Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

TETANUS

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal Bedah II

Dosen Pengampu : Sugiyarto, SST., Ners., M.Kes

Disusun Oleh :

1. Dian Kurnia Maharani (P27220021064)

2. Sonya Adji Maulana (P27220021094)

3. Valentya Nadya Aulia P (P27220021095)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA

2023/2024

i
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah................................................................................................................2

1.3 Tujuan...................................................................................................................................2

1.4 Manfaat penulisan................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3

2.1 Pengertian.............................................................................................................................3

2.2 Etiologi.................................................................................................................................3

2.3 Manifestasi Klinis................................................................................................................3

2.4 Klasifikasi.............................................................................................................................4

2.5 Patofisiologi..........................................................................................................................5

2.6 Pathway................................................................................................................................6

2.7 Komplikasi...........................................................................................................................6

2.8 Penatalaksanaan....................................................................................................................6

2.9 Pemeriksaan penunjang........................................................................................................8

3.0 Pemenuhan Kebutuhan.........................................................................................................8

3.1 Konsep Asuhan Keperawatan............................................................................................10

BAB III PENUTUP................................................................................................................18

3.2 Kesimpulan.........................................................................................................................18

3.3 Saran...................................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tetanus berasal dari kata Yunani “tetanus” yang artinya “berkontraksi”, adalah suatu
toksemia akut yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh clostridium tetani.
Akibat toksin yang dihasilkan Clostiridium Tetani mengakibatkan nyeri biasanya pada rahang
bawah dan leher. Tetanus merupakan hal yang dapat dicegah. Tetanus lebih umum
didapatkan pada masyarakat dengan pemasukan ekonomi rendah, terutama negara
berkembang, tapi tidak menutup kemungkinan tetanus ada di negara maju. (Lam & Louise,
2019). Sampai saat ini tetanus masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara
berkembang karena akses program imunisasi yang buruk. WHO mengatakan pada tahun
2015, terdapat 10301 kasus tetanus termasuk 3551 kasus neonatal yang dilaporkan melalui
WHO/Unicef. Laporan tersebut juga masih belum bisa menjelaskan angka kejadian
sebenarnya dikarenakan banyaknya insiden yang tidak dilaporkan (WHO,2017). Kelompok
masyarakat yang tidak mendapatkan vaksinasi, usia lebih dari 65 tahun, penderita diabetes
merupakan masyrakat yang memiliki faktor risiko tinggi terhadap tetanus. Kurangnya
pengetahuan masyarakat terhadap resiko infeksi tetanus yang disebabkan oleh luka juga
menjadi salah satu faktor risiko masih maraknya terjadi tetanus (Alifil et,al. 2015).

Tetanus yang terjadi pada non neonatal paling banyak didapatkan dikarenakan
pekerjaan terutama pekerjaan yang memiliki potensial bahaya tinggi seperti pekerja
agrikultural, pekerja industry, dan pekerja kesehatan, pekerja konstruksi dan pekerja besi.
Dapat juga didapatkan pada luka-luka yang tidak ditangani dengan benar. Luka yang
dimaksud seperti luka akibat terpotong gelas ataupun luka tersayat metal (Mahadev, et al.
2020).

Tetanus neonatal terjadi pada bayi berusia kurang dari 28 hari. Gejala akan muncul
biasanya pada hari ke 4-14 setelah lahir, rata-rata 7 hari setelah kelahiran. Penyebabnya
adalah pemotongan tali pusar bayi saat lahir menggunakan alat yang tidak steril. Kasus
tetanus neonatal banyak terjadi pada negara berkembang yang masyaraktnya masih banyak
menggunakan layanan kesehatan rendah untuk persalinannya (Selvy, 2017). Indonesia
sebagai negara berkembang masih menjadi salah satu negara yang kasus tetanus neonatal nya
banyak. Pada tahun 1979 Indonesia malukan upaya untuk mencapai target Eliminasi Tetanus
Maternal dan Neonatal dimulai dengan pemberian vaksin tetanus toxoid kepada ibu hamil,

1
calon pengantin dan bayi (Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. 2012).

