Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

TETANUS

Disusun oleh:
Velinda Triolina / 19710003

Pembimbing:
dr. Dono Marsetio Wibiseno, Sp.B

KSM BEDAH
RSUD IBNU SINA GRESIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2019

1
LEMBAR PEGESAHAN

REFERAT

TETANUS GENERALISATA

Diajukan Untuk Salah Satu Syarat

Guna Mengikuti Kepaniteraan Klinik

Oleh:

Velinda Triolina

19710003

Telah diuji pada:

Tanggal: 03 Oktober 2019

Gresik, 03 Oktober 2019

Pembimbing,

dr. Dono Marsetio Wibiseno, Sp.B

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, oleh
karena hikmat dan rahmatnya saya dapat menyusun dan menyelesaikan
tugas referat dengan judul “Tetanus” dengan baik.

Tugas referat ini saya susun untuk memenuhi tugas saya sebagai
Dokter Muda dalam melaksanakan Kepaniteraan Klinik di SMF Bedah
Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Selain itu,
tugas referat ini saya susun dengan harapan dapat menambah ilmu dan
wawasan bagi pembaca.

Dalam menyusun referat ini, saya telah banyak mendapat bantuan


dan bimbingan dari banyak pihak. Oleh sebab itu, saya mengucapkan
banyak terimakasih kepada dokter pembimbing saya, dr. Dono Marsetio
Wibiseno, Sp.B yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk
membimbing saya dalam menyelesaikan tugas referat ini.

Saya sadar bahwa tugas referat ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran sangat saya harapkan demi kesempurnaan
referat ini. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Gresik, 13 September 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

Cover…………………………………………………………………… 1

Lembar Pengesahan……………………………………………………. 2

Kata Pengantar…………………………………………………………. 3

Daftar Isi……………………………………………………………….. 4

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………… 5

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………. 6

2.1 Definisi………………………………………………………… 6
2.2 Epidemiologi…………………………………………………... 6
2.3 Patofisiologi…………………………………………………… 7
2.4 Masa Inkubasi…………………………………………………. 8
2.5 Manifestasi Klinis……………………………………………... 8
2.6 Penyebaran/Penularan…………………………………………. 11
2.7 Diagnosis……………………………………………………… 11
2.8 Diagnosis Banding…………………………………………….. 11
2.9 Penatalaksanaan/Pengobatan………………………………….. 12
2.10 Pencegahan…………………………………………………… 13
2.11 Prognosis……………………………………………………
… 14
BAB III PENUTUP…………………………………………………… 15

Daftar Pustaka………………………………………………………… 17

4
BAB I

PENDAHULUAN

Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh Clostridium tetani


yang merupakan salah satu penyakit yang cukup banyak ditemukan di
Indonesia. Selain cukup banyak ditemukan di Indonesia, tetanus juga
merupakan penyakit yang tergolong cukup mematikan. Hal ini disebabkan
karena toksin tetanus menyerang sistem saraf manusia dan memiliki
manifestasi klinis yang cukup berat 1.

Di Indonesia, berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga


(SKRT), jumlah kasus tetanus neonatorum sebanyak 141 kasus pada tahun
2007 dan turun menjadi 114 kasus pada tahun 2011. Namun meskipun
terjadi penurunan pada tahun 2011, angka kematian (case fatality rate)
tetanus neonatorum dari tahun 2007-2011 cukup tinggi yaitu sekitar 60,5%.
Sedangkan pada tahun 2012, angka kematian (case fatality rate) tetanus
neonatorum mengalami penurunan sebanyak 10,9%. Namun pada tahun
2013, angka kematian (case fatality rate) tetanus neonatorum mengalami
kenaikan hingga mencapai 53,8%. Pada tahun 2014 terdapat 84 kasus
tetanus neonatorum di Indonesia dengan kematian mencapai 54 orang atau
64,3% 2.

