Disusun oleh :
Kelompok JR 3
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya penyusun dapat melaksanakan dan menyusun makalah yang berjudul
“TETANUS: A POTENTIAL PUBLIC HEALTH THREAT IN TIMES OF
DISASTER” tepat pada waktunya.
Makalah ini penulis susun untuk memenuhi prasyarat sebagai syarat nilai Journal
Reading. Dalam penyusunan makalah ini, penulis mendapat banyak bantuan, masukan,
bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, melalui kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih yang tulus kepada :
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dan perlu
pendalaman lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang sifatnya konstruktif demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya, penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................1
DAFTAR ISI..........................................................................................................................2
ABSTRAK...........................................................................................................................13
BAB I....................................................................................................................................14
PENDAHULUAN................................................................................................................14
BAB II..................................................................................................................................16
PEMBAHASAN...................................................................................................................16
BAB III.................................................................................................................................29
PENUTUP.............................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................30
2
3
4
5
6
ABSTRAK
Latar belakang: Tetanus merupakan kondisi yang sangat fatal dan jarang terdapat
di lingkungan perkotaan tetapi biasa terjadi di negara berkembang dan pasca
bencana alam. Jadi,tujuan dari laporan ini adalah untuk meninjau epidemiologi,
patogenesis, dan manajemen tetanus pada pasien trauma. Metode: Dilakukan
sebuah tinjauan literatur menyeluruh untuk mencari pedoman terbaru tentang
profilaksis dan pengobatan tetanus. Mencari artikel dalam bahasa Inggris dengan
PUBMED (National Center for Biotechnology Information, National Institutes of
Health; Bethesda, Maryland USA), MEDLINE (US National Library of Medicine,
National Institutes of Health; Bethesda, Maryland USA), dan Cochrane Library
(The Cochrane Collaboration; Oxford, United Kingdom) yang diterbitkan dari tahun
2005 hingga 2015, menggunakan kata kunci “Tetanus,” “Trauma/Bedah,” dan
“Bencana. ”Controlled trials, randomized controlled trials,uji coba pasien dewasa,
pedoman yang diterbitkan, pendapat ahli, dan artikel ulasan dipilih dan diekstraksi
Hasil: Jadwal vaksinasi saat ini di negara maju memberikan pencegahan penyakit
untuk tetanus. Namun, ketika bencana alam yang parah terjadi banyak pasien
mungkin tidak dapat memberikan riwayat vaksinasi yang dapat dibuktikan. Dalam
situasi ini, tetanus imun globulin (TIG) diindikasikan jika sumber daya tidak
terbatas, baik toksoid tetanus dan TIG harus diberikan kepada mereka yang luka
berisiko tinggi. Jika sumber daya terbatas, TIG harus disediakan untuk mereka yang
tidak memiliki antibodi pelindung. Kesimpulan: Meskipun tetanus adalah penyakit
insiden rendah di negara maju karena tingkat imunisasi yang tinggi, selama
terjadinya bencana alam skala besar, faktor-faktor yang memperparah seperti jenis
cedera, kurangnya layanan medis, dan keterlambatan dalam pengobatan yang terkait
dengan tingkat imunisasi yang rendah akan menghasilkan peningkatan insiden dan
wabah penyakit yang memiliki angka kematian lebih tinggi di masyarakat
(Finkelstein et al., 2017).
7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pengantar
Membaca jurnal merupakan teknik pembaca dalam menilai secara rasional karya
peneliti jurnal tersebut. Pembaca mengandalkan teknik analisa yang tepat. Pada blok
emergency, mahasiswa kedokteran diwajibkan mampu mengkritisi jurnal yang sesuai
dengan topik pembahasan. Pada blok ini topik yang terpilih untuk kelompok 3 adalah “
Tetanus”.
8
kondisi anaerob yang kemudian menjadi lingkungan optimal bagi proses germinasi
(spora dengan bentuk vegetatif) dan memproduksi tetanospasmin dan tetanolisin.
