Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

TETANUS NEONATORUM

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Dosen Pengampu : Ns. Siti Riskika, M.Kep

Oleh :

Fani Riyanto (19037140016)

Sagita Rheza Tigas Sergio (19037140048)

PROGRAM STUDI DII KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BONDOWOSO

Tahun 2021
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas limpahan
Rahmat serta karuniaNYA semata sehingga tugas mata kuliah ini dapat terselesaikan
dengan baik. Tugas ini disuruh untuk memenuhi mata kuliah Keperawatan Anak yang
menjadi salah satu mata kuliah yang wajib di Program Studi DIII Keperawatan
Universitas Bondowoso.

Tanpa adanya bantuan dari semua pihak, maka tugas ini tidak akan dapat
diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada Ns.Siti Riskika, M.Kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan Anak.

Semoga apa yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan imbalan dari
Allah SWT, dan penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sangat
membangun dari semua pihak untuk bahan perbaikan penulisan makalah ini.

Bondowoso, 25 April 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul..............................................................................................i

Kata Pengantar..............................................................................................ii

Daftar Isi......................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN..........................................................................1

1.1 Latar Belakang...........................................................................1

1.2 Rumusan Masalah......................................................................1

1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................1

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.................................................................3

2.1 Definisi......................................................................................3

2.2 Etiologi......................................................................................3

2.3 Patofisiologi...............................................................................4

2.4 Manifestasi Klinis......................................................................4

2.5 Klasifikasi..................................................................................4

2.6 Pathway.....................................................................................5

2.7 Komplikasi................................................................................6

2.8 Pemeriksaan Penunjang.............................................................6

2.9 Penatalaksanaan.........................................................................6

2.10 Pencegahan..............................................................................8

BAB 3 ASKEP TEORI..............................................................................10

iii
3.1 Pengkajian..................................................................................10

3.2 Diagnosa.....................................................................................11

3.3 Intervensi....................................................................................12

3.4 Implementasi..............................................................................13

3.5 Evaluasi......................................................................................15

BAB 4 PENUTUP......................................................................................16

4.1 Kesimpulan.................................................................................16

4.2 Saran...........................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................17

DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


` Tetanus neonatorum merupakan tetanus yang terjadi pada bayi yang dapat
disebabkan adanya infeksi pada tali pusat yang tidak bersih. Kematian tetanus sekitar
45-55 %, sedangkan pada tetanus neonatorum sekitar 80%. Terdapat hubungan
terbalik antara lamanya masa inkubasi dengan beratnya penyakit. Resiko kematian
sekitar 58% pada m,asa inkubasi 2-10 hari, dan 17-35% pada masa inkubasi 11-22
hari. Bila interval antara gejala pertama dengan timbulnya kejang cepat, prognosis
lebih buruk.
Berdasarkan hasil survei dilaksankan oleh WHO di 15 negara di Asia, Timur
tengah dan Afrika pada tahun 1978-1982 menekankan bahwa penyakit tetanus
neonatorum banyak dijumpai daerah pedesaan negara berkembang termasuk
indonesia yang memiliki angka proporsi kematian neonatal akibat penyakit tetanus
neonatorum mencapai 51%. Pada kasus tetanus neonatorum yang tidak dirawat,
hampir dapat dipastikan CFR akan mendekati 100%, terutama pada kasus yang
mempunyai masa inkubasi yang kurang dari 7 hari.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas serta melihat peran dan fungsi perawat 
sangatlah penting daalam hal memperbaiki derajat kesehatan khususnya masalah    
Tetanus Neonatorum pada anak. Dalam hal pelaksanaan asuhan keperawatan
meliputi askep promotif( memberikan penyuluhan kesehatan untuk status kesehatan),
preventif( pencegahan), kuratif( memberikan obat-obatan untuk mengobati penyebab
dasar), rehabilitatif( dokter, perawat dan peran serta keluarga dalam perawatan
pasien).

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana konsep tentang Tetanus Neonatorum ?
2. Bagimana asuhan keperawatan klien dengan Tetanus Neonatorum ?

1.3 TUJUAN PENULISAN

1.Mahasiswa dapat menjelaskan tentang Tetanus Neonatorum

1
2. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien yang
mengalami Tetanus Neonatorum

2
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Tetanus adalah penyakit infeksi akut disebabkan eksotoksin yang dihasilkan


oleh Clostridium tetani, ditandai dengan peningkatan kekakuan umum dan kejang-
kejang otot rangka.

