Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TETANUS

A. Pengertian
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena mempengaruhi
sistem urat saraf dan otot. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani yaitu tetanos dari
teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi di mana spasme otot
tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme otot umum,
melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan spasme dan paralisis
pernapasan.

Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani,
bermanisfestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan otot seluruh
badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka.

B. Etiologi
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4 – 0,5
milimikron yang berspora termasuk golongan gram positif dan hidupnya anaerob. Kuman
mengeluarkan toksin yang bersifat neurotoksik. Toksin ini (tetanuspasmin) mula-mula akan
menyebabkan kejang otot dan saraf perifer setempat. Toksin ini labil pada pemanasan, pada
suhu 650 C akan hancur dalam lima menit. Disamping itu dikenal pula tetanolysin yang
bersifat hemolisis, yang peranannya kurang berarti dalam proses penyakit.

Sering kali tempat masuk kuman sukar diketahui teteapi suasana anaerob seperti pada luka
tusuk, lukakotor, adanya benda asing dalam luka yang menyembuh , otitis media, dan
cairies gigi, menunjang berkembang biaknya kuman yang menghasilkan endotoksin.
Timbulnya tetanus ini terutama oleh clostiridium tetani yang didukung oleh adanya luka
yang dalam dengan perawatan yang salah.

Faktor predisposisi :
1. Umur tua atau anak-anak
2. Luka yang dalam dan kotor
3. Belum terimunisasi
Tetanus pada anak

Tetanus pada anak disebabkan oleh:

1. Infeksi melalui tali pusat saat


2. Akibat pemotongan tali pusat yang tidak steril
3. Tidak diberikannya imunisasi tetanus tiksoid ketika masih kecil
4. Pertolongan persalinan yang tidak memenuhi sarat kesehatan ketika proses persalinan
5. Masa inkubasi virus yang cepat yaitu 5-14 hari

Tetanus pada dewasa

Tetanus pada dewasa disebabkan oleh:

1. Luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku, pecahan kaca, luka tembak, luka bakar,
luka yang kotor.
2. Kecelakaan dan timbul luka yang tertutup debu / kotoran.
3. Luka yang kotor / tertutup memungkinkan keadaan anaerob yang ideal untuk
pertumbuhan Clostridium tetani.
4. Luka gores yang ringan kemudian menjadi bernanah ; gigi berlobang dikorek dengan
benda yang kotor atau OMP yang dobersihkan dengan kain yang kotor.

Perbedaan tetanus pada anak dan dewasa

1. Anak
Penyakit tetanus kebanyakan terdapat pada anak-anak yang belum pernah
mendapatkan imunasi tetanus (DPT). Dan pada umumnya terdapat pada anak dari
keluarga yang belum mengerti pentingnya imunasi dan pemeliharaan kesehatan, seperti
kebersihan lingkungan dan perorangan.

Sebagian besar tetanus neonatorum terdapat pada bayi yang lahir dengan dukun yang
belum mengikuti penataran dari Depkes. Dimana dukun – dukun ini memotong tali
pusat hanya memakai alat sederhana seperti bilah bambu, pisau atau gunting yang
tidak di steril dahulu, sehingga bisa menimbulkan infeksi melalui luka pada tali pusat.
Infeksi yahng disebabkan oleh Clostridium Tetani dapat juga karena perawatan tali
pusat yang menggunakan obat trradisional seperti abu, kapur sirih, daun-daunan, dsb.
Tetanus pada anak tejadi 10 hari setelah bayi lahir.

2. Dewasa
Penyebab penyakit seperti pada tetanus neonatorum, yaitu Clostridium tetani yang
hidup anaerob, berbentuk spora selama di luar tubuh manusia, tersebut luas di tanah.
Juga terdapat di tempat yang kotor, besi berkarat sampai pada tusuk sate bekas. Basil
ini bila kondisinya baik ( didalam tubuh manusia ) akan mengeluarkan toksin.
Toksin ini dapat menghancurkan sel darah merah, merusak leukosit dan
merupakan tetanospasmi, yaitu neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan
dan spasme otot.

