PENYAKIT TETANUS
Disusun Oleh :
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Swt. yang sudah melimpahkan rahmat,
taufik, dan hidayah- Nya sehingga saya bisa menyusun Tugas makalah Dasar
Epidemiologi ini dengan baik serta tepat waktu. Seperti yang sudah kita ketahui bahwa
“Penyakit Tetanus” itu adalah penyakit menular. Tetanus adalah infeksi bakteri dengan
potensi fatal yang mempengaruhi saraf. Vaksin dapat dengan mudah mencegah infeksi,
namun belum ada obatnya. Semuanya perlu dibahas pada makalah ini kenapa Penyakit
Tetanus itu sangat diantisipasi agar terhindar dari penyakit menular ini.
Tugas ini saya buat untuk memberikan ringkasan tentang penyakit Tetanus dan upaya
pencegahan yang akan dilakukan. Mudah-mudahan makalah yang saya buat ini bisa
memberi pengetahuan kita agar jadi lebih luas lagi. Saya menyadari kalau masih banyak
kekurangan dalam menyusun makalah ini.
Oleh sebab itu, kritik serta anjuran yang sifatnya membangun sangat saya harapkan
guna kesempurnaan makalah ini. saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Lia
Amalia selaku Dosen pengampuh mata kuliah Dasar Epidemiologi. Kepada pihak yang
sudah menolong dan turut dalam penyelesaian makalah ini. Atas perhatian serta
waktunya, saya sampaikan banyak terima kasih.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
20.000 kasus per tahun. Di Amerika Serikat pada tahun 2019, sebanyak 26 kasus
tetanus dilaporkan melalui sistem National Notifiable Diseases Surveillance
System (NNDSS). Dari 29 kasus tersebut, 2 pasien meninggal akibat tetanus. Dari
tahun 2009 hingga 2017, di Amerika Serikat terdapat 264 kasus dan 16 kematian
akibat tetanus yang dilaporkan. Sejumlah 60 kasus (23%) merupakan pasien berusia
≥ 65 tahun dan 36 kasus (13%) terjadi pada pasien dengan usia kurang dari 20
tahun, dimana 2 diantaranya merupakan kasus tetanus neonatorum. (diakses pada
tangga 17 oktober jam 20.00)
Empat puluh sembilan pasien dari 197 kasus tersebut diketahui riwayat vaksinasinya
dan hanya 10 pasien yang pernah mendapatkan vaksin tetanus toxoid sebanyak 3
dosis atau lebih.
Penyebaran penyakit tetanus menyebar di seluruh dunia terutama di negara
berkembang dengan frekuensi penderita yang bervariasi. Penyakit ini termasuk
mematikan di negara berkembang karena telah membunuh kurang lebih 500.000
orang pertahun 4(Rahmanto & Farhanah, 2017). Menurut WHO penyebab kematian
yang diakibatkan tetanus neonatorum TN di negara-negara berkembang adalah
1
Martinus M Leman and Alan R Tumbelaka, “Ipt 1” 12, no. 4 (2010): 283–88.
2
A Harum, “Dental Caries as A Risk Factor of Tetanus,” Medula Unila 3, no. 2 (2014): 8–15.
3
“Tetanus Neonatorum - Patofisiologi, Diagnosis, Penatalaksanaan - Alomedika,” accessed October 18,
2022, https://www.alomedika.com/penyakit/kesehatan-anak/tetanus-neonatorum.
4
Danawan Rahmanto and Nur Farhanah, “FAKTOR-FAKTOR RISIKO YANG BERPENGARUH PADA
KEMATIAN PASIEN TETANUS DI RSUP DR. KARIADI SEMARANG,” 2017.
1
sebanyak 135 kali lebih tinggi dari pada negara maju. Pada tahun 2007, 2011, dan
2014 diantara jumlah kasus TN di negara-negara ASEAN, Indonesia menempati
urutan kedua setelah Philipina, yaitu dengan jumlah penderita lebih dari 100 orang.
Berdasarkan data dari Kemenkes RI, laporan kasus tetanus pada tahun 1994 di
Indonesia berjumlah 3.843 kasus, dengan kasus terbanyak ditemukan di provinsi
Jawa Timur yakni 1.229 kasus. Penelitian yang dilakukan di RS Hasan Sadikin,
Bandung antara tahun 1991-1995 menemukan 85 kasus tetanus. Sekitar 69,4%
kasus disebabkan karena luka pada kaki. Angka mortalitas mencapai 25,6% dan dari
semua pasien tersebut tidak ada yang pernah mendapatkan imunisasi dasar.