Penyakit tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonates
(bayi berusia kurang 1 bulan) yung disebabkan oleh clostridium tetani yaitu kuman
yang mengeluarkan toksin yang menyerang sistem saraf pusat.Tetanus juga dikenal
dengan nama lockjaw, karena salah satu gejala penyakit ini adalah mulut yang sukar
dibuka (seperti terkunci) (Surasmi, Handayani, & Kusuma, 2006).

Tetanus Neonatorum adalah penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan tanda
klinik yang khas, setelah 2 hari pertama bayi baru hidup, menangis dan menyusu
secara normal, pada hari ketiga atau lebih timbul kekakuan seluruh tubuh dengan
kesulitan membuka mulut dan menetek di susul dengan kejang-kejang (WHO, 1989 )

Tetanus Neonatorum merupakan penyebab kejang yang sering dijumpai pada


BBL yang disebabkan oleh infeksi selama masa neonatal, yag antara lain terjadi
sebagai akibat pemotongan tali pusat atau perawatan tidak aseptic. 

2.2 ETIOLOGI
Penyebabnya adalah Clostrodium tetani, yang infeksinya biasanya terjadi
melalui luka pada tali pusat. Ini dapat terjadi karena pemotongan tali pusat tidak
menggunakan alat-alat yang steril. Faktor lain adalah sebagian ibu yang melahirkan
tidak atau belum mendapatkan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) pada masa
kehamilannya. (Ngastiyah 1997) Hasil Clostrodium tetani ini bersifat anaerob,
berbentuk spora selama diluar tubuh manusia dan dapat mengeluarkan toksin yang
dapat mengahancurkan sel darah merah, merusak lekosit dan merupakan
tetanospasmin yaitu toksin yang bersifat neurotropik yang dapat menyebabkan
ketegangan dan spasme otot. Masa inkubasi biasanya 5-14 hari, tergantung pada

3
tempat terjadinya luka, bentuk luka, dosis dan toksisitas kuman Tetanus Neonatorum.
(Surasmi, Asrining,2003)

2.3 PATOFISIOLOGI
Virus yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobit berubah menjadi
bentuk vegetatif dan berbiak sambil menghasilkan toksin dalam jaringan yang
anaerobit ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya
tekanan oksigen jaringan akibat adanya pus, nekrosis jaringan, garam kalsium yang
dapat diionisasi. Secara intra aksonal toksin disalurkan ke sel syaraf yang memakan
waktu sesuai dengan panjang aksonnya dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat
perubahan elektrik dan fungsi sel syaraf walaupun toksin telah terkumpul dalam sel.
Dalam sum-sum tulang belakang toksin menjalar dari sel syaraf lower motorneuron
keluksinafs dari spinal inhibitorineurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan
gangguan pada inhibitoritransmiter dan menimbulkan kekakuan.( Aang, 2011)

2.4 MANIFESTASI KLINIS


 Masa inkubasi 3-10 hari
 Gejala permulaan ialah kesulitan minum karena terjadi trismus
 Mulut mencucu sepereti ikan (harpermond) sehingga bayi tidak dapat minum
dengan baik
 Dapat terjadi spasmus otot yang luas dan kejang umum
 Lehar kaku dapat terjadi opisthotonus
 Dinding abdomen kaku, mengeras dan kadang-kadang terjadi kejang otot
pernafasan
 Suhu meningkat
 Dahi berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik kabawah muka rhisus
sardonikus
 Ekstremitas biasanya terulur dan kaku
 Tiba-tiba bayi sensitive terhadap rangsangan, gelisah dan kadang-kadang
menangis.
 Bayi rewel
 Kesukaran menelan akibat spasme otot laring
 Asfiksia dan sianosis akibat spasme otot pernafasan

4
 Bayi sadar dan gelisah
2.5 KLASIFIKASI TETANUS NEONATORUM

Kategori Tetanus Neonatorum Sedang Tetanus Neonatorum Berat


Umur bayi > 7 hari 0 – 7 hari
Frekuensi Kadang-kadang Sering
kejang
Bentuk Mulut mencucu, Mulut mencucu,
kejang
Trismus kadang, Trismus terus-menerus,

Kejang rangsang (+) Kejang rangsang (+)


Posisi badan Opistotonus kadang-kadang Selalu opistotonus
Kesadaran Masih sadar Masih sadar
Tanda-tanda Tali pusat kotor, Tali pusat kotor,
infeksi
Lubang telinga kotor/bersih Lubang telinga kotor/bersih