2
1.1. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan, maka rumusan masalah sebagai
acuan makalah ini antara lain :
1. Apakah definisi dari Tetanus?
2. Bagaimanakah etiologi dari Tetanus?
3. Apa saja manifestasi klinis Tetanus?
4. Apa saja klasifikasi Tetanus?
5. Bagaimana patofisiologi Tetanus?
6. Apa saja komplokasi Tetanus?
7. Apa saja macam-macam penatalaksanaan Tetanus?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang Tetanus?
1.2. Tujuan
Setelah mengetahui rumusan masalah, berikut adalah tujuan dari penulisan makalah
diantaranya :
1. Untuk memahami pengertian dari Tetanus
2. Untuk memahami etiologi dari Tetanus
3. Untuk memahami manifestasi klinis Tetanus
4. Untuk mengetahui klasifikasi Tetanus
5. Untuk mengetahui patofisiologi Tetanus
6. Untuk mengetahui komplikasi Tetanus
7. Untuk memahami penatalaksanaan Tetanus
8. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Tetanus

1.3. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan makalah ini diharapkan mahasiswa mampu memahami dan
mengetahui mengenai Asuhan Keperawatan Tetanus yang mencakup pengertian, etiologi,
patofisiologi, pathway, manifestasi klinik, penatalaksanaan, dan pemeriksaan penunjang.

3
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian

Penyakit ini disebabkan oleh toksin yang diproduksi bakteri basil anaerob gram
positif, Clostridium tetani yang dapat dicegah dengan pemberian vaksinasi. C.tetani
terdapat di lingkungan bebas, debu, benda berkarat,ataupun peralatan operasi yang tidak
steril.

Clostridia adalah genera heterogen dari bakteri anaerob saprofitik. Merupakan bakteri
gram positif pembentuk spora yang terdiri dari 209 spesies dan 5 subspesies. Terdapat
spesies clostridia yang bersifat patogen seperti Clostridium batolinum, Clostridium
difficile, Clostridium perfringens, dan Clostridium tetani. Spesies yang bersifat patogen
ini menghasilkan satu atau lebih eksotoksin yang membuat inangnya sakit dan dapat
menyebabkan kematian (Jonathan, et.al 2017). Clostridium tetani menghasilkan toksin
tetanus yang mengakibatkan kekakuan otot dan spasme. Pada Bakteri dewasa dihasilkan
dua eksotoksin yaitu tetanolysin dan tetanospasmin. Tetanospasmin inilah yang
merupakantoksin neuro dan menyebabkan timbulnya gejala pada pasien dengantetanus.
Infeksi oleh bakteri ini masuk lewat luka yang terkontaminasi, dimana luka tersebut
menjadi hipaerob sampai anaerob disertai terdapatnya jaringan nekrotis dimana spora
akan berubah menjadi vegetative dan berkembang (Bjernar, 2013).

2.2 Etiologi
Bakteri ini berspora, dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada
manusia dan juga pada tanah yang terkontaminasi dengan tinja binatang tersebut. Spora
ini bisa tahan beberapa bulan bahkan beberapa tahun. Jika spora menginfeksi luka
seseorang, bersamaan dengan daging atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh penderita
tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang bernama tetanospasmin yang berlangsung selama
berbulan- bulan atau berthaun-tahun. Tali pusat saat lahir yang disebut tetanus neonatal
(Siregar, 2019).

2.3 Manifestasi Klinis

Masa inkubasi tetanus adalah 3 sampai 21 hari (rata-rata 7 hari). Gejala muncul pada
80-90% pasien 1-2 minggu setelah infeksi. 3 Periode dari timbulnya gejala pertama
sampai timbulnya serangan pertama disebut fase onset. Onset dan masa inkubasi sangat

4
mempengaruhi prognosis. Semakin pendek (kurang dari 48 jam onset dan kurang dari 7
hari

5
inkubasi), semakin parah penyakitnya. trias karakteristik pada tetanus memiliki gambaran
klinis seperti kekakuan otot, spasme otot, dan instabilitas otonom. Gejala awal adalah
kekakuan otot, awalnya mempengaruhi kelompok otot dengan jalur saraf pendek. Inilah
sebabnya mengapa lebih dari 90% dari penerimaan rumah sakit adalah trismus (buka
mulut 1 jari), leher kaku dan sakit punggung. Keterlibatan otot wajah dan faring
menyebabkan ciri khas laserasi sinis, sakit tenggorokan, dan disfagia. Peningkatan tonus
otot di batang tubuh menyebabkan Apistotonus. Kelompok otot yang berdekatan dengan
tempat infeksi sering terlibat, menghasilkan penampilan yang asimetris (Komang &
Laksmi, 2018).