Pada tetanus dikenal tiga macam kriteria berdasarkan berat


ringannya manifestasi klinis yang muncul yaitu ringan, sedang dan berat.
Manifestasi klinis yang dinilai yaitu berdasarkan ukuran trismus dan ada
tidaknya kejang yang muncul pada penderita.

Untuk mengatasi manifestasi klinis yang muncul pada penderita


tetanus dan mencegah tetanus timbul, maka harus dilaksanakan prinsip-
prinsip pengobatan pada tetanus. Mulai dari penatalaksanaan terhadap luka
dengan benar, pemberian antibiotik yang sesuai dan juga pemberian obat-

5
obatan yang lain. Oleh karena itu, untuk lebih lengkapnya pembahasan
mengenai tetanus, maka akan dibahas pada bab selanjutnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tetanus merupakan penyakit toksemia akut yang disebabkan oleh


tetanospasmin dari bakteri Clostridium tetani. Bakteri Clostridium tetani ini
merupakan bakteri gram positif yang bersifat anaerob dan berbentuk batang
dengan ukuran panjang 2–5 um dan lebar 0,3–0,5 um. Spora dari bakteri
Clostridium tetani dapat ditemukan di tanah atau sebagai flora normal di
dalam sistem gastrointestinal pada hewan seperti kuda, sapi, babi, domba,
anjing, kucing, tikus, dan ayam. Bakteri Clostridium tetani dapat
menyebabkan infeksi dengan cara mengkontaminasi luka pada tubuh
manusia 3,4.

Gambar 1. Pewarnaan Gram pada kultur Clostridium tetani dengan


pembesaran 1000x 4.

2.2 Epidemiologi

Jumlah kasus tetanus di Indonesia masih cukup tinggi. Selain itu, angka
kematiannya oun juga tergolong cukup tinggi. Berdasarkan Survei

6
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), jumlah kasus tetanus neonatorum
sebanyak 141 kasus pada tahun 2007 dan turun menjadi 114 kasus pada
tahun 2011. Namun meskipun terjadi penurunan pada tahun 2011, angka
kematian (case fatality rate) tetanus neonatorum dari tahun 2007-2011
cukup tinggi yaitu sekitar 60,5%. Sedangkan pada tahun 2012, angka
kematian (case fatality rate) tetanus neonatorum mengalami penurunan
sebanyak 10,9%. Namun pada tahun 2013, angka kematian (case fatality
rate) tetanus neonatorum mengalami kenaikan hingga mencapai 53,8%.
Pada tahun 2014 terdapat 84 kasus tetanus neonatorum di Indonesia dengan
kematian mencapai 54 orang atau 64,3% 2.

2.3 Patofisiologi

Clostridium tetani menghasilkan dua macam eksotoksin yaitu


tetanolisin dan tetanospasmin. Eksotoksin tersebut dapat menyebar melalui
pembuluh darah dan pembuluh limfatik 3. Tetanolisin dapat merusak
jaringan yang sehat disekitar luka dan dapat menyebabkan gangguan pada
proses oksidasi-reduksi sehingga dapat mendorong pertumbuhan bakteri
yang bersifat anaerob. Sedangkan tetanospasmin bersifat sebagai
neurotoksin yang merupakan penyebab timbulnya tetanus 5.

Tetanospasmin akan dibawa ke saraf terminal di neuron motorik


bagian bawah (lower motor neuron) yang mengaktifasi otot-otot volunter.
Tetanospasmin merupakan metalloproteinase yang sifatnya bergantung pada
zinc yang menarget protein (vesicle-associated membrane protein - VAMP)
yang diperlukan untuk pelepasan neurotransmitter dari ujung saraf melalui
fusi vesikel sinaptik dengan membran plasma neural. Gejala awal yang
muncul oleh karena toksin tetanus adalah tampak adanya flaccid paralysis
yang disebabkan karena gangguan pelepasan asetilkolin di neuromuscular
junction. Tetanospasmin dapat menyebar secara retrograde di akson lower
motor neuron yang kemudian akan sampai pada medulla spinalis. Di
medulla spinalis, tetanospasmin akan ditransportasikan dengan cara
menyeberangi sinaps dan akan di ambil oleh ujung saraf inhibitor GABA
(Gamma Aminobutyric Acid) dan saraf glisinergik yang mengontrol aktifitas

7
dari lower motor neuron. Setelah tetanospasmin sampai di ujung saraf
inhibitor, tetanospasmin ini akan memecah VAMP (vesicle-associated
membrane protein) sehingga menghambat pelepasan GABA (Gamma
Aminobutyric Acid) dan glisin 3.

