Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PATOFISIOLOGI PENYAKIT PENULAR


( PENYAKIT TETANUS )

DOSEN PENGAMPU :
JUN MUSNADI IS,,S.K.M.,M.KES

DISUSUN OLEH :
CUT ULVA RIARITA
( 2005902020012 )

PRODI GIZI
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat Allah SWT, berkat rahmat serta karunianya sehingga makalah
yang berjudul “ Penyakit Tetanus ”dapat terselesaikan. Makalah ini dibuat dengan tujuan
memenuhi tugas matakuliah “ Patofisiologi Penyakit Menular,Selain itu, makalah ini
bertujuan menambah wawasan kepada pembaca tentang Penyakit Tetanus.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak
kesalahan. Oleh karena itu penulis memohon maaf atas kesalahan dan ketidak sempurnaan
yang pembaca temukan dalam makalah ini. Penulis juga mengharap adanya kritik serta saran
dari pembaca apabila menemukan kesalahan dalam makalah ini.

Meulaboh

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................................
DAFTAR ISI........................................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................................
1.1 LATAR BELAKANG 1
1.2 RUMUS MASALAH 1
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................................................
2.1 DEFINISI TETANUS.......................................................................................................................
2.2 ETIOLOGI........................................................................................................................................
2.3 KLARIFIKASI..................................................................................................................................
2.4 PATOFISIOLOGI............................................................................................................................
2.5 MANIFESTASI KLINIS..................................................................................................................
2.6 PENYEBAB ......................................................................................................................................
2.7 GEJALA.............................................................................................................................................
BAB III PENUTUP.............................................................................................................................................
3.1 KESIMPULAN .................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Tetanus merupakan salah satu penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi.
Tetanus dapat terjadi pada orang yang belum diimunisasi, orang yang diimunisasi
sebagian, atau telah diimunisasi lengkap tetapi tidak memperoleh imunitas yang cukup,
karena tidak melakukan booster secara berkala.
Tetanus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di seluruh dunia.
Diperkirakan angka kejadian pertahunnya sekitar satu juta kasus dengan tingkat
mortalitas yang berkisar dari 6% hingga 60%. Pada tahun 2000, hanya 18.833 kasus
tetanus yang dilaporkan ke WHO. Berdasarkan data dari WHO, penelitian yang dilakukan
oleh Stanfield dan Galazka, dan data dari Vietnam diperkirakan insidens tetanus di
seluruh dunia adalah sekitar 700.000 – 1.000.000 kasus per tahun. Selama 20 tahun
terakhir, insidens tetanus telah menurun seiring dengan peningkatan cakupan imunisasi.
Namun demikian, hampir semua negara tidak memiliki kebijakan bagi orang yang telah
divaksinasi yang lahir sebelum program imunisasi diberlakukan ataupun penyediaan
booster yang diperlukan untuk perlindungan jangka lama, serta pada orang-orang yang
lupa melakukan jadwal imunisasi. Di Amerika Serikat, tetanus sudah jarang ditemukan.
Tetanus neonatorum menyebabkan 50% kematian perinatal dan menyumbangkan 20%
kematian bayi. Angka kejadian 6-7/100 kelahiran hidup di perkotaan dan 11-23/100
kelahiran hidup di pedesaan. Sedangkan angka kejadian tetanus pada anak di rumah sakit
7-40 kasus/tahun, 50% terjadi pada kelompok 5-9 tahun, 30% kelompok 1-4 tahun, 18%
kelompok >10 tahun, dan sisanya pada bayi <12 bulan.
Di Indonesia, tetanus masih menjadi salah satu dari sepuluh besar penyebab kematian
pada anak. Meskipun insidens tetanus saat ini sudah menurun, namun kisaran tertinggi
angka kematian dapat mencapai angka 60%. Selain itu, meskipun angka kejadiannya
telah menurun setiap tahunnya, namun penyakit ini masih belum dapat dimusnahkan
meskipun pencegahan dengan imunisasi sudah diterapkan secara luas di seluruh dunia.
Oleh karena itu, diperlukan kajian lebih lanjut mengenai penatalaksanaan serta
pencegahan tetanus guna menurunkan angka kematian penderita tetanus, khususnya pada
anak.

