“TETANUS”
Disusun Oleh :
RYEO RAMADHAN : 19330702019
YUANNA HARTANTY : 193307020050
ADNAN AKBAR LUBIS : 193307020052
FELICIA KURNIA : 193307020061
WINLY FELICIA : 193307020063
FATIMAH AZZAHRA : 193307020064
RULLYN MANDAR : 193307020078
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunianya-Nya
laporan kasus ini dapat terselesaikan. Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah sebagai salah
satu persyaratan yang harus dipenuhi untuk kepaniteraan klinik departemen ilmu neurologi.
Penulis juga berterima kasih kepada dokter pembimbing , “ ”. Karena atas
bimbingannya, laporan kasusu ini dapat selesai tepat pada waktunya.
Penyusunan laporan kasusu ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca untuk penyempurnaan laporan kasus ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada semua pihak yang telah
terlibat dalam penyelesaian laporan kasusu ini. Semoga laporan kasusu ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 2
2.1 Definisi................................................................................................... 2
2.2. Etiologi.................................................................................................. 2
2.3 Epidemiologi.......................................................................................... 2
2.4 Faktor Resiko......................................................................................... 3
2.5 Klasifikasi.............................................................................................. 3
2.6 Patofisiologi........................................................................................... 3
2.7 Manifestasi Klinis.................................................................................. 5
2.8 Diagnosis................................................................................................ 6
2.8.1 Anammnesis................................................................................. 6
2.8.2 Pemeriksaan Penunjang............................................................... 7
2.9 Diagnosis Banding................................................................................. 7
2.10 Penatalaksanaan................................................................................... 7
2.11 Komplikasi........................................................................................... 8
2.12 Prognosis.............................................................................................. 8
BAB III LAPORAN KASUS......................................................................... 9
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................... 14
BAB V KESIMPULAN.................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 16
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang
dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan berat.
Tetanus ini biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan tetanospasmin.
Tetanospamin merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani. Sampai saat
ini tetanus masih merupakan masalah kesehatan di negara berkembang akibat rendahnya
akses program imunisasi, juga penatalaksanaan tetanus modern membutuhkan fasilitas
intensive care unit (ICU) bagi pasien tetanus berat yang jarang tersedia. Tetanus adalah
penyakit yang dapat dicegah. Implementasi imunisasi tetanus global telah menjadi target
WHO sejak tahun 1974. Realitanya imunitas terhadap tetanus tidak berlangsung seumur
hidup dan dibutuhkan injeksi booster jika seseorang mengalami luka yang rentan terinfeksi
tetanus.1
Insidens tetanus di dunia berkisar 1 juta kasus setiap tahun dengan kematian yang
bervariasi pada setiap negara. Tetanus dikelompokkan menjadi generalisata, neonatus, lokal,
dan sefalik. Sekitar 80% tetanus merupakan tipe generalisata. 2 Penyakit tetanus masih sering
ditemui di seluruh dunia dan merupakan penyakit endemik di 90 negara berkembang. Bentuk
yang paling sering pada anak adalah tetanus neonatorum yang menyebabkan kematian sekitar
500.000 bayi tiap tahun karena para ibu tidak diimunisasi. Sedangkan tetanus pada anak yang
lebih besar berhubungan dengan luka, sering karena luka tusuk akibat objek yang kotor
walaupun ada juga kasus tanpa riwayat trauma tetapi sangat jarang, terutama pada tetanus
dengan masa inkubasi yang lama. Spora Clostridium tetani dapat ditemukan dalam tanah dan
pada lingkungan yang hangat, terutama di daerah rural dan penyakit ini menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang utama di Negara berkembang. Angka kejadian dan kematian
karena tetanus di Indonesia masih tinggi. Indonesia meru pakan negara ke-5 diantara 10
negara berkembang yang angka kematian tetanus neonatorumnya tinggi.2
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Tetanus adalah penyakit infeksi yang ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa
disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat dari toksin kuman closteridium tetani .Penyakit
ini mengenai sistem saraf yang disebabkan oleh tetanospasmin yaitu neurotoksin yang
dihasilkan oleh Clostridium tetani.1
Clostridium tetani merupakan organisme obligat anaerob, batang gram positif,
bergerak, ukurannya kurang lebih 0,4 x 6 μm. Mikroorganisme ini menghasilkan spora pada
salah satu ujungnya sehingga membentuk gambaran tongkat penabuh drum atau raket tenis.
