Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yan berbahaya karena mempengaruhi
sistim urat syaraf dan otot. Gejala tetanus umumnya diawali dengan kejang otot rahang (dikenal
juga dengan trismus atau kejang mulut) bersamaan dengan timbulnya pembengkakan, rasa sakit
dan kaku di otot leher, bahu atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut,
lengan atas dan paha.
Penyakit tetanus masih sering ditemui di seluruh dunia dan merupakan penyakit endemik
di 90 negara berkembang. Bentuk yang paling sering pada anak adalah tetanus neonatorum yang
menyebabkan kematian sekitar 500.000 bayi tiap tahun karena para ibu tidak diimunisasi.
Sedangkan tetanus pada anak yang lebih besar berhubungan dengan luka, sering karena luka
tusuk akibat objek yang kotor walaupun ada juga kasus tanpa riwayat trauma tetapi sangat
jarang, terutama pada tetanus dengan masa inkubasi yang lama. Spora Clostridium tetani dapat
ditemukan dalam tanah dan pada lingkungan yang hangat, terutama di daerah rural dan penyakit
ini menjadi masalah kesehatan masyarakat yang utama di negara berkembang. Angka kejadian
dan kematian karena tetanus di Indonesia masih tinggi. Indonesia merupakan negara ke-5
diantara 10 negara berkembang yang angka kematian tetanus neonatorumnya tinggi.

Periode inkubasi tetanus terjadi dalam waktu 3-14 hari dengan gejala yang mulai timbul
di hari ketujuh. Dalam neonatal tetanus gejala mulai pada dua minggu pertama kehidupan
seorang bayi. Walaupun tetanus merupakan penyakit berbahaya, jika cepat didiagnosa dan
mendapat perawatan yang benar maka penderita dapat disembuhkan. Penyembuhan umumnya
terjadi selama 4-6 minggu. Tetanus dapat dicegah dengan pemberian imunisasi sebagai bagian
dari imunisasi DPT. Setelah lewat masa kanak-kanak imunisasi dapat terus dilanjutkan walaupun
telah dewasa. Dianjurkan setiap interval 5 tahun : 25, 30, 35 dst. Untuk wanita hamil sebaiknya
diimunisasi juga dan melahirkan di tempat yang terjaga kebersihannya.

1
1.2 MASALAH
Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah mengenai penyakit tetanus.
1.3 TUJUAN
Tujuan yang ingin di capai dalam penulisan makalah ini adalah untuk mendeskripsikan
masalah penyakit tetanus.

1.4 MANFAAT
Manfaat yang diharapkan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Penulis dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang penyakit tetanus.
2. Pembaca dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang penyakit tetanus.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Tetanus (lockjaw) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh racun yang dihasilkan
oleh bakteri Clostridium tetani. Disebut juga lockjaw karena terjadi kejang pada otot rahang.
Tetanus banyak ditemukan di negara-negara berkembang.
Tetanus atau Lockjaw merupakan penyakit akut yang menyerang susunan saraf pusat
yang disebabkan oleh racun tetanospasmin yang dihasilkan oleh Clostridium Tetani. Penyakit ini
timbul jika kuman tetanus masuk ke dalam tubuh melalui luka, gigitan serangga, infeksi gigi,
infeksi telinga, bekas suntikan dan pemotongan tali pusat. Dalam tubuh kuman ini akan
berkembang biak dan menghasilkan eksotoksin antara lain tetanospasmin yang secara umum
menyebabkan kekakuan, spasme dari otot bergaris.
Penyakit ini ditandai oleh adanya trismus, disfagia, dan rigiditas otot lokal yang dekat
dengan tempat luka, sering progresif menjadi spasme otot umum yang berat serta diperberat
dengan kegagalan respirasi dan ketidakstabilan kardiovaskular. Gejala klinis tetanus hampir
selalu berhubungan dengan kerja toksin pada susunan saraf pusat dan sistem saraf autonom dan
tidak pada sistem saraf perifer atau otot.

Tetanus tidak menular dari orang ke orang, dan merupakan satu-satunya penyakit yang
dapat dicegah dengan vaksin yang menular, tetapi tidak menular. Sebuah infeksi C. tetani tidak
mengakibatkan kekebalan tetanus, dan tetanus vaksinasi harus diberikan segera setelah pasien
stabil.

