TETANUS NEONATORUM
Oleh :
UNIVERSITAS BONDOWOSO
Tahun 2021
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas limpahan
Rahmat serta karuniaNYA semata sehingga tugas mata kuliah ini dapat terselesaikan
dengan baik. Tugas ini disuruh untuk memenuhi mata kuliah Keperawatan Anak yang
menjadi salah satu mata kuliah yang wajib di Program Studi DIII Keperawatan
Universitas Bondowoso.
Tanpa adanya bantuan dari semua pihak, maka tugas ini tidak akan dapat
diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada Ns.Siti Riskika, M.Kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan Anak.
Semoga apa yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan imbalan dari
Allah SWT, dan penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sangat
membangun dari semua pihak untuk bahan perbaikan penulisan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul..............................................................................................i
Kata Pengantar..............................................................................................ii
Daftar Isi......................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN..........................................................................1
2.1 Definisi......................................................................................3
2.2 Etiologi......................................................................................3
2.3 Patofisiologi...............................................................................4
2.5 Klasifikasi..................................................................................4
2.6 Pathway.....................................................................................5
2.7 Komplikasi................................................................................6
2.9 Penatalaksanaan.........................................................................6
2.10 Pencegahan..............................................................................8
iii
3.1 Pengkajian..................................................................................10
3.2 Diagnosa.....................................................................................11
3.3 Intervensi....................................................................................12
3.4 Implementasi..............................................................................13
3.5 Evaluasi......................................................................................15
BAB 4 PENUTUP......................................................................................16
4.1 Kesimpulan.................................................................................16
4.2 Saran...........................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................17
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang asuhan keperawatan pada klien yang
mengalami Tetanus Neonatorum
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Penyakit tetanus neonatorum adalah penyakit tetanus yang terjadi pada neonates
(bayi berusia kurang 1 bulan) yung disebabkan oleh clostridium tetani yaitu kuman
yang mengeluarkan toksin yang menyerang sistem saraf pusat.Tetanus juga dikenal
dengan nama lockjaw, karena salah satu gejala penyakit ini adalah mulut yang sukar
dibuka (seperti terkunci) (Surasmi, Handayani, & Kusuma, 2006).
Tetanus Neonatorum adalah penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan tanda
klinik yang khas, setelah 2 hari pertama bayi baru hidup, menangis dan menyusu
secara normal, pada hari ketiga atau lebih timbul kekakuan seluruh tubuh dengan
kesulitan membuka mulut dan menetek di susul dengan kejang-kejang (WHO, 1989 )
2.2 ETIOLOGI
Penyebabnya adalah Clostrodium tetani, yang infeksinya biasanya terjadi
melalui luka pada tali pusat. Ini dapat terjadi karena pemotongan tali pusat tidak
menggunakan alat-alat yang steril. Faktor lain adalah sebagian ibu yang melahirkan
tidak atau belum mendapatkan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) pada masa
kehamilannya. (Ngastiyah 1997) Hasil Clostrodium tetani ini bersifat anaerob,
berbentuk spora selama diluar tubuh manusia dan dapat mengeluarkan toksin yang
dapat mengahancurkan sel darah merah, merusak lekosit dan merupakan
tetanospasmin yaitu toksin yang bersifat neurotropik yang dapat menyebabkan
ketegangan dan spasme otot. Masa inkubasi biasanya 5-14 hari, tergantung pada
3
tempat terjadinya luka, bentuk luka, dosis dan toksisitas kuman Tetanus Neonatorum.
(Surasmi, Asrining,2003)
2.3 PATOFISIOLOGI
Virus yang masuk dan berada dalam lingkungan anaerobit berubah menjadi
bentuk vegetatif dan berbiak sambil menghasilkan toksin dalam jaringan yang
anaerobit ini terdapat penurunan potensial oksidasi reduksi jaringan dan turunnya
tekanan oksigen jaringan akibat adanya pus, nekrosis jaringan, garam kalsium yang
dapat diionisasi. Secara intra aksonal toksin disalurkan ke sel syaraf yang memakan
waktu sesuai dengan panjang aksonnya dan aktifitas serabutnya. Belum terdapat
perubahan elektrik dan fungsi sel syaraf walaupun toksin telah terkumpul dalam sel.