Spora Clostridium tetani sangat tahan terhadap desinfektan kimia, pemanasan dan
pengeringan. Kuman ini terdapat dimana-mana, dalam tanah, debu jalan dan pada kotoran
hewan terutama kuda. Spora tumbuh menjadi bentuk vegetatif dalam suasana anaerobik.
Bentuk vegetatif ini menghasilkan dua jenis toksin, yaitu tetanolisin dan tetanospasmin.
Tetanolisin belum diketahui kepentingannya dalam patogenesis tetanus dan menyebabkan
hemolisis in vitro, sedangkan tetanospasmin bekerja pada ujung saraf otot dan sistem saraf
pusat yang menyebabkan spasme otot dan kejang.3
2.2 Etiologi
Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif; Cloastridium tetani Bakteri ini
berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan juga pada
tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora ini bisa tahan beberapa bulan
bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda
daging atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan
toksin yang bernama tetanospasmin. Pada negara belum berkembang, tetanus sering dijumpai
pada neonatus, bakteri masuk melalui tali pusat sewaktu persalinan yang tidak baik, tetanus
ini dikenal dengan nama tetanus neonatorum.4
2.3 Epidemiologi
Pada negara maju angka kejadian penyakit tetanus kecil, karena angka cakupan
imunisasi sudah cukup baik. Namun pada negara yang sedang berkembang, tetanus, masih
merupakan masalah kesehatan publik yang sangat besar. Dilaporkan terdapat 1 jta kasus per
tahun di seluruh dunia, dengan angka kejadian 18/100.000 penduduk per tahun serta angka
kematian 300.000-500.000 pertahun. Sebagian besar kasus pada negara berkembang adalah
2
tetanus neonatorum, namun angka kejadian tetanus pada dewasa juga cukup tinggi. Hal ini
mungkin dikarenakan program imunisasi yang tidak adekuat. Data epidemiologi yang bisa
dipercaya, mengenai kejadian tetanus di dunia, sulit untuk didapatkan. Hal ini dikarenakn
tidak dilaporkannya semua kejadian tetanus, pada sebuah penelitian di Ameriak Serikat
dilaporkan sebanyak hampir 25% kejadian tetanus tidak dilaporkan.
Angka kejadian tetanus di Indonesia masih cukup tinggi. Pada tahun 1997-2000 di
Indonesia, angka kejadian tetanus 1,6 – 1,8 per 10.000 kelahiran hidup dengan angka
kematian akibat tetanus neonatorum sebesar 7,9%.1
2.5 Klasifikasi
Menurut derajat keparahannya tetanus dapat dibagi menjadi 4 (menurut klasifikasi
Ablet), yaitu ringan, sedang, berat dan sangat berat.1
2.6 Patofisiologi
Biasanya penyakit ini terjdi setelah luka tusuk yang dalam misalya luka yang
disebabkan tertusuk paku, pecahan kaca, kaleng atau luka tembak, karena luka tersebut
menimbulkan keadaan anaerob yang ideal. Selain itu luka laserasi yang kotor dan pada bayi
dapat melalui tali pusat luka bakar dan patah tulang yang terbuka juga akan mengakibatkan
keadaan anaerob yang ideal untuk pertumbuhan clostridium tetani.6
Tetanus terjadi sesudah pemasukan spora yang sedang tumbuh, memperbanyak diri
dan mneghasilkan toksin tetanus pada potensial oksidasi-reduksi rendah (Eh) tempat jejas
yang terinfeksi. Plasmid membawa gena toksin. Toksin yang dilepas bersama sel bakteri sel
vegetative yang mati dan selanjutnya lisis. Toksin tetanus (dan toksin batolinium) di gabung
oleh ikatan disulfit. Toksin tetanus melekat pada sambungan neuromuscular dan kemudian
3
diendositosis oleh saraf motoris, sesudah ia mengalami ia mengalami pengangkutan akson
retrograt kesitoplasminmotoneuron-alfa. Toksin keluar motoneuron dalam medulla spinalis
dan selanjutnya masuk interneuron penghambat spinal. Dimana toksin ini menghalangi
pelepasan neurotransmitter . Toksin tetanus dengan demikian meblokade hambatan normal
otot antagonis yang merupakan dasar gerakan yang disengaja yang di koordinasi, akibatnya
otot yang terkena mempertahankan kontraksi maksimalnya, system saraf otonom juga dibuat
tidak stabil pada tetanus.7
Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic berubah menjadi bentuk
vegetatif dan berkembang biak sambil menghasilkan toxin. Dalam jaringan yang anaerobic
ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oxigen
jaringan akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi. Secara
intra axonal toxin disalurkan ke sel saraf (cel body) yang memakan waktu sesuai dengan
panjang axonnya dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel
saraf walaupun toksin telah terkumpul dalam sel. Dalam sumsum belakang toksin menjalar
dari sel saraf lower motorneuron ke lekuk sinaps dan diteruskan ke ujung presinaps dari
spinal inhibitory neurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada inhibitory
transmitter dan menimbulkan kekakuan. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10
hari.
