Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT TETANUS “

Disusun Oleh:
1. Andri Bagus Hariady (20.003)
2. Jennika Putri Cahyani (20.012)
3. Sinta Juliana (20.029)

DOSEN PENGAJAR :
Ns. Julimar, S.Kep., M.Kep

JENJANG DIPLOMA TIGA (D-3)


PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
AKADEMI KEPERAWATAN SRI BUNGA TANJUNG (DUMAI)
2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi
Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Anatomi Fisiologi
dengan judul “Eliminasi Alvi”.

Penulis menyadari kelemahan serta keterbatasan yang ada sehingga dalam


menyelesaikan makalah ini memperoleh bantuan dari berbagai pihak, dalam kesempatan
ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Ibu Ns. Julimar, S.Kep., M.Kep,
selaku pengajar yang telah banyak memberikan dukungan, bimbingan, arahan, dan
koreksi dalam pelaksanaan penyusunan makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Dumai , 29 November 2022

KELOMPOK 10

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................. Error! Bookmark not defined.


DAFTAR ISI............................................................. Error! Bookmark not defined.
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan ...........................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................6
2.1 Definisi Tetanus ...........................................................................................6
2.2 Etiologi Tetanus.............................................................................................6
2.3 Klasifikasi Tetanus.........................................................................................7
2.4 Tanda dan Gelaja............................................................................................8
2.5 Patofisiologi ................................................ Error! Bookmark not defined.
2.6 Pathway ...................................................................................................... 11
2.7 Pemeriksaan penunjang ............................ Error! Bookmark not defined.
2.8 Penatalaksanan ........................................... Error! Bookmark not defined.
2.9 Komplikasi ................................................ Error! Bookmark not defined.
2.10 Pencegahan .............................................. Error! Bookmark not defined.
2.11 ASKEP ..................................................... Error! Bookmark not defined.

BAB III
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 29
3.2 Saran ...........................................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 30

iii
BAB I
LATAR BELAKANG

1.1 Latar belakang


Penyakit tetanus masih sering ditemui di seluruh dunia dan merupakan penyakit
endemik di 90 negara berkembang. Bentuk yang paling sering pada anak adalah tetanus
neonatorum yang menyebabkan kematian sekitar 500.000 bayi tiap tahun karena para ibu
tidak diimunisasi. Sedangkan tetanus pada anak yang lebih besar berhubungan dengan
luka, sering karena luka tusuk akibat objek yang kotor walaupun ada juga kasus tanpa
riwayat trauma tetapi sangat jarang, terutama pada tetanus dengan masa inkubasi yang
lama. SporaClostridium tetani dapat ditemukan dalam tanah dan pada lingkungan yang
hangat, terutama di daerah rural dan penyakit ini menjadi masalah kesehatan masyarakat
yang utama di Negara berkembang. Angka kejadian dan kematian karena tetanus di
Indonesia masih tinggi. Indonesia meru pakan negara ke-5 diantara 10 negara
berkembang yang angka kematian tetanus neonatorumnya tinggi. (Sudoyo Aru, 2020)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu pengertian Tetanus ?
2. apa itu Etiologi dari Tetanus ?
3. apa itu Klasifikasi Tetanus ?
4. Bagaimana Tanda dan Gejala Tetanus ?
5. Bagaimana Patofisiologi Tetanus ?
6. Bagaimana Pathway Tetanus ?
7. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang Tetanus ?
8. Bagaimana Penatalaksanaan Tetanus ?
9. Bagaimana Komplikasi Tetanus ?
10. Bagaimana Pencegahan Tetanus ?
11 .Bagaimana ASKEP Tetanus ?

4
1.3 Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai penyakit tetanus mencakup definisi, etiologi,
patofisiologi, penegakkan diagnosis khususnya gambaran dari pemeriksaan radiologis
yang mungkin ditemukan, diagnosis banding, serta penatalaksanaannya.
2. Tujuan khusus
Agar kita sebagai mahasiswa/i akademi keperawatan lebih mendalami tentang penyakit
tetanus. Dan juga untuk memenuhi tugas makalah yang diberikan oleh dosen pengajar.

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa disertai
gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan kuman secara langsung, tetapi sebagai
dampak eksotoksin (tetanoplasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada sinaps ganglion
sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuro muscular (neuro muscular
jungtion) dan saraf autonom. (Sumarmo, 2017)

Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot
dan spasme, yang disebabkan oleh tetanuspasmin, suatu toksin protein yang kuat yang
dihasilkanoleh Clostridium tetani. Terdapat beberapa bentuk klinis tetanus termasuk di
dalamnyatetanus neonatorum, tetanus generalisata dan gangguan neurologis loka.
(Soeparman., 2020)

Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman


Clostridium tetanibermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot
seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot massater dan otot-otot
rangka. (Sjaifoellah Noer, 2015)