Dalam sum-sum tulang belakang toksin menjalar dari sel syaraf lower motorneuron
keluksinafs dari spinal inhibitorineurin. Pada daerah inilah toksin menimbulkan
gangguan pada inhibitoritransmiter dan menimbulkan kekakuan.( Aang, 2011)
4
Bayi sadar dan gelisah
2.5 KLASIFIKASI TETANUS NEONATORUM
Eksotoksin
5
Menjadi kaku Kekakuan dan Kejang Gangguan suhu
Khas pada tetanus tubuh
Hipertermia
Kekakuan otot
2.7 KOMPLIKASI
Gangguan pemenuhan nutrisi
Gangguan pemenuhan oksigen
Meningkatnya metabolisme tubuh
Potensial terjadi gangguan saraf
Potensial terjadi kelumpuhan otot-otot pernafasan
Potensial terjadi infeksi
Sering timbul komplikasi terutama bronkhopneumonia, asfiksia dan sianosis
akibat obstruksi jalan nafas oleh lendir/sekret, dan sepsis.
2.8 PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. pemeriksaan laboratorium didapati peninggian leukosit
b. pemeriksaan cairan otak biasanya normal
c. pemeriksaan elektromiogram dapat memperlihatkan adanya lepas muatan unit
motorik secara terus-menerus . (Teddi, 2010)
6
2.9 PENATALAKSANAAN
a. Perawatan
b. Pencegahan
7
2.10 PENCEGAHAN
1. Imunisasi aktif Imunisasi dengan toksoid tetanus (TT) merupakan
salah satu pencegahan yang sangat efektif. Angka kegagalannya relatif rendah.
TT pertama kali diproduksi pada tahun 1924. Imunisasi TT digunakan secara
luas pada militer selama perang dunia II. Terdapat dua jenis TT yang tersedia,
adsorbed (aluminium salt precipitated) toxoid dan fluid toxoid. TT tersedia
dalam kemasan antigen tunggal, atau dikombinasi dengan toksoid difteri
sebagai DT atau dengan toksoid difteri dan vaksin pertusis aselular sebagai
DaPT. Kombinasi toksoid difteri dan tetanus (DT) yang mengandung 10-12 Lf
dapat diberikan pada anak yang memiliki kontraindikasi terhadap vaksin
pertusis. Jenis imunisasi tergantung dari golongan umur dan jenis kelamin.
Untuk mencegah tetanus neonatorum, salah satu pencegahan adalah dengan
pemberian imunisasi TT pada wanita usia subur (WUS). Oleh karena itu,
setiap WUS yang berkunjung ke fasilitas pelayanan kesehatan harus selalu
ditanyakan status imunisasi TT mereka dan bila diketahui yang bersangkutan
belum mendapatkan imunisasi TT harus diberi imunisasi TT minimal 2 kali
dengan jadwal sebagai berikut: dosis pertama diberikan segera pada saat WUS
kontak dengan pelayanan kesehatan atau sendini mungkin saat yang
bersangkutan hamil, dosis kedua diberikan 4 minggu setelah dosis pertama.
Dosis ketiga dapat diberikan 6 - 12 bulan setelah dosis kedua atau setiap saat
pada kehamilan berikutnya. Dosis tambahan sebanyak dua dosis dengan
interval satu tahun dapat diberikan pada saat WUS tersebut kontak dengan
fasilitas pelayanan kesehatan atau diberikan pada saat kehamilan berikutnya.
Total 5 dosis TT yang diterima oleh WUS akan memberi perlindungan seumur
hidup. WUS yang riwayat imunisasinya telah memperoleh 3 - 4 dosis DPT
pada waktu anak-anak, cukup diberikan 2 dosis TT pada saat kehamilan
pertama, ini akan memberi perlindungan terhadap seluruh bayi yang akan
dilahirkan.
2. Perawatan luka Perawatan luka harus segera dilakukan terutama pada
luka tusuk, luka kotor atau luka yang diduga tercemar dengan spora tetanus.
Perawatan luka dilakukan guna mencegah timbulnya jaringan anaerob.
Jaringan nekrotik dan benda asing harus dibuang. Untuk pencegahan kasus
tetanus neonatorum sangat bergantung pada penghindaran persalinan yang
tidak aman, aborsi serta perawatan tali pusat selain dari imunisasi ibu. Pada
8
perawatan tali pusat, penting diperhatikan adalah jangan membungkus punting
tali pusat/mengoleskan cairan/bahan apapun ke dalam punting tali pusat,
mengoleskan alkohol/povidon iodine masih diperkenankan tetapi tidak
dikompreskan karena menyebabkan tali pusat lembab.
3. Pemberian ATS dan HTIG profilaksis Profilaksis dengan pemberian
ATS hanya efektif pada luka baru (< 6 jam) dan harus segera dilanjutkan
dengan imunisasi aktif. Dosis ATS profilaksis 3000 IU. HTIG juga dapat
diberikan sebagai profilaksis luka. Dosis untuk anak < 7 tahun: 4 IU/kg IM
dosis tunggal, sedangkan dosis untuk anak ≥ 7 tahun: 250 IU IM dosis
tunggal.