Penemuan kasus tetanus mengikuti kejadian bencana gempa di Yogyakarta pada
tahun 2006 melaporkan adanya 26 kasus tetanus yang ditemukan dari data 8 rumah
sakit setempat dan delapan dari 26 pasien atau sebanyak 30,8% dari total pasien
tersebut meninggal . Di tahun 2017, WHO melaporkan insidensi tetanus neonatorum
di Indonesia sebanyak 25 kasus, dan insidensi tetanus secara keseluruhan adalah 506
kasus. (Diakses dilink tetanus neonatorum pada tanggal 17 oktober 2022 jam 20.00
wita).
5
Wine Frindi Yani and Madinah Munawaroh, “Sikap Ibu, Dukungan Suami Dan Peran Tenaga Kesehatan
Berhubungan Dengan Pelaksanaan Imunisasi TT Ibu Hamil,” Jurnal Ilmiah Kebidanan Indonesia 10, no. 02
(2020): 34–41, https://doi.org/10.33221/jiki.v10i02.496.
6
Selvy Novita Sari, “Risk Analyses Factor of Infant Mortality Caused by Tetanus Neonatorum in East
Java,” Jurnal Berkala Epidemiologi Volume 5 N, no. July 2017 (2017): 195–206,
https://doi.org/10.20473/jbe.v5i2.2017.195-206.
7
Tu Bagus Adnan Angga Prawira, Ni Putu Witari, and Kumara Tini, “Faktor–Faktor Yang Berhubungan
Dengan Luaran Klinis Pasien Tetanus Di RSUP Sanglah Pada Bulan Januari 2018–Oktober 2019,” Intisari
Sains Medis 11, no. 3 (2020): 948–54, https://doi.org/10.15562/ism.v11i3.697.
2
bencana alam melanda. Penyakit ini menjadi ancaman bagi orang-orang yang
berpotensi terinfeksi Clostridium tetani, terutama yang tidak menerima vaksin
tetanus. Infeksi dapat terjadi akibat tingkat kebersihan yang masih sangat kurang,
perawatan luka yang kurang diperhatikan, mudah terjadi kontaminasi, serta
kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kebersihan dan kekebalan
terhadap tetanus.
Digorontalo sendiri, Untuk penyakit menular, prioritas masih tertuju pada
penyakit tuberculosis, deman berdarah, malaria dan HIV/AIDS. Masih tingginya
penyakit menular yang disebabkan oleh tuberkulosis mencapai 2.172 penderita pada
tahun 2015, malaria 115 penderita tahun 2015 dan demam berdarah (DBD)
mencapai 269 penderita tahun 2015. Kematian DBD tahun 2015 mencapai 13
penderita. Yang menggebirakan adalah angka kesakitan dan kematian yang
disebabkan oleh penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti
polio, campak, difteri, pertusis, hepatitis B dan tetanus baik pada maternal maupun
neonatal sudah menurun.
Menurut Leman & Tumbelaka, (2010) bahwa Secara klinis tetanus dibagi
menjadi 4 derajat, yaitu derajat I (ringan), derajat II (sedang), derajat III (berat), dan
derajat IV (stadium terminal). Pengobatan infeksi penyakit ini dapat dilaksanakan
dengan pemberian antibiotik, menetralkan toksin, pemberian obat antikonvulsan dan
memberikan perawatan pada luka. Saat ini Indonesia telah memiliki beberapa
pilihan untuk netralisasi toxin tetanus yaitu Anti Tetanus Serum (ATS) yang
dihasilkan oleh plasma kuda (equine) atau Human Tetanus Immunoglobulin (HTIG)
yang berasal dari plasma darah manusia. Penggunaan serum merupakan bentuk
imunisasi pasif yang diberikan dengan cara menginjeksikan antibodi dalam tubuh
sebagai pengobatan atau langkah preventif terhadap infeksi tetanus 8(Murwani,
2015).
Dari penjelasan di atas, dapat dilihat bahwa tetanus masih rentan terhadap swarm.
Terutama di kalangan masyarakat menengah ke bawah. Juga, karena bakteri
penyebab tetanus tidak bisa dihilangkan dari lingkungan. Imunisasi merupakan
salah satu upaya pencegahan penyakit tetanus. Namun, ketika tetanus terjadi di
dalam tubuh, perawatan intensif diperlukan untuk memastikan pemulihan penuh
klien.