2.2 Etiologi
Penyebab Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram
positif anaerob, Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah
inokulasi bentuk spora ke dalam darah tubuh yang mengalami cedera (periode inkubasi)
(Sudoyo Aru, 2020)
Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang manifestasi klinis utamanya
adalah hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri, botulisme)
(Perlstein D. 2010) Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam
yang berhubungan dengan
kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau sepsis dengan kontaminasi
tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser yang terkontaminasi tanah, trauma
pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan dengan patah tulang jari dan luka pada
pembedahan (Sudoyo Aru, 2020)

6
Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi sel vegetatif.
Selanjutnya, toksin akan diproduksi dan menyebar ke seluruh bagian tubuh melalui
peredaran darah dan sistem limpa. Toksin tersebut akan beraktivitas pada tempat-tempat
tertentu seperti pusat sistem saraf termasuk otak. Gejala klonis yang ditimbulakan dari
toksin tersebut adalah dengan memblok pelepasan dari neurotransmiter sehingga terjadi
kontraksi otot yang tidak terkontrol. Akibat dari tetanus adalah rigid paralysis
(kehilangan kemampuan untuk bergerak) pada voluntary muscles (otot yang geraknya
dapat dikontrol), sering disebut lockjaw karena biasanya pertama kali muncul pada otot
rahang dan wajah. Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan pernafasan dan rasio
kematian sangatlah tinggi ((Martinko JM, 2018)

2.3 Klasifikasi
Tetanus berdasarkan bentuk klinis yaitu: (Sudoyo Aru, 2020)
1. Tetanus local: Biasanya ditandai dengan otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan
spasme pada bagian proksimal luar. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa
minggu dan menghilang.
2. Tetanus sefalik: Varian tetanus local yang jarang terjadi. Masa inkubasi 1-2 hari
terjadi sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah
disfungsi saraf III, IV, VII, IX, dan XI tersering saraf otak VII diikuti tetanus
umum.
3. Tetanus general: yang merupakan bentuk paling sering. Spasme otot, kaku kuduk,
nyeri tenggorokan, kesulitan membuka mulut, rahang terkunci (trismus), disfagia.
Timbul kejang menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian
bawah. Pada mulanya, spasme berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit
dan terpisah oleh periode relaksasi.
4. Tetanus neonatorum: biasa terjadi dalam bentuk general dan fatal apabila tidak
ditanggani, terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang tidak imunisasi
secara adekuat, rigiditas, sulit menelan ASI, iritabilitas, spasme.

7
Klasifikasi beratnya tetanus oleh albert (Sumarmo, 2017)
1. Derajat I (ringan): trismus (kekakuan otot mengunyah) ringan sampai sedang,
spasitas general, tanpa gangguan pernafasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa
disfagia
2. Derajat II (sedang): trismus sedang, rigiditas yang nampak jelas, spasme singkat
ringan sampai sedang, gangguan pernapasan sedang RR ≥ 30x/ menit, disfagia
ringan.
3. Derajat III (berat): trismus berat, spastisitas generaisata, spasme reflek
berkepanjangan, RR ≥ 40x/ menit, serangan apnea, disfagia berat, takikardia ≥ 120.
4. Derajat IV (sangat berat): derajat tiga dengan otomik berat melibatkan sistem
kardiovaskuler. Hipotensi berat dan takikardia terjadi perselingan dengan hipotensi
dan bradikardia, salah satunya dapat menetap.

2.4 Tanda dan gejala


Periode inkubasi (rentang waktu antara trauma dengan gejala pertama) rata-rata 7-
10 hari dengan rentang 1-60 hari. Onset (rentang waktu antara gejala pertama dengan
spasme pertama) bervariasi antara 1-7 hari. Minggu pertama: regiditas, spasme otot.
Gangguan ototnomik biasanya dimulai beberapa hari setelah spasme dan bertahan sampai
1-2 minggu tetapi kekakuan tetap bertahan lebih lama. Pemulihan bisa memerlukan
waktu 4 minggu. 8
Secara umum tanda dan gejala yang akan muncul:
1. Spasme dan kaku otot rahang (massester) menyebabkan kesukaran membuka mulut
(trismus)
2. Pembengkakan, rasa sakit dan kaku dari berbagai otot:
a. Otot leher
b. Otot dada
c. Merambat ke otot perut
d. Otot lengan dan paha
e. Otot punggung, seringnya epistotonus
3. Tetanik seizures (nyeri, kontraksi otot yang kuat)
4. Iritabilitas
5. Demam

8
Gejala penyerta lainnya:
1. Keringat berlebihan
2. Sakit menelan
3. Spasme tangan dan kaki
4. Produksi air liur
5. BAB dan BAK tidak terkontrol
6. Terganggunya pernapasan karena otot laring terserang

2.5 Patofisiologi

Clostridium tetani masuk ke dalam tubuh manusia biasanya melalui luka dalam
bentuk spora. Penyakit akan muncul bila spora tumbuh menjadi bentuk vegetatif
yang menghasilkan tetanospasmin pada keadaan tekanan oksigen rendah, nekrosis
jaringan atau berkurangnya potensi oksigen. Masa inkubasi dan beratnya penyakit
terutama ditentukan oleh kondisi luka. Beratnya penyakit terutama berhubungan
dengan jumlah dan kecepatan produksi toksin serta jumlah toksin yang mencapai
susunan saraf pusat. Faktor-faktor tersebut selain ditentukan oleh kondisi luka,
mungkin juga ditentukan oleh strain Clostridium tetani.