BAB 3
ASKEP TEORI
3.1 PENGKAJIAN
9
1) Pengkajian
2) Riwayat kehamilan prenatal.
Ditanyakan apakah ibu sudah diimunisasi TT
3) Riwayat natal ditanyakan.
Siapa penolong persalinan karena data ini akan membantu membedakan
persalinan yang bersih/higienis atau tidak. Alat pemotong tali pusat, tempat
persalinan.
4) Riwayat postnatal.
Ditanyakan cara perawatan tali pusat, mulai kapan bayi tidak dapat menetek
(incubation period). Berapa lama selang waktu antara gejala tidak dapat menetek
dengan gejala kejang yang pertama (period of onset).
5) Riwayat imunisasi pada tetanus anak.
Ditanyakan apakah sudah pernah imunisasi DPT/DT atau TT dan kapan
terakhir
6) Riwayat psiko sosial.
a) Kebiasaan anak bermain di mana
b) Hygiene sanitasi
7) Pemeriksaan fisik.
Pada awal bayi baru lahir biasanya belum ditemukan gejala dari tetanus, bayi
normal dan bisa menetek dalam 3 hari pertama. Hari berikutnya bayi sukar
menetek, mulut “mecucu” seperti mulut ikan. Risus sardonikus dan kekakuan
otot ekstrimitas. Tanda-tanda infeksi tali pusat kotor. Hipoksia dan sianosis.
Pada anak keluhan dimulai dengan kaku otot lokal disusul dengan kesukaran
untuk membuka mulut (trismus).
Pada wajah : Risus Sardonikus ekspresi muka yang khas akibat kekakuan otot-
otot mimik, dahi mengkerut, alis terangkat, mata agak menyipit, sudut mulut
keluar dan ke bawah.
Opisthotonus tubuh yang kaku akibat kekakuan otot leher, otot punggung, otot
pinggang, semua trunk muscle.
Pada perut : otot dinding perut seperti papan. Kejang umum, mula-mula terjadi
setelah dirangsang lambat laun anak jatuh dalam status konvulsius.
Pada daerah ekstrimitas apakah ada luka tusuk, luka dengan nanah, atau
gigitan binatang
8) Tata laksana pasien tetanus
10
Umum
a. Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi. Pemberian cairan secara i.v.,
sekalian untuk memberikan obat-obatan secara syringe pump (valium
pump).
b. Menjaga saluran nafas tetap bebas, pada kasus yang berat perlu
tracheostomy.
c. Memeriksa tambahan oksigen secara nasal atau sungkup.
d. Kejang harus segera dihentikan dengan pemberian valium/diazepam
bolus i.v. 5 mg untuk neonatus, bolus i.v. atau perectal 10 mg untuk
anak-anak (maksimum 0.7 mg/kg BB).
1. Hipertermia yang berhubungan dengan proses infeksi tali pusat yang ditandai
dengan peningkatan suhu
2. Gangguan Menelan yang berhubungan dengan kekakuan otot
3. Defisit Nutrisi yang berhubungan dengan bayi tidak menelan (ketidakmampuan
menelan makanan)
4. Bersihan Jalan Nafas yang berhubungan dengan proses infeksi
5. Resiko Aspirasi yang berhubungan dengan ketidakmatangan koordinasi
menghisap, menelan dan bernafas
3.3 INTERVENSI
11
(SLKI) (SIKI)
1. D.0130 Tujuan: I.15506 Manajemen Hipertermia
Hipertermia Setelah dilakukan asuhan Observasi:
keperawatan selama 3x24 jam -Identifikasi penyebab hipertermia
maka Hipertermia dapat teratasi (mis. Dehidrasi, terpapar
dengan kriteria hasil: lingkungan panas,penggunaan
L. 14135 Termogulasi Neonatus incubator)
Frekuensi nadi menurun (5) -Monitor suhu tubuh
Pengisian kapiler menurun (5) Terapeutik:
Ventilasi menurun (5) -Berikan cairan oral
-Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
-Anjurkan tirah baring
2. D.0063 Tujuan: I.01018 Pencegahan Aspirasi
Gangguan Setelah dilakukan asuhan Observasi:
Menelan keperawatan selama 3x24 jam -Monitor tingkat kesadaran,batuk,
maka Gangguan Menelan dapat muntah dan kemampuan menelan
teratasi dengan kriteria hasil: -Monitor status pernafasan
L.06052 Status Menelan -Monitor bunyi nafas, terutama
Mempertahankan makanan setelah makan/minum
dimulut meningkat (5) Terapeutik:
Kemampuan mengunyah -Ajarkan teknik mengunyah atau
meningkat (5) menelan,jika perlu
Usaha menelan meningkat (5)
3. D.0019 Defisit Tujuan: I.03119 Manajemen Nutrisi
Nutrisi Setelah dilakukan asuhan Observasi:
keperawatan selama 3x24 jam -Identifikasi status nutrisi
maka Defisit Nutrisi dapat -Monitor asupan makanan
teratasi dengan kriteria hasil: -Identifikasi kebutuhan kalori dan
L.03030 Status Nutrisi jenis nutrient
Kekuatan otot pengunyah Terapeutik:
meningkat (5) -Hentikan pemberian makan
Kekuatan otot menelan melalui selang nassogatrik jika
meningkat (5) asupan oral dapat ditoleransi
4. D.0001 Tujuan: I.01011 Manajemen Jalan Nafas
Bersihan Jalan Setelah dilakukan asuhan Observasi:
Nafas Tidak keperawatan selama 3x24 jam -Monitor pola nafas (frekuensi,
Efektif maka Bersihan Jalan Nafas kedalaman , usaha nafas)
12
Tidak Efektif dapat teratasi -Monitor Sputum
dengan kriteria hasil: Terapeutik:
L.01001 Bersihan Jalan Nafas -Berikan oksigen, jika lengkap
Frekuensi nafas membaik (5) Kolaborasi:
Pola nafas membaik (5) -Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
5. D.0006 Resiko Tujuan: I.03144 Terapi Menelan
Aspirasi Setelah dilakukan asuhan Observasi:
keperawatan selama 3x24 jam -Monitor tanda dan gejala aspirasi
maka Resiko Aspirasi dapat -Monitor gerakan lidah saat makan
teratasi dengan kriteria hasil: -Monitor tanda kelelahan saat
L.01006 Tingkat Aspirasi makan,minum dan menelan
Tingkat kesadaran kemampuan Terapeutik:
menelan meningkat (5) -Berikan lingkungan yang nyaman
Kebersihan mulut meningkat (5) -Berikan perawatan mulut, sesuai
Kelemahan otot menurun (5) kebutuhan
Edukasi:
-Informasikan manfaat terapi
menelan kepada pasien dan
keluarga
3.4 IMPLEMENTASI
N DIAGNOSA IMPLEMENTASI
O
1. D.0130 Hipertermia Observasi:
-Mengindentifikasi penyebab hipertermia (mis.
Dehidrasi, terpapar lingkungan panas,penggunaan
incubator)
-Memonitor suhu tubuh
Terapeutik:
-Memberikan cairan oral
-Memberikan oksigen, jika perlu
Edukasi
-Menganjurkan tirah baring
13
2. D.0063 Observasi:
Gangguan Menelan -Memonitor tingkat kesadaran,batuk, muntah dan
kemampuan menelan
-Memonitor status pernafasan
-Memonitor bunyi nafas, terutama setelah makan/minum
Terapeutik:
-Mengajarkan teknik mengunyah atau menelan,jika perlu
3. D.0019 Defisit Nutrisi Observasi:
-Mengidentifikasi status nutrisi
-Memonitor asupan makanan
-Mengidentifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
Terapeutik:
-Menghentikan pemberian makan melalui selang
nassogatrik jika asupan oral dapat ditoleransi
4. D.0001 Bersihan Jalan Nafas Observasi:
Tidak Efektif -Memonitor pola nafas (frekuensi, kedalaman , usaha
nafas)
-Memonitor Sputum
Terapeutik:
-Memberikan oksigen, jika lengkap
Kolaborasi:
-Mengkolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu.
14
3.5 Evaluasi
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
15
kuman yang mengeluarkan toksin yang menyerang sistem saraf pusat.Tetanus juga
dikenal dengan nama lockjaw, karena salah satu gejala penyakit ini adalah mulut yang
sukar dibuka (seperti terkunci) (Surasmi, Handayani, & Kusuma, 2006).
Tetanus Neonatorum adalah penyakit tetanus pada bayi baru lahir dengan tanda
klinik yang khas, setelah 2 hari pertama bayi baru hidup, menangis dan menyusu
secara normal, pada hari ketiga atau lebih timbul kekakuan seluruh tubuh dengan
kesulitan membuka mulut dan menetek di susul dengan kejang-kejang (WHO, 1989 )
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Arnon SS. Tetanus (Clostridium tetani). In: Kliegman RM, editor. Nelson textbook of
pediatrics. Elsevier Saunders;2011. p.991-4
16
Farrar JJ, Yen LM, Cook T, Fairweather N, Binh N, Parry J, et al. Neurological aspects of
tropical disease: tetanus. J Neurol Neurosurg Psychiatry.2000;69:292-301
TIM POKJA SDKI DPP PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
TIM POKJA SLKI DPP PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: definisi
TIM POKJA SIKI DPP PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
17