Toksin tetanus (Tetanospasmin) kemudian masuk dan menyebar ke sistem saraf
pusat menghambat pelepasan asetikolin, kondisi ini memicu spasme otot sehingga
terjadi resiko cedera. Apabila resiko cedera dibiarkan tanpa penanganan bisa
menyebabkan penyakit yang serius dan mengancam jiwa (Nurarif & Kusuma,
2015).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi kejang pada pasien
tetanus yaitu dengan memberikan kenyamanan lingkungan kepada pasien seperti
mengurangi pencahayaan, membatasi pengunjung, memasang side-rail di tempat
tidur dan menjauhkan dari benda-benda yang berbahaya. Selain itu bisa memberikan
edukasi kepada keluarga pasien untuk menghindari untuk memasukkan apapun ke
dalam mlut pasien saat periode kejang serta tidak menggunakan kekerasan untuk
menahan pergerakan pasien (SIKI, 2018).
9
BAB II
PEMBAHASAN
Tetanus adalah penyakit tidak menular yang disebabkan oleh basil Clostridium
tetani (C. tetani). C. tetani biasanya masuk melalui luka tusukan atau luka dengan
cedera jaringan yang signifikan dan jarang terjadi akibat goresan, prosedur bedah,
gigitan serangga, dan penggunaan obat intravena/IV. Namun, dalam 20% kasus,
tidak ada luka masuk yang jelas diidentifikasi (Finkelstein et al., 2017).
1
0
Globalisasi telah memfasilitasi kemampuan dokter dari negara-negara kaya
sumber daya untuk dibawa ke daerah yang membutuhkan setelah bencana.
Jadi, meskipun insiden tetanus rendah di negara maju, kesadaran klinis tetanus,
profilaksisnya, manifestasi klinis, dan pengobatannya penting, terutama ketika
potensi wabah di lokasi bencana alam sangat tinggi. Oleh karena itu, tujuan dari
laporan ini adalah untuk memberikan tinjauan epidemiologi, patogenesis dan
manajemen tetanus pada pasien trauma (Finkelstein et al., 2017).
Jurnal ini adalah sebuah tinjauan literatur menyeluruh yang dilakukan untuk
mencari pedoman terbaru dan menyeluruh tentang profilaksis dan pengobatan
tetanus. Database dari PUBMED (Pusat Informasi Bioteknologi Nasional, Institut
Kesehatan Nasional; Bethesda, Maryland USA), MEDLINE (Perpustakaan
Kedokteran Nasional AS, Institut Kesehatan Nasional; Bethesda, Maryland USA),
dan Perpustakaan Cochrane (Kolaborasi Cochrane; Oxford, Inggris Raya ) yang
dicari adalah artikel dalam bahasa Inggris yang diterbitkan dari tahun 2005 hingga
2015, menggunakan kata kunci “Tetanus,” “Trauma/Bedah,”dan
“Bencana/disaster.” Jurnal yang dipilih dan diekstrasi adalah jurnal yang
menggunakan metode uji coba terkontrol, uji coba terkontrol secara acak, uji coba
pasien dewasa, pedoman yang diterbitkan, pendapat ahli, dan review articles
(Finkelstein et al., 2017).
2.1.3 Epidemiologi
Secara global, sebagian besar kasus tetanus terjadi di negara berkembang
yang imunitas terhadap penyakit ini jarang. Selain itu, insiden tetanus seringkali
meningkat setelah terjadi bencana alam (Finkelstein et al., 2017).
1
1
dari kasus yang dilaporkan), sedangkan tetanus neonatorum adalah tetanus
generalisata pada anak-anak berusia kurang dari satu bulan. Di seluruh dunia,
kematian akibat tetanus neonatus telah menurun insidennya dari 490.000 pada tahun
1994 menjadi 49.000 pada tahun 2013. Pada tahun 1999, telah didirikan Maternal
and Neonatal Tetanus Elimination Initiative untuk mengeliminasi tetanus pada ibu
dan pada neonatus sebagai masalah kesehatan masyarakat, dan sejak 1999, 35 dari
59 negara-negara prioritas telah mengeliminasi tetanus pada ibu dan neonatus.
Tetanus lokal jarang terjadi, dan hanya satu persen yang menyebabkan kematian.
Dan tetanus sefalik ditandai dengan kelumpuhan saraf kranial dan memiliki angka
kematian yang tinggi sekitar 15% -30% apabila berlanjut menjadi tetanus
generalisata (Finkelstein et al., 2017).
2.1.4 Patogenesis
1
2
aktif yang membutuhkan pembelahan enzimatik sebelum memulai penghambatan.