2.6 PATHWAY TETANUS NEONATORUM

Terpapar Kuman Clostridium

Eksotoksin

Pengangkutan toksin melewati saraf motorik

Sumsum tulang belakang Otak Saraf Otonom

Tonus otot Menempel pada Mengenai saraf


Celebral Gangliosides Simpatis

5
Menjadi kaku Kekakuan dan Kejang Gangguan suhu
Khas pada tetanus tubuh

Hipertermia

Hilangnya keseimabngan tonus otot

Kekakuan otot

Sistem Pencernaan Sistem Pernafasan

Gangguan Bersihan Jalan


Defisit Nutrisi Resiko Aspirasi
Menelan Nafas tidak efektif

2.7 KOMPLIKASI
 Gangguan pemenuhan nutrisi
 Gangguan pemenuhan oksigen
 Meningkatnya metabolisme tubuh
 Potensial terjadi gangguan saraf
 Potensial terjadi kelumpuhan otot-otot pernafasan
 Potensial terjadi infeksi
 Sering timbul komplikasi terutama bronkhopneumonia, asfiksia dan sianosis
akibat obstruksi jalan nafas oleh lendir/sekret, dan sepsis.
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. pemeriksaan laboratorium didapati peninggian leukosit
b.  pemeriksaan cairan otak biasanya normal
c. pemeriksaan elektromiogram dapat memperlihatkan adanya lepas muatan unit
motorik secara terus-menerus . (Teddi, 2010)

6
2.9 PENATALAKSANAAN
a. Perawatan

 Bayi sebaiknya dirawat oleh perawat yang cakap dan berpengalaman.


Sebaiknya disediakan satu orang perwat untuk seorang bayi. Bayi harus
dirawat di tempat yang tenang dengan penerangan dikurangi agar
rangsangan bagi timbulnya kejang kurang.
 Saluran pernafasan dijaga agar selalu bersih
 Harus tersedia Zat asam. Zat asam diberikan kalau terdapat sianosis,
atau serangan apnea, dan pada waktu ada kejang.
 Pemberian makanan harus hati-hati dengan memakai pipa yang dibuat
dari polietilen atau karet
 Kalau pemberian makanan per oral tidak mungkin, maka diberi
makanan atau cairan intravena

b. Pencegahan

 Pencegahan yang paling baik adalah pemotongan dan perawatan tali


pusat yang baik; harus digunakan bahan dan alat yang steril.
Pemberian vaksinasi dengan suntikan pada ibu hamil dalam memberi
proteksi pada bayi.
d. Pemberian antibiotic
 Untuk mengatasi infeksi dapat digunakan penisilin 200 000 satuan
setiap hari diteruskan selama 3 jam sesudah panas turun. d. Pemberian
Antitoksin
 Untuk mengikat toksin yang masih bebas dapat diberi A.T.S.
(antitetanus serum) dengan dosis 10 000 satuan setiap hari selama 2
hari. e). Mengatasi Kejang
 Dalam mengatasi kejang seorang bidan/ perawat harus cepat tanggap
misalnya pada saat bayi kejang dengan segera masukkan tong spatel
yang sudah dibungkus kasa steril ke dalam mulut bayi agar lidah tidak
tergigit oleh giginya juga untuk mencegah agar lidah tidak jatuh ke
belakang menutupi saluran pernapasan. Kejang dapat diatasi dengan
mengurangi rangsangan timbulnya