Pengetahuan tentang patofisiologi penyakit tetanus telah menarik perhatian para ahli
dalam 20 tahun terakhir ini, namun kebanyakan penelitian berdasarkan atas
percobaan pada hewan. Toksin yang dikeluarkan oleh Clostridium tetani menyebar
dengan berbagai cara, sebagai berikut :

1. Masuk ke dalam otot Toksin masuk ke dalam otot yang terletak dibawah atau
sekitar luka, kemudian ke otot-otot sekitarnya dan seterusnya secara ascenden
melalui sinap ke dalam susunan saraf pusat.

2. Penyebaran melalui sistem limfatik

Toksin yang berada dalam jaringan akan secara cepat masuk ke dalam nodus
limfatikus, selanjutnya melalui sistem limfatik masuk ke peredaran darah sistemik.

9
3. Penyebaran ke dalam pembuluh darah. Toksin masuk ke dalam pembuluh darah
terutama melalui sistem limfatik, namun dapat pula melalui sistem kapiler di sekitar
luka. Penyebaran melalui pembuluh darah merupakan cara yang penting sekalipun
tidak menentukan beratnya penyakit. Pada manusia sebagian besar toksin diabsorbsi
ke dalam pembuluh darah, sehingga memungkinkan untuk dinetralisasi atau ditahan
dengan pemberian antitoksin dengan dosis optimal yang diberikan secara intravena.
Toksin tidak masuk ke dalam susunan saraf pusat melalui peredaran darah karena
sulit untuk menembus sawar otak. Sesuatu hal yang sangat penting adalah toksin bisa
menyebar ke otototot lain bahkan ke organ lain melalui peredaran darah, sehingga
secara tidak langsung meningkatkan transport toksin ke dalam susunan saraf pusat.

4. Toksin masuk ke susunan saraf pusat (SSP) Toksin masuk kedalam SSP dengan
penyebaran melalui serabut saraf, secara retrograd toksin mencapai SSP melalui
sistem saraf motorik, sensorik dan autonom. Toksin yang mencapai kornu anterior
medula spinalis atau nukleus motorik batang otak kemudian bergabung dengan
reseptor presinaptik dan saraf inhibitor. ((Martinko JM, 2018)

10
2.6 Pathway

Terpapar kuman Clostridium tetani

Eksotoksin

Pengangkutan toksin melewati saraf motorik

Ganglion sumsum Otak Saraf otonom


tulang belakang

Menempel pada Mengenai saraf


Tonus otot Cerebral Gangliosides simpatis

Menjadi kaku Kekakuan & kejang  Keringat berlebihan


khas pada tetanus  Hipertermi
 Hipotermi
 Aritmia
Hilangnya keseimbangan tonus otot  Takikardi

Kekakuan otot Hipoksia berat

O2 di otak
Sistem pencernaan Sistem pernafasan

Kesadaran
 Ketidakseimbangan nutrisi  Ketidakefektifan
kurang dari kebutuhan jalan nafas
tubuh  Gangguan perfusi jaringan
 Gangguan pertukaran gas
 Ketidakefektifan
termoregulasi
 Defisit pengetahuan
 Defisit perawatan diri
 Intoleransi aktifitas
2.7 Pemeriksaan penunjang
- EKG: interval CT memanjang karena segment ST. Bentuk takikardi ventrikuler
(Torsaderde pointters)
- Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih rendah kadar
fosfat dalam serum meningkat.
- Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto Rontgen pada jaringan subkutan atau
basas ganglia otak menunjukkan klasifikasi.