Ada 3 bentuk klinik dari tetanus, yaitu:
1. Tetanus lokal : otot terasa sakit, lalu timbul rigiditas dan spasme pada bagian paroksimal
luar. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu dan menghilang tanpa sekuele.
2. Tetanus general; merupakan bentuk paling sering, timbul mendadak dengan kaku kuduk,
trismus, gelisah, mudah tersinggung dan sakit kepala merupakan manifestasi awal. Dalam
waktu singkat konstruksi otot somatik — meluas. Timbul kejang tetanik bermacam grup
otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian bawah. Pada mulanya
spasme berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit dan terpisah oleh periode
relaksasi.
3. Tetanus cephalic : varian tetanus local yang jarang terjadi masa inkubasi 1-2 hari terjadi
sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah disfungsi saraf
III, IV, VII, IX dan XI tersering adalah saraf otak VII diikuti tetanus umum.
Menurut berat gejala dapat dibedakan 3 stadium :
a. Trismus (3 cm) tanpa kejang-lorik umum meskipun dirangsang.
b. Trismus (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang torik umum bila dirangsang.
c. Trismus (1 cm) dengan kejang torik umum spontan.
4
2.7 Manifestasi Klinis
Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3–21 hari, namun dapat singkat hanya 1–2
hari dan kadang–kadang lebih dari 1 bulan. Makin pendek masa inkubasi makin jelek
prognosanya. Terdapat hubungan antara jarak tempat invasi Clostridium tetani dengan
susunan saraf pusat dan interval antara luka dan permulaan penyakit, dimana makin jauh
tempat invasi maka inkubasi makin panjang. Secara klinis tetanus, dapat muncul dengan
berbagai tipe yaitu, tetanus umum, tetanus lokal dan tetanus cephalic. Pada pasien yang
terjadi adalah tetanus umum. Tetanus umum merupakan gambaran tetanus yang paling sering
dijumpai.8
Terjadinya bentuk ini berhubungan dengan luas dan dalamnya luka seperti luka bakar
yang luas, luka tusuk yang dalam, furunkulosis, ekstraksi gigi, ulkus dekubitus dan suntikan
hipodermis. Biasanya tetanus timbul secara mendadak berupa kekakuan otot baik bersifat
menyeluruh ataupun hanya sekelompok otot. Kekakuan otot terutama pada rahang (trismus)
dan leher (kaku kuduk). Lima puluh persen penderita tetanus umum akan menunjukkan
trismus. Pada 24–48 jam dari kekakuan otot menjadi menyeluruh sampai ke ekstremitas.
Kekakuan otot rahang terutama otot masseter menyebabkan mulut sukar dibuka, sehingga
penyakit ini juga disebut 'Lock Jaw'.
Selain kekakuan otot masseter, pada muka juga terjadi kekakuan otot muka sehingga
muka menyerupai muka meringis kesakitan yang disebut 'Rhisus Sardonicus' (alis tertarik ke
atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi), akibat
kekakuan otot–otot leher bagian belakang menyebabkan nyeri waktu melakukan fleksi leher
dan tubuh sehingga memberikan gejala kuduk kaku sampai opisthotonus. Selain kekakuan
otot yang luas biasanya diikuti kejang umum tonik baik secara spontan maupun dengan
rangsangan minimal (rabaan, sinar dan bunyi). Kejang menyebabkan lengan fleksi dan aduksi
serta tangan mengepal kuat dan kaki dalam posisi ekstensi.
Kesadaran penderita tetap baik walaupun nyeri yang hebat serta ketakutan yang
menonjol sehingga penderita nampak gelisah dan mudah terangsang. Spasme otot–otot laring
dan otot pernapasan dapat menyebabkan gangguan menelan, asfiksia dan sianosis. Retensi
urin sering terjadi karena spasme sphincter kandung kemih. Kenaikan temperatur badan
umumnya tidak tinggi tetapi dapat disertai panas yang tinggi sehingga harus hati–hati
terhadap komplikasi atau toksin menyebar luas dan mengganggu pusat pengatur suhu. Pada
kasus yang berat mudah terjadi overaktivitas simpatis berupa takikardi, hipertensi yang labil,
berkeringat banyak, panas tinggi dan aritmia jantung.