8
S Murwani, “Dasar-Dasar Mikrobiologi Veteriner,” 2015,
https://www.google.com/books?hl=id&lr=&id=lEJRDwAAQBAJ&oi=fnd&pg=PA2&dq=(Murwani,+2015).
&ots=vRE2ThaXou&sig=WbAu_HupRFM1wh05M_T7HlzfcoA.
3
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
4
BAB II
PEMBAHASAN
9
Victor Trismanjaya Hulu et al., “Epidemiologi Penyakit Menular: Riwayat, Penularan Dan Pencegahan,”
Paper Knowledge . Toward a Media History of Documents, 2020, 1–170.
5
Tetanus adalah kondisi infeksi akut yang ditandai dengan kejang otot rangka dan
peningkatan kekakuan keseluruhan yang disebabkan oleh eksotoksin yang
dihasilkan oleh Clostridium tetani.10(Laksmi, 2014)
Selama tiga hari pertama, kejang menjadi lebih parah dan berlangsung
selama 5-7 hari.
Frekuensi kejang mulai menurun setelah 10 hari.
Kejang-kejang mulai berhenti setelah 2 minggu.
Biasanya didahului oleh ketegangan otot yang berhubungan dengan
leher, terutama pada rahang.
Kejang otot masseter selanjutnya menyebabkan mulut sulit untuk dibuka
(trismus, lockjaw).
Leher tetap kencang sebab kejang otot (opisthotonus, kaku kuduk)
Risus Sardonicus sebab kejang otot wajah, bibir mengerucut kuat dan tampak
seolah-olah alis ditarik ke atas dan sudut mulut ditarik ke luar dan ke bawah.
10
Ni Komang Saraswita Laksmi, “Penatalaksanaan Tetanus,” Cermin Dunia Kedokteran 41, no. 11
(November 1, 2014): 283–87, http://cdkjournal.com/index.php/CDK/article/view/1073.
6
o Tubuh kaku dengan opisthotonos, kaki dengan Keberadaan, lengan kaku
dengan kepalan tangan, dan kesadaran yang biasanya masih baik adalah
karakteristik umum yang khas.
o Kontraksi otot yang kuat dapat mengakibatkan patah tulang belakang,
hipoksia, sianosis, retensi urin, dan banyak lagi (pada anak-anak).
Kontraksi otot yang persisten diamati di sekitar luka pada kasus tetanus lokal
(agonis, antagonis, dan fiksator). Tetanus lokal ditunjukkan oleh ini. Kontraksi
otot ini biasanya tidak sakit dan berlangsung selama beberapa bulan tanpa
menjadi lebih buruk. Mereka juga biasanya pergi secara bertahap. Tetanus dapat
berkembang dari lokal ke luas, tetapi dalam bentuk yang lemah dan jarang
menyebabkan kematian. Selain itu, tetanus lokal dapat didiagnosis secara
individual atau sebagai varian prodromal dari tetanus klasik. Ini terutama
berlaku setelah profilaksis antitoksin.
2. Cephalic tetanus
Bentuk tetanus yang jarang adalah tetanus cephalic. Otitis media kronis (seperti
yang tercatat di India), luka wajah dan kulit kepala, serta adanya benda asing di
rongga hidung, adalah penyebab utama masa inkubasi, yang berlangsung antara
satu dan dua hari.
3. Generalized Tetanus
Varian ini adalah yang paling populer. sering mengakibatkan konsekuensi yang
tidak terdeteksi, beberapa di antaranya adalah tetanus lokal karena gejalanya
muncul secara bertahap. Gejala yang paling sering dialami pasien (50%) adalah
trismus yang disebabkan oleh kekakuan pada otot masseter dan leher sehingga
mengakibatkan leher tegang dan sulit untuk menelan. Tanda-tanda lain dari
Risus Sardonicus (Sering Sardonic) termasuk opisthotonus, kejang otot wajah,
dan kejang dinding perut (kekakuan otot punggung). Spasme otot laring dan
respiratorik dapat membatasi jalan napas dan mengakibatkan sianosis dan
hipoksia. Fraktur kompresi, retensi urin, disuria, dan perdarahan otot adalah
semua kemungkinan efek samping. Meskipun peningkatan suhu biasanya cukup
kecil, namun dapat mendekati 40 C. Pasien sering meninggal jika panas atau
hipotermia, tekanan darah tidak stabil, atau takikardia ditemukan. Satu-satunya
dasar untuk diagnosis adalah gejala klinis.