2.4 Klasifikasi

Menurut (Siregar, 2019) tetanus diklasifikasikan menjadi 4 :

A. Tetanus lokal

Pada tetanus lokal, kontraksi otot berkelanjutan di area luka dicatat


(agonis, antagonis, fixer). Ini adalah gejala tetanus lokal. Kontraksi otot ini
biasanya ringan, berlangsung selama berbulan-bulan tanpa perkembangan, dan
biasanya menghilang. Tetanus lokal ini dapat berkembang menjadi tetanus
umum, bentuk ringan yang jarang berakibat fatal. Tetanus lokal juga dapat
dianggap sebagai prekursor tetanus klasik, atau dipertimbangkan secara
terpisah. Ini terutama benar setelah profilaksis antitoksin.

B. Cephalic tetanus

Tetanus kepala adalah bentuk tetanus yang langka. Masa inkubasi


berkisar antara 1 sampai 2 hari yang disebabkan oleh otitis media kronis
(seperti yang dilaporkan di India), luka pada wajah dan kepala, termasuk
adanya benda asing di rongga hidung.

C. Generalized Tetanus

Gejala ini sering menyebabkan komplikasi yang tidak diketahui, dan


beberapa gejala tetanus fokal berkembang secara diam-diam. Trismus adalah
gejala yang paling sering muncul (50%) dan disebabkan oleh otot masseter
yang tegang bersama dengan otot leher yang kaku, menyebabkan leher kaku
dan kesulitan menelan. Gejala lain termasuk kejang otot wajah, kekakuan otot
punggung, dan kejang dinding perut. Spasme otot laring dan pernapasan dapat

6
menyebabkan obstruksi jalan napas, sianosis, dan asfiksia. Disuria dan retensi
urin dapat terjadi, dan fraktur kompresi dan perdarahan otot dapat terjadi.
Kenaikan suhu biasanya kecil, tetapi masih bisa mencapai 40 °C. Tekanan
darah menjadi tidak stabil jika hipertermia atau hipotermia terdeteksi, dan
pasien paling sering meninggal jika takikardia terdeteksi. Diagnosis hanya
berdasarkan manifestasi klinis.

D. Neonatal tetanus

Biasanya disebabkan oleh infeksi tetanus yang masuk melalui tali pusat
saat lahir. Spora yang masuk disebabkan oleh kebidanan yang tidak steril, baik
melalui penggunaan peralatan yang terkontaminasi spora Clostridium tetani
maupun melalui penggunaan obat tali pusat yang terkontaminasi. Kebidanan
yang tidak steril dan praktik penggunaan obat tradisional merupakan faktor
utama terjadinya KLB tetanus neonatorum.

2.5 Patofisiologi

Tetanus disebabkan oleh eksotoksin Clostridium tetani, bakteri anaerob


obligat. Bakteri ini ada di mana-mana dan spora mereka sangat kuat sehingga mereka
dapat bertahan hidup untuk waktu yang lama di berbagai lingkungan yang ekstrim.
Basil tetanus telah diisolasi dari tanah, debu jalan, dan kotoran manusia dan hewan.
Bakteri biasanya masuk ke dalam tubuh setelah terkontaminasi melalui goresan pada
kulit, luka tusukan kecil, atau potongan ujung tali pusat bayi baru lahir. Dalam 20%
kasus, titik masuk tidak ditemukan. Bakteri juga bisa masuk setelah kulit borok,
abses, gangren, luka bakar, infeksi gigi, tindik telinga, suntikan, atau setelah operasi
perut/panggul, melahirkan, dan aborsi. Ketika organisme berada dalam lingkungan
anaerobik yang cocok untuk pertumbuhan spora, ia bereplikasi dan menghasilkan
racun tetanospasmin dan tetanorisin. Tetanospasmin adalah neurotoksin kuat yang
bertanggung jawab atas manifestasi klinis tetanus, sedangkan tetanorisin memiliki
sedikit kemanjuran klinis. (Komang & Laksmi, 2018).

7
2.6 Pathway

2.7 Komplikasi

Komplikasi tetanus yang umum: laringospasme, kekakuan otot kontraktil, atau


akumulasi sekresi dalam bentuk pneumonia atau atelektasis, dan kompresi patah tulang
belakang atau laserasi lidah dari serangan. Rhabdomyolysis dan gagal ginjal juga dapat
terjadi (Siregar, 2019).

2.8 Penatalaksanaan
A. Keperawatan

1. Mengeliminasi sumber toksin, menetralkan toksin yang tidak berikatan,

8
2. Mencegah kejang,

3. Merawat luka dan membersihkan luka sebaik-baiknya,

4. Diet cukup kalori dan protein, mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit,

5. Memberi dukungan terutama pada saluran nafas sampai penderita membaik.

B. Medis

Jenis jenis obatan yang dapat digunakan untuk penanganan tetanus (Siregar, 2019)

a. Antibiotika

Penisilin parenteral 1,2 juta unit/hari selama 10 hari, IM. Tetanus dapat
diberikan pada anak-anak, tetapi penisilin dosis 50.000 unit/kg/12 jam dapat diberikan
selama 7 sampai 10 hari. Hipersensitivitas penisilin dapat diganti dengan preparat lain
seperti tetrasiklin dengan dosis 30-40 mg/kg BB/24 jam, tetapi dosisnya tidak
melebihi 2 gram dan diberikan dalam dosis terbagi (4 dosis). Jika memungkinkan,
penisilin intravena dapat digunakan dengan dosis 200.000 unit/kg/24 jam dibagi
menjadi 6 dosis selama 10 hari. Antibiotik ini hanya ditujukan untuk membunuh
trofozoit C. tetani, bukan toksin yang dihasilkan C. tetani. Antibiotik spektrum luas
dapat diberikan jika komplikasi dikonfirmasi.

b. Antitoksin

Antitoksin dapat digunakan Human tetanus immunoglobulin (TIG) dapat


digunakan pada dosis 3000-6000 U. IM tidak boleh diberikan secara intravena karena
TIG mengandung "agregat globulin anti-pelengkap" yang dapat menyebabkan reaksi
alergi yang parah. Jika TIG tidak tersedia, kami merekomendasikan penggunaan
antitoksin tetanus yang berasal dari hewan dengan dosis 40.000 U. Adapun cara
pemberian, 20.000 unit antitoksin dilarutkan dalam 200 ml salin fisiologis dan
diberikan secara intravena, dan pemberian selesai dalam 30 sampai 45 menit.
Setengah lainnya (20.000U) diberikan di luar ruangan.

c. Tetanus Toksoid

Dosis pertama tetanus toksoid (TT) diberikan bersamaan dengan dosis


antitoksin, tetapi di sisi lain dengan jarum suntik dengan cara IM. TT harus
dilanjutkan sampai vaksinasi tetanus pertama selesai.

9
2.9 Pemeriksaan penunjang

a. EKG: interval CT memanjang karena segment ST. Bentuk takikardi


ventrikuler (Torsaderde pointters)
b. Pada tetanus kadar serum 5-6 mg/al atau 1,2-1,5 mmol/L atau lebih rendah
kadar fosfat dalam serum meningkat.
c. Sinar X tulang tampak peningkatan denitas foto Rontgen pada jaringan
subkutan atau basas ganglia otak menunjukkan klasifikasi.
d. Pemeriksaan laboratorium berupa leukositosis, pemeriksaan elektromedik dan
MSCT kepala dengan kontras.
e. Tes spatula, tes sederhana dengan oropharynx swab menggunakan spatula. Tes
ini menimbulkan gag reflex, pasien berusaha menggigit spatula. Pada pasien
tetanus terjadi refleks spasme otot-otot masseter dan menggigit spatula.

3.0 Pemenuhan Kebutuhan

TERAPI LATIHAN KEKUATAN OTOT (ROM)

Tujuan

(1) Memperbaiki tonus otot


(2) Meningkatkan mobilisasi sendi
(3) Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
(4) Meningkatkan massa otot
(5) Mencegah kontraktur

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat melakukan latihan kekuatan otot antara lain:

1) Posisikan Pasien sedemikian rupa sehingga otot mudah berkontraksi sesuai dengan

kekuatannya. Posisi yang dipilih harus memungkinkan kontraksi otot dan gerakan

mudah diobservasi.

2) Bagian tubuh yang akan diperiksa harus terbebas dari pakaian yang menghambat

3) Usahakan pasien dapat berkonsentrasi saat diakukan pengukuran

4) Berikan penjelasan dan contoh gerakan yang harus dilakukan

1
5) Bagian otot yang akan diukur ditempatkan pada posisi antigravitasi. Jika otot

terlalu lemah, tempatkan pasien pada posisi terlentang.

6) Bagian proksimal area yang akan diukur harus dalam keadaan stabil untuk

menghindari kompensasi dari otot yang lain selama pengukuran.

7) Selama terjadi kontraksi gerakan yang terjadi diobservasi baik palpasi pada tendon

atau otot.

8) Tahanan diperlukan untuk melawan otot selama pengukuran

9) Lakukan secara hati-hati, bertahap dan tidak tiba-tiba

10) Catat hasil pengukuran pada lembar observasi

SOP :

1. Perawat mendemonstrasikan cara latihan Kekuatan Otot (ROM)

2. Gerakan sendi dimulai dari :

a) Leher

 Fleksi 45⁰ gerakan dagu menempel ke dada

 Ekstensi 45⁰ kembali ke posisi tegak (kepala tegak)

 Hiperekstensi 10⁰ menggerakkan kepala kearah belakang

 Rotasi 180⁰ memutar kepala sebanyak 4 kali putaran

 Fleksi lateral kanan 40-45⁰ dan fleksi lateral kiri 40-45⁰ memiringkan kepala menuju

kedua bahu kiri dan kanan

b) Bahu

1
 Fleksi 180⁰ menaikkan lengan ke atas sejajar dengan kepala
 Ekstensi 180⁰ mengembalikan lengan ke posisi semula
 Hiperekstensi 45-60⁰ menggerakkan lengan kebelakang
 Abduksi 180⁰ lengan dalam keadaan lurus sejajar bahu lalu gerakkan kearah kepala
 Adduksi 360⁰ lengan kembali ke posisi tubuh
 Rotasi internal 90⁰ tangan lurus sejajar bahu lalu gerakkan dari bagian siku kearah
kepala secara berulang
 Rotasi eksternal 90⁰ dan kearah bawah secara berulang

(Ananda 2017).

3.1 Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
a) Biodata
1. Identitas pasien
2. Identitas penanggungjawab
b) Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama berisi keluhan yang dirasakan pasien pada saat itu
2. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit yang ada pada pasien saat ini
3. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit yang sebelumnya pernah ada pada pasien
4. Riwayat Kesehatan keluarga

1
Adakah Riwayat penyakit keluarga atau penyakit turun temurun dari
keluarganya
5. Pola aktivitas
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4
Makan/Minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Aktivitas di tempat tidur
Berpindah
Keterangan :
0 = mandiri
1 = dengan alat bantu 3 = dibantu orang lain dan alat bantu
2 = dibantu orang lain 4 = tergantung total
6. Pola eliminasi
- BAB : frekuensi, warna, bau, konsistensi
- BAK : frekuensi dan jumlah
7. Pola Istirahat dan Tidur
Berapa jumlah tidur dalam sehari dan adakah penggunaan obat tidur
B. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada asuhan keperawatan biasanya berisi hasil
pemeriksaan seperti hasil dari laboratorium atau yang lainnya, dan juga dapat diisi
dengan apa saja terapi obat yang diberikan
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
- Kesadaran
- Tanda-tanda vital
a) Tekanan darah
b) Suhu
c) Respirasi
d) Nadi
- Pemeriksaan fisik head to toe
a) Rambut

1
Inspeksi : lihat rambut merata/tidak, bersih/bercabang, halus/kasar
Palpasi : mudah rontok atau tidak
b) Kepala
Inspeksi: lihat kesimetrisan, biasanya klien mengeluh sakit kepala
Palpasi : periksa adanya benjolan atau nyeri
c) Mata
Inspeksi : biasanya konjungtiva dan sclera berwarna normal, lihat reflek
kedip baik atau tidak, terdapat radang atau tidak dan pupil isokor
d) Telinga
Inspeksi : adanya kotoran atau cairan dan bagaimana bentuk tulang
rawannya
Palpasi : adanya respon nyeri pada daun telinga
e) Hidung
Inspeksi: biasanya terdapat pernapasan cuping hidung, terdapat secret
berlebih dan terpasang 02.
Palpasi : adanya nyeri tekan dan benjolan
f) Mulut
Pucat sianosis, membran mukosa kering, bibir kering dan pucat
g) Thorax
Inspeksi : biasanya dada simetris
Auskultasi : adanya stridor atau wheezing menunjukkan tanda bahaya
h) Abdomen
Inspeksi : lihat kesimetrisan dan adanya pembesaran abdomen
Palpasi : adanya nyeri tekan dan abdomen
i) Ekstremitas
Inspeksi : adanya oedem, tanda sianosis dan sulit bergerak Palpasi :
adanya nyeri tekan dan benjolan
Perkusi : periksa reflek patelki dengan reflek humme
D. Data Fokus
1. Data subyektif dan data obyektif
2. Analisa data