Penyakit Tetanus bisa sangat serius atau fatal. Karena hal tersebut sangat jarang, karena
seorang pasien telah mengalami infeksi tetanus dan selamat tidak berarti bahwa mereka tiba-tiba
kebal terhadap infeksi tetanus lain. Pencegahan dan perawatan luka yang cukup dapat mencegah
terjadinya infeksi. Penggunaan antibiotik, berpakaian bersih, dan perawatan luka signifikan dapat
mengurangi kemungkinan infeksi tetanus

3
2.2 ETIOLOGI

Penyebab penyakit ini adalah Clostridium Tetani yaitu obligat anaerob pembentukan
spora, gram positif, bergerak, yang tempat tinggal (habitat) alamiahnya di seluruh dunia yaitu di
tanah, debu dan saluran pencernaan berbagai binatang dan berukuran 2-5 x 0,4-0,5 milimikro.
Pada ujungnya ia membentuk spora, sehingga secara mikroskopis tampak seperti pukulan
gendering atau raket tenis. Spora tetanus dapat bertahan hidup dalam air mendidih tetapi tidak di
dalam autoklaf, tetapi sel vegetative terbunuh oleh antibiotic, panas dan desinfektan baku.
Toksin ini labil pada pemanasan, pada suhu 65 C akan hancur dalam lima menit. Tidak seperti
banyak klostridia, Clostridium Tetani bukan organisme yang menginvasi jaringan, malahan
menyebabkan penyakit melalui toksin tunggal, tetanospasmin yang lebih sering disebut sebagai
toksin tetanus. Toksi tetanus adalah bahan kedua yang paling beracun yang diketahui, hanya di
unggulin kekuatannya oleh toksin batulinum. Kuman ini mengeluarkan toksin yang bersifat
neurotoksik (tetanus spasmin), yang mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf perifer
setempat. Timbulnya tetanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung oleh adanya
luka yang dalam dengan perawatan yang salah.

2.3 PATOFISIOLOGI

Biasanya penyakit ini terjdi setelah luka tusuk yang dalam misalya luka yang disebabkan
tertusuk paku, pecahan kaca, kaleng atau luka tembak, karena luka tersebut menimbulkan
keadaan anaerob yang ideal. Selain itu luka laserasi yang kotor dan pada bayi dapat melalui tali
pusat luka bakar dan patah tulang yang terbuka juga akan mengakibatkan keadaan anaerob yang
ideal untuk pertumbuhan clostridium tetani.

Tetanus terjadi sesudah pemasukan spora yang sedang tumbuh, memperbanyak diri dan
mneghasilkan toksin tetanus pada potensial oksidasi-reduksi rendah (Eh) tempat jejas yang
terinfeksi. Plasmid membawa gena toksin. Toksin yang dilepas bersama sel bakteri sel vegetative
yang mati dan selanjutnya lisis. Toksin tetanus (dan toksin batolinium) di gabung oleh ikatan
disulfit. Toksin tetanus melekat pada sambungan neuromuscular dan kemudian diendositosis
oleh saraf motoris,sesudah ia mengalami ia mengalami pengangkutan akson retrograt
kesitoplasminmotoneuron-alfa. Toksin keluar motoneuron dalam medulla spinalis dan

4
selanjutnya masuk interneuron penghambat spinal. Dimana toksi ini menghalangi pelepasan
neurotransmitter . toksin tetanus dengan demikian meblokade hambatan normal otot antagonis
yang merupakan dasar gerakan yang disengaja yang di koordinasi, akibatnya otot yang terkena
mempertahankan kontraksi maksimalnya, system saraf otonom juga dibuat tidak stabil pada
tetanus.

Spora yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobic berubah menjadi bentuk
vegetatif dan berkembang biak sambil menghasilkan toxin. Dalam jaringan yang anaerobic ini
terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya tekanan oxigen jaringan
akibat adanya nanah, nekrosis jaringan, garam kalsium yang dapat diionisasi. Secara intra axonal
toxin disalurkan ke sel saraf (cel body) yang memakan waktu sesuai dengan panjang axonnya
dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat perubahan elektrik dan fungsi sel saraf walaupun toksin
telah terkumpul dalam sel. Dalam sumsum belakang toksin menjalar dari sel saraf lower
motorneuron ke lekuk sinaps dan diteruskan ke ujung presinaps dari spinal inhibitory neurin.
Pada daerah inilah toksin menimbulkan gangguan pada inhibitory transmitter dan menimbulkan
kekakuan. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10 hari.

2.4 MANIFESTASI KLINIK

Tetanus biasanya terjadi setelah suatu trauma, kontaminasi luka dengan tanah, kotoran
binatang atau logam berkarat dapat menyebabkan tetanus. Tetanus juga dapat terjadi sebagai
komplikasi dari luka bakar, ulkus gangren, luka gigitan ular yang mngalami nekrosis, infeksi
telinga tengah, aborsi septik, persalinan, injeksi intramuscular, dan pembedahan.

Masa tunas biasanya 5 – 14 hari, tetapi kadang-kadang sampai beberapa minggu pada
infeksi ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh anti serum. Penyakit ini biasanya
terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan
leher. Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan :

1. Trismus ( kesukaran membuka mulut ) karena spasme otot-otot mastikatoris.

2. Kaku kuduk sampai opistotonus ( karena ketegangan otot-otot erector trunki ).

5
3. Ketegangan otot dinding perut ( harus dibedakan dengan abdomen akut ).

4. Kejang tonik apabila dirangsang karena toksin yang terdapat di kornus anterior.

5. Rikus sardonikus karena spasme otot muka ( alis tertarik keatas ), sudut mulut tertarik keluar
dan kebawah, bibir tertekan kuat pada gigi.

6. Kesukaran menelan, gelisah, mudah terangsang, nyeri kepala, nyeri anggota badan sering
merupakan gejala dini.

7. Spasme yang khas, yaitu badan kaku dengan opistotonus, ekstermitas inferior dalam keadaan
ekstensi, lengan kaku dan mengepal kuat. Anak tetap sadar. Spasme mula-mula intermiten
diselingi dengan periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan serangan tersebut disertai
dengan rasa nyeri. Kadang-kadang di sertai perdarahan intramuscular karena kontraksi yang
kuat.

8. Asfiksia dan sianosis terjadi akobat serangan pada otot pernafasan dan laring. Retensi urin
dapat terjadi karena spasme otot uretra. Fraktur kolumna vetebralis dapat pula terjadi karena
kontraksi otot yang sangat kuat.

9. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.

10. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang terjadi tekanan cairan di otak.

Ada 3 bentuk klinik dari tetanus, yaitu:

1) tetanus local : otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan spasme pada bagian paroksimal luak.
Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu dan menhilang tanpa sekuele.

2) Tetanus general merupakan bentuk paling sering, timbul mendadak dengan kaku kuduk,
trismus, gelisah, mudah tersinggung dan sakit kepala merupakan manifestasi awal. Dalam waktu
singkat konstruksi otot somatik meluas.
Timbul kejang tetanik bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas
bagian bawah. Pada mulanya spasme berlangsuang beberapa detik sampai beberapa menit dan
terpisah oleh periode relaksasi.

6
3) Tetanus segal : varian tetanus local yang jarang terjadi masa inkubasi 1-2 hari terjadi sesudah
otitis media atau luka kepala dan muka.
Paling menonjol adalah disfungsi saraf III, IV, VII, IX dan XI tersering adalah saraf otak VII
diikuti tetanus umum.

Menurut berat gejala dapat dibedakan 3 stadium :

1. Trismus (3 cm) tanpa kejang-lorik umum meskipun dirangsang.

2. Trismur (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang torik umum bila di rangsang .

3. Trismur (1 cm) dengan kejang torik umum spontan.

2.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSA

 Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang.
 Pemeriksaan darah : leukosit 8.000-12.000 ca.

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboratorium :

 Liquor Cerebri normal


 hitung leukosit normal atau sedikit meningkat.
 Pemeriksaan kadar elektrolit darah terutama kalsium dan magnesium
 Analisa gas darah dan gula darah sewaktu penting untuk dilakukan.

2. Pemeriksaan radiologi : Foto rontgen thorax setelah hari ke-5.

7
2.7 KOMPLIKASI

1) Spame otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saripa) di dalam rongga mulut dan
hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pneumonia aspirasi.

2) Asfiksia

3) Atelektaksis karena obstruksi secret

4) Fraktur kompresi

2.8 PENATALAKSANAAN

a) Secara umum

 Merawat dan memebersihkan luka sebaik-baiknya.