7
4. Neotal tetanus
Durasi variabel memiliki rata-rata 8 hari dan berkisar antara 3 hingga 21 hari.
Masa inkubasi meningkat dengan jarak antara sayatan dan SSP. Periode
pengakuan terkait dengan kemungkinan kematian yang lebih tinggi. Setelah 7
hari kelahiran kembali, tanda-tanda tetanus neonatorum biasanya mulai terlihat
pada hari ke 4 sampai 14. 5 Otot rangka menjadi tegang dan kejang saat terkena
toksin tetanus. Kekakuan adalah kontraksi tonik yang tidak disengaja dari otot,
sedangkan spasme adalah kontraksi singkat otot yang dapat diinduksi dengan
meregangkan otot atau dengan stimulus sensorik, oleh karena itu dinamakan
spasme refleks. (Surya, 2016).
8
C. Trias Epidemiologi (Host Agen dan Environment)
11
Victor Trismanjaya Hulu et al., “Epidemiologi Penyakit Menular: Riwayat, Penularan Dan Pencegahan.”
9
Infeksi bakteri Clostridium tetani inilah yang menyebabkan tetanus. Bakteri
Clostridium tetani memiliki bentuk batang lurus dan ramping, berukuran
panjang 2 hingga 5 mikron dan lebar 0,4 hingga 0,5 mikron. Tetanospasmin
adalah eksotoksin yang dihasilkan oleh bakteri ini. Mikroorganisme dapat
ditemukan di tanah, terutama tanah yang telah tercemar oleh kotoran tikus,
babi, kuda, domba, dan sapi, serta kotoran manusia dan hewan lainnya.
Lipase dan lesitinase tidak diproduksi oleh Clostridium tetani. Itu juga tidak
mencerna protein atau memfermentasi sakarosa atau glukosa menjadi gas
H2S. menghasilkan gelatinase dan memiliki uji indol positif.
etanol, fenol, dan formalin hanyalah beberapa bahan kimia yang dapat
ditahan oleh spora Clostridium tetani selain panas. fenol dan senyawa lain
tidak merusak spora, dan mereka dapat bertahan selama 10 sampai 15 menit
pada 249,8°F (121°C) di dalam autoklaf. Jika spora ini menyusup ke luka
seseorang, bersama dengan benda-benda daging atau kuman lain, mereka
dapat bertahan selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Begitu
berada di dalam tubuh pasien, mereka mengeluarkan racun yang disebut
tetanospasmin.
2. Host
Tetanus dapat menyebar antara makhluk hidup, terutama hewan yang
memiliki tulang belakang. Organisme tetanus terutama ditemukan di usus
hewan dan manusia dan saluran tanah.
3. Environment (Lingkungan)
10
hamil. Paparan sinar matahari langsung dan sirkulasi udara bersih yang
cukup di rumah dan sekolah dapat menurunkan risiko penyebaran difteri dan
pertusis. Kebiasaan mencuci tangan sebelum menggunakan peralatan makan
dan minum merupakan hal yang lumrah di kalangan anak-anak. (Najmah,
2016).
1. 12Tahap Propatogenesis
2. Tahap Patogenesis
11
beberapa lokasi di sistem saraf pusat tempat racun beroperasi. Toksin tetanus
memblokir impuls penghambatan dengan mengganggu pelepasan
neurotransmiter, yang menghasilkan tanda-tanda klinis klasik tetanus.
Resistensi terhadap kontraksi otot dan kejang hasil dari ini. 13(Najmah, 2016).
Tetanus yang hanya mempengaruhi tempat cedera dikenal sebagai tetanus lokal
dan terkadang tidak terdiagnosis sampai menyebar luas. Tetanus sefalik, suatu
bentuk tetanus lokal, disebabkan oleh infeksi otitis media atau cedera kepala.
80% kasus tetanus adalah jenis yang paling sering, umum. Jenis tetanus yang
pada umumnya sering bermanifestasi selama 28 hari setelah keluar adalah
tetanus neonatorum. Selain itu, ia memiliki tingkat kematian begitu tinggi lalu
menjadi penyebab 50% dari kematian yang di akibatkan tetanus. Tetanus
neonatus ditularkan melalui infeksi tali pusat, dan janin dilindungi oleh antibodi
ibu (Roper, Vandelaer dan Gasse, 2007).