5
Menurut berat ringannya tetanus umum dapat dibagi atas:. tetanus ringan: trismus
lebih dari 3 cm, tidak disertai kejang umum walaupun dirangsang; tetanus sedang: trismus
kurang dari 3 cm dan disertai kejang umum bila dirangsang; tetanus berat: trismus kurang
dari 1 cm dan disertai kejang spontan.1
Cole dan Youngman (1969) membagi tetanus umum atas:
Grade 1: ringan
- Masa inkubasi lebih dari 14 hari
- Period of onset > 6 hari
- Trismus positif tetapi tidak berat
- Sukar makan dan minum tetapi disfagia tidak ada.
Lokalisasi kekakuan dekat dengan luka berupa spasme disekitar luka dan kekakuan
umum terjadi beberapa jam atau hari.
Grade II: sedang
- Masa inkubasi 10–14 hari
- Period of onset 3 hari atau kurang
- Trismus ada dan disfagia ada.
Kekakuan umum terjadi dalam beberapa hari tetapi dispnoe dan sianosis tidak ada.
Grade III: berat
- Masa inkubasi < 10 hari
- Period of onset 3 hari atau kurang
- Trismus berat
- Disfagia berat.
2.8 Diagnosis
Diagnosis tetanus sudah cukup kuat hanya dengan berdasarkan anamnesisi serta
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan kultur C.tetani pada luka, hanya merupakan penunjang
diagnosis. Menurut WHO, adanya trismus, atau risus sardonikus atau spasme otot yang nyeri
serta biasanya didahului oleh riwayat trauma sudah cukup untuk menegakkan diagnosis.9
2.8.1 Anamnesis
Anamnesis merupakan hal yang utama dalam mendiagnosis pasien tetanus dengan
menanyakan adanya riwayat adanya luka yang sesuai dengan masa inkubasi, gejala-gejala
klinis yang timbul dan penderita biasanya belum mendapatkan imunisasi. Strategi terapi
melibatkan tiga prinsip penatalaksanaan: organisme yang terdapat dalam tubuh hendaknya
6
dihancurkan untuk mencegah pelepasan toksin lebih lanjut; toksin yang terdapat dalam tubuh,
di luar sistem saraf pusat hendaknya dinetralisasi; dan efek dari toksin yang telah terikat pada
sistem saraf pusat diminimisasi.10
2.8.2 Pemeriksaan Penunjang
Pada umumnya diagnosis tetanus dapat ditegakkan hanya dari tampilan klinis.
Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lain dilakukan untuk keperluan lain,
misal pemeriksaan darah bila diduga terjadi sepsis atau foto ronsen dilakukan bila dicurigai
adanya komplikasi seperti fraktur tulang atau pneumonia.3
2.10 Penatalaksanaan
1. Umum
a. Merawat dan membersihkan luka dgn sebaik-baiknya
b. Diet cukup kalori dan protein ( bentuk makanan tergantung pada kemampuan membuka
mulut dan menelan )
c. solasi klien untuk menghindari rangsang luar seperti suara dan tidakan terhadap klien
lainnya
d. Oksigen dan pernapasan buatan dan tracheotomy kalau perlu
e. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Obat – obatan
a. Anti toksin : Tetan us Imun Glubolin (TIG ) lebih dianjurkan pemakainnya di
bandingkan dengan anti tetanus serum (ATS) dari hewan. Dosis initial TIG adalah 5000
U IM ( dosis harian 500 – 6000 U ). Kalau tidak ada TIG diberi ATS dgn dosis 5000 U
IM dan 5000 U IV atau pemberian ATS (anti tetanus serum) 20.000 U secara IM di
dahului oleh uji kulit dan mata.