7
2.10 PENCEGAHAN
1. Imunisasi aktif Imunisasi dengan toksoid tetanus (TT) merupakan
salah satu pencegahan yang sangat efektif. Angka kegagalannya relatif rendah.
TT pertama kali diproduksi pada tahun 1924. Imunisasi TT digunakan secara
luas pada militer selama perang dunia II. Terdapat dua jenis TT yang tersedia,
adsorbed (aluminium salt precipitated) toxoid dan fluid toxoid. TT tersedia
dalam kemasan antigen tunggal, atau dikombinasi dengan toksoid difteri
sebagai DT atau dengan toksoid difteri dan vaksin pertusis aselular sebagai
DaPT. Kombinasi toksoid difteri dan tetanus (DT) yang mengandung 10-12 Lf
dapat diberikan pada anak yang memiliki kontraindikasi terhadap vaksin
pertusis. Jenis imunisasi tergantung dari golongan umur dan jenis kelamin.
Untuk mencegah tetanus neonatorum, salah satu pencegahan adalah dengan
pemberian imunisasi TT pada wanita usia subur (WUS). Oleh karena itu,
setiap WUS yang berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan harus selalu
ditanyakan status imunisasi TT mereka dan bila diketahui yang bersangkutan
belum mendapatkan imunisasi TT harus diberi imunisasi TT minimal 2 kali
dengan jadwal sebagai berikut: dosis pertama diberikan segera pada saat WUS
kontak dengan pelayanan kesehatan atau sendini mungkin saat yang
bersangkutan hamil, dosis kedua diberikan 4 minggu setelah dosis pertama.
Dosis ketiga dapat diberikan 6 - 12 bulan setelah dosis kedua atau setiap saat
pada kehamilan berikutnya. Dosis tambahan sebanyak dua dosis dengan
interval satu tahun dapat diberikan pada saat WUS tersebut kontak dengan
fasilitas pelayanan kesehatan atau diberikan pada saat kehamilan berikutnya.
Total 5 dosis TT yang diterima oleh WUS akan memberi perlindungan seumur
hidup. WUS yang riwayat imunisasinya telah memperoleh 3 - 4 dosis DPT
pada waktu anak-anak, cukup diberikan 2 dosis TT pada saat kehamilan
pertama, ini akan memberi perlindungan terhadap seluruh bayi yang akan
dilahirkan.
2. Perawatan luka Perawatan luka harus segera dilakukan terutama pada
luka tusuk, luka kotor atau luka yang diduga tercemar dengan spora tetanus.
Perawatan luka dilakukan guna mencegah timbulnya jaringan anaerob.
Jaringan nekrotik dan benda asing harus dibuang. Untuk pencegahan kasus
tetanus neonatorum sangat bergantung pada penghindaran persalinan yang
tidak aman, aborsi serta perawatan tali pusat selain dari imunisasi ibu. Pada
8
perawatan tali pusat, penting diperhatikan adalah jangan membungkus punting
tali pusat/mengoleskan cairan/bahan apapun ke dalam punting tali pusat,
mengoleskan alkohol/povidon iodine masih diperkenankan tetapi tidak
dikompreskan karena menyebabkan tali pusat lembab.
3. Pemberian ATS dan HTIG profilaksis Profilaksis dengan pemberian
ATS hanya efektif pada luka baru (< 6 jam) dan harus segera dilanjutkan
dengan imunisasi aktif. Dosis ATS profilaksis 3000 IU. HTIG juga dapat
diberikan sebagai profilaksis luka. Dosis untuk anak < 7 tahun: 4 IU/kg IM
dosis tunggal, sedangkan dosis untuk anak ≥ 7 tahun: 250 IU IM dosis
tunggal.

BAB 3
ASKEP TEORI

3.1 PENGKAJIAN
9
1) Pengkajian
2) Riwayat kehamilan prenatal. 
Ditanyakan apakah ibu sudah diimunisasi TT
3) Riwayat natal ditanyakan. 
Siapa penolong persalinan karena data ini akan membantu membedakan
persalinan yang bersih/higienis atau tidak. Alat pemotong tali pusat, tempat
persalinan.
4) Riwayat postnatal. 
Ditanyakan cara perawatan tali pusat, mulai kapan bayi tidak dapat menetek
(incubation period). Berapa lama selang waktu antara gejala tidak dapat menetek
dengan gejala kejang yang pertama (period of onset).
5) Riwayat imunisasi pada tetanus anak.
Ditanyakan apakah sudah pernah imunisasi DPT/DT atau TT dan kapan
terakhir
6) Riwayat psiko sosial.
a) Kebiasaan anak bermain di mana
b) Hygiene sanitasi
7) Pemeriksaan fisik.
Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan gejala dari tetanus, bayi
normal dan bisa menetek dalam 3 hari pertama. Hari berikutnya bayi sukar
menetek, mulut “mecucu” seperti mulut ikan. Risus sardonikus dan kekakuan
otot ekstrimitas. Tanda-tanda infeksi tali pusat kotor. Hipoksia dan sianosis.
Pada anak keluhan dimulai dengan kaku otot lokal disusul dengan kesukaran
untuk membuka mulut (trismus).
Pada wajah : Risus Sardonikus ekspresi muka yang khas akibat kekakuan otot-
otot mimik, dahi mengkerut, alis terangkat, mata agak menyipit, sudut mulut
keluar dan ke bawah.
Opisthotonus tubuh yang kaku akibat kekakuan otot leher, otot punggung, otot
pinggang, semua trunk muscle.
Pada perut : otot dinding perut seperti papan. Kejang umum, mula-mula terjadi
setelah dirangsang lambat laun anak jatuh dalam status konvulsius.
Pada daerah ekstrimitas apakah ada luka tusuk, luka dengan nanah, atau
gigitan binatang
8) Tata laksana pasien tetanus
10
Umum
a. Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi. Pemberian cairan secara i.v.,
sekalian untuk memberikan obat-obatan secara syringe pump (valium
pump).
b. Menjaga saluran nafas tetap bebas, pada kasus yang berat perlu
tracheostomy.
c. Memeriksa tambahan oksigen secara nasal atau sungkup.
d. Kejang harus segera dihentikan dengan pemberian valium/diazepam
bolus i.v. 5 mg untuk neonatus, bolus i.v. atau perectal 10 mg untuk
anak-anak (maksimum 0.7 mg/kg BB).