2.8 Penatalaksanaan
1. Netralisasi toksin dengan tetanus antitoksin (TAT)
a. Hiperimun globulin (paling baik)
Dosis: 3.000-6.000 unit IM
Waktu paruh: 24 hari, jadi dosis ulang tidak diperlukan
Tidak berefek pada toksin yang terikat di jaringan saraf; tidak dapat menembus
barier darah-otak
b. Pemberian ATS (anti tetanus)
ATS profilaksis diberikan untuk (luka yang kemungkinan terdapat clostridium:
luka paku berkarat), luka yang besar, luka yang terlambat dirawat, luka tembak,
luka yang terdapat diregio leher dan muka, dan luka-luka tusuk atau gigitan yang
dalam) yaitu sebanyak 1500 IU – 4500 IU ATS terapi sebanyak > 1000 IU, ATS
ini tidak berfungsi membunuh kuman tetanus tetapi untuk menetralisir
eksotoksin yang dikeluarkan clostridium tetani disekitar luka yang kemudian
menyebar melalui sirkulasi menuju otak.
Untuk terapi, pemberian ATS melelui 3 cara yaitu:
- Di suntik disekitar luka 10.000 IU (1 ampul)
- IV 200.000 IU (10 ampul lengan kanan dan 10 ampul lengan kiri)
- IM di region gluteal 10.000 IU
2. Perawatan luka
a. Bersihkan, kalau perlu didebridemen, buang benda asing, biarkan terbuka
(jaringan nekrosis atau pus membuat kondisis baik C. Tetani untuk berkembang
biak)
b. Penicillin G 100.000 U/kg BB/6 jam (atau 2.000.000 U/kg BB/24 jam IV)
selama 10 hari
12
c. Alternatif
Tetrasiklin 25-50 mg/kg BB/hari (max 2 gr) terbagi dalam 3 atau 4 dosis
Metronidazol yang merupakan agent anti mikribial.
Kuman penyebab tetanus terus memproduksi eksotoksin yang hanya dapat
dihentikan dengan membasmi kuman tersebut.
3. Berantas kejang
a. Hindari rangsang, kamar terang/silau, suasana tenang
b. Preparat anti kejang
c. Barbiturat dan Phenotiazim
- Sekobarbital/Pentobarbital 6-10 mg/kg BB IM jika perlu tiap 2 jam untuk
optimum level, yaitu pasien tenag setengah tidur tetapi berespon segera bila
dirangsang
- Chlorpromazim efektif terhadap kejang pada tetanus
- Diazepam 0,1-0,2 mg/kg BB/3-6 jam IV kalau perlu 10-15 mg/kg BB/24 jam:
mungkin 2-6 minggu
4. Terapi suportif
a. Hindari rangsang suara, cahaya, manipulasi yang merangsang
b. Perawatan umum, oksigen
c. Bebas jalan napas dari lendir, bila perlu trakeostomi
d. Diet TKTP yang tidak merangsang, bila perlu nutrisi parenteral, hindari
dehidrasi. Selama pasase usus baik, nutrisi interal merupakan pilihan selain
berfungsi untuk mencegah atropi saluran cerna.
e. Kebersihan mulut, kulit, hindari obstipasi, retensi urin

2.9 Komplikasi
1. Hipertensi
2. Kelelahan
3. Asfiksia
4. Aspirasi pneumonia

13
2.10 Pencegahan
1. Imunisasi tetanus
Dipertimbangkan proteksi terhadap tetanus selama 10 tahun setelah suntukan
a. DPT vaksin pada bayi dan anak-anak
b. Td vaksin digunakan pada booster untuk remaja dan dewasa.
Ada juga yang menganjurkan dilakukan imunisasi setiap interval 5 tahun
2. Membersihkan semua jenis luka setelah injuri terjadi, sekecil apapun.
3. Melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya

14
Asuhan Keperawatan Pada Tetanus
1. Pengkajian
a. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan keluarga membawa klien untuk
meminta pertolongan kesehatan adalah panas badan tinggi, kejang, dan
penurunan tingkat kesadaran.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Faktor riwayat penyakit sangat penting di ketahui karena untuk mengetahui
predisposisi penyebab sumber luka. Disini harus di tanya dengan jelas
tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai serangan, sembuh, atau
bertambah buruk. Keluhan kejang perlu mendapat perhatian untuk di
lakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat timbulnya kejang,
stimulus apa yang sering menimbulkan kejang, dan tindakan apa yang telah
di berikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran di hubungkan
dengan toksin tetanus yang mengimplamasi jaringan otak. Keluhan
perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit,
dapat terjadi letargi, tidak responsip, dan koma.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah di alami klien yang memungkinkan
adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi
pernah kah klien mengalami tubuh terluka dan luka tusuk yang dalam
misalnya tertusuk paku, pecahan kaca, terkenaa kaleng, atau luka yang
menjadi kotor; karena terjatuh di tempat yang kotor dan terluka atau
kecelakaan dan timbul luka yang tertutup debu/kotoran juga luka bakar dan
patah tulang terbuka. Adakah porte d’entree lainnya seperti luka gores yang
ringan kemudian menjadi bernanah dan gigi berlubang di koreng dengan
benda yang kotor