1.2 RUMUS MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan Tetanus?
2. Apa penyebab penyakit Tetanus ?
3. Bagaimana klasikfikasi bakteri penyebab Tetanus?
4. Bagaimana karakteristik Tetanus?
5. Bagaimana hubungan sebab akibat pada penyakit Tetanus?
6. Bagaimana infeksinya?
7. Apa saja gejalanya?
8. Bagaimana cara mendiagnosa penyakit Tetanus?
9. Bagaimana cara pencegahannya?
10. Bagaimana cara pengobatannya?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan oleh toksin kuman Clostridium
tetani, dimanifestasikan dengan kejang otot secara paroksisme dan diikuti kekuatan otot
seluruh badan. Kekakuan tonus otot ini tampak pada otot maseter dan otot-otot rangka
(Batticaca, Fransisca B, 2008:126).
Tetanus Neonatorum adalah penyakit infeksi pada neonates yang disebabkan oleh
spora tetanus yang masuk melalui tali pusat, karena perawatan/tindakan yang tidak
memenuhi syarat kebersihan (Nugroho, 2011:83).

Tetanus adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh Clostridium tetani yang
menghasilkan exotoksin (Suriadi, 2010:247 )

2.2 ETIOLOGI

Clostridium tetani merupakan basil berbentuk batang yang bersifat anaerob,


membentuk spora (tahan panas), gram positif, mengeluarkan eksotosin yang bersifat
neurotoksin (yang efeknya mengurangi aktivitas kendali SSP), patogenesis bersimbiosis
dengan mikroorganisme piogenik (pyogenic). Basil ini banyak ditemukan pada kotoran kuda,
usus kuda, dan tanah yang dipupuk kotoran kuda. Penyakit tetanus banyak terdapat pada luka
dalam, luka tusuk, luka dengan jaringan mati (corpus alienum) karena merupakan kondisi
yang baik untuk proliferasi anaerob. Luka dengan infeksi piogenik dimana bakteri piogenik
mengonsumsi eksogen pada luka sehingga suasana menjadi anaerob yang penting bagi
tumbuhnya basil tetanus (Batticaca, Fransisca B, 2008).

2.3 KLASIFIKASI

Menurut Nugroho, 2011:83, terdapat klasifikasi menurut gejala:

Stadium 1 : tanpa kejang tonik umum, trismus 3 cm

Stadium 2 : kejang tonik umum bila dirangsang, trismus 3 cm atau lebih kecil

Stadium 3 : kejang tonik umum spontan, trismus 1 cm


2.4 PATOFISIOLOGI

Pada dasarnya tetanus adalah penyakit yang terjadi akibat pencemaran lingkungan
oleh bahan biologis (spora) sehingga upaya kausal menurunkan attack rate adalah dengan
cara mengubah lingkungan fisik atau biologik. Port d’entree tak selalu dapat diketahui
dengan pasti, namun diduga melalui :

1. Luka tusuk, patah tulang, komplikasi kecelakaan, gigitan binatang, luka bakar yang luas.

2. Luka operasi, luka yang tidak dibersihkan (debridement) dengan baik.

3. Otitis media, karies gigi, luka kronik.

4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril, pembubuhan puntung tali pusat dengan kotoran
binatang, bubuk kopi, bubuk ramuan, dan daun-daunan merupakan penyebab utama
masuknya spora pada puntung tali pusat yang menyebabkan terjadinya kasus tetanus
neonatorum.

Spora C. tetani masuk ke dalam tubuh melalui luka. Spora yang masuk ke dalam
tubuh tidak berbahaya sampai dirangsang oleh beberapa faktor (kondisi anaerob), sehingga
berubah menjadi bentuk vegetatif dan berbiak dengan cepat tetapi hal ini tidak mencetuskan
reaksi inflamasi. Gejala klinis sepenuhnya disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh sel
vegetatif yang sedang tumbuh. C. tetani menghasilkan dua eksotoksin, yaitu tetanospasmin
dan tetanolisin. Tetanolisin menyebabkan hemolisis tetapi tidak berperan dalam penyakit ini.
Gejala klinis tetanus disebabkan oleh tetanospasmin. Tetanospasmin melepaskan
pengaruhnya di keempat sistem saraf:

(1) motor end plate di otot rangka,

(2) medula spinalis,

(3) otak, dan

(4) pada beberapa kasus, pada sistem saraf simpatis.