Gambar II. Mekanisme Toksin Tetanus 4.

2.4 Masa Inkubasi

Masa inkubasi tetanus berkisar antara 3 – 21 hari dengan rata-rata


sekitar 7 hari. Masa inkubasi terpendek tetanus terjadi dalam waktu <7 hari.
Semakin jauh lokasi luka yang terkontaminasi oleh Clostridium tetani
dengan SSP maka akan semakin panjang juga masa inkubasinya 3,6.

2.5 Manifestasi Klinis

Toxin tetanus dapat menyebabkan hiperaktivitas dari otot rangka


berupa rigiditas dan spasme. Rigiditas merupakan kontraksi otot involunter
tonic, sedangkan spasme merupakan kontraksi otot yang lebih singkat. Hal
ini dapat dirangsang oleh peregangan otot atau stimulasi sensorik sehingga
disebut dengan reflex spasme 3.

8
Manifestasi klinis tetanus dibagi menjadi empat secara garis besar
yaitu tetanus generalisata, tetanus neonatus, tetanus local dan tetanus
cephalic. Pada tetanus local biasanya akan timbul gejala berupa kaku
persisten pada kelompok otot di dekat luka yang terkontaminasi oleh
Clostridium tetani 7. Sedangkan pada tetanus cephalic akan tampak trismus
dan disfungsi salah satu atau lebih nervus cranialis yaitu tersering adalah
N.VII 8.

Pada tetanus generalisata dan neonatus akan mempengaruhi otot-


otot seluruh tubuh. Gejala pertama yang akan timbul pada tetanus
generalisata adalah kaku otot rahang terutama otot masseter yang
menyebabkan gangguan membuka mulut (trismus/lock jaw). Selain
kekakuan otot masseter, pada muka juga akan terjadi kekakuan otot muka
sehingga muka menyerupai muka meringis kesakitan yang disebut rhisus
sardonicus yaitu keadaan dimana tampak alis tertarik ke atas, sudut mulut
tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi. Akibat
kekakuan otot–otot leher bagian belakang menyebabkan nyeri waktu
melakukan fleksi leher dan tubuh sehingga memberikan gejala kuduk kaku
sampai opisthotonus. Selain itu juga akan tampak dinding perut yang terasa
keras seperti papan 4,7.

Gambar III. Opistotonus

9
Gambar IV. Risus Sardonicus Gambar V. Trismus/Lockjaw

Selain gejala diatas, biasanya juga akan terjadi kejang umum tonik
baik secara spontan ataupun karena suatu rangsangan seperti rangsangan
bunyi, sinar dan raba. Pada saat kejang akan tampak tangan dalam keadaan
fleksi dan aduksi serta tangan akan mengepal kuat dan kaki dalam posisi
ekstensi. Pada saat berlangsungnya kejang, pasien akan tetap dalam keadaan
sadar. Selain itu juga dapat terjadi spasme otot laring dan otot pernafasan,
sehingga menyebabkan gangguan menelan, asfiksia dan sianosis. Spasme
pada sphincter kandung kemih juga dapat terjadi sehingga menyebabkan
retensi urin. Pada keadaan yang lebih berat dapat terjadi overaktivitas
simpatis berupa takikardi, hipertensi yang labil, berkeringat banyak, panas
tinggi dan aritmia jantung 4.

Menurut berat ringannya, tetanus dibagi menjadi 3 yaitu ringan,


sedang dan berat sebagai berikut 4.