15
d. Pemeriksaan Fisik Body System
1) B1 (Breath)
Inspeksi : klien batuk, produksi sputum bagaimana, pengembangan
dada simetris, penggunaan otot bantu pernafasan (+),
pernafasan cuping hidung (-), irama nafas cepat
(takipnea), RR di atas batas normal (>16-20x/menit).
Klien dengan tetanus akan mengalami peningkatan RR
akibat suplai O2 ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan
tubuh tidak adekuat, sehingga klien akan melakukan
upaya kompensasi dengan meningkatkan frekuensi
pernafasan untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
Palpasi : tidak teraba massa atau benjolah di daerah dada, vocal
fremitus teraba jelas di lapang paru kanan-kiri
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru: ICS ke-1 hingga ICS ke-6
di seluruh lobus paru
Auskultasi : Ada bunyi nafas tambahan ronchi di akhir pernapasan
sebagai komplikasi dari tetanus akibat kemampuan batuk
klien menurun
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan syok hipovelemik
yang sering terjadi pada klien tetanus. TD biasnya normal, peningkatan
heart rate, adanya anemis karena adanya hancurnya eritrosit.
3) B3 (Brain)
a) Kesadaran klien biasanya kompos mentis. Pada keadaan lanjut
tingkat kesadaran klien tetanus mengalami penurunan pada tingkat
letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami
koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat
kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk monitoring pemberian
asuhan.
b) Status mental: obsevasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai
gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktifitas
motorik
16
yang pada klien tetanus tahap lanjut biasanya status mental klien
mengalami perubahan.
c) Pemeriksaan saraf kranial
- Saraf I. Biasanya pada klien tetanus tidak ada kelainan dan fungsi
penciuman tidak ada kelainan.
- Saraf II. Tes ketajaman pengelihatan pada kondisi normal
- Saraf III,IV,VI. Dengan alasan yang tidak di ketahui, klien tetanus
mengeluh mengalami fotophobia atau sensitif yang berlebihan
terhadap cahaya. Respons kejang umum akibat stimulus rangsang
cahaya perlu di perhatikan perawat untuk memberikan intervensi
menurunkan stimulus cahaya tersebut.
- Saraf V. Refleks masester menigkat. Mulut mencucu seperti mulut
ikan (ini adalah gejala khas pada tetanus).
- Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
- Saraf VIII. Tidak di temukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
- Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran
membuka mulut (trismus).
- Saraf XI. Di dapatkan kaku kuduk. Ketegangan otot rahang dan
leher (mendadak)
- Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak
ada pasikulasi. Indra pengecapan normal.
d) Kekuatan otot
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan kordinasi pada
tetanus tahap lanjut mengalami perubahan.
e) Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan reflek dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum,
atau periusteum derajat reflek pada respon normal.
f) Gerakan involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, Tic dan distonia. Pada keadaan
tertentu klien mengalami kejang umum, terutama pada anak yang

17
tetanus disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder akibat area fokal kortikal
yang peka.
g) Sistem sensori
Pemeriksaan sensorik pada tetanus biasanya di dapatkan perasaan raba normal, perasaan nyeri normal. Perasaan
suhu normal. Tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh. Perasaan proprioseftif normal dan perasaan
diskriminatif normal.
4) B4 (Bladder)
Penurunan volume haluaran urin berhubungan dengan penurunan perpusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
Adanya retensi urin karena kejang umum. Pada klien yang sering kejang sebaiknya pengeluaran urine dengan
menggunakan kateter.
5) B5 (Bowel)
Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien
tetanus menurun karena anoreksia dan adanya kejang, kaku dinding perut (perut papan) merupakan tanda khas dari
tetanus. Adanya spasme otot menyebabkan kesulitan BAB.

6) B6 (Bone)
Adanya kejang umum sehingga mengganggu mobilitas klien dan menurunkan aktivitas sehari-hari. Perlu dikaji
apabila klien mengalami patah tulang terbuka yang memungkinkan menjadi port de entrée kuman
Clostridium tetani, sehingga memerlukan perawatan luka yang optimal. Adanya kejang memberikan resiko raktur
pertibra pada bayi, ketegangan, dan spasme otot pada abdomen.

18
2. Masalah Keperawatan
1. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan suplaioksigen ke otak menurun
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalannafas akibat peningkatan sekresi mucus
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hiperventilasi
4. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai oksigenke perifer inadekuat
5. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan denganintake inadekuat
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplaioksigen dan kebutuhan
7. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
8. Gangguan komunikasi bverbal berhubungan dengan spasme otot rahang
9. Risiko infeksi berhubungan dengan proses penyakit
10. Risiko aspirasi berhubungan dengan penurunan reflek menelan
11. Risiko cidera berhubungan dengan penurunan kesadaran

19
3. Perencanaan Keperawatan
No. Masalah Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
Risiko ketidakefektifan perfusi NOC:
jaringan serebral berhubungan a) Circulation status 1) Monitor TTV 1. Deteksi penurunan perfusi
dengan penurunan suplai b) Neurologic status 2) Monitor AGD, ukuran serebral
oksigen di otak c) Tissue perfusion pupil, ketajaman, 2. Penurunan kontraksi pupil
kesimetrisan dan reaksi mengidentifikasi ada
Setelah dilakukan tindakan 3) Monitor adanya diplopia, gangguan pada perfusi
keperawatan selama ..x 24 jam pandangan kabur, nyeri serebral
klien mampu mencapai kepala 3. Penurunan perfusi serebral
keefektifan perfusi jaringan 4) Monitor level mempengaruhi peningkatan
serebral dengan kiteria hasil: kebingungan dan orientasi tekanan intracranial yang
1) Tekanan systole dan diastole 5) Monitor tonus otot menyebabkan nyeri kepala
dalam rentang yang pergerakan 4. Memonitor adanya
diharapkan 6) Pertahankan parameter kerusakan sistem
2) Tidak ada hipertensi ortostati hemodinamik persarafan
3) Menunjukkan konsentrasi 7) Tinggikan kepala 0-45 5. Kerusakan pada sel di otak
dan orientasi derajat tergantung pada menyebabkan kehilangan
4) Pupil seimbang dan reaktif konsisi pasien dan order kontrol volunter
5) Bebas dari aktivitas kejang medis. 6. Membantu menstabilkan
6) Tidak mengalami nyeri perfusi jaringa serebral
kepala 7. Membantu drainage vena
untuk mengurangi kongesti
vena
Ketidakefektifan bersihan jalan NOC : 1. Kaji fungsi paru, adanya 1. Membantu dan mengatasi
nafas berhubungan dengan Respiration status (Ventilation) bunyi napas tambahan, komplikasi pontensial.
obstruksi jalan nafas akibat Airway patency perubahan irama dan Pengkajian fungsi
peningkatan produksi mukus kedalaman, penggunaan pernapasan dengan interval
Setelah dilakukan asuhan otot-otot aksesori, warna, yang teratur adalah penting
keperawatan selama .... x24 jam, dan kekentalan sputum karena pernapasan yang

20
bersihan jalan napas kembali 2. Ajarkan cara batuk efektif tidak efektif dan adanya
efektif 3. Lakukan fisioterapi dada, kegagalan , karena adanya
Kriteria hasil: vibrasi dada kelemahan atau paralisa
1) secara subjektif sesak napas 4. Penuhi hidrasi cairan via pada otot –otot interkostal
(-), RR 16-20x/ menit oral seperti minum air dan diafragma yang
2) Tidak menggunakan otot putih dan pertahankan berkembang dengan cepat
bantu napas, retraksi ICS(- intake cairan 2500 ml/hari 2. Klien berada pada risiko
), ronkhi(-/-), mengi(-/) 5. Lakukan pengisapan tinggi bila tidak dapat batuk
3) Dapat mendemonstrasikan lendir/suction pada jalan efektif untuk membersihkan
cara batuk efektif. napas jalan napas dan mengalami
6. Berikan oksigen sesuai kesulitan dalam menelan,
kebutuhan yang dapat menyebabkan
aspirasi saliva, dan
mencetuskan gagal napas
akut
3. Terapi fisik dada membantu
meningkatkan batuk lebih
efektif
4. Pemenuhan cairan dapat
mengencerkan mucus yang
kental dan dapat membantu
pemenuhan cairan yang
banyak keluar dari tubuh
5. Pengisapan mungkin
diperlukan untuk
mempertahankan
kepateanan jalan napas
menjadi bersihn napas
6. Pemenuhan oksigen
terutama pada klien tetanus
dengan laju metabolism

21
yang tinggi
Ketidakefektifan pola nafas NOC: NIC:
berhubungan dengan Status pernafasan (0415) Airway Management Airway Management
hiperventilasi Status Pernafasan: ventilasi a. Kaji kepatenan jalan nafas a. Mengidentifikasi apakah
(0403) pasien terdapat obstruksi akibat
adanya sekret pada jalan
Setelah dilakukan tidakan nafas pasien, menjadi
keperawatan selama 1x24 jam, pedoman dalam menentukan
pola nafas kembali efektif intervensi
Kriteria hasil: b. Auskultasi suara nafas, b. Obstruksi secret pada
a. RR dalam batas normal (15- catat adanya suara bronkus akibat peningkatan
20x/menit tambahan produksi mucus sehingga
b. Irama nafas normal menimbulkan suara ronkhi
c. Tidak ada tanda sianosis c. Posisikan pasien untuk c. Posisi pasien yang tepat
d. Pengembangan dada simetris memaksimalkan ventilasi akan membantu udara yang
keluar masuk paru-paru
berjalan optimal
d. Monitor respirasi dan d. Obstruksi pada bronkus
status O2 dapat menyebabkan
penurunan intake O2 saat
inspirasi sehingga tubuh
mengalami kekurangan O2
e. Anjurkan klien untuk e. Air hangat mampu
minum air hangat membantu pengenceran
secret
f. Kolaborasi dalam f. Obat bronkodilator
pemberian obat membantu melebarkan jalan
bronkodilator dan nafas pasien, dan mukolitik
mukolitik dapat membantu
pengenceran sekret