Diperkirakan dosis letal minimum pada manusia sebesar 2,5 nanogram per kilogram
berat badan (satu nanogram = satu milyar gram), atau 175 nanogram pada orang dengan berat
badan 70 kg.

Hipotesis bahwa toksin pada awalnya merambat dari tempat luka lewat motor end
plate dan aksis silinder saraf tepi ke kornu anterior sumsum tulang belakang dan menyebar ke
susunan saraf pusat lebih banyak dianut daripada lewat pembuluh limfe dan darah.
Pengangkutan toksin ini melewati saraf motorik, terutama serabut motorik. Reseptor khusus
pada ganglion menyebabkan fragmen C toksin tetanus menempel erat dan kemudian melalui
proses perlekatan dan internalisasi, toksin diangkut ke arah sel secara ektra aksional dan
menimbulkan perubahan potensial membran dan gangguan enzim yang menyebabkan kolin-
esterase tidak aktif, sehingga kadar asetilkolin menjadi sangat tinggi pada sinaps yang
terkena. Toksin menyebabkan blokade pada simpul yang menyalurkan impuls pada tonus
otot,sehingga tonus otot meningkat dan menimbulkan kekakuan. Bila tonus makin meningkat
akan menimbulkan spasme terutama pada otot yang besar.

Dampak toksin antara lain :

1. Dampak pada ganglion pra sumsum tulang belakang disebabkan karena eksotoksin
memblok sinaps jalur antagonis, mengubah keseimbangan dan koordinasi impuls sehingga
tonus otot meningkat dan otot menjadi kaku.

2. Dampak pada otak, diakibatkan oleh toksin yang menempel pada gangliosida serebri
diduga menyebabkan kekakuan dan spasme yang khas pada tetanus.

3. Dampak pada saraf otonom, terutama mengenai saraf simpatis dan menimbulkan gejala
keringat yang berlebihan, hipertermia, hipotensi, hipertensi, aritmia, heart block, atau
takikardia.

Berdasarkan Suriadi (2010:207), menjelaskan patofisiologi tetanus sebagai berikut:

1. Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti; luka tertusuk paku,
pecahan kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kotor dan pada bayi
dapat melalui tali pusat.
2. Organisme multiple membentuk dua toksin yaitu tetanospasmin yang merupakan
toksin kuat dan atau neurotropic yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme
otot, dan mempengaruhi system saraf pusat.Kemudian tetanolysin yang tampaknya
tidak signifikan.
3. Exsotoksin yang dihasilkanakan mencapai pada system saraf pusat dengan melewati
akson neuron atau system vascular. Kuman ini menjadi terikat pada sel saraf atau
jaringan saraf dan tidak dapat lagi dinetralkan oleh antitoksin spesifik.Namun toksin
yang bebas dalam peredaran darah sangat mudah dinetralkan oleh arititoksin.
4. Hipotesa cara absorbs dan cara bekerjanya toksin; adalah pertama toksin diabsorbsi
pada ujung saraf motoric dan melalui aksis silindrik dibawa ke kornu anterior susunan
saraf pusat. Kedua toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi
darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan saraf pusat.
5. Toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot menjadi kejang dan
mudah sekali terangsang.
6. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata- rata 10 hari.Kasus yang sering terjadi
adalah 14 hari. Sedangkan untuk neonates biasanya 5 sampai 14 hari.
2.5 MANIFESTASI KLINIS

Masa inkubasi tetanus umumnya 3-21 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau
hingga beberapa bulan). Hal ini secara langsung berhubungan dengan jarak dari tempat
masuknya kuman C. tetani (tempat luka) ke Susunan Saraf Pusat (SSP); secara umum
semakin besar jarak antara tempat luka dengan SSP, masa inkubasi akan semakin lama.
Semakin pendek masa inkubasi, akan semakin tinggi kemungkinan terjadinya kematian.