Setelah aktivasi, tetanospasmin dibagi menjadi dua rantai. Rantai berat berjalan
secara retrograde ke sistem saraf pusat. Begitu berada di dalam sumsum tulang
belakang dan batang otak, tetanospasmin memotong synaptobrevin (VAMP), yang
menghambat GABA, dan pelepasan glisin. Baik glisin dan GABA bertindak sebagai
penghambat otot rangka; oleh karena itu, pada blokade, kejang otot klinis terlihat
(Finkelstein et al., 2017).
1
3
>120
IV/Sangat Derajat III ditambah disfungsi otonom berat dari sistem
Berat kardiovaskular
2.1.5 Pengelolaan
Imunisasi
1
4
Tabel 2. Pedoman yang Direkomendasikan untuk Vaksin Tetanus
1
5
Tujuan pengobatan ketiga adalah untuk meminimalkan efek akibat toksin
yang mempengaruhi sistem saraf pusat. Ini dapat dilakukan melalui sedasi,
dukungan pernapasan, dan kontrol otonom sesuai kebutuhan. Dosis besar
benzodiazepin sering digunakan untuk membantu mengontrol kejang otot
(Finkelstein et al., 2017).
Infeksi sering terjadi setelah bencana alam berskala besar seperti gempa
bumi. Sebagian besar wabah, bagaimanapun, terjadi di tempat-tempat di mana
tetanus umum terjadi karena tingkat vaksinasi yang rendah. Setelah gempa bumi
2010 di Haiti, terjadi peningkatan tetanus dibandingkan dengan kejadian awal
bahkan dengan potensi pelaporan yang kurang signifikan (Finkelstein et al., 2017).
Angka kematian tetanus setelah bencana alam yang parah berkisar antara
19%-31%. Jenis rumah sakit dan jarak ke perawatan medis merupakan prediktor
kematian yang signifikan dalam pengaturan ini. Kurangnya sumber daya (yaitu,
perawatan bedah, perawatan intensif, dan dukungan ventilasi mekanik) secara
1
6
signifikan meningkatkan kematian tetanus di lapangan setelah bencana alam yang
parah (Finkelstein et al., 2017).
Ketika bencana alam yang parah terjadi, banyak pasien mungkin tidak dapat
memberikan riwayat vaksinasi yang dapat diandalkan. Seperti disebutkan di bagian
pengobatan, dalam situasi ini, TIG diindikasikan. Jika sumber daya tidak terbatas,
baik toksoid tetanus dan TIG harus diberikan kepada mereka dengan luka berisiko
tinggi. Jika sumber daya terbatas, TIG harus disediakan untuk mereka yang paling
diuntungkan atau mereka yang paling tidak mungkin memiliki antibodi pelindung
(yaitu, mereka yang berusia lebih dari 60 tahun, wanita, dan imigran dari wilayah
lain selain Amerika Utara atau Eropa) (Finkelstein et al., 2017).
1
7
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Meskipun tetanus adalah penyakit yang memiliki insiden rendah di negara maju
karena tingkat imunisasi yang tinggi, selama terjadinya bencana alam skala besar,
faktor-faktor yang memperparah seperti jenis cedera, kurangnya layanan dan pasokan
medis, dan keterlambatan dalam pengobatan yang terkait dengan tingkat imunisasi
yang rendah maka akan menghasilkan peningkatan insiden dan wabah penyakit yang
memiliki angka kematian lebih tinggi di masyarakat terbelakang. Penting bagi dokter
perkotaan yang merawat pasien trauma dan kritis untuk mengetahui langkah-langkah
pengobatan dan imunisasi pasien yang memiliki luka rawan tetanus, serta mengenali
potensi wabah dalam rangkaian bencana alam besar (Finkelstein et al., 2017).
1
8
DAFTAR PUSTAKA
Organisasi Kesehatan Dunia. Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (MNT) (2016).
http://www.who.int/immunization/diseases/MNTE_initiative/en. Diakses 19 Februari
2016.
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (AS). Tetanus. Epidemiologi dan Pencegahan
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Vaksin (2012). http://www.cdc.gov/vaccines/pubs/
pinkbook/downloads/tetanus.pdf. Diakses 19 Februari 2016.
Vandelaer J, Raza A, Zulu F, Yakubu A, Khan R. Eliminasi tetanus ibu dan bayi: dari
melindungi wanita dan bayi baru lahir hingga melindungi semua. Kesehatan Wanita Int
J. 2015;7:171.
1
9