” ANTRAKOSIS”
Pembimbing :
Prof.Dr.Rika Subarniati T, dr.,SKM
1
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karuniaNya
sehingga makalah FGD IKM ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terima kasih kepada pemimbing kami Prof.Dr.Rika Subarniati T,
dr.,SKM yang telah membimbing kami dan pihak yg telah ikut memberikan sumbangan baik
materi maupun pemikirannya .
FGD IKM dibuat agar para calon dokter muda dapat memecahkan masalah dalam
dunia kesehatan secara holistik dimana FGD ini merupakan salah satu cara memadukan
berbagai disiplin Ilmu IKM untuk memecahkan permasalahan kesehatan yang terjadi di
masyarakat. Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca.
Tim Penyusun FGD telah bekerja dengan maksimal, namun masih banyak
kekurangan dalam menyelesaikan makalah ini, antara lain karena kurangnya referensi dan
pengalaman kami dalam kegiatan FGD yang pertama kami lakukan ini.
Kami ucapkan terimakasih atas bantuan dan saran yang telah diberikan hingga
tersusunnya makalah ini. Saran perbaikan sangat kami harapkan.
Tim Penyusun
2
DAFTAR ISI
COVER........................................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR....................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................3
RESUME .......................................................................................................................4
1. Definisi ........................................................................................................................5
2. Penyebab ....................................................................................................................7
3. Gejala .........................................................................................................................7
5. Pengobatan .................................................................................................................8
7. Pencegahan..................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................13
3
RESUME SKENARIO
Sebuah perusahaan batu bara X memiliki tenaga kerja sebanyak 100 orang yang
terbagi menjadi 10 orang admin, 40 orang bagian eksplorasi, 40 orang bagian produksi, 4
orang bagian perawatan atau bengkel dan 6 orang bagian gudang dan keamanan. Rerata
pekerja telah bekerja lebih dari 5 tahun dan kebanyakan bekerja menggunakan safety boot,
helm, dan sarung tangan serta google. Beberapa orang menggunakan masker tanpa catridge
atau masker seadanya dari kain terutama tenaga kerja bagian eksplorasi dan produksi.
Dari hasil anamnesis, 10 orang di bagian eksplorasi dan 5 orag di bagian produksi
mengeluhkan batuk yang sudah berlangsung 3 bulan lebih dan tidak mereda. Batuk tanpa
disertai dahak maupun darah. Pada pemeriksaan fisik terdapat retriksi volume inspirasi dan
tidak ada pernapasan cuping hidung maupun dispneau. Pada pemeriksaan radiologi
ditemukan titik hitam di lapang paru tenaga kerja antara 3-5% dari lapang pandang, tidak
ditemukan kalsifikasi, pemeriksaan BTA SPS negatif. Dokter perusahaan mendiagnosis
sebagai antrakosis stadium awal.
4
1. A. DEFINISI
Antrakosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu batubara.
Penyakit ini biasanya dijumpai pada pekerja-pekerja tambang batubara atau pada pekerja-
pekerja yang banyak melibatkan penggunaan batubara. Masa inkubasi penyakit ini antara 2 –
4 tahun. Seperti halnya penyakit silicosis dan juga penyakit-penyakit pneumokonisosi ainnya,
penyakit antrakosis juga ditandai dengan adanya rasa sesak napas. (Susanto, 2011). Penyakit
ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjadi berat, dan relatif tidak begitu
berbahaya. Sebenarnya antara antrakosis murni dan silikoantraksosi sulit dibedakan, kecuali
dari sumber penyebabnya. sedangkan paenyakit tuberkolosilikoantrakosis lebih mudah
dibedakan dengan kedua penyakit antrakosis lainnya. Perbedaan ini mudah dilihat dari
fototorak yang menunjukkan kelainan pada paru-paru akibat adanya debu batubara dan debu
silikat, serta juga adanya baksil tuberculosis yang menyerang paru-paru. (Susanto, 2011)
Penyakit Virus Corona (Covid-19) tahun 2020 merebak virus baru coronavirus jenis
baru (SARS-CoV-2) yang penyakitnya disebut Coronavirus disease 2019 (COVID-19). Virus
ini ditemukan di Wuhan, China pertama kali dan sudah menginfeksi 90.308 orang per tanggal
2 Maret 2020. Jumlah kematian mencapai 3.087 orang atau 6%, jumlah pasien yang sembuh
45.726 orang. (Wang, 2020;Korsman, 2012). Virus jenis RNA strain tunggal positif ini
menginfeksi saluran pernapasan manusia dan bersifat sensitif terhadap panas dan secara
efektif dapat diinaktifkan oleh desinfektan mengandung klorin. Gejala umum berupa demam,
batuk dan sulit bernapas. Sindrom klinik terbagi menjadi tanpa komplikasi, pneumonia ringan
dan pneumonia berat. Pemeriksaan spesimen diambil dari swab tenggorok (nasofaring dan
orofaring) dan saluran napas bawah (sputum, bilasan bronkus, aspirat endotrakeal). Isolasi
5
dilakukan pada pasien terbukti terinfeksi Covid-19 untuk mencegah penyebaran lebih luas.
(Wang, 2020;Korsman, 2012)
B. PENYEBAB
1. Antrakosis
Antrakosis adalah penyakit yang disebabkan karena terhirupnya serbuk batu bara.
Penyakit ini terjadi ketika seseorang menghirup serbuk batu bara dalam jangka waktu
yang lama. Kebanyakan pekerja yang terkena berusia lebih dari 50 tahun (Darmawan,
2013).
2. Covid-19
Covid-19 adalah penyakit yang disebabkan karena virus. Virus penyebab Covid-19
bernama Sars-Cov-2 (Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendlian Penyakit,
2020). Virus ini menyerang sistem pernafasan manusia.
C. Gejala :
1. Antrakosis
Tetapi banyak penderita yang mengalami batuk menahun dan mudah
sesaknafas karena mereka juga menderita emfisema (karena merokok)atau bronkitis
(karena merokok atau terpapar polutan industri toksik lainnya). Fibrosis
masif progresif yang berat juga menyebabkan batuk dan sesak nafas
2. Covid-19
Manifestasi klinis pasien COVID-19 memiliki spektrum yang luas, mulai
dari tanpa gejala (asimtomatik), gejala ringan, pneumonia, pneumonia berat, ARDS,
sepsis, hingga syok sepsis. Sekitar 80% kasus tergolong ringan atau sedang,
13,8% mengalami sakit berat, dan sebanyak 6,1% pasien jatuh ke dalam keadaan
kritis.
Gejala ringan didefinisikan sebagai pasien dengan infeksi akut saluran napas
atas tanpa komplikasi, bisa disertai dengan demam, fatigue, batuk (dengan atau tanpa
sputum), anoreksia, malaise, nyeri tenggorokan, sesak nafas, kongesti nasal, atau
sakit kepala. Pasien tidak membutuhkan suplementasi oksigen. Pada beberapa
6
kasus pasien juga mengeluhkan diare dan muntah seperti terlihat pada tabel. Pasien
COVID-19 dengan pneumonia berat ditandai dengan demam, ditambah salah
satu dari gejala: (1) frekuensi pernapasan >30x/menit (2) distres pernapasan
berat, atau (3) saturasi oksigen 93% tanpa bantuan oksigen. Pada pasien
geriatri dapat muncul gejala-gejala yang atipikal. Perjalanan penyakit dimulai
dengan masa inkubasi yang lamanya sekitar 3-14 hari (median 5 hari).
1. Antracosis
Diagnosis antracosis dapat ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan rontgen
dada dan tes fugsi paru-paru.
Gambaran spesifik pada hasil rontgen akan terdapat perselubungan halus,
berak kecil bulat dan adanya bercak ireguler/tidak beraturan.
Pemeriksaan faal paru diperlukan studi epidemiologis pekerja yang terpajan
debu dan diagnosis penyakit paru akibat kerja. Pemeriksaan faal paru memerlukan
pemeriksaan volume paru dengan spirometri dan pemeriksaan kapasitas difusi
(DLco). Akan tetapi pemeriksaan tersebut tidakselalu tersedia. Sebagian besar
penyakit paru difus yang disebabkan debu mineral berhubungan dengan kelainan
restriksi karena terjadi fibrosisdi parenkim paru. Pada penderita ini telah dilakukan
faal paru dengan hasil restriksi berat tanpa adanya obstruksi.
Pada kondisi tertentu memerlukan diagnosis pasti pajanan bahan di
lingkungan kerja dengan analisis bahan biologi (sputum, broncho alveolar
lavage/BAL, biopsi transbronkial atau biopsi paru terbuka) untuk melihat debu
mineral atau produk metabolisme nya. Pemeriksaan BAL membantu menegakkan
diagnosis. Pada pemeriksaan BAL dapat terlihat debu di dalam makrofag dan jenis
debu kemungkinan dapat diidentifikasi mikroskop elektron.