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Hipertermia yang berhubungan dengan proses infeksi tali pusat yang ditandai
dengan peningkatan suhu
2. Gangguan Menelan yang berhubungan dengan kekakuan otot
3. Defisit Nutrisi yang berhubungan dengan bayi tidak menelan (ketidakmampuan
menelan makanan)
4. Bersihan Jalan Nafas yang berhubungan dengan proses infeksi
5. Resiko Aspirasi yang berhubungan dengan ketidakmatangan koordinasi
menghisap, menelan dan bernafas

3.3 INTERVENSI

No Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi


Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia

11
(SLKI) (SIKI)
1. D.0130 Tujuan: I.15506 Manajemen Hipertermia
Hipertermia Setelah dilakukan asuhan Observasi:
keperawatan selama 3x24 jam -Identifikasi penyebab hipertermia
maka Hipertermia dapat teratasi (mis. Dehidrasi, terpapar
dengan kriteria hasil: lingkungan panas,penggunaan
L. 14135 Termogulasi Neonatus incubator)
Frekuensi nadi menurun (5) -Monitor suhu tubuh
Pengisian kapiler menurun (5) Terapeutik:
Ventilasi menurun (5) -Berikan cairan oral
-Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
-Anjurkan tirah baring
2. D.0063 Tujuan: I.01018 Pencegahan Aspirasi
Gangguan Setelah dilakukan asuhan Observasi:
Menelan keperawatan selama 3x24 jam -Monitor tingkat kesadaran,batuk,
maka Gangguan Menelan dapat muntah dan kemampuan menelan
teratasi dengan kriteria hasil: -Monitor status pernafasan
L.06052 Status Menelan -Monitor bunyi nafas, terutama
Mempertahankan makanan setelah makan/minum
dimulut meningkat (5) Terapeutik:
Kemampuan mengunyah -Ajarkan teknik mengunyah atau
meningkat (5) menelan,jika perlu
Usaha menelan meningkat (5)
3. D.0019 Defisit Tujuan: I.03119 Manajemen Nutrisi
Nutrisi Setelah dilakukan asuhan Observasi:
keperawatan selama 3x24 jam -Identifikasi status nutrisi
maka Defisit Nutrisi dapat -Monitor asupan makanan
teratasi dengan kriteria hasil: -Identifikasi kebutuhan kalori dan
L.03030 Status Nutrisi jenis nutrient
Kekuatan otot pengunyah Terapeutik:
meningkat (5) -Hentikan pemberian makan
Kekuatan otot menelan melalui selang nassogatrik jika
meningkat (5) asupan oral dapat ditoleransi
4. D.0001 Tujuan: I.01011 Manajemen Jalan Nafas
Bersihan Jalan Setelah dilakukan asuhan Observasi:
Nafas Tidak keperawatan selama 3x24 jam -Monitor pola nafas (frekuensi,
Efektif maka Bersihan Jalan Nafas kedalaman , usaha nafas)

12
Tidak Efektif dapat teratasi -Monitor Sputum
dengan kriteria hasil: Terapeutik:
L.01001 Bersihan Jalan Nafas -Berikan oksigen, jika lengkap
Frekuensi nafas membaik (5) Kolaborasi:
Pola nafas membaik (5) -Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
5. D.0006 Resiko Tujuan: I.03144 Terapi Menelan
Aspirasi Setelah dilakukan asuhan Observasi:
keperawatan selama 3x24 jam -Monitor tanda dan gejala aspirasi
maka Resiko Aspirasi dapat -Monitor gerakan lidah saat makan
teratasi dengan kriteria hasil: -Monitor tanda kelelahan saat
L.01006 Tingkat Aspirasi makan,minum dan menelan
Tingkat kesadaran kemampuan Terapeutik:
menelan meningkat (5) -Berikan lingkungan yang nyaman
Kebersihan mulut meningkat (5) -Berikan perawatan mulut, sesuai
Kelemahan otot menurun (5) kebutuhan
Edukasi:
-Informasikan manfaat terapi
menelan kepada pasien dan
keluarga