 Diet TKTP pemberian tergantung kemampuan menelan bila trismus makanan diberi pada
sonde parenteral.
 Isolasi pada ruang yang tenang bebas dari rangsangan luar.
 Oksigen pernafasan butan dan trakeotomi bila perlu.
 Mengatur cairan dan elektrolit.

b) Obat-obatan

1) Antitoksin 20.000 iu/1.m/5 hari. Pemberian baru dilaksanakan setelah dipastikan tidak ada
reaksi hipersensitivitas.

2) Anti kejang/Antikonvulsan

 Fenobarbital (luminal) 3 x 100 mg/1.M. untuk anak diberikan mula-mula 60-100 mg/1.M
lalu dilanjutkan 6 x 30 mg hari (max. 200 mg/hari).
 Klorpromasin 3 x 25 mg/1.M/hari untuk anak-anak mula-mula 4-6 mg/kg BB.
 Diazepam 0,5-1,0 mg/kg BB/1.M/4 jam, dll.

3) Antibiotik Penizilin prokain 1, juta 1.u/hari atau tetrasiflin 1 gr/hari. Dapat memusnakan oleh
tetani tetapi tidak mempengaruhi proses neurologiknya.

8
2.9 PENCEGAHAN

1) Imunisasi aktif toksoid tetanus, yang diberikan sebagai dapat paad usia 3,4 dan 5 bulan.
Booster diberikan 1 tahun kemudian selanjutnya tiap 2-3 tahun.

2) Bila mendapat luka

 Perawatan luka yang baik : luka tusuk harus di eksplorasi dan dicuci dengan H2O2.
 Pemberian ATS 1500 iu secepatnya.
 Tetanus toksoid sebagai boster bagi yang telah mendapat imunisasi dasar.
 Bila luka berta berikan pp selama 2-3 hari (50.000 iu/kg BB/hari).

9
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAAN
1. Pengkajian umum : Riwayat penyakit sekarang : adanya luka parah dan luka bakar dan imunisasi yang
tidak adekuat.

2. Pengkajian khusus:

a. System pernafasan : dyspnea asfiksia dan sianosis akibat kontraksi oto pernafasan.

b. System cardiovascular : disritmia, takicardi, hipertensi dan perdarahan, suhu tubuh awalnya 38 -
40°Catau febris sampai ke terminal 43 - 44°C.

c. System neurologis: irritability (awal), kelemahan, konvulsi (akhir), kelumpuhan satu atau beberapa saraf
otak.

d. System perkemihan : retensi urine (distensi kandung kemih dan urine output tidak ada/oliguria)

e. System pencernaan : konstipasi akibat tidak ada pergerakan usus.

f. Siatem integument dan muskuloskletal : nyeri kesemutan pada tempat luka, berkeringatan
(hiperhidrasi), pada awalnya didahului trismus, spasme otot muka dengan peningkatan kontraksi alis
mata, risus sardonicus, otot kaku dan kesulitan menelan.

Apabila hal ini berlanjut terus maka akan terjadi status konvulsi dan kejang

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sputum pada trakea dan
spasme otot pernafasan.

2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan.

10
3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efek toksin ( bakterimia )

4. Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah

5. Hubungan interpersonal terganggu berhubungan dengan kesulitan bicara

6. Gangguan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kondisi lemah dan sering kejang

7. Resiko terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang kurang dan
oliguria

8. Resiko terjadi cedera berhubungan dengan sering kejang

9. Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit tetanus dan penanggulangannya
berhubungan dengan kurangnya informasi

10. Kurangnya kebutuhan istirahat berhubungan dengan sering kejang

3.3 INTERVENSI DAN RASIONAL

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan penumpukan sputum pada trakea dan
spasme otot pernafasan, ditandai dengan : ronchi, sianosis, dyspnea, batuk tidak efektif disertai dengan
sputum atau lender, hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan : AGD abnormal (asidosis respiratotik)

Tujuan: jalan nafas efektif

Kriteria:

 Klien tidak sesak, lender atau sleam tidak ada

 Pernafasan 16 – 18 kali/menit

 Tidak ada pernafasan cuping hidung

 Tidak ada tambahan otot pernafasan

11
 Hasil pemeriksaan laboratorium darah AGD dalam batas normal ( pH=7,35 – 7,45 ; PCO2= 35 – 45 mmHg,
PO2 = 80 – 100 mmHg )