Ringan trismus > 3 cm, tidak disertai


kejang umum walaupun dirangsang
Sedang trismus < 3 cm dan disertai kejang
umum bila dirangsang
Berat trismus < 1 cm dan disertai kejang
spontan

Menurut Cole and Youngman (1969), tetanus dibagi menjadi 3 grade


sebagai berikut 4.

Grade Tanda dan gejala


1 - Masa inkubasi > 14 hari
Ringan - Periode onset > 6 hari
- Trismus (+) tetapi tidak berat

10
- Sukar makan dan minum tetapi tidak ada disfagi
- Lokalisasi kekakuan dekat dengan luka berupa spasme
disekitar luka dan kekakuan umum terjadi beberapa jam
atau hari.
2 - Masa inkubasi 10-14 hari
Sedang - Periode onset 3 hari atau kurang
- Trismus dan disfagi (+)
- Kekakuan umumterjadi dalam beberapa hari tetapi
dispnoe dan sianosis tidak ada.
3 - Masa inkubasi < 10 hari
Berat - Period of onset 3 hari atau kurang
- Trismus berat
- Disfagia berat.

2.6 Penyebaran/Penularan

Tetanus tidak ditularkan dari individu yang satu ke individu yang


lainnya. Infeksi tetanus terjadi ketika spora dari Clostridium tetani
mengkontaminasi luka akut karena trauma, pembedahan, atau lesi kulit
kronik6. Sehingga pada infeksi tetanus harus ada port de entry secara
langsung untuk bakteri Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh manusia.

2.7 Diagnosis

Menurut World Health Organization (2010), penegakan diagnosis


tetanus hanya berdasarkan gejala klinis. Tidak ada pemeriksaan
laboratorium yang dapat dilakukan 6. Untuk menegakkan diagnosis tetanus,
harus dilakukan anamnesis mengenai kemungkinan adanya port de entry
yang menjadi jalan masuknya Clostridium tetani, trismus, rhisus sardonicus,
kaku kuduk, opistotonus, perut keras seperti papan, atau kejang yang tanpa
disertai kehilangan kesadaran 7.

2.8 Diagnosis Banding

Untuk menentukan diagnosis banding diperlukan ketelitian dan


pemahaman mengenai penyakit yang berhubungan. Tetanus dapat

11
didiagnosis banding dengan penyakit di area rongga mulut, karena sering
juga akan terjadi trismus bila terdapat gangguan di area rongga mulut.
Selain itu, tetanus juga dapat didiagnosis banding dengan meningis karena
juga terdapat kejang pada meningitis 7.

2.9 Penatalaksanaan / Pengobatan

Prinsip pengobatan tetanus terdiri dari 3 hal yaitu mengatasi akibat


eksotoksin yang sudah terikat pada susunan saraf pusat, menetralisasi toksin
yang masih beredar di dalam darah dan menghilangkan kuman penyebab 7.
Sehingga pengobatan tetanus tidak hanya mengatasi gejala gejala yang
timbul, tetapi dilakukan pengobatan secara menyeluruh. Dengan memegang
prinsip pengobatan tersebut diharapkan proses penyembuhan di dapat secara
maksimal.

Beberapa macam pengobatan yang dilakukan yaitu sebagai berikut.

a. Pasien tetanus harus ditempatkan pada ruangan yang teduh dan


terlindungi dari stimulasi sentuhan dan pendengaran. Hal ini
disebabkan pada pasien tetanus akan lebih sensitive terhadap
berbagai macam rangsangan. Oleh karena itu sebisa mungkin harus
dihindarkan dari rangsangan yang ada 6.
b. Apabila terdapat luka harus di bersihkan dengan baik 6.
c. Toksin yang masih beredar di dalam darah dinetralisasikan dengan
pemberian ATS (Serum Anti-Tetanus) 20.000 UI/hari selama 5 hari
berturut-turut. Selain itu juga dapat diberikan Human Tetanus
Immunoglobulin ( TIG) dosis tunggal sebanyak 3000-6000 unit
secara IM. Pemberian Human Tetanus Immunoglobulin ( TIG) tidak
boleh diberikan secara intravena karena Human Tetanus
Immunoglobulin (TIG) mengandung "anti complementary
aggregates of globulin", yang mana ini dapat mencetuskan reaksi
alergi 4,7.
d. Untuk menghilangkan kuman penyebabnya maka dapat diberikan
beberapa pilihan antibiotic yaitu Metronidazole 500 mg setiap 6 jam
secara IV atau per oral selama 7-10 hari, Penicillin G 100.000-