3.4 IMPLEMENTASI

N DIAGNOSA IMPLEMENTASI
O
1. D.0130 Hipertermia Observasi:
-Mengindentifikasi penyebab hipertermia (mis.
Dehidrasi, terpapar lingkungan panas,penggunaan
incubator)
-Memonitor suhu tubuh
Terapeutik:
-Memberikan cairan oral
-Memberikan oksigen, jika perlu
Edukasi
-Menganjurkan tirah baring

13
2. D.0063 Observasi:
Gangguan Menelan -Memonitor tingkat kesadaran,batuk, muntah dan
kemampuan menelan
-Memonitor status pernafasan
-Memonitor bunyi nafas, terutama setelah makan/minum
Terapeutik:
-Mengajarkan teknik mengunyah atau menelan,jika perlu
3. D.0019 Defisit Nutrisi Observasi:
-Mengidentifikasi status nutrisi
-Memonitor asupan makanan
-Mengidentifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
Terapeutik:
-Menghentikan pemberian makan melalui selang
nassogatrik jika asupan oral dapat ditoleransi
4. D.0001 Bersihan Jalan Nafas Observasi:
Tidak Efektif -Memonitor pola nafas (frekuensi, kedalaman , usaha
nafas)
-Memonitor Sputum
Terapeutik:
-Memberikan oksigen, jika lengkap
Kolaborasi:
-Mengkolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.

5. D.0006 Resiko Aspirasi Observasi:


-Memonitor tanda dan gejala aspirasi
-Memonitor gerakan lidah saat makan
-Memonitor tanda kelelahan saat makan,minum dan
menelan
Terapeutik:
-Memberikan lingkungan yang nyaman
-Memberikan perawatan mulut, sesuai kebutuhan
Edukasi:
-Menginformasikan manfaat terapi menelan kepada
pasien dan keluarga

14
3.5 Evaluasi

1. Masalah keperawatan Hipertermia pada klien dapat teratasi


2. Masalah Keperawatan Gangguan Menelan pada klien dapat teratasi
3. Masalah Keperawatan Defisit Nutrisi pada klien dapat teratasi
4. Masalah Keperawatan Bersihan Jalan Nafas pada klien dapat teratasi
5.Masalah Keperawatan Resiko Aspirasi pada klien dapat teratasi

BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Penyakit tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada


neonates (bayi berusia kurang 1 bulan) yung disebabkan oleh clostridium tetani yaitu

15
kuman yang mengeluarkan toksin yang menyerang sistem saraf pusat.Tetanus juga
dikenal dengan nama lockjaw, karena salah satu gejala penyakit ini adalah mulut yang
sukar dibuka (seperti terkunci) (Surasmi, Handayani, & Kusuma, 2006).

Tetanus Neonatorum adalah penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan tanda
klinik yang khas, setelah 2 hari pertama bayi baru hidup, menangis dan menyusu
secara normal, pada hari ketiga atau lebih timbul kekakuan seluruh tubuh dengan
kesulitan membuka mulut dan menetek di susul dengan kejang-kejang (WHO, 1989 )

4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

Arnon SS. Tetanus (Clostridium tetani). In: Kliegman RM, editor. Nelson textbook of
pediatrics. Elsevier Saunders;2011. p.991-4

Markum, AH, 2002, Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta, FKUI

16
Farrar JJ, Yen LM, Cook T, Fairweather N, Binh N, Parry J, et al. Neurological aspects of
tropical disease: tetanus. J Neurol Neurosurg Psychiatry.2000;69:292-301

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Penatalaksanaan tetanus pada anak.


Jakarta: DEPKES RI

TIM POKJA SDKI DPP PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:

definisi indicator dan diagnostic. DPD PPNI. Jakarta Selatan

TIM POKJA SLKI DPP PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: definisi

dan kriteria hasil Keperawatan Indonesia . DPD PPNI. Jakarta Selatan

TIM POKJA SIKI DPP PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:

definisi dan tindakan Keperawatan. DPD PPNI. Jakarta Selatan

17

Anda mungkin juga menyukai