Tetanus, biasa disebut kejang mulut, disebabkan oleh toksin bakteri, atau racun, yang
mempengaruhi sistem saraf. Hal ini dikontrak lewat luka atau luka yang menjadi
terkontaminasi dengan bakteri tetanus. Bakteri bisa masuk melalui bahkan kecil
cocokan peniti atau menggaruk, tetapi luka tusukan mendalam atau luka seperti yang
dibuat oleh paku atau pisau yang sangat rentan terhadap infeksi tetanus. Bakteri tetanus
di seluruh dunia hadir dan biasanya ditemukan di tanah, debu dan kotoran. Tetanus
menyebabkan kejang otot parah, termasuk "penguncian" rahang sehingga pasien tidak
bisa membuka / nya mulutnya atau menelan, dan mungkin menyebabkan kematian
oleh sesak napas. Tetanus tidak menular dari orang ke orang.

C. Patofisiologi
Penyakit tetanus terjadi karena adanya luka pada tubuh seperti luka tertusuk paku, pecahan
kaca, atau kaleng, luka tembak, luka bakar, luka yang kototr dan pada bayi dapat melalui
tali pusat. Organisme multipel membentuk 2 toksin yaitu tetanuspasmin yang merupakan
toksin kuat dan atau neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot, dan
mempengaruhi sistem saraf pusat. Eksotoksin yang dihasilkan akan mencapai pada sistem
saraf pusat dengan melewati akson neuron atau sistem vaskuler.
Kuman ini menjadi terikat pada satu saraf atau jaringan saraf dan tidak dapat lagi
dinetralkan oleh antitoksin spesifik. Namun toksin yang bebas dalam peredaran darah
sangat mudah dinetralkan oleh aritititoksin. Hipotesa cara absorbsi dan bekerjanya toksin
adalah pertama toksin diabsorbsi pada ujung saraf motorik dan melalui aksis silindrik
dibawah ke korno anterior susunan saraf pusat. Kedua, toksin diabsorbsi oleh susunan
limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri kemudian masuk ke dalam susunan saraf
pusat. Toksin bereaksi pada myoneural junction yang menghasilkan otot-otot menjadi
kejang dan mudah sekali terangsang. Masa inkubasi 2 hari sampai 2 bulan dan rata-rata 10
hari.

D. Manifestasi Klinis
Masa tunas biasanya 5 – 14 hari, tetapi kadang-kadang sampai beberapa minggu pada
infeksi ringan atau kalau terjadi modifikasi penyakit oleh antiserum.
Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan ketegangan otot yang makin bertambah
terutama pada rahang dan leher.
Dalam waktu 48 jam penyakit ini menjadi nyata dengan :

1. Keluhan dimulai dengan kaku otot, disusul dengan kesukaran untuk membuka mulut
(trismus) karena spasme otot-otot mastikatoris.

2. Diikuti gejala risus sardonikus karena spasme otot muka (alis tertarik ke atas),sudut
mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi ,kekauan otot dinding
perut dan ekstremitas (fleksi pada lengan bawah, ekstensi pada telapak kaki)
3. Pada keadaan berat, dapat terjadi kejang spontan yang makin lam makin seinrg dan
lama, gangguan saraf otonom seperti hiperpireksia, hiperhidrosis,kelainan irama
jantung dan akhirnya hipoksia yang berat
4. Bila periode”periode of onset” pendek penyakit dengan cepat akan berkembang
menjadi berat
5. Kaku kuduk sampai epistotonus (karena ketegangan otot-otot erector trunki)
6. Kejang tonik terutama bila dirangsang karena toksin terdapat di kornu anterior.
7. Kesukaran menelan,gelisah, mudah terangsang, nyeri anggota badan sering marupakan
gejala dini.
8. Spasme yang khas , yaitu badan kaku dengan epistotonus, ekstremitas inferior dalam
keadaan ekstensi, lengan kaku dan tangan mengepal kuat. Anak tetap sadar. Spasme
mula-mula intermitten diselingi periode relaksasi. Kemudian tidak jelas lagi dan
serangan tersebut disertai rasa nyeri. Kadang-kadang terjadi perdarahan intramusculus
karena kontraksi yang kuat.
9. Asfiksia dan sianosis terjadi akibat serangan pada otot pernapasan dan laring. Retensi
urine dapat terjadi karena spasme otot urethral. Fraktur kolumna vertebralis dapat pula
terjadi karena kontraksi otot yang sangat kuat.
10. Panas biasanya tidak tinggi dan terdapat pada stadium akhir.
11. Biasanya terdapat leukositosis ringan dan kadang-kadang peninggian tekanan cairan
otak.