12
200.000 IU/kg/hari IV diberikan dalam 2-4 pemberian, Tetrasiklin
dan Eritromisin, diberikan terutama bila penderita alergi terhadap
penisilin dengan dosis Tetrasiklin : 30–50 mg/kg.bb/hari dalam 4
dosis dan Eritromisin : 50 mg/kg.bb/hari dalam 4 dosis selama 10
hari 4,7.
e. Untuk mengontrol spasme otot dapat diberikan diazepam
20mg/kg/hari diberikan dalam 8x pemberian atau setiap 3 jam (dosis
maksimal 40mg/kg/hari). Bila setelah pemberian diazepam kejang
masih terjadi, sedang dosis maksimal telah tercapai, maka kombinasi
dengan anti kejang lainnya harus dilakukan. Obat lainnya yang dapat
diberikan adalah baclofen, dantrolene 1-2mg/kg IV atau per oral
diberikan setiap 4 jam, barbiturate 100-150 mg setiap 1-4 jam pada
dewasa dan 6-10mg/kg pada anak, chlorpromazine 50-150mg IM
setiap 4-8 jam pada dewasa dan 4-12 mg/kg setiap 4-8 jam pada
anak 4,7.
f. Untuk mengontrol disfungsi otonom dapat diberikan magnesium
sulfat atau morphin 7.
g. Pemberian kebutuhan nutrisi sehari-hari dengan baik 7.

2.10 Pencegahan

Pencegahan tetanus dapat dilakukan dengan 2 macam cara yaitu


dengan perawatan yang baik apabila terdapat luka dan pemberian imunisasi
baik secara pasir maupun secara aktif. Pemberian imunisasi secara aktif
dilakukan dengan penyuntikan toksoid tetanus untuk merangsang
pembentukan antibody di dalam tubuh. Sedangkan imunisasi pasif diperoleh
dengan cara pemberian serum yang mengandung antitoksin heterolog
(ATS). Indikasi pemberian imunisasi tetanus dapat dilihat pada table
sebagai berikut 7.

Imunisasi Luka bersih Luka kotor


Toksoid ATS Toksoid ATS
sebelumnya
Tidak ada Imunisasi Tidak Imunisasi Ya
lengkap lengkap
1x DT atau Imunisasi Tidak Imunisasi Ya

13
DTP lengkap lengkap
2X DT atau Imunisasi Tidak Imunisasi Ya
DTP lengkap lengkap
3X atau Tidak, Tidak Tidak Tidak
lebih DT kecuali kecuali
atau DTP booster booster
terakhir terakhir
sudah 10 sudah 5
tahun yang tahun yang
lalu atau lalu
lebih

2.11 Prognosis

Proses penyembuhan pada tetanus biasanya berlangsung lambat dan


sembuh dalam waktu 2-4 bulan 8. Terdapat 2 macam skor untuk menentukan
prognosis pada tetanus yaitu Dakar skor dan Philips skor.

Prognosis menurut Dakar skor dibagi menjadi 4 kriteria yaitu ringan,


sedang, berat dan sangat berat. Ringan (0-1) dengan mortalitas 10%, sedang
(2-3) dengan mortalitas 10-20%, berat (4) dengan mortalitas 20-40%, sangat
berat (5-6) outcome tetanus tergantung berat penyakit dan fasilitas
pengobatan yang tersedia. Jika tidak diobati, mortalitasnya lebih dari 60%.
Jika difasilitas dengan baik angka mortalitasnya 13% sampai 25% 4.