Tanah, lumpur, atau logam berkarat sering terdapat pada luka yang awalnya
merupakan tempat penyakit menular. Meskipun ada penyebab lain dari tetanus,
seperti pernah terbakar, cakaran dari binatang, sayatan bedah yang terinfeksi
bakteri yang mempengaruhi saluran cerna, dan luka bedah yang terkontaminasi,
luka tusuk adalah alasan paling sering untuk masuk. 20% dari waktu, tidak ada
titik masuk yang tersedia (Bleck, 1986). Satu hingga 60 hari dapat berlalu
selama masa inkubasi, yang merupakan interval antara cedera dan timbulnya
gejala. Setelah ini, kejang pertama terjadi, ada fase onset yang berlangsung
antara satu dan tujuh hari (Vandelaer et al., 2003).
13
Najmah, “EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR.”
12
Rahang dan leher seringkali merupakan tanda pertama yang muncul.
Sedangkan kekakuan itu dapat tahan sampai 4-8 minggu, kejang mendominasi
pada minggu awal sakit dan berlangsung hingga 3 minggu. Jika pasien bertahan
dari efek samping gangguan hemodinamik, Setelah minggu ketiga,
ketidakstabilan otonom sering menurun setelah mencapai puncaknya pada
minggu kedua (Bleck, 1986). Toksin tetanus telah sangat mencemari sistem
saraf pada saat gejala muncul. Sampai penyakit menyebar luas, penyakit
berkembang seperti candad. Fasies tetanus "risus sardonicus" yang terkenal
disebabkan oleh spasme otot wajah, sedangkan awal terlibatnya leher dan kepala
menyebabkan trismus akibat spasme masseter. Kegagalan pernafasan karena
hipoventilasi dapat disebabkan oleh kekakuan dinding perut dan dada, serta oleh
kelumpuhan atau spasme diafragma. Penyumbatan saluran napas akut dapat
terjadi akibat paroksismal laring dan faring.
Transmisi/ Penularan
Luka yang terinfeksi adalah sumber utama penularan (jelas dan tanpa gejala).
Lukanya bisa kecil dan besar. Menurut penelitian medis, ada tiga variasi
penyakit tetanus, yaitu:
13
1. Pada pasien dengan tetanus lokal, otot-otot di daerah anatomi yang sama
dengan cedera terus berkontraksi, jenis penyakit yang langka. Berminggu-
minggu mungkin berlalu antara kontraksi ini dan pelonggaran bertahap yang
akhirnya terjadi. Tetanus yang hanya hadir secara lokal biasanya kurang parah
tetapi dapat terjadi sebelum penyakit menyebar. Hanya 1% kasus yang
menyebabkan kematian.
3. Sekitar 80% dari semua kasus tetanus yang tercatat melibatkan tetanus umum.
Penyakit ini sering bermanifestasi dalam pola menurun. Kejang mulut adalah
gejala pertama dari trismus, dan ini segera diikuti oleh kekakuan leher, masalah
menelan, dan ketegangan otot perut. detak jantung yang cepat, tekanan darah
tinggi, dan suhu tubuh yang tinggi dan berkeringat banyak adalah beberapa
gejala lainnya. Kejang yang sering dengan durasi yang lama mungkin terjadi.
Selama 3-4 minggu, kejang berlanjut. Penyembuhan total mungkin memakan
waktu beberapa bulan.
Awal penularan :
1. Korban
2. Pemancar bakteri
3. Hewan tidak sehat
4. Benda/Tumbuh-tumbuhan
Sistem penularan :
14
2. Lewat angin
3. Lewat minuman/makanan
4. Lewat vector
Kondisi Pejamu :
1. Kulit/mukosa
2. Saluran pencernaan
3. Saluran pernafasan
4. Saluran urogenitalia
5. Luka, suntikan, dan gigitan. 14(Darmawan,2016).
E. Masa Inkubasi
14
M.Epid dr. Armaidi Darmawan, “EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR DAN PENYAKIT TIDAK
MENULAR,” JAMBI MEDICAL JOURNAL “Jurnal Kedokteran Dan Kesehatan” 4, no. 2 (2016),
https://doi.org/10.22437/JMJ.V4I2.3593.
15
Kemudian timbul kesukaran membuka mulut ( trismus, lockjaw ) karena spasme
otot masetter.
a. Kejang otot berlanjut ke kaku kuduk ( opistotonus , nuchal rigidity )
b. Sardonicus Risus Karena kejang otot wajah, bibir mengerucut kuat dan
tampak seolah-olah alis ditarik ke atas dan sudut mulut ditarik ke luar dan
ke bawah.
c. Secara umum, tubuh kaku dengan opisthotonos
d. keberadaan dengan kaku, lengan terkepal dan kesadaran umumnya sehat.
e. Kontraksi otot yang kuat dapat mengakibatkan patah tulang belakang,
hipoksia, sianosis, retensi urin, dan banyak lagi (pada anak-anak).
15
Karena tetanus membutuhkan waktu hingga 21 hari untuk berkembang
sepenuhnya setelah kuman tetanus masuk ke dalam tubuh, maka tidak dapat
langsung diidentifikasi. Gejala awal mulai muncul selama masa inkubasi ini.
Gejala tetanus dapat dikategorikan menjadi tiga stadium, yaitu:
1. Tahap awal
Tanda-tanda awal penyakit ini termasuk sakit punggung dan
ketidaknyamanan umum. Ada ketegangan otot pada hari berikutnya.
Selain itu, beberapa pasien mengalami kesulitan menelan. Selama infeksi
tetanus masih aktif, masalah pasien tetap ada.
2. Tahap kedua
kejang terus menyertai gejala awal, bersama dengan nyeri otot
pengunyahan (Trismus). Sedikit rahang mati rasa yang bertambah parah
hingga gigi terkatup rapat dan mulut tidak bisa dibuka sama sekali
merupakan salah satu gejala tahap kedua ini. Karena ketegangan otot-
otot di sudut mulut, kekakuan ini dapat berpindah ke otot-otot wajah,
membuat wajah pasien seringai (Risus Sardonisus). Selain itu, otot perut
menegang tanpa sakit. Kepala pasien pada akhirnya akan terseret ke
belakang saat kekakuannya memburuk (Ophistotonus). Dalam waktu 48
jam setelah kerusakan, skenario ini mungkin muncul.
Tanda-tanda lain yang sering muncul pada tahap ini antara lain pasien
menjadi lambat dan sulit bergerak, termasuk bernapas dan menelan
makanan. Pasien mengeluh nyeri dada, perubahan suara akibat
menggertakkan gigi atau berbicara melalui mulut, dan pergerakan langit-
langit mulut yang terbatas.
15
Victor Trismanjaya Hulu et al., “Epidemiologi Penyakit Menular: Riwayat, Penularan Dan Pencegahan.”
16
3. Tahap terakhir
Kejang refleks terjadi karena rangsangan sel saraf otot meningkat. Ini
biasanya terjadi beberapa jam setelah kekakuan otot pertama kali
muncul. Kejang otot ini dapat terjadi dengan sendirinya, tanpa
rangsangan dari luar, atau dapat disebabkan oleh hal-hal seperti cahaya,
sentuhan, suara, dan rangsangan eksternal lainnya. Kejang ini dimulai
sebagai episode singkat tetapi akhirnya menjadi lebih sering dan
berlangsung lebih lama. Tetanus dapat menyebabkan sembelit dan
kesulitan buang air kecil selain meradang otot jantung (mikarditis).
Lidah mungkin terluka, dan kejang otot yang parah berpotensi
menyebabkan patah tulang belakang. Selain itu, pernapasan dapat
berhenti akibat kejang otot, yang membahayakan nyawa orang tersebut.
Karena kemacetan jalan napas yang disebabkan oleh kolaps jalan napas,
pasien tidak dapat menelan dan memiliki refleks batuk yang tidak
memadai.
4. Periode infeksi dan masa laten
Tidak ada yang bisa tertular tetanus dari orang lain. Vaksin DTP
(difteri, tetanus, dan pertusis) melindungi terhadap tetanus, penyakit
menular tetapi tidak menular. Bakteri Clostridium tetani dapat masuk ke
dalam tubuh melalui berbagai ukuran luka. Otitis media, infeksi mulut,
gigitan hewan, keguguran, dan bayi yang tidak steril semuanya dapat
menyebabkan tetanus.
Penyakit ini kurang memiliki fase menular karena tidak dapat ditularkan
dari satu orang ke orang lain. Tetanus merupakan penyakit tidak menular
yang dapat dicegah dengan imunisasi.
16
“Epidemiologi Penyakit Menular: Riwayat, Penularan Dan Pencegahan - Google Books.”
17
Pendekatan terbesar untuk menghindari tetanus adalah melalui vaksinasi.
Serangkaian 5 dosis vaksinasi difteri dan tetanus yang biasa harus diberikan
kepada semua anak pada usia yang sudah ditentukan usianya, menurut Komite
Penasihat Praktik Imunisasi (ACIP). Antara usia 11 dan 12 (atau setidaknya 5
tahun setelah dosis terakhir), Dosis boosting untuk difteri dan tetanus harus
diberikan, dan kemudian setiap 10 tahun setelah itu. Td hanya boleh diberikan
kepada mereka yang berusia minimal tujuh tahun.sedangkan DTaP dan DT
harus digunakan pada pasien di bawah usia tujuh tahun. Regimen vaksinasi Td
mencakup tiga dosis untuk mereka yang mulai pada usia tujuh tahun atau lebih.
Biasanya, dosis ketiga diberikan enam bulan setelah dosis kedua. yang biasanya
diberikan dua sampai tiga bulan setelah dosis pertama. Menggabungkan
vaksinasi pertusis yang disetujui untuk orang dewasa dan remaja dengan toksoid
difteri dan tetanus dalam formulasi aselular. Tdap belum diberikan jadwal yang
direkomendasikan, tetapi harus diberikan dalam keadaan yang benar.
Telah terjadi peningkatan cakupan vaksinasi DTP3 dari waktu ke waktu. Kasus
tetanus, atau tetanus neonatus, lebih jarang terjadi ketika tingkat imunisasi DTP3
dan TT2 lebih tinggi.
Program Imunisasi:
1. Anak-anak dan bayi normal
Waktu terbaik untuk memulai imunisasi adalah dalam beberapa bulan
pertama kehidupan, dan empat suntikan DTaP diperlukan pada dua bulan,
empat bulan, enam bulan, dan antara 15 dan 18 bulan. Antara usia 4 dan 6,
18
dosis pertama diberikan. Sepuluh tahun setelah dosis awal, injeksi Td, yang
mengandung dosis toksoid tetanus yang sama dengan DTP ditambah dosis
toksoid difteri yang lebih rendah, harus diberikan (umur empat belas sampai
enam belas tahun). dan kemudian diulang setiap sepuluh tahun selama sisa
hidup pasien. jika DTP maupun Td tidak menyebabkan efek yang nyata.
2. Anak-anak di atas tujuh bulan yang belum segera memulai imunisasi dan
bayi yang sehat
DTP sebaiknya diserahkan pada janji awal serta dua lalu empat bulan
setelah injeksi pertama. Enam sampai dua belas bulan setelah injeksi awal,
dosis keempat harus diberikan. Dosis pertama diberikan antara usia empat
dan enam tahun. Setelah injeksi Td asli, sepuluh tahun kemudian, suntikan
Td lebih banyak diperlukan (14-16 tahun). Dosis prasekolah kurang
dibutuhkan jikalau dosis DTP keempat diserahkan sehabis anak berusia
empat tahun.
3. Anak-anak yang Berusia Tujuh Tahun ke Atas tetapi Belum Menerima
Vaksinasi
Pada kunjungan awal, 4-8 minggu setelah bulan pertama Td, dan 6-12
minggu setelah Td kedua, suntikan harus diberikan. Jika tidak ada reaksi
terhadap Td, injeksi harus diulang setiap 10 tahun selama sisa hidup pasien.
4. Ibu sedang mengandung dan tidak diimunisasi
Imunisasi aktif ibu hamil dapat menghindari tetanus neonatorum.
Sebelum melahirkan, ibu hamil yang tidak divaksinasi harus menerima 2
dosis Td, Diberikan pada interval dua bulan, idealnya dalam dua trimester
terakhir. Toksoid tetanus dan difteri sebelumnya terbukti bersifat
teratogenik. Untuk melengkapi imunisasi aktif, ibu harus mendapatkan dosis
Td ketiga 6 bulan setelah dosis kedua setelah melahirkan. Jika tidak ada
reaksi Td yang kuat, suntikan Td harus diberikan lagi setiap 10 tahun selama
sisa hidup pasien. Bayi baru lahir harus mendapatkan 250 unit TIG manusia
jika mereka dilindungi oleh ibu yang tidak divaksinasi yang tidak menerima
perawatan kebidanan. telah divaksinasi tinggi dengan toksoid tetanus.
5. Anak-anak di bawah usia tujuh bulan yang tidak boleh menerima vaksin
pertusis
Lebih baik menggunakan TIG, larutan preDT gamma globulin (untuk
penggunaan pediatrik), daripada DTaP. Empat dosis vaksin DT diberikan
kepada bayi di bawah satu tahun. Dosis keempat diberikan enam hingga dua
belas bulan setelah tiga perawatan pertama, yang diberi jarak empat hingga
delapan minggu. Setelah dimulainya DTaP pada awal tahun kehidupan, Jika
menerima sisa dosis vaksinasi pertusis dianggap kontraindikasi, DT harus
19
diganti dengan DTaP. terputus dari pembuluh darah seorang anak kecil yang
mengalami gangguan sistem saaf.
Hanya anak-anak yang telah mencapai usia satu tahun yang diberikan
vaksin DTaP atau DT. Bayi dengan Kondisi Neurologis Sementara Terkait
vaksin DtaP. Meskipun penyebab dan efeknya tidak diketahui, Vaksin
pertusis tidak boleh diberikan kepada bayi atau anak yang mengalami
kejang.
6. Angka imunisasi pada anak dengan gangguan saraf tidak 100%.
Setelah bayi menerima tiga dosis pertama dari seri DTaP dan sampai
diketahui apakah kejang atau masalah lain dimulai sebelum ulang tahun
pertama mereka, dosis tambahan DTaP atau DT diindikasikan.
7. Orang muda dengan gangguan neurologis yang stabil Anak-anak dan bayi
baru lahir dengan gangguan neurologis yang stabil, termasuk kejang
terkontrol, memenuhi syarat untuk imunisasi. Meskipun bayi maupun anak
kecil yang mengalami kejang tunggal terkait dengan DTaP harus dievaluasi,
menerima vaksin penyakit tidak selalu diperlukan, terutama jika kejang
dapat dijelaskan dengan memuaskan. Saat memberikan DTaP kepada anak-
anak ini, antikonvulsan profilaksis harus diperhitungkan.
8. Gangguan Neurologis Terselesaikan pada Anak
Bayi saat kondisi neurologis tertentu yang telah terbukti membaik atau
mereda, seperti tetani neona-hipokalsemia atau hidrosefalus, disarankan
untuk mendapatkan vaksin DTaP (dengan penempatan shunt dan tanpa
kejang).
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tetanus adalah suatu toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang
dihasilkan oleh Clostridium tetani ditandai dengan spasme otot yang periodik dan
berat. Tetanus biasanya akut dan menimbulkan paralitik spastik yang disebabkan
tetanospasmin yang merupakan neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium
tetani. Ciri utama dari tetanus adalah kekakuan otot (spasme), tanpa disertai
gangguan kesadaran.
Seorang penderita yang terkena tetanus tidak imun terhadap serangan berikutnya,
artinya dia mempunyai kesempatan yang sama untuk terkena tetanus bila terjadi
luka sama seperti orang lainnya yang tidak pernah di imunisasi. Pencegahan
terhadap tetanus dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif, berupa DPT
atau DT, yang diberikan sejak anak berusia 2 bulan.
B. Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
Darmawan, A., & Epid, M. (2016). Epidemiologi penyakit menular dan penyakit
tidak menular. JAMBI MEDICAL JOURNAL" Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan", 4(2).
Hulu, V. T., Salman, S., Supinganto, A., Amalia, L., Khariri, K., Sianturi, E., ...
& Syamdarniati, S. (2020). Epidemiologi Penyakit Menular: Riwayat,
Penularan dan Pencegahan. Yayasan Kita Menulis.
22
Roper, M. H., Vandelaer, J. H., & Gasse, F. L. (2007). Maternal and neonatal
tetanus. The Lancet, 370(9603), 1947-1959.
Tu Bagus Adnan Angga Prawira, Ni Putu Witari, and Kumara Tini, “Faktor–
Faktor Yang Berhubungan Dengan Luaran Klinis Pasien Tetanus Di
RSUP Sanglah Pada Bulan Januari 2018–Oktober 2019,” Intisari Sains
Medis 11, no. 3 (2020): 948–54, https://doi.org/10.15562/ism.v11i3.697.
Yani, W. F., & Munawaroh, M. (2020). Sikap Ibu, Dukungan Suami dan Peran
Tenaga Kesehatan Berhubungan Dengan Pelaksanaan Imunisasi TT Ibu
Hamil. Jurnal Ilmiah Kebidanan Indonesia, 10(02), 34-41.
Wine Frindi Yani and Madinah Munawaroh, “Sikap Ibu, Dukungan Suami Dan
Peran Tenaga Kesehatan Berhubungan Dengan Pelaksanaan Imunisasi
TT Ibu Hamil,” Jurnal Ilmiah Kebidanan Indonesia 10, no. 02 (2020):
34–41, https://doi.org/10.33221/jiki.v10i02.496
23
Lampiran :
24
25
26
27
28