23
Terapi oksigen (3320) Terapi Oksigen (3320)
a. Pertahankan kepatenan a. Terapi oksigen tidak akan
jalan nafas efektif jika terdapat
hambatan di jalan nafas
b. Monitor aliran oksigen b. Aliran oksigen yang terlalu
cepat justru akan
mengakibatkan keracunan
oksigen
c. Periksa perangkat c. Air dalam humidifier harus
pemberian oksigen terisi untuk
d. Monitor efektifitas terapi mempertahankan
oksigen kelembapan mukosa hidung
e. Berikan terapi oksigen d. Jika tidak memberikan
melalui O2 nasal jika dampak yang signifikan ,
sianosis klien sudah jumlah harus ditingkatkan
berkurang dan e. Pemberian oksigen dapat
maintanance membantu mengembalikan
pola nafas menjadi normal
Ketidakefektifan perfusi NOC: 1. Monitor frekuensi dan 1. pasien dengan tetanus
jaringan perifer berhubungan Perfusi Jaringan Perifer irama jantung mempunyai suara jantung
dengan suplai oksigen ke perifer 2. Observasi perubahan tambahan apabila ada
inadekuat Setelah dilakukan tindakan status mental komplikasi
keperawatan selama 3x24 jam 3. Observasi warna dan 2. pasien dengan tetanus dapat
pasien menunjukkan perfusi suhu kulit atau hipoksia dengan penurunan
jaringan membaik kreiteria membran mukosa kesadaran
hasil: 4. Ukur haluaran urin dan 3. pasien dengan tetanus
a. Daerah perifer hangat catat berat jenisnya rentan mengalami
b. Tidak ada tanda-tanda 5. Kolaborasi : Berikan penurunan perfusi jaringan
sianosis cairan IV l sesuai 4. pasien dengan tetanus yang
c. gambaran EKG tak indikasi berakibat pada gagal
menunjukan perluasan infark jantung berisiko mengalami

24
d. RR 16-24 x/ menit 6. Pantau Pemeriksaan kelebihan volume cairan
e. tak terdapat clubbing finger diagnostik atau dan dalam tubuhnya
f. kapiler refill 3-5 detik laboratorium mis EKG, 5. pasien dengan tetanus
g. nadi 60-100x / menit elektrolit, GDA ( Pa O2, terjadi ketidak
h. TD 100-140 mmHg Pa CO2 dan saturasi O2). keseimbangan cairan
Dan Pemberian oksigen 6. pasien dengan tetanus
7. Ajarkan ROM mengalami perubahan
hemodinamik dan hasil
EKG yang abnormal
7. ROM dapat memperlancar
peredaran darah perifer
Ketidakseimbangan nutrisi: NOC: Nutritional status NIC:
kurang dari kebutuhan tubuh Setelah dilakukan tindakan Nutrition monitoring
berhubungan dengan keperawatan 1x24 jam nutrisi 1. Monitor berat badan 1. Memantau perkembangan
ketidakmampuan mencerna pasien dapat terpenuhi pasien berat badan pasien
makanan (00002/hal. 177) 2. Monitor tipe dan jumlah 2. Aktivitas dapat membuat
Indikator: aktivitas yang biasa metabolisme meningkat
1. Mampu mengidentifikasi dilakukan 3. Memantau hidrasi
kebutuhan nutrisi 3. Monitor kulit kering dan 4. Lingkungan dapat
Tidak terdapat tanda-tanda perubahan pigmentasi mempengaruhi motivasi
malnutrisi 4. Monitor lingkungan untuk makan
selama makan 5. Monitor hidrasi
5. Monitor turgor kulit 6. Untuk memonitor masukan
6. Monitor kalori intake dan kalori pada klien
intake nutrisi

Nutrition Management
1. Kaji adanya alergi 1. Mencegah terjadinya alergi
makanan makanan
2. Berikan informasi tentang 2. Meningkatkan pengetahuan
kebutuhan nutrisi klien terkait pentingnya

25
3. Ajarkan pasien bagaimana pemenuhan nutrisi
membuat catatan makanan 3. Untuk memandirikan klien
harian dan membentuk pola hidup
4. Kolaborasi dengan ahli sehat pada klien
gizi untuk menentukan 4. Untuk pemenuhan gii klien
jumlah kalori dan nutrisi secara tepat
yang dibutuhkan pasien
Intoleransi aktivitas NOC: NIC:
berhubungan dengan 1. Self Care: ADL’s Energy Management Energy Management
ketidakseimbangan antara suplai 2. Toleransi Aktifitas a. Observasi adanya a. Mengidentifikasi sejauh
oksigen dan kebutuhan (00092) 3. Konservasi Energi pembatasan pasien dalam mana pasien dapat
melakukan aktifitas melakukan aktifitas yang
Setelah dilakukan tindakan ditolerir oleh tubuhnya
keperawatan selama 3 x 24 jam
pasien dapat bertoleransi b. Kaji adanya faktor yang b. Meminimalkan faktor
terhadap aktivitas dengan menyebabkan kelelahan pencetus agar tidak terjadi
Kriteria Hasil: kelelahan berlebih
a. Berpartisipasi dalam aktivitas c. Monitor nutrisi dan sumber c. Mengidentifikasi kecukupan
fisik tanpa disertai energi yang adekuat energi yang dimiliki tubuh
peningkatan tekanan darah, untuk melakukan aktifitas
nadi, dan RR d. Monitor respon d. Penurunan/ketidakmampuan
b. Mampu melakukan aktifitas kardiovaskular terhadap miokardium untuk
sehari-hari (ADLs) secara aktivitas (takikardia, meningkatkan volume
mandiri disritmia, sesak nafas, sekuncup selama aktivitas
c. Keseimbangan aktifitas dan diaphoresis, pucat, dapat menyebabkan
istirahat perubahan hemodinamik) peningkatan segera frekuensi
jantung dan kebutuhan
oksigen juga peningkatan
kelelahan dan kelemahan.
e. Mengidentifikasi kecukupan
e. Monitor pola tidur dan energi yang dihasilkan