7
b. Anti kejang
Obat Dosis Efek samping
Diasepam 0,5 – 10 mg/kg BB /24 jam Sopor, koma
IM
Meprobamat 300 – 400 mg/4 jam IM Belum diketahui
Chlorpromazin 25 – 75 mg /4 jam IM Hipotensi
Fenobarbital 50 – 100 mg / 4 jam IM Depresi nafas
2.11 Komplikasi
a. Spasme otot faring
b. Asfiksia
c. Ateletaksis
d. Fraktur kompresi
e. Jalan nafas : Aspirasi, Laringuspasme/obstruksi, Obstruksi berkaitan dengan sedative
f. Respirasi : Apnea, Hipoksia ,Gagal nafas tipe 1 (atelektasis, aspirasi,pneumonia), Gagal
nafas tipe 2 ( spasme laringeal,spasme trunkal berkepanjangan, sedasi berlebihan)
ARDSK, komplikasi bantuan ventilasi berkepanjangan (seperti pneumonia), komplikasi
traneotomi (seperti stenosistrachea )
g. Kardiovaskuler: Takikardia, hipertensi, iskemiaHipotensi, bradikardia Takiaritma,
bradiaritma, Asistol, gagal jantung
h. Ginjal : Gagal ginjal curah tinggi, gagal ginjal oliguria
i. Gastrointestinal : Statis gaster, ileus, pendarahan, diare
j. Ruptur tendon akibat spasme.11
2.12 Prognosis
Prognosis tetanus ditentukan salah satunya adalah dengan penatalaksanaan yang tepat
dan dilakukan secara intensif. Penyakit tetanus pada neonatus mempunyai case fatality rate
yang tinggi (70-90%) sehingga bila tetanus dapat didiagnosis secara dini dan ditangani
dengan baik maka dapat lebih menurunkan angka kematian.1
8
9
BAB III
LAPORAN KASUS
Identitas Pribadi
Identitas Pasien
No RM/Ruang: 188250
Tgl Masuk : 28 Mei 2022
Nama : Erni Andayani
Umur : 50 Tahun
Jenis Kelamin : Wanita
DPJP : dr. Ayu, SpPD
Anamnesis
Keluhan Utama : Kesulitan membuka mulut
Keluhan Tambahan : Nyeri pada bagian payudara kiri
Telaah : Seorang wanita berusia 50 tahun datang ke rumah sakit umum Royal
Prima dengan keluhan sangat kesulitan membuka mulutnya sejak 3 hari
yang lalu. Pasien juga mengeluhkan nyeri pada bagian kiri payudara.
Pasien juga mengeluh sangat lemas, mual dan muntah sejak 3 hari yang
lalu. Mencret disangkat oleh pasien. Pada 8 tahun yang lalu, sudah
terdapat benjolan lunak pada bagian payudara kiri pasien, benjolan
tersebut sudah menjadi sebuah luka basah sejak 2 bulan yang lalu.
Pemeriksaan Fisik
• Kesan Sakit : Sedang
• Sensorium
• Kualitatif : Compso mentis
• Kuantitatif : E4 V5 M6 ; GCS =
• Tanda – tanda vital
• Tekanan Darah : 129/78 mmHg
• Temperature : 36,8oC
• Heart Rate : 86x/menit
• Respiratory Rate : 20x/menit
• SpO2 : 99%
10
• Berat badan : 50 kg
• Tinggi Badan : 150cm
• Inspeksi
• Bentuk Kepala: Normocephali
• Mata : Reflex cahaya(+/+), pupil isokor, konjungtiva anemis(-/-),
sklera ikterik (-/-)
• Telinga : Simetris, massa (-), berdenging (-), sekret (-/-), alat bantu (-)
• Hidung : Deviasi septum nasi (+), sekret (-/-), perdarahan (-/-),
pernafasan cuping hidung (-), massa (-)
• Mulut : Mukosa bibir lembab, trismus (+), kaku (+)
• Leher : Kesulitan menelan (+), kaku kuduk (+), pembesaran KGB (-)
•
• Thorax
• Depan
• Inspeksi : Bentuk simetris, perkembangan dada simetris
• Palpasi : Stem fremitus kanan – kiri normal, massa(+)
• Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
• Auskultasi : Suara nafas vesikuler, suara tambahan (-)
• Belakang
• Inspeksi : Bentuk dada fusiform, perkembangan dada simetris
• Palpasi : Stem fremitus kanan – kiri normal, massa(+)
• Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
• Auskultasi : Suara nafas vesikuler, suara tambahan (-)
• Jantung
• Inspeksi : Ictus cordis tak tampak
• Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS 5
• Perkusi : Batas jantung normal
• Auskultasi : S1 dan S2 tidak ditemukan kelainan, murmur (-), gallop (-)
• Abdomen
• Inspeksi : Datar, massa (-), jejas (-), pembesaran tidak ditemukan
• Palpasi : Soepel, Nyeri tekan (-)
11
• Perkusi : Timpani pada seluruh regio abdomen
• Auskultasi : Bising usus normal
• Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
• Ekstremitas
• Superior : CRT <2 detik, akral hangat, nadi teraba kuat
• Inferior : CRT <2 detik, akral hangat, nadi teraba kuat
• Resume medis
• Anamnesis : Trismus (+), Nausea (+), Vomitus (+), Malaise (+), Nafsu makan dan
minum berkurang, terdapat benjolan pada bagian payudara kiri
• Pemeriksaan fisik : Kondisi umum : kemah, kesadaran compos mentis
• Tekanan Darah : 129/78 mmHg
• Temperature : 36,8oC
• Heart Rate : 86x/menit
• Respiratory Rate : 20x/menit
• SpO2 : 99%
Pemeriksaan penunjang : Biopsi, lumbal pungsi
• Diagnosa banding
• Tetanus + breast tumor
• Bells palsy + breast tumor
• Neuritic trigeminal + breast tumor
• Diagnosa kerja
• Tetanus + breast tumor
• Terapi
• IVFD RL 20 gtt/menit
• Ranitidine 1 amp
• Ketorolac 1 amp
12
FOLLOW UP
Hari/ S O A P
Tanggal
Selasa, 31 • Kesulita • Kesan • Tetanu IVFD 20
mei 2022 n Sakit : s gtt/menit
membuk Sedang Inj ketorolac
a mulut • Sensoriu 30 mg / 8
• Terasa m : CM jam
nyeri • GCS = 15 Metronidazo
pada • TD: le 500 gr / 6
payudar 142/97 jam
a kiri mmHg Omeprazole
• HR: 40 gr / hari
93x/menit
• RR:
20x/menit
• Temp:
36,5oC
• SpO2:
97%
13
4 hari • HR: Omeprazole 40 gr /
• Terasa 91x/menit hari
kram di • RR:
bagian 22x/menit
abdome • Temp:
n 36,5oC
• Kaki • SpO2:
terasa 98%
lemas
• Nyeri
pada
bagian
payudar
a kiri
14
BAB IV
PEMBAHASAN
Seorang penderita yang terkena tetanus tidak imun terhadap serangan ulangan artinya
dia mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapat tetanus bila terjadi luka sama seperti
orang lainnya yang tidak pernah di imunisasi. Tidak terbentuknya kekebalan pada penderita
setelah ianya sembuh dikarenakan toksin yang masuk kedalam tubuh tidak sanggup untuk
merangsang pembentukkan antitoksin ( kaena tetanospamin sangat poten dan toksisitasnya
bisa sangat cepat, walaupun dalam konsentrasi yang minimal, yang mana hal ini tidak dalam
konsentrasi yang adekuat untuk merangsang pembentukan kekebalan). Ada beberapa
kejadian dimana dijumpai natural imunitas.5
Hal ini diketahui sejak C. tetani dapat diisolasi dari tinja manusia. Mungkin
organisme yang berada didalam lumen usus melepaskan imunogenic quantity dari toksin. Ini
diketahui dari toksin dijumpai anti toksin pada serum seseorang dalam riwayatnya belum
pernah di imunisasi, dan dijumpai/adanya peninggian titer antibodi dalam serum yang
karakteristik merupakan reaksi secondary imune response pada beberapa orang yang
diberikan imunisasi dengan tetanus toksoid untuk pertama kali.
Dengan dijumpai natural imunitas ini, hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa
insiden tetanus tidak tinggi, seperti yang semestinya terjadi pada beberapa negara dimana
pemberian imunisasi tidak lengkap/ tidak terlaksana dengan baik. Sampai pada saat ini
pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid merupakan satu-satunya cara dalam pencegahan
terjadinya tetanus. Pencegahan dengan pemberian imunisasi telah dapat dimulai sejak anak
berusia 2 bulan, dengan cara pemberian imunisasi aktif( DPT atau DT ).11
15
BAB V
KESIMPULAN
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai
gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman Clostridium tetani, tetapi
akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman.Tetanus adalah penyakit infeksi yang
ditandai oleh kekakuan dan kejang otot, tanpa disertai gangguan kesadaran, sebagai akibat
dari toksin kuman closteridium tetani. Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan
toksin kuman Clostridium tetani, bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti
kekakuan otot seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot masseter dan
otot-otot rangka.
16
DAFTAR PUSTAKA
17