Ada 3 bentuk klinik dari tetanus, yaitu:

1. Tetanus local : otot terasa sakit, lalu timbul rebiditas dan spasme pada bagian
paroksimal luak. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu dan menghilang
tanpa sekuele.
2. Tetanus general merupakan bentuk paling sering, timbul mendadak dengan kaku
kuduk, trismus, gelisah, mudah tersinggung dan sakit kepala merupakan manifestasi
awal. Dalam waktu singkat konstruksi otot somatik — meluas. Timbul kejang tetanik
bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian
bawah. Pada mulanya spasme berlangsuang beberapa detik sampai beberapa menit dan
terpisah oleh periode relaksasi.
3. Tetanus segal : varian tetanus local yang jarang terjadi masa inkubasi 1-2 hari terjadi
sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah disfungsi
saraf III, IV, VII, IX dan XI tersering adalah saraf otak VII diikuti tetanus umum.

Untuk mudahnya tingkat berat penyakit dibagi :

1. Ringan ; hanya trismus dan kejang lokal


2. Sedang ; mulai terjadi kejang spontan yang semakin sering, trismus yang tampak
nyata, opistotonus dankekauan otot yang menyeluruh.
Timbulnya gejala klinis biasanya mendadak, didahului dengan ketegangan otot terutama
pada rahang dan leher. Kemudian timbul kesukaran membuka mulut (trismus) karena
spsme otot massater. Kejang otot ini akan berlanjut ke kuduk (opistotonus) dinding perut
dan sepanjang tulang belakang. Bila serangan kejang tonik sedang berlangsung serimng
tampak risus sardonukus karena spsme otot muka dengan gambaran alsi tertarik ke atas,
sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah, bibir tertekan kuat pada gigi. Gambaran umum
yang khas pada tetanus adalah berupa badan kaku dengan epistotonus, tungkai dalam
ekstrensi lengan kaku dan tangan mengapal biasanya kesadaran tetap baik. Serangan
timbul paroksimal, dapat dicetus oleh rangsangan suara, cahaya maupun sentuhan, akan
tetapi dapat pula timbul spontan. Karena kontraksi otot sangat kuat dapat terjadi asfiksia
dan sianosis, retensi urin bahkan dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak).
Kadang dijumpai demam yang ringan dan biasanya pada stadium akhir.

E. Evaluasi Diagnostik
1. Pemeriksaan fisik : adanya luka dan ketegangan otot yang khas terutama pada rahang
2. Pemeriksaan darah leukosit 8.000-12.000 m/L
3. Pemeriksaan ECG dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler

F. Penatalaksanaan Medis
Secara Umum
1. Merawat dan memebersihkan luka sebaik-baiknya.

2. Diet TKTP pemberian tergantung kemampuan menelan bila trismus makanan diberi
pada sonde parenteral.
3. Isolasi pada ruang yang tenang bebas dari rangsangan luar.
4. Oksigen pernafasan butan dan trakeotomi bila perlu.
5. Mengatur cairan dan elektrolit.

Pada dasarnya , penatalaksanaan tetanus bertujuan :

 Eliminasi kuman
1. Debridement
Untuk menghilangkan suasana anaerob, dengan cara membuang jaringan yang rusak,
membuang benda asing, merawat luka/infeksi, membersihkan liang telinga/otitis
media, caires gigi.
2. Antibiotika penisilna prokain 50.000-100.000 ju/kg/hari im, 1-2 hari, minimal 10 hari.
Antibiotika lain ditambahkan sesuai dengan penyulit yang timbul.
3. Netralisasi toksintoksin yang dapat dinetralisir adalah toksin yang belum melekat di
jaringan. Dapat diberikan ats 5000-100.000 ki
4. Perawatan suporatif