E. Diagnosa Keperawatan

1
Masalah keperawatan atau Diagnosa Keperawatan merupakan suatu penilaian
klinis mengenai respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung actual maupun potensia. Diagnosa keperawatan
bertujuan mengidentifikasi respon individu, keluarga, dan komunitas terhadap situasi
yang berakitan dengan kesehatan,. Diagnosa keperawatan yang muncul pada kasus
tetanus adalah sebagai berikut :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d adanya sekret (D. 0001)
b. Risiko cedera b.d adanya kejang (D. 0136)
c. Risiko defidit nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan (D.0032)

F. Intervensi Keperawatan

No. DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


1. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan Latihan batuk efektif
tidak efektif b.d intervensi keperawatan (L.01006)
adanya sekret (D. selama.....jam maka Observasi :
0001) bersihan jalan napas -Identifikasi kemampuan
meningkat dengan kriteria batuk
hasil: -Monitor tanda dan gejala
infeksi saluran napas
-Produksi sputum menurun
-Mengi menurun Teraupetik:
-Whezing menurun -Atur posisi semi fowler atau
-Batuk efektif meningkat fowler
-Pasang perlak dan bengkok
di pangkuan pasien
-Buang sekret pada tempat
sputum

Edukasi :
-Jelaskan tujuan dan prosedur
batuk efektis
-Anjurkan mengulangi tarik
napas dalam hingga 3 kali

1
Kolaborasi :
-Kolaborasi pemberian
mukolitik atau ekspektoran,
jika perlu
2. Risiko cedera b.d Setelah dilakukan Pencegahan cedera (I.14537)
adanya kejang (D. intervensi keperawatan Observasi :
0136) selama ..... jam, maka -Identifikasi area lingkungan
tingkat cedera menurun yang berpotensi
dengan kriteria hasil : menyebabkan cedera
-Toleransi aktivitas -Identifikasi obat yang
meningkat berpotensi menyebabkan
-Kejadian cedera menurun cedera
-Luka/lecet menurun -Identifikasi kesesuaian alas
-Gangguan mobilitas kaki atau stoking elastis pada
menurun ekstremitas bawah

Teraupetik :
-Sediakan pencahayaan yang
memadai
-Pastikan bel panggilan atau
telepon mudah dijangkau
-Gunakan pengaman tempat
tidur sesuai dengan kebijakan
fasilitas pelayanan kesehatan
-Tingkatkan frekuensi
observasi dan pengawasan
pasien, sesuai kebutuhan
-Diskusikan mengenai latihan
dan terapi fisik yang
diperlukan

1
3. Risiko defidit nutrisi Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi (I.03119)
b.d ketidakmampuan intervensi keperawatan -Observasi :
menelan makanan selama.....jam maka status -Identifikasi status nutrisi
(D.0032) nutrisi membaik dengan -Identifikasi alergi dan
kriteria hasil: intoleransi makanan
-Berat badan meningkat -Identifikasi kebutuhan kalori
-Indeks massa tubuh dan jenis nutrien
membaik -Monitor asupan makanan
-Porsi makanan yang -Monitor berat badan
dihabiskan meningkat
Teraupetik :
-Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika perlu
-Sajikan makannan secara
menarik dan suhu yang sesuai
-Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
-Hentikan pemberian makan
selalui selang nasogastrik jika
asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi :
-Ajukan posisi duduk, jika
mampu
-Ajarkan diet yang
diprogramkan

Kolaborasi :
-Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu

1
-Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu

G. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah melaksanakan tindakan keperawatan yang dilakukan perawat

dalam mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan guna membantu klien dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada

tahap implementasi adalah bagaimana berkomunikasi dengan cara yang efektif, saling

bantu, kemampuan melakukan psikomotor, kemampuan melakukan observasi sistematis,

kemampuan memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan advokasi, dan kemampuan

evaluasi. (Asih Yusari 2016).

H. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini
adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperaawatan dengan
tujuan yang diharapkan dalam perencanaan (Baqarah,2018). Tindakan keperawatan yang
dilakukan untuk meningkatkan implementasi tidak berhasil, maka perawat harus segera
memodifikasi rencana asuhan keperawatan intervensi yang baru kemudian dikembangkan.
Evaluasi formatif, evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan dimana evaluasi dilakukan
sampai dengan tujuan tercapai. Evaluasi sumatif, merupakan evaluasi akhir dimana dalam
metode evaluasi ini menggunakan SOAP:

a. S (subjektif) dimana perawat menemuai keluhan pasien yang masih dirasakan setelah
dilakukan tindakan keperawatan.

b. O (objektif) adalah data yang berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara
langsung pada pasien dan yang dirasakan pasien setelah tindakan keperawatan.

c. A (assesment) adalah intrepretasi dari data subjektif dan objektif.

1
d. P (Planning) adalah perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,
dimodifikasi, atau ditambahi dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan
sebelumnya.

1
BAB III

PENUTUP

3.2 Kesimpulan

Tetanus merupakan penyakit yang dapat dicegah. Pencegahan tetanus dapat dilakukan
dengan pemberian imunisasi sesuai jadwal, dan booster untuk efek imunitas yang lebih
panjang terhadap toksin tetanus. Penanganan luka yang baik juga dapat menjadi salah satu
cara pencegahan tetanus. Penyakit tetanus merupakan penyakit serius yang dapat mengancam
nyawa dan merupakan masalah kesehatan publik yang dapat dicegah dengan vaksinasi.
Sangat disarankan untuk menyadarkan masyarakat akan pencegahan penyakit tetanus melalui
vaksinasi sehingga dapat menurunkan komplikasi penyakit yang berujung fatal. Prognosis
penyakit tetanus beragam tergantung dengan usia penderita, tingkat keparahan klinis, tipe
trauma, periode inkubasi dan progresivitas penyakit, ada atau tidaknya komplikasi
pernapasan, hemodinamik, renal dan infeksi. Oleh karena itu, diperlukan diagnosis dan
tatalaksana sedini mungkin karena hal ini menentukan prognosa pasien.

3.3 Saran

Untuk tenaga kesehatan terutama perawat diharapkan bisa mengerti dan memahami
tentang pengertian, penyebab, pencegahan dan pegobatan dari tetanus agar saat menerapkan
pada pasien tidak terjadi suatu kesalahan yang menyebabkan pasien tambah parah atau
bahkan bisa mengalami kematian karena kesalahan dalam melakukan asuhan keperawatan.

Bagi pasien diharapkan mengerti tentang penyebab, pengobatan dan pencegahan dari
tetanus, agar pada saat terjadi tetanus dapat melakukan pencegah dini sebelum dilakukan
asuhan keperawatan.

2
DAFTAR PUSTAKA

Jaya, Hendra Laksamana,dkk. “Pengelolaan Pasien Tetanus di Intensive Care Unit.”


Anesthesia & Critical Care. Vol 36 No.3. (Internet). 2018 (cited Januari 2022). Available
from : http://journal.perdatin.org/index.php/macc/article/viewFile/116/79

Putri, Sisy Rizkia. “Pencegahan Tetanus.” Jurnal Penelitian Perawat Profesional. Vol 2 No.
4. 2020. (cited Januari 2022). Available from :
https://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP/article/download/189/141/

Syaifudin, Muhammad Sholeh. (2022) “Tatalaksana Pre-hospital pada Pasien Tetanus”.


Jombang. Karya Tulis Ilmiah. Institut Teknologi Sains dan Kesehatan Insan Cendekia
Medika. (cited Januari 2022). Available from http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/6521/

Tim Pokja SDKI DPP PNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1
Jakarta. DPP PNI.

Tim Pokja SIKI DPP PNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1 Jakarta.
DPP PNI.

Tim Pokja SLKI DPP PNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta. Edisi 1
DPP PNI.

Anda mungkin juga menyukai