Ada empat bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni :

1. Generalized tetanus (Tetanus umum)

Tetanus umum merupakan bentuk yang sering ditemukan. Derajat luka bervariasi,
mulai dari luka yang tidak disadari hingga luka trauma yang terkontaminasi. Masa inkubasi
sekitar 7-21 hari, sebagian besar tergantung dari jarak luka dengan SSP. Penyakit ini biasanya
memiliki pola yang desendens. Tanda pertama berupa trismus/lock jaw, diikuti dengan
kekakuan pada leher, kesulitan menelan, dan spasme pada otot abdomen. Gejala utama
berupa trismus terjadi sekitar 75% kasus, seringkali ditemukan oleh dokter gigi dan dokter
bedah mulut. Gambaran klinis lainnya meliputi iritabilitas, gelisah,hiperhidrosis dan disfagia
dengan hidrofobia, hipersalivasi dan spasme otot punggung. Manifestasi dini ini
merefleksikan otot bulbar dan paraspinal, mungkin karena dipersarafi oleh akson pendek.
Spasme dapat terjadi berulang kali dan berlangsung hingga beberapa menit. Spasme dapat
berlangsung hingga 3-4 minggu. Pemulihan sempurna memerlukan waktu hingga beberapa
bulan

2. Localized tetanus (Tetanus lokal)

Tetanus lokal terjadi pada ektremitas dengan luka yang terkontaminasi serta memiliki
derajat yang bervariasi. Bentuk ini merupakan tetanus yang tidak umum dan memiliki
prognosis yang baik. Spasme dapat terjadi hingga beberapa minggu sebelum akhirnya
menghilang secara bertahap. Tetanus lokal dapat mendahului tetanus umum tetapi dengan
derajat yang lebih ringan. Hanya sekitar 1% kasus yang menyebabkan kematian.

3. Cephalic tetanus (Tetanus sefalik)

Tetanus sefalik umumnya terjadi setelah trauma kepala atau terjadi setelah infeksi
telinga tengah. Gejala terdiri dari disfungsi saraf kranialis motorik (seringkali pada saraf
fasialis). Gejala dapat berupa tetanus lokal hingga tetanus umum. Bentuk tetanus ini memiliki
masa inkubasi 1-2 hari. Prognosis biasanya buruk.

4. Tetanus neonatorum

Bentuk tetanus ini terjadi pada neonatus. Tetanus neonatorum terjadi pada negara
yang belum berkembang dan menyumbang sekitar setengah kematian neonatus. Penyebab
yang sering adalah penggunaan alat-alat yang terkontaminasi untuk memotong tali pusat pada
ibu yang belum diimunisasi. Masa inkubasi sekitar 3-10 hari. Neonatus biasanya gelisah,
rewel, sulit minum ASI, mulut mencucu dan spasme berat. Angka mortalitas dapat melebihi
70%.