Perawatan penderita tetanus harus intensif dan rasional :


a. Nutrisi dan cairan
1. Pemberian cairan iv sesuaikan jumlah dan jenisnya dengan keadaan penderita,
seperti sering kejang, hiperpireksia dan sebagainya.- beri nutrisi tinggi kalori, bil a
perlu dengan nutrisi parenteral
2. Bila sounde naso gastrik telah dapat dipasang (tanpa memperberat kejang)
pemberian makanan peroral hendaknya segera dilaksanakan.

b. Menjaga agar nafas tetap efisien


1. Pemebrsihan jalan nafas dari lendir
2. Pemberian xat asam tambahan
3. Bila perlu , lakukan trakeostomi (tetanus berat)

c. Mengurangi kekakuan dan mengatasi kejang


1. Antikonvulsan diberikan secara tetrasi, disesuaikan dengan kebutuhan dan respon
klinis.
2. Pada penderita yang cepat memburuk (serangan makin sering dan makin lama),
pemberian antikonvulsan dirubah seperti pada awal terapi yaitu mulai lagi dengan
pemberian bolus, dilanjutkan dengan dosis rumatan.
3. Pengobatan rumat. Fenobarbital dosis maintenance : 8-10 mg/kg BB dibagi 2 dosis
pada hari pertama, kedua diteruskan 4-5 mg/kg BB dibagi 2 dosis pada hari
berikutnya
4. Bila dosis maksimal telah tercapai namun kejang belum teratasi , harus dilakukan
pelumpuhan obat secara totoal dan dibantu denga pernafasan maknaik (ventilator)

d. Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :


1. Semua pakaian ketat dibuka
2. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
3. Usahakan agar jalan napas bebasu ntuk menjamin kebutuhan oksigen
4. Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen

Pembedahan

a. Problema pernafasan ; Trakeostomi (k/p) dipertahankan beberapa minggu; intubasi


trakeostomi atau laringostomi untuk bantuan nafas.
b. Debridemen atau amputasi pada lokasi infeksi yang tidak terdeteksi.

G. Komplikasi
1. Bronkopneumoni

2. Asfiksia dan sianosis


3. Spame otot faring yang menyebabkan terkumpulnya air liur (saripa) di dalam rongga
mulut dan hal ini memungkinkan terjadinya aspirasi sehingga dapat terjadi pneumonia
aspirasi.
4. Atelektaksis karena obstruksi secret
5. Fraktura kompresi.

H. Pengobatan
1. Anti Toksin : ATS 500 U IM dilanjutkan dengan dosis harian 500-1000 U
2. Anti kejang : Diazepam 0,5-1,0 mg/kg BB / 4 jam IM Efek samping stupor, koma
3. Antibiotik : Pemberian penisilin prokain 1,2 juta U/hari
I. Pencegahan
Pencegahan penyakit tetanus meliputi :
1. Anak mendapatkan imunisasi DPT diusia 3-11 Bulan
2. Ibu hamil mendapatkan suntikan TT minimal 2 X
3. Pencegahan terjadinya luka & merawat luka secara adekuat
4. Pemberian anti tetanus serum

J. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
1. Identitas
- Identitas pasien : nama, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, tanggal masuk,
tanggal pengkajian, diagnosa medik, rencana terapi
- Identitas orang tua:
Ayah : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat
Ibu : nama, usia, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat
- Identitas sudara kandung
2. Keluhan utama/alasan masuk RS
3. Riwayat Kesehatan
- Riwayat kesehatan sekarang: adanya luka parah dan luka bakar dan imunisasi yang
tidak adekuat.
- Riwayat kesehatan masa lalu
4. Riwayat kesehatan keluarga
5. Riwayat imunisasi
6. Riwayat tumbuh kembang
- Pertumbuhan fisik
- Perkembangan tiap tahap
7. Riwayat Nutrisi
- Pemberin asi
- Susu Formula
- Pemberian makanan tambahan
- Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini
8. Riwayat Psikososial
9. Riwayat Spiritual
10. Reaksi Hospitalisasi
- Pemahaman keluarga tentang sakit yang rawat nginap
11. Aktifitas sehari-hari
- Nutrisi
- Cairan
- Eliminasi BAB/BAK
- Istirahat tidur
- Olahraga
- Personal Hygiene
- Aktifitas/mobilitas fisik
- Rekreasi
12. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan umum klien
- Tanda-tanda vital
- Antropometri
- Sistem pernafasan: dyspnea asfiksia dan sianosis akibat kontraksi otot pernafasan.
- Sistem Cardio Vaskuler: disritmia, takicardi, hipertensi dan perdarahan, suhu
tubuh awalnya 38 - 40°Catau febris sampai ke terminal 43 - 44°C.
- Sistem Pencernaan: konstipasi akibat tidak ada pergerakan usus
- Sistem Indra
- Sistem muskulo skeletal dan Sistem integument: nyeri kesemutan pada tempat
luka, berkeringatan (hiperhidrasi), pada awalnya didahului trismus, spasme otot
muka dengan peningkatan kontraksi alis mata, risus sardonicus, otot kaku dan
kesulitan menelan.
- Sistem Endokrin
- Sistem perkemihan: retensi urine (distensi kandung kemih dan urine output tidak
ada/oliguria)
- Sistem reproduksi
- Sistem imun
- Sistem saraf : Fungsi cerebral, fungsi kranial, fungsi motorik, fungsi sensorik,
fungsi cerebelum, refleks, iritasi meningen, irritability (awal), kelemahan, konvulsi
(akhir), kelumpuhan satu atau beberapa saraf otak.
13. Pemeriksaan tingkat perkembangan
- 0 – 6 tahun dengan menggunakan DDST (motorik kasar, motorik halus, bahasa,
personal sosial)
- 6 tahun keatas (perkembangan kognitif, Psikoseksual, Psikososial)
14. Tes Diagnostik
15. Terapi

K. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya sekresi atau
produksi mucus
b. Defisit volume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketegangan dan
spasme otot mastikatoris , kesukaran menelan dan membuka mulut
d. Resiko aspirasi berhubungan dengan meningkatknya sekresi, kesukaran menelan, dan
spasme otot faring.
e. Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang
f. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan aktifitas tatanuslysin
g. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan aktifitas kejang
h. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit berhubungan dengan perubahan status
kesehatan, penata laksanaan gangguan kejang
i. Cemas berhubungan dengan kemungkinan injuri selama kejang.
L. Perencanaan Keperawatan dan Rasional
1. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan meningkatnya sekretsi atau
produksi mukus.
Tujuan : Anak memperlihatkan kepatenan jalan nafas dengan kriteria jalan nafas
bersih, tidak ada sekresi
Intervensi :
a. Kaji status pernafasan, frekwensi, irama, setiap 2 – 4 jam
b. Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati dan pasti bila ada penumpukan secret
c. Gunakan sudip lidah saat kejang
d. Miringkan ke samping untuk drainage
e. Observasi oksigen sesuai program
f. Pemberian sedativa Diazepam drip 10 Amp (hari pertama dan setiap hari dikurangi 1
amp)
g. Pertahankan kepatenan jalan nafas dan bersihkan mulut

2. Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat


Tujuan : Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan yang dengan criteria,
Membran mukosa lembab, Turgor kulit baik .
Intervensi :
a. Kaji intake dan out put setiap 24 jam
b. Kaji tanda-tanda dehidrasi, membran mukosa, dan turgor kulit setiap 24 jam
c. Berikan dan pertahankan intake oral dan parenteral sesuai indikasi ( infus 12 tts/m,
NGT 40 cc/4 jam) dan disesuaikan dengan perkembangan kondisi pasien
d. Monitor berat jenis urine dan pengeluarannya
e. Pertahankan kepatenan NGT