Intervensi Rasional

1) Bebaskan jalan napas dengan mengatur1) Secara anatomi posisi kepala ekstensi merupakan
kepala ekstensi cara untuk meluruskan rongga pernapasan sehingga
proses respirasi tetap berjalan lancer dengan
menyingkirkan pembuntuan jalan napas

2) Pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi2) Ronchi menunjukkan adanya gangguan pernapasan
mendengar suara napas (adakah ronchi) tiap 2 asan shingga perlu di keluarkan untuk
- 4 jam sekali mengoptimalkan jalan napas

3) Bersihkan mulut dan saluran nafas dari secret3) Section merupakan tindakan bantuan untuk
dan lendir dengan melakukan section. mengeluarkan secret, sehingga proses respirasi
lanjar

4) Oksigen sesuia dengan intruksi dokter 4) Pemberian oksigen secara adekut dapat mensuplai
dan memberikan cadangan oksigen, sehingga
mencegah terjadi hipoksia

5) Observasi tanda-tanda vital setiap 24 jam 5) Dyspnea, sianosis merupakan tanda terjadinya
gangguan nafas disertai dengan karja jantung yang
menurun timbul tacikardi dan capillary reffil tame
yang memanjang/lama

6) Observasi timbulnya gagal nafas/apnes 6) Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi


diperlukan intervensi yang kritis dengan
menggunakan alat bantu pernafasan (mencanikal
ventilation)

12
Kalaborasi

1) Dalam pemberian obat pengencer secret1) Obat mukolatik dapat mengencerkan secret yang
(mukolatik). kental sehingga mudah mengeluarkan dan
mencegah kekentalan.

2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme otot-otot pernafasan,
yang ditandai dengan kejang rangsangan, kontraksi otot-otot pernafasan, adanya lender dan secret yang
menumpuk.

Tujuan : pola nafas teratur dan normal

Kriteria :

 Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuhan oksigen

 Tidak sesak, pernafasan normal 16 – 18 kali/menit

 Tidak sianosis

Intervensi Rasional

Mandiri

1) Monitor irama pernapasan dan respirasi rate 1) Indikasi adanya penyimpanan atau kelainan dari
pernafasan dapat dilihat dari frekuensi, jenis
pernafasan, kemampuan dan irama nafas.

2) Atur posisi untuk luruskan jalan nafas 2) Jalan nafas yang longgar tidak ada sumbatan
pada pross respirasi dapat berjalan dengan lanjar.

3) Observasi tanda dan gejala sianosis 3) Sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi
klinik ketidakadekuatan suplai O2 pada jaringan
tubuh perifer.

13
4) Berikan oksigen sesuai dengan intruksi dokter 4) Pemberian oksigen secara adekuat dapat
mensuplai dan memberikan cedangan oksigen,
sehingga mencegah terjadinya hipoksia.

5) Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam 5) Dyspnea, sianosis merupakan tanda terjadinya
gangguan nafas disertai dengan kerja kantung
yang menurun timbul tacikardi dan capillary reffil
time yang memanjang/lama.

6) Observasi timbulnya gagal nafas 6) ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi


diperlukan intervensi yang kritis dengan
menggunakan alat bantu pernafasan (mechanical
ventilato).

7) Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas darah 7) kompensasi tubuh terhadap gangguan proses
difusi dan perfusi jaringan dapat mengakibatkan
terjadinya asidosis respiratory.

3. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan efek toksin (bakterimia), yang ditandai
dengan : suhu tubuh meningkat menjadi 38 – 40 °C, hiperhidrasi, sel darah putih lebih dari 10.000/mm3

Tujuan : suhu tubuh normal

kriteria :

 Suhu kembali normal 36 – 37 °C

 Hasil laboratorium sel darah putih (leukosit) antara 5.000 – 10.000/mm3

Intervensi Rasional

1) Atur suhu lingkungan yang nyaman 1) Iklim lingkungan dapat mempengaruhi kondisi

14
dan suhu tubuh individu sebagai suatu proses
adaptasi melalui proses evaporasi dan konveksi.

2) Pantau suhu tubuh tiap 2 jam 2) dentifikasi perkembangan gejala-gejala kearah


syok exhaustion.

3) Berikan hidrasi atau minum yang adekuat 3) cairan-cairan membantu menyegarkan badan dan
merupakan kompresi badan dari demam.

4) Lakukan tindakan teknik aseptic dan antiseptic4) perawatan luka mengeleminasi kemungkinan
pada perawatan luka toksin yang masih berada disekitar luka.

5) Berikan kompres dingin bila tidak terjadi5) kompres dingin merupakan salah satu cara untuk
eksternal rangsangan kejang menurunkan suhu tubuh dengan cara proses
konduksi.

6) Laksanakan program pengobatan antibiotic dan6) obat-obatan antibacterial dapat mempunyai


antipiretik spectrum untuk mengobati bakteri gram positif,
atau bakteri gram negative, antipiretik bekerja
sebagai proses termoregulasi untuk
mengantisipasi panas.

7) Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium7) Hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat lebih
leukosit dari 100.000/mm3 mengidentifikasikan adanya
infeksi dan atau untuk mengikuti perkembangan
pengobatan yang diprogramkan.

4. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot pengunyah yang
ditandai dengan intake kurang, makan dan minuman yang masuk lewat mulut kembali lagi dapat melalui
hidung dan berat badan menurun disertai hasil pemeriksaan protein atau albumin kurang dari 3,5 mg%

Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi

Kriteria :

15
 Berat badan optimal

 Intake adekuat

 Hasil pemeriksaan albumin 3,5 – 5 mg%

Intervensi Rasional

1) Jelaskan faktor yang mempengaruhi kesuliatan1) Dampak dari tetanus adalah adanya kekakuan
dalam makan dan pentingnya makanan bagi dari otot pengunyah sehingga klien mengalami
tubuh kesuliatan menelan dan kadang timbul reflex
balik atau kesedak. Dengan tingkat pengetahuan
yang adekuat diharapkan klien dapat
berpartisipasi dan kooperatif dalam program
diet.

2) Kolaborasi dengan tim gizi untuk pemberian diet2) Diet yang diberikan sesuai dengan keadaan klien
TKTP cair, lunak, dan bubur kasar. dari tingkat membuka mulut dan proses
mengunyah.

3) Kolaborasi untuk memberikan caiaran IV line 3) pemberian cairan perinfus diberikan pada klien
dengan ketidakmampuan mengunyah atau tidak
bisa makan lewat mulut sehingga kebutuhan
nutrisi terpenuhi.

4) Kolaborasikan untuk pemasangan NGT bila perlu 4) NGT dapat berfungsi sebagai masuknya makanan
juga untuk memberikan ob

16
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Tetanus (lockjaw) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh racun yang dihasilkan
oleh bakteri Clostridium tetani. Disebut juga lockjaw karena terjadi kejang pada otot rahang.
Tetanus banyak ditemukan di negara-negara berkembang.
Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3–21 hari, namun dapat singkat hanya 1–2 hari
dan kadang–kadang lebih dari 1 bulan. Makin pendek masa inkubasi makin jelek prognosanya.
Terdapat hubungan antara jarak tempat invasi Clostridium Tetani dengan susunan saraf pusat dan
interval antara luka dan permulaan penyakit, dimana makin jauh tempat invasi maka inkubasi
makin panjang.
Secara klinis tetanus ada 3 macam :
1. Tetanus umum
2. Tetanus lokal
3. Tetanus cephalic.
Diagnosis tetanus ditegakkan berdasarkan :
- Riwayat adanya luka yang sesuai dengan masa inkubasi
- Gejala klinis; dan
- Penderita biasanya belum mendapatkan imunisasi.
Pengobatan / Penatalaksanaan
Pengobatan Umum, Isolasi penderita untuk menghindari rangsangan. Ruangan perawatan
harus tenang. Dan Pengobatan Khusus: Anti Tetanus toksin dan Antikonvulsan dan sedatif
Pencegahan dengan Perawatan luka, hnunisasi pasif, Imunisasi aktif.

4.2. Saran
Saran dan kritik untuk perbaikan makalah ini sangat penulis harapkan dari semua pihak
khususnya rekan-rekan mahasiswa dan dosen mata kuliah ini. Hal tersebut bertujuan untuk
memberikan masukan untuk penulisan makalah-makalah berikutnnya.

17

Anda mungkin juga menyukai