2.6 PENYEBAB
Tetanus adalah toksemia akut yang disebabkan bakteri Clostridium tetani yang
berhasil masuk ke dalam luka yang menyediakan kondisi yang menguntungkan bagi
pertumbuhannya. Penyakit ini menyerang sistem syaraf pusat. Ciri khas dari tetanus adalah
adanya kontraksi otot disertai rasa sakit, terutama otot leher kemudian diikuti dengan otot-
otot seluruh badan. Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3 – 12 hari, namun dapat akut 1 –
2 hari dan kadang lebih dari satu bulan; makin pendek masa inkubasi makin buruk
prognosisnya. Terdapat hubungan antara jarak tempat masuk kuman C. tetani dengan susunan
syaraf pusat, dengan interval antara terjadinya luka dengan permulaan penyakit; makin jauh
tempat invasi, masa inkubasi makin panjang. 50 % kematian biasanya terjadi akibat
kegagalan fungsi pernafasan. Jika bakteri tetanus masuk ke dalam tubuh manusia akan terjadi
infeksi, baik pada luka yang dalam maupun pada luka yang dangkal. Selain itu, setelah proses
persalinan, bisa juga terjadi infeksi pada rahim ibu dan pusar bayi yang baru lahir (disebut
dengan tetanus neonatorum). Yang menyebabkan timbulnya gejala-gejala infeksi adalah
racun yang dihasilkan oleh bakteri tersebut, bukan dari bakteri itu sendiri. Manifestasi klinis
tetanus disebabkan ketika toksin tetanus masuk ke sistem syaraf pusat. Pengaruh toksin
adalah menghalangi pelepasan neurotransmiter inhibisi (glisin dan asam amino butirat-
gamma) di celah sinaptik, yang diperlukan untuk menghambat impuls syaraf. Hal ini
menyebabkan kontraksi otot dan kejang dimana mula-mula yang terjadi adalah sardonicus
risus (senyum kaku), trismus (umumnya dikenal sebagai “rahang kunci”), dan opisthotonus
(kaku, melengkung kembali). Pasien juga mungkin mengalami demam, banyak berkeringat,
denyut nadi cepat, gelisah, dan kejang otot. Kebisingan dan cahaya dapat menyebabkan
kejangpada seseorang dengan tetanus. Tetanus tidak menular dari orang ke orang dan
merupakan penyakit yang bisa dicegah melalui vaksinasi. Infeksi Clostridium tetani tidak
mengakibatkan kekebalan tetanus, dan vaksinasi tetanus harus diberikan segera setelah pasien
stabil.