26
Hipertermi berhubungan denganproses NOC: Perawatan Demam (3740)
infeksi Thermoregulasi (0800) a. Pantau suhu dan tanda vital a. Untuk mengetahui kondisi
Hidrasi (0602) yang lainnya klien secara berkala
b. Monitoring warna kulit dan b.Mengetahui sejauh mana
Setelah dilakukan tindakan suhu tingkat peningkatan suhu dan
keperawatan 2 x 24 jam, suhu gambaran secara fisiologis
tubuh klien dapat kembali pengaruh dari peningkatan
normal dengan kriteria hasil: suhu terhadap kondisi klien
a. Klien melaporkan c. Mengkaji kebutuhan cairan
kenyamanan suhu c. Monitoring intake-output dan kehilangan cairan klien
b. Penurunan suhu ke batas cairan akibat adanya peningkatan
normal suhu
c. Perubahan denyut nadi ke d.Membantu memenuhi
batas normal d. Dorong klien untuk kebutuhan cairan tubuh yang
d. Status kesadaran meningkat peningkatan konsumsi hilang akibat peningkatan
e. Turgor kulit dalam batas cairan evaporasi
normal e. Meminimalkan risiko
f. Membran mukosa lembab e. Pantau kondisi pasien terjadinya kejang demam
untuk menghindari berulang
komplikasi dari demam f. Menurunkan suhu tubuh klien
f. Kolaborasi dengan tim hingga ke batas normal.
medis terkait pemberian
obat antipiretik

Pengaturan Suhu (3900) a. Mengobservasi keadaan


a. Monitoring suhu setiap 2 umum klien agar tidak
jam terjadi kejang demam
berulang
b. Memantau perubahan tanda
b. Monitoring tanda vital vital lainnya bersamaan
lainnya: TD, nadi, RR dengan meningkatnya suhu
tubuh klien
c. Tingkatkan intake cairan c. Membantu memenuhi
dan nutrisi yang adekuat kebutuhan cairan yang

27
4. IMPLEMENTASI
Menurut Widodo (Syahida, 2014:10), “implementasi berarti menyediakan sarana
untuk melaksanakan suatu kebijakan dan dapat menimbulkan dampak/akibat
terhadap sesuatu”.

5. EVALUASI
evaluasi adalah sebagai suatu tindakan penilaian yang dilakukan secara sistematis
akan suatu tujuan yang telah direncanakan untuk dilihat keberlanjutan dan sejauh
mana tujuan tersebut akan tercapai.

28
BAB III
PENUTUP

3. 1 KESIMPULAN

Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman


Clostridium tetani, bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal dan
diikuti kekakuan otot seluruh badan.
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme)
tanpa disertai gangguan kesadaran.Gejala ini bukan disebabkan oleh kuman
clostridium tetani, tetapi akibat toksin (tetanospasmin) yang dihasilkan kuman.

3.2 SARAN
Dalam melakukan praktek asuhan keperawatan agar mempersiapkan
diri dengan membaca literature tentang penyakit Tetanus sehingga dalam
melaksanakan sesuai dengan teori dan bersenambungan baik dalam
pendokumentasian maupun dalam pelaksanaan keperawatan, dan
meningkatkan komunikasi dengan perawat ruangan atau tim kesehatan
lainnya.

29
DAFTAR PUSTAKA

(Martinko JM, d. (2018). buku rencana asuhan keperawatan . jakarta: egc.

Sjaifoellah Noer, 2. (2015). buku ilmu penyakit dalam . jakarta: egc.

Soeparman. (2020). .Ilmu Penyakit Dalam. Jakart: Universitas Indonesia Press .

Sudoyo Aru, d. (2020). Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 1, 2, 3, edisi keempat.
Jakarta: Internal Publising.

Sumarmo, h. ( 2017). Buku ajar nfeksi dan pediatric tropis edisi kedua. Jakarta:
IDAI.

http://medicastore.com/penyakit/91/Tetanus.html di akses tanggal 01 Mei 2017

30

Anda mungkin juga menyukai