2. Covid-19
Penanganan COVID-19 di Indonesia menggunakan Rapid TestAntibodi
7
ODP dan PDP pada wilayah yang tidak mempunyai fasilitas untuk pemeriksaan RT-
B. Pengobatan
1. Antrakosis
Pengobatan suportif untuk mengatasi gejala yang timbul adalah membuang
lendir/dahak dari paru-paru melalui prosedur postural drainase, perkusi dada dan
vibrasi. Diberikan obat semprot untuk mengencerkan lendir. Mungkin perlu diberikan
oksigen. Kadang dilakukan pencangkokan paru-paru. Mesotelioma berakibat fatal,
kemoterapi tidak banyak bermanfaat dan pengangkatan tumor tidak menyembuhkan
kanker. (Darmawan.2013)
2. Covid-19
a. Ringan
- Melakukan isolasi untuk mencegah penularan
- Pemberian antipiretik untuk demam
- Bila ada gejala penyulit pasien disarankan untuk mendapatkan
pertolongan
b. Berat
- Terapi oksigen dan monitoring
- Pengobatan koinfeksi
8
c. Kritis
- Sindrom gawat pernafasan akut (ARDS)
- Pencegahan komplikasi
- Septic shock
Berbagai tindakan pencegahan perlu dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit atau
mengurangi laju penyakit. Five level prevention dari Leavell and Clark yang dapat
dilakukan salah satunya adalah Secondary Prevention :
Early diagnosis dan Promt treatment ( diagnosa dini dan terapi segera )
a. Mencari tenaga kerja yang mempunyai resiko menderita penyakit paru
b. Memeriksa daya pacu paru-paru, kapasitas maksimal oksigen paru tenaga kerja
sehingga dapat mengetahui gambaran perkembangan kesehatan tenaga kerja
c. Anamnesis riwayat medis lengkap termasuk riwayat pajanan ditempat kerja dan
lingkungan
d. Evaluasi gejala-gejala yang muncul
e. Pemeriksaan rutin kadar gula, kolestrol, anemia
f. Pemeriksaan penunjang :
- Pemeriksaan langsung untuk mengindentifikasi kondisi paru yang
berkontribusi terhadap impairment seperti pemeriksaan darah lengkap dan
EKG ( elektrokardiogram )
- Pemeriksaan untuk menilai impairment respirasi yaitu foto thorax , spirometri ,
Dlco ( singel breath diffusing capacity) , Ct scan , Bal ( bronchoalveolar
lavage)
- Pemeriksaan faal paru dan radiologi sebelum seorang menjadi pekerja dan
pemeriksaan secara berkala untuk deteksi dini kelainan yang timbul. Bila
seorang telah menderita penyakit , memindahkan ke tempat yang tidak terpapar
mungkin dapat mengurangi laju penyakit
- Penderita yang atopik idealnya dianjurkan menghindari tempat yang jelas
mencetuskan serangan asma.
- Perlu dilakukan screenning pada saat masuk menjadi tenaga kerja disebuah
perusahaan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah penyakit yang
9
dialami setelah bekerja diperusahaan tersebut merupakan penyakit akibat kerja
atau merupakan yang memang telah dialami sebelumnya.
4. Pencegahan
Tindakan pencegahan merupakan tindakan yang paling penting pada
penatalaksanaan penyakit sistem respirasi akibat kerja untuk mencegah timbulnya
penyakit atau mengurangi laju penyakit. Bisa dengan cara
10
- Jam kerja tidak melebihi aturan
2. Specific Protection (Pemberian Perlindungan Khusus)
a. Pekerja di lapangan
- Menciptakan kondisi tempat kerja yang baik dan sanitasinya baik
- Pemeriksaan Kesehatan sebelum penempatan dan berkala (levih sering
dilakukan)
- Pemakaian masker, google dan safety boot
- Melihat arah angin dengan cara memasang bendera kecil
- Rotasi pegawai
b. Pekerja di dalam ruangan
- Menciptakan kondisi tempat kerja yang baik dan sanitasinya baik
- Pemeriksaan Kesehatan sebelum penempatan dan berkala
- Pemakaian masker
- Isolasi sumber agar tidak mengeluarkan debu diruang kerja dengan “Local
Exhauster‟ atau dengan melengkapi water sprayer pada cerobong asap.
- Rotasi pegawai
11
Daftar pustaka
Darmawan, Armaidi. 2013. Penyakit Sistem Respirasi Akibat Kerja. Vol.1 ; Jambi.
Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendlian Penyakit. 2020. Pencegahan dan
Pengendalian Coronavirus Disease (Covid-19). Kementrian Kesehatan
RI; Jakarta Selatan.
Eryani, Yesti Mulia.2015. Faktor-faktor Risiko dan Pencegahan Silikosis pada
Pekerja Tambang. JAgromed Unila.Vol 2. No 2.
Kementrian Kesehatan RI.2020.Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Coronavirus
Disease (COVID-19). Jakarta Selatan.
Setiaputri, Irmawanty.2020. Pemeriksaan Laboratorium COVID-19 (2019-nCoV). RS
PARU dr.H.A ROTINSULU
Susanto AD. Pneumokoniosis. J Indon Med Assoc. 2011; 61(12): 503-10.
Wang,Z.,Qiang,W.,Ke,H.(2020).AHandbookof2019-nCoVPneumoniaControland
Prevention. HubeiScienceand TechnologiPress. China
12