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketegangan dan spasme
otot mastikatoris , kesukaran menelan dan membuka mulut
Tujuan : Status nutrisi anak terpenuhi dengan criteria, Berat badan sesuai usia,
makanan 90 % dapat dikonsumsi, Jenis makanan yang dikonsumsi sesuai dengan
kebutuhan gizi anak (protein, karbohidrat, lemak dan viotamin seimbang
Intervensi :
a. Pasang dan pertahankan NGT untuk intake makanan
b. Kaji bising usus bila perlu, dan hati-hati karena sentuhan dapat merangsang kejang
c. Berikan nutrisi yang tinggi kalori dan protein
d. Timbang berat badan sesuai protocol
4. Resiko aspirasi berhubungan dengan meningkatknya sekresi, kesukaran menelan, dan
spasme otot faring.
Tujuan : Tidak terjadi aspirasi dengan criteria, Jalan nafas bersih dan tidak ada secret,
Pernafasan teratur.
Intervensi :
a. Kaji status pernafasan setiap 2-4 jam
b. Lakukan pengisapan lendir dengan hati-hati
c. Gunakan sudip lidah saat kejang
d. Miringkan ke samping untuk drainage
e. Pemberian oksigen 0,5 Liter
f. Pemberian sedativa sesuai program
g. Pertahankan kepatenan jalan nafas dan bersihkan mulut

5. Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang


Tujuan : Cedera tidak terjadi dengan criteria, Klien tidak ada cedera, Tidur dengan
tempat tidur yang terpasang pengaman.
Intervensi
a. Identifikasi dan hindari faktor pencetus
b. Tempatkan pasien pada tempat tidur pada pasien yang memakai pengaman
c. Sediakan disamping tempat tidur tongue spatel
d. Lindungi pasien pada saat kejang
e. Catat penyebab mulai terjadinya kejang

6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tetanus lysin , pembatasan


aktifitas (immobilisasi)
Tujuan : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit, dengan criteria, Tidak ada kemerahan ,
lesi dan edema.
Intervensi
a. Observai adanya kemerahan pada kulit
b. Rubah posisi secara teratur
c. Anjurkan kepada orang tua pasien untuk memakaikan katun yang longgar
d. Pantau masukan cairan, hidrasi kulit dan membran mukosa
e. Pertahankan hygiene kulit dengan mengeringkan dan melakukan masagge dengan
lotion

7. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan tirah baring dan aktifitas kejang
Tujuan : Kebutuhan aktifitas sehari-hari/perawatan diri terpenuhi, dengan criteria,
Tempat tidur bersih,Tubuh anak bersih,Tidak ada iritasi pada kulit, BAB/BAK dapat
dibantu.
Intervensi :
a. Pemenuhan kebutuhan aktifitas sehari-hari
b. Bantu anak dalam memenuhi kebutuhan aktifitas , BAB/BAK, membersihkan tempat
tidur dan kebersihan diri
c. Berikan makanan perparenteral
d. Libatkan orang tua dalam perawatan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

8. Cemas berhubungan dengan kemungkinan injuri selama kejang


Tujuan : Orang tua menunjukan rasa cemas berkurang dan dapat mengekspresikan
perasaan tentang kondisi anak yang dialami, dengan criteria, Orang tua klien tidak
cemas dan gelisah.
Intervensi :
a. Jelaskan tentang aktifitas kejang yang terjadi pada anak
b. Ajarkan orang tua untuk mengekspresikan perasaannya tentang kondisi anaknya
c. Jelaskan semua prosedur yang akan dilakukan
d. Gunakan komunikasi dan sentuhan terapetik

M. Evaluasi
1. Klien memperlihatkan kepatenan jalan nafas, jalan nafas bersih, tidak ada sekresi
2. Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan, membran mukosa lembab,
turgor kulit baik
3. Status nutrisi anak terpenuhi, berat badan sesuai usia, makanan 90 % dapat
dikonsumsi, jenis makanan yang dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan gizi anak
(protein, karbohidrat, lemak dan vitamin seimbang)
4. Tidak terjadi aspirasi, jalan nafas bersih dan tidak ada secret, pernafasan teratur
5. Cedera tidak terjadi, klien tidak ada cedera, tidur dengan tempat tidur yang terpasang
pengaman
6. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit, tidak ada kemerahan , lesi dan edema
7. Kebutuhan aktifitas sehari-hari/perawatan diri terpenuhi, tempat tidur bersih,Tubuh
anak bersih,Tidak ada iritasi pada kulit, BAB/BAK dapat dibantu.
8. Orang tua menunjukan rasa cemas berkurang dan dapat mengekspresikan perasaan
tentang kondisi anak yang dialami, orang tua klien tidak cemas dan gelisah.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, ME. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi.3.Jakarta: EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta: EGC.

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC,
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai