilihan:
a) Glukokortikosteroid dan agonis β-2
b) Budenoside: 400–800 μg/hari
c) Fluticasone propionate : 250–500 μg/hari
d) Glukokortikosteroid inhalasi (400–800 μg/hari) ditambah teofilin lepas
e) Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (>800 μg/hari)
f) Glukokortikosteroid inhalasi (400–800 μg/hari) ditambah leukotriene modifiers
2) Pelega bronkodilator dapat diberikan bila perlu Agonis β-2 kerja singkat inhalasi:
tidak lebih dari 3–4 kali sehari, atau
a) Agonis β-2 kerja singkat oral, atau
b) Kombinasi teofilin oral kerja singkat dan agonis β-2 kerja singkat
c) Teofilin kerja singkat sebaiknya tidak digunakan bila penderita telah menggunakan
teofilin lepas lambat sebagai pengontrol
3) Bila penderita hanya mendapatkan glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah dan
belum terkontrol; maka harus ditambahkan agonis β-2 kerja lama inhalasi
4) Dianjurkan menggunakan alat bantu/spacer pada inhalasi bentuk IDT atau kombinasi
dalam satu kemasan agar lebih mudah
d. Asma Persisten Berat
1) Tujuan terapi ini adalah untuk mencapai kondisi sebaik mungkin, gejala seringan
mungkin, kebutuhan obat pelega seminimal mungkin, faal paru (APE) mencapai nilai
terbaik, variabiliti APE seminimal mungkin dan efek samping obat seminimal
mungkin
2) Pengontrol kombinasi wajib diberikan setiap hari agar dapat mengontrol asma,
dengan pilihan:
a) Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (terbagi dalam dua dosis) dan agonis β-2
kerja lama inhalasi
b) Beclomethasone dipropionate: >800 μg/hari
c) Selain itu teofilin lepas lambat, agonis β-2 kerja lama oral, dan leukotriene
modifiers dapat digunakan sebagai alternative agonis β-2 kerja lama inhalai
ataupun sebagai tambahan terapi
d) Pemberian budenoside sebaiknya menggunakan spacer, karena dapat mencegar
efek samping lokal seperti kandidiasis orofaring, disfonia, dan batuk karena iritasi
saluran napas atas
2.2 Tinjauan Zat Aktif
2.2.1 Indikasi Theophyllinum
 Teofilin merupakan derivat metil xanthin yang berguna untuk relaksasi otot polos
bronkus, terutama bila otot bronkus berada dalam keadaan konstriksi (Sunaryo,
2004).
 Teofilin adalah bronkodilator yang digunakan untuk asma dan untuk mengatasi
penyakit paru obstruksi kronik yang stabil, secara  umum tidak efektif untuk
eksaserbasi penyakit paru obstruksi kronik
2.2.2 Dosis
Dosis pemeliharaan untuk teofilin non-sustained release adalah 200-300 mg, 3-4
kali sehari atau 200-400mg, 2 kali sehari untuk sediaan sustained released. Kadar
terapetik plasmanya adalah 5-20 mg/L. Konsentrasi serum 10 – 20 mcg/ml diperlukan
untuk menghasilkan respon bronkodilator optimum. Teofilin diabsorbsi dengan cepat
dan lengkap, sehingga kadar puncak serum dicapai kira-kira hanya 1 - 2 jam setelah
penggunaan oral. Volume distribusinya mencapai 0,5 L/kg dan mengikuti model 2
kompartemen. Pada berat badan ideal, klirens teofilin rata-rata 0,04 L/kg/hari. Tetapi,
sebenarnya angka ini sangatlah bervariasi karena banyak hal yang dapat
meningkatkannya, seperti kondisi obesitas, merokok, diet dan penyakit hati. Begitu
juga dengan t1/2 nya, dimana pada pasien dewasa mencapai 8 jam (Winter, 2004).
Dosis terapi teofilin untuk manusia dalam sehari maksimal 300 mg (Dipiro, 2006).
2.2.3 Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja teofillin menghambat enzim nukleotida siklik fosfodiesterase
(PDE). PDE mengkatalisis pemecahan AMP siklik menjadi 5’- N N N N H3C CH3 O
H O AMP dan GMP siklik menjadi 5’-GMP. Penghambatan PDE menyebabkan
penumpukan AMP siklik dan GMP siklik, sehingga meningkatkan tranduksi sinyal
melalui jalur ini. Teofilin merupakan suatu antagonis kompetitif pada reseptor
adenosin, kaitan khususnya dengan asma adalah pengamatan bahwa adenosin dapat
menyebabkan bronkokonstriksi pada penderita asma dan memperkuat mediator yang
diinduksi secara imunologis dari sel must paru-paru (Goodman & Gilman, 2007).
Teofilin merupakan perangsang SSP yang kuat, merelaksasi otot polos terutama
bronkus ( Ganiswarna, 1995).
2.2.4 Efek Samping
Efek samping teofilin merupakan kelanjutan dari efek farmakologik. Pada kadar
serum sekitar 10 pg/ml yang merupakan efek terapi, pada beberapa orang telah timbul
efek samping ringan seperti mual, kadang- kadang muntah atau sakit kepala. Pada
kadar di atas 15 pg/ml efek samping menjadi lebih berat, seperti takikardi. Sedangkan
di atas 20 pg/ml dapat terjadi konvulsi (Sukasediati, 1988). Efek samping terpenting
berupa mual dan muntah, baik pada penggunaan oral maupun rektal atau parenteral.
Pada dosis berlebih terjadi efek-efek sentral (gelisah, sukar tidur, tremor,dan konvulsi)
dan gangguan pernafasan, juga efekefek kardiovaskuler seperti takikardia, aritmia, dan
hipotensi. Anak kecil sangat peka terhadap efek samping teofilin. Dosis : oral 3-4 x
sehari 125- 250 mg microfine (retard) (Tjay dan Raharja, 2007).
2.2.5 Intraksi Obat
Interaksi Obat dengan Makanan Pengetahuan mengenai pengaruh makanan
terhadap kerja obat masih sangat kurang, karena itu pada banyak obat masih belum
jelas bagaimana pengaruh pemberian makanan yang sama terhadap kinetika obat sangat
memungkinkan makanan atau minuman mempengaruhi efek obat yang bersangkutan
(Mustchler, 1991). Kemungkinan yang dapat menyebabkan terjadi interaksi obat
dengan makanan adalah : a. perubahan motilitas lambung dan usus b. perubahan suplai
darah di daerah splanchinicus dan mukosa saluran cerna. c. pengaruh absorbsi obat oleh
adsorbsi dan kompleksasi d. pengaruh transport aktif oleh makanan e. perubahan
biotransformasi dan eliminasi (Widianto, 1989). Sedangkan efek dari interaksi ini
adalah : a. respon terhadap obat berkurang atau sebaliknya respon terhadap obat justru
meningkat. b. berkurangnya nutrisi makanan tersebut (Mustchler, 1991).
2.3 Tinjauan Sediaan Tablet
2.3.1 Definisi Tablet
1. Farmakope Indonesia Edisi III
Tablet adalah padat kompak, dibuat secara kempacetak, dalam bentuk tabung pipih atau
sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau
lebih dengan atau tanpa zat tambahan.
2. Farmakope Indonesia Edisi IV
Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi.
Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet
kempa.
3. Tablet adalah sediaan padat, dibuat secara kempa-cetak, berbentuk rata atau
cembung rangkap, umumnya bulat, mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau
tanpa zat tambahan (IMO, 1987).
4. Tablet adalah bentuk sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa
bahan pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, tablet dapat digolongkan sebagai tablet
cetak dan tablet kempa. Tablet cetak dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab
dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan. Tablet kempa dibuat dengan
memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan cetakan baja. Tablet
dapat dibuat dalam berbagai ukuran, bentuk dan penandaan permukaan tergantung pada
desain cetakan (Ditjen POM, 1995).
2.3.2 Persyaratan Tablet
1. Keseragaman bobot dan keseragaman kandungan
Tablet harus memenuhi uji keseragaman bobot jika zat aktif merupakan bagian terbesar
dari tablet dan cukup mewakili keseragaman kandungan. Keseragaman bobot bukan
merupakan indikasi yang cukup dari keseragaman kandungan jika zat aktif merupakan
bagian terkecil dari tablet atau jika tablet bersalut gula. Oleh karena itu, umumnya
farmakope mensyaratkan tablet bersalut dan tablet mengandung zat aktif 50 mg atau
kurang dan bobot zat aktif lebih kecil dari 50 % bobot sediaan, harus memenuhi syarat
uji keseragaman kandungan yang pengujiannya dilakukan pada tiap tablet (Syamsuni,
2007).
2. Uji kekerasan Kekerasan tablet dan ketebalannya berhubungan dengan isi die dan gaya
kompresi yang diberikan. Bila tekanan ditambahkan, maka kekerasan tablet meningkat
sedangkan ketebalan tablet berkurang. Selain itu metode granulasi juga menentukan
kekerasan tablet. Umumnya kekuatan tablet berkisar 4 - 8 kg, bobot tersebut dianggap
sebagai batas minimum untuk menghasilkan tablet yang memuaskan. Alat yang
digunakan untuk uji ini adalah hardness tester, alat ini diharapkan dapat mengukur berat
yang diperlukan untuk memecahkan tablet (Lachman, 1994).
3. Uji keregasan
Cara lain untuk menentukan kekuatan tablet ialah dengan mengukur keregasannya.
Gesekan dan goncangan merupakan penyebab tablet menjadi hancur. Untuk menguji
keregasan tablet digunakan alat Roche friabilator. Sebelum tablet dimasukkan ke alat
friabilator, tablet ditimbang terlebih dahulu. Kemudian tablet dimasukkan ke dalam
alat, lalu alat dioperasikan selama empat menit atau 100 kali putaran. Tablet ditimbang
kembali dan dibandingkan dengan berat mula-mula. Selisih berat dihitung sebagai
keregasan tablet. Persyaratan keregasan harus lebih kecil dari 0,8% (Ansel, 1989).
4. Waktu Hancur
Waktu hancur penting dilakukan jika tablet diberikan peroral, kecuali tablet yang harus
dikunyah sebelum ditelan. Uji ini dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas
waktu hancur yang ditetapkan pada masing-masing monografi. Uji waktu hancur tidak
menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna. Pada pengujian
waktu hancur, tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal di
atas kasa, kecuali fragmen yang berasal dari zat penyalut. Kecuali dinyatakan lain,
waktu yang diperlukan untuk menghancurkan keenam tablet tidak lebih dari 15 menit
untuk tablet tidak bersalut dan tidak lebih dari 60 menit untuk tablet bersalut
(Syamsuni, 2007).
5. Disolusi
Disolusi adalah suatu proses perpindahan molekul obat dari bentuk padat ke dalam
larutan suatu media. Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui banyaknya zat aktif yang
terlarut dan memberikan efek terapi di dalam tubuh. Kecepatan absorbsi obat
tergantung pada pemberian yang dikehendaki dan juga harus dipertimbangkan
frekuensi pemberian obat (Syamsuni, 2007).
6. Penetapan kadar zat aktif
Penetapan kadar zat aktif bertujuan untuk mengetahui apakah kadar zat aktif yang
terkandung didalam suatu sediaan sesuai dengan yang tertera pada etiket dan memenuhi
syarat seperti yang tertera pada masing-masing monografi. Bila zat aktif obat tidak
memenuhi syarat maka obat tersebut tidak akan memberikan efek terapi dan juga tidak
layak untuk dikonsumsi (Syamsuni, 2007).
2.3.3 Keunggulan dan Kelemahan
1. Keunggulan
 Praktis dan efisien : - waktu peresepan dan pelayanan di apotek dapat lebih cepat,
lebih mudah dibawa dan disimpan
 Mudah digunakan, tidak memerlukan keahlian khusus.
 Dosis mudah diatur karena merupakan sistem satuan dosis (unit dose system)
 Efek yang ingin dihasilkan dapat diatur : lepas lambat, extended release, enteric
tablet, orros, dan lain-lain.
 Bentuk sediaan tablet lebih cocok dan ekonomis untuk produksi skala besar.
 Dapat menutupi rasa dan bau yang tidak enak (dengan penambahan salut
selaput/salut gula).
 Bentuk sediaan tablet memiliki sifat stabilitas gabungan kimia, mekanik, dan
mikrobiologi yang cenderung lebih baik dibanding bentuk sediaan lain.
2. Kerugiaan
 Dapat menimbulkan kesulitan dalam terapi individual : pahit, terlalu besar → sulit
ditelan, sakit tenggorokan, dan lain-lain.
 Waktu hancur lebih lama dibanding bentuk sediaan lain, seperti larutan, injeksi, dan
lain-lain.
 Tidak dapat digunakan pada pasien yang tidak sadar / pingsan.
 Sasaran kadar obat dalam plasma lebih sulit tercapai.
2.3.4 Penggolongan Tablet
a) Berdasarkan Metode Pembuatan
1. Tablet Cetak
Dibuat dari bahan obat dan bahan pengisi, umumnya mengandung laktosa dan
serbuk sukrosa dalam berbagai perbandingan. Massa dibasahi dengan Etanol prosentasi
tinggi, kadar Etanol tergantung dengan kelarutan zat aktif dan bahan pengisi dalam
pelarut, serta kekerasan tablet yang diinginkan. Pembuatan dengan cara menekan massa
serbuk lembab dengan tekanan rendah pada lubang cetakan. Kemudian dikeluarkan dan
dibiarkan kering. Tablet cetak agak rapuh sehingga tablet dapat dipotek dan harus hati-
hati saat pengemasan dan pendistribusiannya, besar tekanan pada tablet 25-50 bar.
Kepadatan tablet tergantung pada pembentukan kristal yang terbentuk selama
pengeringan, tidak tergantung pada kekuatan yang diberikan.
2. Tablet kempa
Tablet kempa didefinisikan sebagai bentuk sediaan padat yang dibuat dengan cara
pengempaan dari sebuah formula dengan memberikan tekanan tinggi (tekanan di bawah
beberapa ratus kg/cm2) pada serbuk/granul menggunakan pons/cetakan baja. Umumnya
tablet kempa mengandung zat aktif, bahan pengisi, bahan pengikat, desintegran, dan
lubrikan, tetapi dapat juga mengandung bahan pewarna, bahan pengaroma, dan bahan
pemanis. Tablet biasanya mempunyai ketebalan kurang dari ½ diameternya. Tablet
kempa ganda, tablet kempa yang dibuat dengan lebih dari satu kali siklus tekanan.
b) Berdasarkan Distribusi Obat dalam Tubuh
1. Untuk pengobatan lokal
a.Tablet untuk vagina (ovula), digunakan sebagai anti infeksi, anti fungi, hormon
lokal.
b. Tablet untuk penis (basila), di gunakan sebagai anti infeksi
c.Tablet hisap (lozenges) untuk mulut dan tenggorokan
2. Untuk pengobatan sistemik, per oral. Tablet yang bekerja sistemik dapat dibedakan
menjadi
a. Short acting/ jangka pendek: dalam satu hari memerlukan beberapa kali
menelan obat. Obat bekerja tidak lebih dari 8 jam
b. Long acting/ jangka panjang: dalam satu hari cukup menelan satu tablet. Obat
bekerja tidak lebih dari 8 jam.
3. Berdasarkan Jenis Bahan Penyalut
Berdasarkan jenis bahan penyalut, tablet dapat dibedakan menjadi:
a. Tablet salut biasa / salut gula (dragee)
b. Tablet salut selaput (film-coated tablet)
c. Tablet salut kempa
d. Tablet salut enteric (enteric-coated tablet)
e. Tablet lepas
4. Berdasarkan Cara Pemakaian
a. Tablet biasa / tablet telan.
Dibuat tanpa penyalut, digunakan per oral dengan cara ditelan, pecah di
lambung.
b. Tablet kunyah (chewable tablet)
Bentuknya seperti tablet biasa, cara pakainya dikunyah dulu dalam mulut
kemudian ditelan, umumnya tidak pahit. Dimaksudkan untuk dikunyah
sehingga meninggalkan residu yang memberikan rasa enak di mulut.
Diformulasikan untuk anak-anak, antasida dan antibiotic tertentu. Dibuat
dengan cara dikempa. biasanya digunakan manitol, sorbitol dan sukrosa
sebagai pengikat dan pengisi. Tablet kempa yang mengandung zat aktif dan
eksipien yang harus dikunyah sebelum ditelan.
c. Tablet hisap (lozenges, trochisi, pastiles)
Sediaan padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat, umumnya dengan
bahan dasar beraroma dan manis, yang membuat tablet melarut atau hancur
perlahan-lahan dalam mulut. Tablet yang mengandung zat aktif dan zat-zat
penawar rasa dan bau, dimaksudkan untuk disolusi lambat dalam mulut untuk
tujuan lokal pada selaput lendir mulut. Tablet ini dibuat dengan cara tuang
disebut pastilles atau dengan cara kempa tablet menggunakan bahan dasar gula
disebut trochisi. Umumnya mengandung antibiotic, antiseptic, adstringensia.
d. Tablet larut (effervescent tablet)
Dibuat dengan cara dikempa. Selain zat aktif, tablet mengandung campuran zat
asam dan natrium bikarbonat yang jika dilarutkan dengan air akan
menghasilkan CO2. Diberi wadah yang tertutup rapat dan terlindung dari
lembab, di etiket diberi tanda “bukan untuk ditelan”. Tablet ini harus dilarutkan
dalam air baru diminum. Contohnya Ca-D-Redoxon, tablet efervesen Supradin.
e. Tablet Implantasi (Pelet)
Tablet kecil, bulat atau oval putih, steril, dan berisi hormon steroid,
dimasukkan ke bawah kulit dengan cara merobek kulit sedikit, kemudian tablet
dimasukkan, dan kulit dijahit kembali. Zat khasiat akan dilepas perlahan-lahan.
Dibuat berdasarkan teknik aseptik, mesin tablet harus steril. Dimaksudkan
untuk implantasi subkutan (Untuk KB, 3-6 bulan, mencegah kehamilan).
f. Tablet hipodermik (hypodermic tablet)
Tablet cetak/kempa yang dibuat dari bahan mudah larut/melarut sempurna
dalam air. Umumnya digunakan untuk membuat sediaan injeksi steril dalam
ampul dengan menambahkan pelarut steril (FI IV). Umumnya berbobot 30 mg
dan disuntikkan di bawah kulit (subkutan). Dilarutkan lebih dahulu sebelum
dijadikan injeksi hipodermik.
g. Tablet bukal (buccal tablet)
Digunakan dengan cara meletakkan tablet diantara pipi dan gusi, sehingga zat
aktif diserap secara langsung melalui mukosa mulut. Tablet biasanya berbentuk
oval, keras dan berisi hormon. Bekerja sistemik, tererosi atau terdisolusi di
tempat tersebut dalam waktu yang lama (secara perlahan).
h. Tablet sublingual
Digunakan dengan cara meletakkan tablet di bawah lidah sehingga zat aktif
secara langsung melalui mukosa mulut, diberikan secara oral. Tablet kempa
berbentuk pipih yang berisi nitrogliserin. Biasanya untuk obat penyempitan
pembuluh darah ke jantung (angina pectoris) sehingga harus cepat terlarut agar
dapat segera memberi efek terapi. Diabsorbsi oleh selaput lendir di bawah
lidah.
i. Tablet vagina (ovula)
Tablet kempa yang berbentuk telur (ovula) untuk dimasukkan dalam vagina
yang didalamnya terjadi disolusi dan melepaskan zat aktifnya. Biasanya
mengandung antiseptik, astringen. Digunakan untuk infeksi lokal dalam vagina
dan mungkin juga untuk pemberian steroid dalam pengobatan sistemik. Tablet
vagina mudah melemah dan meleleh pada suhu tubuh, dapat melarut dan
digunakan sebagai obat luar khusus untuk vagina.
j. Tablet Rektal
Tablet kempa yang mengandung zat aktif yang digunakan secara rektal (dubur)
yang tujuannya untuk kerja lokal atau sistemik.
2.3.5 Studi Praformulasi dan Formulasi
Praformulasi terdiri dari kata pra yang artinya sebelum dan formulasi yang artinya
perumusan atau penyusunan. Dibidang farmasi praformulasi dapat diartikan sebagai
langkah awal yang dilakukan ketika akan membuat formula suatu obat. Praformulasi
meliputi pengkajian tentang karakteristik/sifat-sifat dari bahan obat dan bahan
tambahan obat yang akan diformulasi. Tujuan praformulasi yaitu untuk membuat
formula yang tepat sehingga menghasilkan produk akhir berupa sediaan farmasi yang
stabil, berkhasiat, aman dan nyaman ketika digunakan. Formulasi adalah segala
permasalahan yang menyangkut formula, metode pembuatan, proses pembuatan,
peralatan, pengemasan. Formula adalah susunan komponen-komponen suatu bentuk
sediaan yg sangat bervariasi dari segi kualitatif maupun kuantitatif
2.3.6 Karakteristik

NO Nama Bahan Karakteristik Bahan


1. Theophillinum(FI ,IV,V. hal : - Pemerian : serbuk hablur, ptih tidak berbau,
771) rasa pahit, stabil diudara.
- Kelarutan theophillinum : larut dalam lebih
kurang 180 bagian air; lebih mudah larut dalam
air panas; larut dalam lebih kurang 120 bagian
etanol (95%) p, mudah larut dalam larutan alkali
hidroksida dan dalam ammonia encer P
- Titik didih : 390.1°C at 760 mmHg
- Titik lebur : 270-274℃
- Kepadatan : 1.62g/cm3
2. PVA(FI IV,V. hal : 1193,) - Pemerian :Serbuk putih, hingga berwarna
krem, atau serbuk granul.
- Kelarutan :Larut dalam air, sedikit larut dalam
etanol, praktis tidak larut dalam aseton.
- Titik didih : 228 ℃
- Titik lebur 200 ℃
- Kepadatan : 1,19 g/cm³
3. Amylum solani(FI III,IV,V. - Pemerian : Serbuk halus; putih; tidak berbau
hal : 94, 108, 1003)
4. Talkum (FI IV,V ,hal: 771) - Pemerian : Serbuk halus, putih dan
voluminous, bau lemah khas, mudah melekat di
kulit, bebas dari butiran.
- Titik didih :
- Kerapatan : 0,159 g/cm3
- Titik leleh : 117°-150°C.
- Kelarutan :
- Bobot molekul : 591,25
5. Mg searat(FI III,IV,V. hal : - Pemerian: serbuk halus, licin, putih, dan
515,354) mudah melekat pada kulit, bau lemah khas.
- Kerapatan : 0,159 g/cm3
- Titik leleh : 117°-150°C
- Kelarutan : Tidak larut dalam air, dalam etanol
dan dalam eter, sedikit larut dalam benzene
panas dan etanol panas 95%.
6. Laktosa (FI III,IV,V. hal; 338, - Pemerian serbuk atau massa hablur, keras,
488) putih atau putih krem, tidak berbau dan rasa
sedikit manis
- kelarutan : mudah larut dalam air dan lebih
mudah larut dalam air mendidih, sangat sukar
larut pada etanol, tidak larut dalam klorofrom
dan dalam eter.
- Khasiat dan penggunaan : zat tambahan
7. Escene 1. Strawberry Essence (Handbook of
Pharmaceutical Excipient 6 th edition hal 421)
- Bobot molekul : 0,95 – 10,1 g/cm
- Pemerian : memiliki rasa dan bau seperti
strawberry, kristal padat dan putih seperti
karamel
- Kelarutan : larut dalam 25 bagian etanol
(95%), dalam 80 bagiangliserin, dalam 50
bagian protanol, dalam 28 bagian propilen
glikol, dalam 85bagian air.
- Stabilitas: dapat disimpan dalam wadah plastik
- pH : 5,3
-OTT: dengan pengoksidasi kuat
-Kegunaan: flavoring agent
-Penyimpanan:dalam wadah tertutup baik
2. Essence Orange (Handbook of
Pharmaceutical Excipient, hal.1724)
-Pemerian : Cairan kuning, orange/kekuningan
yang diperoleh dengan teknik mekanik dari
buah segar sweet orange citrus aurantium var
sinensis.
-Kelarutan: 1:7 dalam alkohol 90%, namun
jarang dengan bentuk cairan terang yang
mengandung bahan non volatile(wax)
-Kegunaan:Flavoring agent / perfume
-Sinonim : Sweet orange oil, Essence of
orange, Essence of Portugal,Arancia Doice
Essenza
2.4 Produksi
2.4.1 Ruang Produksi Industri
Ruangan di industri farmasi merupakan salah satu aspek yang harus dijaga
kebersihannya. Untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang antar produk maka
ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :
1. Permukaan ruangan harus kedap air, tidak terdapat sambungan atau retakan, tidak
merupakan tempat pertumbuhan mikroba, mudah dibersihkan, bagian sudut dan tepi
dinding dibuat melengkung.
2. Pipa saluran udara, listrik dipasang diatas langit-langit.
3. Lampu penerangan harus dipasang rata dengan langit-langit.
4. Tahan terhadap bahan pembersih.

Area pabrik dibagi menjadi 4 zona dimana masing-masing zona memiliki spesifikasi
tertentu. Empat zona tersebut meliputi :
a. Unclassified Area
Area ini merupakan area yang tidak dikendalikan (Unclassified area) tetapi untuk
kepentingan tertentu ada beberapa parameter yang dipantau. Termasuk didalamnya
adalah laboratorium kimia (suhu terkontrol), gudang (suhu terkontrol untuk cold
storage dan cool room), kantor, kantin, ruang ganti dan ruang teknik. 
b.  Black area
Area ini disebut juga area kelas E. Ruangan ataupun area yang termasuk dalam kelas
ini adalah koridor yang menghubungkan ruang ganti dengan area produksi,
area staging bahan kemas dan ruang kemas sekunder. Setiap karyawan wajib
mengenakan sepatu dan pakaian black area (dengan penutup kepala)
c.  Grey area
Area ini disebut juga area kelas D. Ruangan ataupun area yang masuk dalam kelas ini
adalah ruang produksi produk non steril, ruang pengemasan primer, ruang timbang,
laboratorium mikrobiologi (ruang preparasi, ruang uji potensi dan inkubasi), ruang
sampling di gudang.  Setiap karyawan yang masuk ke area ini wajib
mengenakan gowning (pakaian dan sepatu grey). Antara black area dan grey area
dibatasi ruang ganti pakaian grey dan airlock.
d. White area
Area ini disebut juga area kelas C, B dan A (dibawah LAF). Ruangan yang masuk
dalam area ini adalah ruangan yang digunakan untuk penimbangan bahan baku
produksi steril, ruang mixing untuk produksi steril, background ruang filling ,
laboratorium mikrobiologi (ruang uji sterilitas). Setiap karyawan yang akan memasuki
area ini wajib mengenakan pakaian antistatik (pakaian dan sepatu yang tidak melepas
partikel). Antara grey area dan white area dipisahkan oleh ruang ganti
pakaian white dan airlock.
Airlock berfungsi sebagai ruang penyangga antara 2 ruang dengan kelas kebersihan
yang berbeda untuk mencegah terjadinya kontaminasi dari ruangan dengan kelas
kebersihan lebih rendah ke ruang dengan kelas kebersihan lebih tinggi. Berdasarkan
CPOB, ruang diklasifikasikan menjadi kelas A, B, C, D dan E, dimana setiap kelas
memiliki persyaratan jumlah partikel, jumlah mikroba, tekanan, kelembaban udara
dan air change rate.
2.4.2 Syarat Ruang Produksi
1. Semua bangunan dan fasilitas hendaklah, sedapat mungkin, didesain untuk mencegah
personalia yang melakukan pengawasan dan pengendalian masuk bila tidak diperlukan.
Area Kelas B hendaklah didesain sehingga semua kegiatan dapat diamati dari luar
2. Di area bersih, semua permukaan yang terpapar hendaklah halus, kedap air dan tidak
retak untuk mengurangi pelepasan atau akumulasi partikel atau mikroba dan untuk
memungkinkan penggunaan berulang bahan pembersih dan bahan disinfektan.
3. Untuk mengurangi akumulasi debu dan memudahkan pembersihan hendaklah tidak ada
bagian yang sukar dibersihkan dan lis yang menonjol, rak, lemari serta peralatan
hendaklah dalam jumlah terbatas. Pintu hendaklah didesain untuk menghindarkan
bagian yang tersembunyi dan sukar dibersihkan; pintu sorong hendaklah dihindarkan
karena alasan tersebut
4. False ceilings hendaklah disegel untuk mencegah pencemaran dari ruang di atasnya.
5. Pipa dan saluran serta sarana pendukung lain hendaklah dipasang dengan tepat
sehingga tidak menimbulkan tempat tersembunyi yang sukar dibersihkan.
6. Bak cuci dan drainase hendaklah dilarang di area Kelas A/B. Di area lain, penyekat
udara hendaklah dipasang di antara mesin atau bak cuci dan drainase. Saluran
pembuangan untuk daerah yang lebih rendah tingkat kebersihannya, jika dipasang,
hendaklah dilengkapi dengan jebakan yang efektif atau penutup air untuk mencegah
aliran balik. Semua saluran air hendaklah terbuka dan mudah dibersihkan serta
dihubungkan dengan drainase luar dengan tepat untuk mencegah cemaran
mikrobiologis masuk.
7. Ruang ganti pakaian hendaklah hanya digunakan untuk personalia dan tidak digunakan
untuk lalu lintas bahan, wadah dan peralatan.
8. Ruang ganti pakaian hendaklah didesain seperti ruang penyangga dan digunakan
sebagai pembatas fisik untuk berbagai tahap penggantian pakaian dan memperkecil
cemaran mikroba dan partikulat terhadap pakaian pelindung. Ruang ganti tersebut
hendaklah dibilas secara efektif dengan udara yang telah tersaring. Tahap terakhir dari
ruang ganti hendaklah, pada kondisi “nonoperasional”, mempunyai tingkat kebersihan
yang sama dengan ruang berikutnya. Penggunaan ruang ganti terpisah untuk memasuki
dan meninggalkan daerah bersih kadangkadang diperlukan. Pada umumnya hendaklah
fasilitas pencucian tangan disediakan hanya pada tahap awal ruang ganti pakaian
9. Pintu-pintu ruang penyangga hendaklah tidak dibuka secara bersamaan. Sistem
interlock atau sistem peringatan visual dan/atau audio hendaklah dioperasikan untuk
mencegah lebih dari satu pintu terbuka pada saat yang bersamaan
10. Pasokan udara yang disaring hendaklah dapat menjaga perbedaan tekanan positif dan
aliran udara ke area sekelilingnya yang berkelas kebersihan lebih rendah pada seluruh
kondisi “operasional” dan hendaklah dapat membilas area tersebut dengan efektif.
Ruang bersebelahan dengan kelas kebersihan yang berbeda hendaklah mempunyai
perbedaan tekanan berkisar 10 - 15 pascal (nilai acuan). Perhatian khusus hendaklah
diberikan untuk perlindungan kepada zona yang mempunyai risiko tertinggi, yaitu,
daerah yang udaranya berhubungan langsung dengan produk dan komponen yang telah
dibersihkan yang akan bersentuhan dengan produk. Berbagai rekomendasi mengenai
pasokan udara dan perbedaan tekanan mungkin memerlukan modifikasi bila diperlukan
untuk menahan beberapa bahan, misal bahan yang bersifat patogenis, bertoksisitas
tinggi, radioaktif, bahan atau produk berupa virus atau berupa bakteri hidup.
Dekontaminasi fasilitas tersebut dan pengolahan udara yang keluar dari area bersih
mungkin diperlukan untuk beberapa kegiatan.
11. Hendaklah dibuktikan bahwa pola aliran udara tidak menimbulkan risiko pencemaran,
misal perhatian hendaklah diberikan untuk memastikan bahwa aliran udara tidak
menyebarkan partikel dari personalia yang menimbulkan partikel, kegiatan atau mesin
ke zona yang mempunyai risiko lebih tinggi terhadap produk.
12. Sistem peringatan hendaklah tersedia untuk mengindikasikan kegagalan pasokan udara.
Indikator perbedaan tekanan udara hendaklah dipasang di antara area di mana hal
tersebut sangat penting. Perbedaan tekanan udara ini hendaklah dicatat secara teratur
atau didokumentasikan.
13. Suhu dan kelembaban ruangan hendaklah dijaga pada tingkat yang tidak menyebabkan
personalia berkeringat secara berlebihan dalam pakaian kerjanya.
14. Sistem mekanis atau elektris untuk komunikasi lisan dari dan ke area kegiatan steril
hendaklah didesain dan dipasang dengan tepat sehingga mudah dibersihkan dan
didisinfeksi secara efektif
15. Area bersih untuk kegiatan produksi steril hendaklah tidak digunakan untuk
melaksanakan kegiatan pengujian sterilitas dan pengujian mikrobiologis lain.
16. Pertimbangan perlu diberikan untuk membatasi akses yang tidak diperlukan ke area
pengisian kritis, misal zona pengisian Kelas A dengan memasang barier fisik.
4.2.3 Alat Dan Proses Pembuatan Tablet
1. Granulator
Mesin granulator berfungsi untuk membuat butiran pada proses pembuatan granul
tablet. Sistem kerja alat ini dengan piringan berputar, sehingga bahan bisa menggumpal
membuat butiran.
2. Timbangan Digital
Berfungsi untuk menimbang obat atau sediaan yang akan digunakan.
3. Alat uji kekerasan (Hardness Tester)
Alat hardness tester merupakan alat untuk menguji ketahanan/kekerasan tablet
4. Alat cetak tablet
Berfungsi untuk mencetak tablet, cara kerjanya adalah mesin ini digunakan untuk
membuat tablet, dari bahan yang berupa serbuk lembut yang akan dipadatkan. Cara
kerja dan pengoperasiannya cukup mudah & dapat dikerjakan secara manual meskipun
dengan tenaga kerja wanita. Kita tinggal menaruh serbuk yang akan dipadatkan pada
casing yang kita inginkan, kemudian kita tinggal menekan handlenya.
5. Alat uji waktu hancur
Cara kerja: Pengujian dilakukan terhadap 3 tablet secara acak. Panaskan air dalam
beaker glass sampai suhu 37oC. Masukkan tablet dalam tabung uji, kemudian ditutup
dengan menggunakan cakram. Letakkan alat pada mesin, kemudian nyalakan mesin
dan tunggu hingga semua tablet hancur. Kemudian catat waktu hancurnya. Waktu
hancur suatu tablet yang baik adalah tidak lebih dari 15 menit.
6. Alat uji alir
Untuk menguji aliran granul saat proses granulasi. Cara kerja: Uji ini dilakukan dengan
metode corong. Adapun caranya adalah sebagai berikut yaitu ditimbang 100g granul
yang sudah terbentuk, kemudian dimasukkan ke dalam corong dengan ukuran tertentu
yang bagian bawahnya tertutup. Alat dijalankan, kemuian dicatat waktu yang
diperlukan seluruh granul untuk melalui corong tersebut dengan menggunakan
stopwatch. Waktu alir granul yang baik adalah jika waktu yang diperlukan kurang lebih
atau sama dengan 10 detik untuk 100 gram granul. Dengan demikian kecepatan alir
yang baik adalah lebh besar dari 100 gram/detik.
7. Uji alat disolusi
Alat disolusi berfungsi melepaskan dan melarutkan zat aktif dari sediaannya. Pada
dasarnya, alat ini berfungsi untuk mengekstraksi zat aktif dari sediaannya dalam satuan
waktu di bawah antar permukaan cairan-solid, suhu dan komposisi media yang
dibekukan.
8. Friability test
Friability test adalah sebuah metode untuk menentukan/mengukur kekuatan fisik non
tablet salut terhadap tekanan mekanik atau gesekan. Uji kerapuhan tablet menggunakan
friability test. Cara menggunakan yaitu tablet yang dibebasdebukan dan ditimbang,
dimasukkan ke dalam alat dan diputar selama 4 menit, 25 rpm.
9. Oven
Alat ini digunakan untuk memanasakan masa granul basah agar menjadi kering. Cara
kerjanya mudah, masa granul yang akan dikeringkan dimasukkan ke dalam oven dan
diatur suhu yang dikehendaki serta lama pemanasan.
4.2.4 Personalia
1. Sehat jasmani rohani
Seorang praktisi produksi hendaknya memiliki fisik dan psikis yang sehat. Jika tidak,
maka kemungkinan akan berpengaruh pada proses produksi yang sedang dilakukan.
2. Lebih diutamakan pria
Seorang praktisi lebih diutamakan pria karena pria cenderung sedikit kontak dengan zat
kimia.Berbeda dengan wanita yang setiap anggota tubuhnya kebanyakan mengandung
zat kimia seperti bedak, hand and body lotion, parfum dan lain-lain.
3. Kompeten
Pelaku produksi harus berkompeten, karena dalam produksi pelaku harus mengetahui
dengan benar cara produksi.
4. Menggunakan APD
Seorang praktisi harus menggunakan APD yang lengkap karena setiap bahan atau zat
kimia yang digunakan memiliki kandungan yang berbahaya yang dapat memberikan
dampak buruk bila terkena anggota tubuh.
5. Menguasai GLP(Good Laboratory Practices), GMP (Good Manufacturing Practices),
GSP (Good Supplay Practices).
Personal harus menguasaicara pengorganisasian laboratorium dalam proses
pelaksanaan pengujian, fasilitas, tenaga kerja dan kondisi yang dapat menjamin agar
pengujian dapat dilaksanakan, dimonitor, dicatat dan dilaporkan sesuai standar
nasional/internasional serta memenuhi persyaratan keselamatan dan kesehatan.,
GMP(Good Manufacturing Practices)personal harus menguasai cara produksi yang
baik, GSP(Good Supplay Practices) personal produksi harus menguasai tata cara
pensuplaian yang baik.
6. Attitude baik
Pekerja harus memiliki attitude baik, agar proses produksi berjalan lancar tanpa adanya
kecelakaan kerja karena kecertobohan pekerja akibat attitude yang kurang baik.

4.2.5 Metode Pembuatan Tablet


Metode tablet dapat dibuat dengan dua metode yaitu metode granulasi dan
metode cetak langsung (Lachman, 1994:685). Pemilihan metode pembuatan sediaan
tablet ini biasanya disesuaikan dengan karakteristik zat aktif yang akan dibuat tablet,
apakah zat tersebut tahan terhadap panas atau lembab, kestabilannya, besar kecilnya
dosis, dan lain sebagainya.
1. Metode Granulasi
a. Metode Granulasi Basah
Metode ini dapat digunakan untuk zat yang tahan terhadap air atau pelarut yang
digunakan, tahan pemanasan. Umumnya untuk zat aktif yang sulit dicetak
langsung karena sifat aliran dan kompresibilitasnya kurang baik. Prinsip
metode granulasi basah adalah membasahi massa tablet dengan larutan
pengikat yang sesuai terdapat tingkat kebebasan yang baik. Kemudian massa
basah tersebut digranulasi. Setelah mendapatkan granulasi kering, granul
dicetak sesuai yang diinginkan (Lachman, 1994:690).
b. Metode Granulasi Kering
Metode pembuatan tablet ini digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan
terhadap air dan pelarut yang digunakan dan tidak tahan terhadap pemanasan.
Prinsip metode ini adalah menciptakan ikatan antara partikel dengan
pemadatan secara mekanis. Massa tablet dicetak menjadi tablet yang besar dan
keras yang disebut slug. Setelah itu slug dihancurkan menjadi granul-granul
yang diuji sifat alirnya. Apabila aliran granul sudah memenuhi syarat maka
granul dicampur dengan lubrikan menghasilkan massa cetak. (Lachman,
1994:687).
c. Metode Cetak Langsung
Metode ini digunakan untuk zat aktif yang mempunyai sifat mudah mengalir
dan sifat kompresibilitasnya baik sehingga memungkinkan untuk langsung
dicetak dengan mesin cetak tablet tanpa menggunakan granulasi basah atau
kering (Lachman, 1994:691 dan Ansel, 1989:271).

2.5 Evaluasi
2.5.1 Definisi
Evaluasi adalah pemeriksaan terhadap pelaksanaan kegiatan yang telah
dilakukan dan yang akan digunakan untuk memperhitungkan dan mengendalikan
pelaksanaan kegiatan kedepannya agar jauh lebih baik. Evaluasi lebih bersifat melihat
kedepan dari pada melihat kesalahan-kesalahan dan ditujukan untuk peningkatan
kesempatan demi keberhasilan kegiatan. Dengan demikian evaluasi adalah perbaikan
atau penyempurnaan di masa mendatang atas suatu kegiatan.
2.5.2 Prinsip Kerja
Uji evaluasi pada tablet dibagi menjadi 2 tahap, yaitu:
1. Uji tahap pertama (granul)
a. Kerapatan (Densitas)
Bobot per satuan volume dari partikel padat dinyatakan sebagai kerapatan sejati ρ.
Kebanyakan serbuk dalam farmasetik berukuran kecil dan jika ditempatkan memenuhi
1 cc pada gelas ukur maka diperoleh kerapatan sebenarnya. Jika serbuk tersebut
dimampatkan hingga memadat, akan didapatkan volume yang lebih kecil,
kerapatannya dihitung dari volume terkecil tersebut dan disebut kerapatan mampat.
Partikulat dapat berupa keadaan yang keras, lembut atau keadaan yang berpori.
Kesukaran akan timbul jika dilakukan percobaan untuk memeriksa volume partikel
yang mengandung retakan-retakan halus, pori internal dan rongga kapiler. Kerapatan
curah merupakan massa serbuk dibagi dengan volume ruah. Uji kerapatan dilakukan
dengan cara menimbang 100 g granul masukkan kedalam gelas ukur dan catat
volumenya. Kemudian granul dimampatkan sebanyak 500 kali ketukan dengan alat
uji, catat volume uji sebelum dimampatkan (V0). Volume setelah dimampatkan dengan
pengetukan 500 kali (V).
b. Laju Alir
Bilamana aliran suatu serbuk dari dalam bejana melalui lubang kecil diamati,
akan terlihat dua kemungkinan jenis alir yang berbeda bentuk sifat alirnya yaitu: jenis
alir bebas atau jenis lengket.
Jenis alir bebas memungkinkan serbuk dapat mengalir dengan mantap dan
kontinyu, sedangkan jenis kohesif mengalami kesukaran untuk mengalir.
Sifat alir serbuk tersebut dipengaruhi oleh ukuran partikel, bentuk, porositas dan
kerapatan dan susunan (tekstur) permukaan. Kebalikan dari sifat kohesif adalah
dustibility yaitu kemudahan serbuk untuk bertabur (Ansel, 1989).

Sudut istirahat adalah sudut yang terbentuk antara lereng suatu timbunan serbuk
dengan bidang horizontal. Sudut istirahat dipengaruhi fraksi antar partikel-partikel.
Makin kasar dan tidak beraturan permukaan partikel, akan semakin besar sudut
istirahatnya. Umumnya serbuk mempunyai sudut istirahat sekitar 34º sampai 48º.
Serbuk yang lebih mudah mengalir mempunyai sudut istirahat yang kecil.

c. Uji Sudut Diam


Menggunakan corong yang dipasang pada statif yang diletakkan dengan
ketinggian tertentu. Kemudian granul dialirkan melalui corong dan ditampung pada
bagian bawahnya. Gundukan yang tertampung lalu diukur tinggi (dicatat sebagai h)
dan diameternya (dicatat sebagai d).
d. Uji Sifat aliran
Menggunakan corong yang dipasang pada statif yang diletakkan dengan
ketinggian tertentu. Awalnya granul ditimbang, berat granul dicatat sebagai m. Lalu
granul tersebut dialirkan melalui corong dan ditampung pada bagian bawahnya. Waktu
yang diperlukan granul untuk melewati corong dicatat sebagai t. Kemudian dihitung
sifat alirnya. Setelah diperoleh sifat alir granul (V –nya) lalu dibandingkan dengan
parameter untuk sifat alir sebagai berikut:
Sifat alir Keterangan
1. 10 Sangat baik
2. 4 – 10 Baik
3. 1,6 – 4 Sukar
4. < 1,6 Sangat sukar
e. Uji kadar air
Menggunakan heating drying oven dengan cara menimbang 5 gram granul,
dipanaskan dengan oven dengan suhu 105º C selama 2 jam. Uji kadar air dapat diukur

W 0−W 1
dengan menggunakan rumus: x 100 %
W0
Dimana W0 = Bobot granul awal, W1 = bobot granul setalah pengeringan. Susut
pengeringan diukur dengan alat Moisture Balance. Kadar air yang baik untuk granul
tablet adalah 2 – 5%.
2. Evaluasi tahap ke-2 (tablet)

A. Uji keseragaman sediaan


Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari 2 metode yaitu:
a. Keragaman bobot
Pengujian keragaman bobot dilakukan jika tablet yang diuji mengandung 50
mg atau lebih zat aktif tunggal yang merupakan 50% atau lebih dari bobot satuan
sediaan .pengujian ini bertujuan untuk mendapatkan bobot sediaan tablet yang
seragam. Menurut FI III (1979), Uji keseragaman bobot dilakukan dengan
menimbang 20 tablet.
Dihitung bobot rata-rata tiap tablet. Jika ditimbang satu persatu, tidak boleh
lebih dari dua tablet yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-
ratanya lebih besar dari 5% (CV < 5%). Dan tidak satu tablet pun yang bobotnya
menyimpang dari 10% bobot rata-ratanya.
Tujuan keseragaman bobot untuk mengetahui bobot tablet yang seragam
dan uji ini dijadikan parameter produksi yang merupakan pengukuran secara
rutin untuk mendapatkan bobot tablet yang diinginkan.
b. Keseragaman bobot
Pengujian keseragaman kandungan dilakukan jika jumlah zat aktif kurang
dari 50 mg per tablet atau kurang dari 50% dari bobot satuan sediaan (Siregar,
2008).

Pengujian ini betujuan untuk mengetahui apakah kadar zat aktif yang
terkandung di dalam suatu sediaan sesuai dengan yang tertera pada etiket dan
memenuhi syarat seperti yang tertera pada masing-masing monografi. Bila zat
aktif obat tidak memenuhi syarat maka obat tersebut tidak akan memberikan
efek terapi dan juga tidak layak untuk dikonsumsi (Syamsuni, 2007)

c. Uji kekerasan tablet


Pada umumnya tablet harus cukup keras dan tahan pecah waktu dikemas,
dikirim dan waktu penyimpanan tetapi tablet juga harus cukup lunak untuk
hancur dan melarut dengan sempurna begitu digunakan atau dapat dipatahkan
dengan jari bila tablet perlu dibagi dalam pemakaiannya. Tablet diukur
kekuatannya dalam kg, pound atau dalam satuan lainnya.
d. Uji kerapuhan tablet
Kerapuhan tablet dapat ditentukan dengan menggunakan alat friabilator.
Pengujian dilakukan pada kecepatan 25 rpm, tablet dijatuhkan sejauh 6 inci pada
setiap putaran, dijalankan sebanyak 100 putaran. Tablet ditimbang sebelum dan
sesudah diputar, kehilangan berat yang dibenarkan yaitu lebih kecil dari 0,5%
sampai 1% (Lachman, dkk, 1994).
Cara penggunaan alat: 20 tablet yang telah dibebas debukan dan ditimbang
dimasukkan ke dalam alat dan diputar selama 4 menit, 25 rpm. Tablet
dikeluarkan dari alat dan ditimbang bobot masing-masing tablet, hitung
prosentasi kehilangan bobot yang dialami tablet oleh alat tersebut. Tablet yang
baik mempunyai kerapuhan kurang dari 0,8% atau 1%.
e. Uji waktu hancur
Waktu hancur adalah waktu yang dibutuhkan tablet pecah menjadi partikel-
partikel kecil atau granul sebelum larut dan diabsorbsi. Uji waktu hancur
dilakukan dengan menggunakan alat uji waktu hancur. Masing-masing sediaan
tablet mempunyai prosedur uji waktu hancur dan persyaratan tertentu. Waktu
hancur tablet juga menggambarkan cepat lambatnya tablet hancur dalam cairan
pencernaan (Gauhar, 2006). Cara menguji waktu hancur yaitu dimasukkan 5
tablet ke dalam tabung berbetuk keranjang, kemudian diturun naikkan tabung
secara teratur 30 kali setiap menit dalam medium air dengan suhu antara 36-38
derajat celcius. Tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang
tertinggal di atas kaca. Dicatat lama waktu hancur tablet. Alat yang digunakan
sama dengan alat yang digunakan pada uji disolusi tablet
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Formulasi
1. Dosis 150 mg Theophillinum yang akan dibuat diperuntukan untuk :

Formula Standar Formula Rancangan

Tiap tablet mengandung : Tiap tablet mengandung :


1. Theophillinum 150 mg Theophillinum 150 mg
PVA 15%
Amylum Solani 5%
Zat tambahan yang cocok q.s
Mg Stearat 1%
Talk 2%
Essence qs
Laktosa ad 500mg
Bobot per tablet = 500mg
Dibuat 500 Tablet

3.2 Alasan Pemilihan Bahan


Theophillinu  .
m 

(zat aktif)
PVA 
(pengikat) 
Amylum  Tidak mengalami penurunan porositas
(penghancur)  Memiliki sifat hidrofilik yaitu zat tertarik/suka dengan air
 Miliki titik didih yang tinggi untuk memudahkan proses
pemanasan.
Mg stearat dan Talcum memiliki sifat pelumas,pelincir dan anti lengket, tetapi sifat
Talkum (pelicin) pelumas pada talcum kurang bagus maka diperlukan Mg stearate yang
memiliki sifat pelumas yang baik dan daya alir yang baik.
 Memiliki ukuran partikel yang kecil agar dapat menyatu dengan
sediaan yang sudah dalam bentuk granul.
 Memiliki gaya adesi dan kohesi yang rendah sehingga lebih
mudah keluar dari cetakan. Gaya adesi dan kohesi berperan
sebagai Antilekat bertujuan untuk mengurangi melengket atau
adhesi bubuk dan granul pada permukaan punch atau
dinding die. Antilekat yang efisien untuk permukaan punch
namun tidak larut air adalah DL-leusin.

Laktosa (pengisi)  Memiliki kelarutan yang tinggi untuk memudahkan tablet


mengalir pada saat proses granulasi basah.
 Memiliki bobot jenis yang tinggi 342,30g/mol untuk membuat
bobot tablet menjadi konstan
 Memiliki titik didih yang tinggi 202,8O C untuk memudahkan
proses pemanasan

3.3 Perhitungan Bahan


- Theophillinum 150 mg

15
- PVA x 500mg = 75 mg
100

5
- Amylum x 500mg = 25 mg
100

1
- Mg Stearat x 500mg = 5 mg
100
2
- Talcum x 500mg = 10 mg
100

- Essence 6 TETES

- Laktosa ad 500 mg - (150 + 75 +25 + 5 +10 )

= 500 mg – 265 mg = 235 mg/1 tablet

Perhitungan Tablet

Akan dibuat 200 tablet dengan berat tablet Theophillinum 150 mg

 Theophillinum = 150 mg x 200 tab = 30.000 mg = 30 g


 PVA = 75 mg x 200 tab = 15.000 mg = 15 g
 Amylum = 25 mg x 200 tab = 5.000 mg = 5 g
 Mg stearat = 5 mg x 200 tab = 1.000 mg = 1g
 Talkum = 10 mg x 200 tab = 2. 000 mg = 2g
 Essence = 6 TETES
 Laktosa = 235 mg x 200 tab = 47.000 mg = 47 g

Total bahan keseluruhan (30.000 mg + 15.000 mg + 5.000 mg + 1.000 mg + 2. 000 mg+


47.000 mg = 100.000 mg)

Jadi untuk membuat 200 tablet Theophillinum membutuhkan bahan keseluruhan (zat aktif dan
zat tambahan ) 100.000 mg atau 100 g

3.4 Alat dan Bahan


Alat Bahan
Beaker glass Theophillinum
Ayakan no. mesh 10 dan 18 Amilum
Mortir dan stamper Laktosa
Sendok tanduk CMC Na
Spatel Mg Stearat
Loyang dan nampan Talk
Shaker Aquades
Hardness tester Essence
Alat uji disintegran
Friabilator
Jangka sorong
Alat pengempa tablet
Toples

3.5 Prosedur Kerja

Anda mungkin juga menyukai