Prognosis tetanus menurut Dakar skor 4.

14
Sedangkan prognosis menurut Philips skor dibagi menjadi 3 kriteria
yaitu ringan, sedang dan berat. Ringan <9, sedang 9-18, berat >18 4.

Prognosis tetanus menurut Philips skor 4.

15
BAB III

PENUTUP

Tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh eksotoksin dari


Clostridium tetani. Clostridium tetani merupakan bakteri gram positif yang
bersifat anaerob. Clostridium tetani menghasilkan dua macam eksotoksin
yaitu tetanospasmin dan tetanolisin. Penyebab utama tetanus adalah
tetanospasmin yang bersifat neurotoksin.

Mekanisme terjadinya tetanus disebabkan karena tetanospasmin


yang dapat memecah VAMP (vesicle-associated membrane protein)
sehingga terjadi hambatan dalam pelepasan GABA (Gamma Aminobutyric
Acid) dan glisin. Hal ini dapat menyebabkan tidak terkontrolnya pelepasan
asetilkolin sehingga kontraksi otot menjadi berlebihan.

Manifestasi klinis yang muncul karena toksin tetanus adalah


terjadinya hiperaktivitas otot rangka pada seluruh tubuh. Sehingga akan
terjadi kekakuan otot rangka. Manifestasi klinis tersebut antara lain seperti
trismus/lockjaw, rhisus sardonicus, opistotonus, perut kaku seperti papan,
kejang umum tonik tanpa disertai hilangnya kesadaran, retensi urine dan
terjadi overaktivitas simpatis.

Dalam menegakkan diagnosis tetanus, kita perlu mencari adanya


port de entry untuk masuknya bakteri Clostridium tetani. Selain itu kita
juga melihat dari berbagai macam manifestasi klinis yang muncul. Hal ini
disebabkan karena tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk
menegakkan diagnosis tetanus.

Penatalaksaan tetanus harus dilakukan sesegera mungkin dan setepat


mungkin. Terdapat tiga macam prinsip dalam penatalaksanaan tetanus yaitu
mengatasi akibat eksotoksin yang sudah terikat pada susunan saraf pusat,
menetralisasi toksin yang masih beredar di dalam darah dan menghilangkan
kuman penyebab tetanus. Sehingga dengan prinsip tersebut diharapkan
proses penyembuhan dan prognosis tetanus menjadi lebih baik walaupun
biasanya terjadi lambat sekitar 2-4 bulan.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Surya, Raymond. Skoring Prognosis Tetanus Generalisata pada


Pasien Dewasa. 2016; vol.43 (3).
2. Novita, Sari Selvy. Analisis Faktor Resiko Kematian Bayi Penderita
Tetanus Neonatorum di Provinsi Jawa Timur. 2017; vol.5 (2):195-
206.
3. Hassel, Bjornar. Tetanus: Pathophysiology, Treatment, and the
Possibility of Using Botulinum Toxin against Tetanus-Induced
Rigidity and Spasms. Toxins. 2013; 5. p. 73-83.
4. Safrida, Wati., Syahrul. Tata Laksana Tetanus Generalisata dengan
Karies Gigi. 10(1):86-95
5. Lisboa, Thiago., Yeh-Li Ho., Gustavo Trindade Henriques Filho.,
Janete Salles Brauner., Jorge Luis dos Santos Valiatti., Juan Carlos
Verdeal., Flavia Ribeiro Machado. Guidelines for the management
of accidental tetanus in adult patients. 2011.
6. World Health Organization. Current recommendations for treatment
of tetanus during humanitarian emergencies. 2010; 2.
7. Sjamsuhidajat., de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Masalah,
Pertimbangan Klinis Bedah, dan Metode Pembedahan. 2016; vol.1.
p. 48-52.
8. Novita, Iin., Doni, Priambodo. Cephalic Tetanus A Rare Local
Tetanus. 2015; vol.7 (2).

17

Anda mungkin juga menyukai