2.7 GEJALA
Gejala yang timbul pada awalnya adalah sakit kepala, gelisah, nyeri pada otot rahang
yang kemudian diikuti rasa kaku (trismus), demam, otot perut mengeras, kejang, dan
akhirnya pada seluruh tubuh. Gejala ini biasanya mulai terjadi 8 hari setelah tubuh terkena
infeksi, dan akan menyerang selama 3 hari sampai 3 minggu. Nyeri pada tulang rahang dan
gigi seringkali membuat pasien sulit untuk membuka mulutnya atau untuk menelan makanan,
Gangguangangguan dari luar yang ringan, seperti suara berisik, aliran angin atau goncangan,
dapat memicu kekejangan otot yang disertai nyeri dan keringat yang berlebihan. Selama
terjadinya kejang di seluruh tubuh, penderita tidak dapat berbicara karena otot dadanya kaku
atau terjadi kejang pada tenggorokan. Hal tersebut menyebabkan gangguan pernafasan
sehingga penderita akan kekurangan oksigen. Tetanus biasanya terbatas pada sekelompok
otot di sekitar luka. Kejang di sekitar luka itu bisa menetap selama beberapa minggu.
Akhirnya dapat mengakibatkan kematian pharmacy online without prescription akibat sesak
atau sukar bernafas. Tetanus sendiri tidak dapat ditularkan antara sesama manusia. Umumnya
penyakit tetanus mudah menyerang pada mereka yang belum pernah menerima vaksinasi
tetanus atau pada mereka yang pernah mendapatkan vaksinasi namun lebih dari 10 tahun
yang lalu. Pasien yang terkena penyakit tetanus harus dirawat di rumah sakit untuk
mendapatkan perawatan yang intensif. Tetanus neonatorum umumnya terjadi pada bayi yang
baru lahir. Tetanus menyerang bayi yang baru lahir karena dilahirkan di tempat yang tidak
bersih dan steril, terutama jika tali pusar terinfeksi. Gejala tetanus pada bayi terjadi 3-10 hari
setelah persalinan, bayi menangis terus menerus dan tidak mau menyusui, tubuhnya demam,
daerah pusat tampak kotor dan meradang, memerah, dan membengkak akibat infeksi. Tetanus
dapat menyebabkan kematian pada bayi dan banyak terjadi di negara berkembang.
Sedangkan di negara-negara maju, dimana kebersihan dan teknik melahirkan yang sudah
maju, tingkat kematian akibat infeksi tetanus dapat ditekan. Selain itu antibodi dari ibu
kepada bayinya yang berada di dalam kandungan juga dapat mencegah infeksi tersebut. Masa
inkubasi tetanus umumnya antara 3-12 hari, kadang masa inkubasi singkat selama 1-2 hari
atau panjang lebih dari satu bulan.
Makin pendek masa inkubasi, makin buruk prognosisnya. Terdapat hubungan antara
jarak tempat masuk kuman Clostridium tetani dengan susunan saraf pusat, dan interval antara
terjadinya luka dengan permulaan penyakit. Makin jauh tempat invasi, masa inkubasi makin
panjang. Saat gejala muncul kesadaran tetap ada dan rasa sakit sangat hebat. kematian
biasanya karena gangguan alat-alat pernafasan. Angka kematian pada tetanus yang
menyeluruh biasanya kurang lebih 50%.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Tetanus merupakan penyakit infeksi yang ditandai gejala-gejala neurologik yaitu
adanya spasme dan kenaikan tonus otot yang disebabkan tetani spasmin. Spora dari
Clostridium tetani ini hidup vertahun-tahun dalam tanah dan kotoran hewan. Bakteri ini jika
masuk dalam tubuh manusia dapat menyebabkan infeksi baik pada luka yang dalam maupun
yang dangkal. Sebenarnya bukan bakteri tersebut yang menyebabkan infeksi, melainkan
racun dari bakteri yang membuat penderita terinfeksi. Tetanus adalah toksemia akut yang
disebabkan bakteri Clostridium tetani yang berhasil masuk ke dalam luka yang menyediakan
kondisi yang menguntungkan bagi pertumbuhannya. Penyakit ini menyerang sistem syaraf
pusat. Ciri khas dari tetanus adalah adanya kontraksi otot disertai rasa sakit, terutama otot
leher kemudian diikuti dengan otot-otot seluruh badan. Clostridium tetani adalah bakteri
anaerob Gram positif batang. Organisme ini ditemukan di dalam tanah, khususnya tanah yang
diberi pupuk, dan dalam saluran usus dan kotoran berbagai hewan. Clostridium tetani tidak
menghasilkan lipase maupun lesitin, tidak memecah protein dan tidak memfermentasikan
sakarosa dan glukosa juga tidak menghasilkan gas H2S. Clostridium tetani adalah bakteri
gram positif berbentuk batang, anaerobic berspora, motil, memproduksi eksotoksin,
berukuran panjang 2-5 mikron dan lebar 0,4-0,5 mikron. Spora dari Clostridium tetani
resisten terhadap panas dan juga biasanya terhadap antiseptis. Sporanya juga dapat bertahan
pada autoclave pada suhu 249.8°F (121°C) selama 10–15 menit. Juga resisten terhadap
phenol dan agen kimia yang lainnya. Kuman ini terdapat di tanah terutama tanah yang
tercemar tinja manusia dan binatang. Gejala yang timbul pada awalnya adalah sakit kepala,
gelisah, nyeri pada otot rahang yang kemudian diikuti rasa kaku (trismus), demam, otot perut
mengeras, kejang, dan akhirnya pada seluruh tubuh. Gejala ini biasanya mulai terjadi 8 hari
setelah tubuh terkena infeksi, dan akan menyerang selama 3 hari sampai 3 minggu. Nyeri
pada tulang rahang dan gigi seringkali membuat pasien sulit untuk membuka mulutnya atau
untuk menelan makanan, Gangguangangguan dari luar yang ringan, seperti suara berisik,
aliran angin atau goncangan, dapat memicu kekejangan otot yang disertai nyeri dan keringat
yang berlebihan.
Mencegah tetanus melalui vaksinasi adalah jauh lebih baik daripada mengobatinya.
Namun sampai pada saat ini pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid merupakan
satusatunya cara dalam pencegahan terjadinya tetanus. Pencegahan denganpemberian
imunisasi telah dapat dimulai sejak anak berusia 2 bulan, dengan cara pemberian imunisasi
aktif (DPT atau DT). Pengobatan tetanus dilakukan dengan cara menetralisir racun, yaitu
dengan cara diberikan immunoglobulin tetanus. Antibiotik tetrasiklin dan penisilin biasanya
diberikan untuk mencegah pembentukan racun lebih lanjut. Obat lainnya juga bisa diberikan
untuk menenangkan penderita, mengendalikan kejang, dan mengendurkan otot-otot.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai