Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH TSUNAMI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Keperawatan GADAR & Manajemen Bencana

Dosen Pengampu : Ns. Destia widyarani,S.Kep,M.kes

Disusun Oleh:

IIL APRILLAH

KURNIA RAYI NANDA ARIFUL

M.SOGITA NUR RIJAS AL.A

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BONDOWOSO

1
TAHUN 2021

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat
serta keruniaNYA semata sehingga tugas mata kuliah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Tugas ini disuruh untuk memenuhi mata kuliah KEPERAWATAN GADAR &
MANAJEMEN BENCANA yang menjadi salah satu mata kuliah yang wajib di Program
studi DIII Keperawatan universitas Bondowoso Penulis yakin tanpa adanya bantuan dari
semua pihak, maka tugas ini tidak akan dapat disesuaikan dengan baik. Oleh karena itu
penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada.

1. Ibu Yuana Dwi Agustin SKM, M. Kes sebagai Ketua Program Studi DIII
Keperawatan Universitas Bondowoso.
2. Ibu Destia sebagai dosen pengampu mata kuliah KEPERAWATAN GADAR &
MANAJEMEN BENCANA
3. Semua pihak yang telah membantu mengerjakan makalah ini.

Semoga sumbangsih yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan imbalan dari
Allah SWT, dan penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
sangat membangun dari semua pihak untuk bahan perbaikan penulisan makalah ini

Bondowoso,03 september 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

COVER ........................................................................................................................ 1

KATA PENGANTAR ................................................................................................. 2

DAFTAR ISI................................................................................................................ 3

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 5

1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 5

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 5

1.3 Tujuan ..................................................................................................................... 5

BAB II LANDASAN TEORI ..................................................................................... 6

2.1 Pengertian Tsunami ................................................................................................ 6

2.2 Karakteristik Tsunami ............................................................................................. 6

2.3 Sejarah Tsunami...................................................................................................... 7

2.4 Jenis-jenis Tsunami ................................................................................................. 7

2.5 Penyebab Tsunami .................................................................................................. 8

BAB III PEMBAHASAN ........................................................................................... 9

3.1 Pencegahan ............................................................................................................. 9

3.2 mitigasi .................................................................................................................... 10

3.3 kesiapan................................................................................................................... 12

3.4 peringatan diri ......................................................................................................... 13

3.5 Tanggap Darurat ..................................................................................................... 14

3.6 Bantuan Darurat ...................................................................................................... 14

3
3.7 Pemulihan ............................................................................................................... 15

3.8 Rehabilitasi ............................................................................................................. 15

3.9 Rekonstruksi ........................................................................................................... 16

BAB IV PENUTUP ..................................................................................................... 19

4.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 19

4.2 Saran ....................................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 20

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tsunami merupakan salah satu bencana alam yang sangat ditakuti di Indonesia. Pada saat
2004 silam saja, bencana alam ini merenggut ratusan ribu jiwa warga Aceh. Bahkan,
masyarakat sekitar pantai apabila merasakan gempa yang cukup besar akan melakukan
evakuasi diri menuju tempat yang lebih tinggi karena khawatir akan terjadi bencana tsunami.

Salah satu bencana geologi ini sering terjadi di negara-negara yang termasuk ke dalam
daerah Cincin Api Pasifik (ring of fire). Daerah cincin api pasifik ini sangat rentan terjadi
gempa vulkanik maupun tektonik sehingga sangat berpotensi juga untuk terjadi tsunami andai
kata pusat gempa berada di lautan. Negara-negara yang rawan terkena bencana ini di
antaranya adalah Indonesia, Jepang, Filipina, Papua Nugini, India, Bangladesh, Maladewa,
dan Australia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa pengertian tsunami?


2. Bagaimana karakteristik tsunami?
3. Bagaimana sejarah tsunami?
4. Apa saja jenis-jenis tsunami?
5. Apa penyebab tsunami?
6. Bagaimana mitigasi bencana tsunami?

1.3 Tujuan

1. Agar mengetahui pengertian Tsunami


2. Agar mengetahui karakteristik Tsunami
3. Agar mengetahui sejarah Tsunami
4. Agar mengatahui jenis jenis Tsunami
5. Agar mengetahui penyebab Tsunami
6. Agar mengetahui mitigasi bencana Tsunami

5
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Tsunami

Istilah tsunami merupakan adopsi dari bahasa Jepang. Tsunami menurut Beni (2006), adalah
istilah yang berasal dari bahasa Jepang yang sekarang sudah menjadi istilah yang biasa
dipakai di seluruh penjuru dunia. Tsunami berasal dari kata tsu yang berarti pelabuhan
dan nami memiliki arti ombak. Masyarakat Jepang biasanya setelah terjadi bencana tsunami
akan pergi ke pelabuhan untuk melihat seberapa besar kerusakan yang ditimbulkan, sehingga
dipakailah istilah tsunami (Sutowijoyo 2005).

Tsunami merupakan salah satu Bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Tsunami
adalah gelombang besar yang dihasilkan oleh gempa bumi di dasar samudera,Meletus, atau
longsoran masa batuan di sekitar basin samudera (Djunire 2009). Simandjuntak (1994)
mengartikan tsunami sebagai salah satu kejadian alam yang dicirikan oleh terjadinya pasang
naik yang besar secara mendadak yang biasanya terjadi sesaat setelah terjadi
guncangan Gempa bumi tektonik. Gelombang yang dihasilkan oleh bencana alam ini dapat
menghancurkan daerah pemukiman yang berada di dekat pantai.

Berdasarkan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) (2006), tsunami
adalah gelombang laut yang mampu menjalar dengan kecepatan tinggi hingga lebih dari 900
km/jam, gelombang ini disebabkan oleh gempa bumi yang terjadi di dasar laut.
Tsunami sendiri sangat berkaitan dengan perubahan bentuk dasar laut dengan cepat karena
adanya faktor-faktor geologi, seperti letusan gunung berapi ataupun gempa bumi (Sudrajat
1994).

2.2 Karakteristik Tsunami

Karakteristik umum dari tsunami pada dasarnya berbeda dengan karakteristik ombak pada
biasanya. Ombak merupakan gelombang air yang dihasilkan dari tiupan angin, sedangkan
tsunami merupakan gelombang yang dibentuk akibat adanya kegiatan geologi bumi. Tsunami

6
merupakan gelombang yang dapat mencapai panjang gelombang lebih dari 150 km, serta
memiliki kecepatan gelombang seperti pesawat jet, yaitu sekitar 800 km/jam (King 1972).

Menurut PVMBG (2006), kecepatan gelombang tsunami bergantung pada kedalaman laut.
Tsunami memiliki panjang gelombang antara dua puncaknya lebih dari 100 km di laut lepas
dan selisih waktu antara kedua puncak tersebut diperkirakan antara 10 menit sampai 1 jam.
Pada saat mencapai pantai yang dangkal, teluk, atau muara sungai, gelombang ini kemudian
akan menurun kecepatannya, namun tinggi gelombang akan meningkat sehingga sangat
bersifat merusak benda-benda yang berada di sekitar pantai.

Pada laut dalam, tsunami akan bergerak dengan kecepatan yang sangat tinggi, yaitu 500
sampai dengan 1000 km/jam. Siklus terjadinya gelombang kembali berkisar antara hitungan
menit sampai satu jam. Saat mendekati pantai gelombang akan melambat dan ketinggian
gelombang akan meninggi. Tinggi gelombang ini dapat berubah karena adanya konversi
energi dari bentuk energi kinetik menjadi energi potensial. Berkurangnya kecepatan
gelombang yang artinya ada perpindahan energi menjadi energi potensial yang menyebabkan
bertambah tingginya gelombang (Diposaptono dan Budiman 2006).

2.3 Sejarah Tsunami

Istilah tsunami mulai tersebar luas di belahan dunia setelah terjadinya gempa besar di Jepang
yang menyebabkan tsunami sehingga menewaskan sekitar 22 000 orang serta merusak pantai
timur Honshu sepanjang 280 km. Kejadian tersebut terjadi pada 15 Juni 1896 (Badan
Meteorologi dan Geofisika 2010). Di Indonesia, tsunami diperkirakan terjadi pertama kali
pada tahun 1618 di Nusa Tenggara Barat. Dalam kurun waktu tahun 1600 sampai 2006,
Indonesia telah mengalami 108 kali kejadian tsunami. Sekitar 90% tsunami di Indonesia
disebabkan gempa tektonik, 9% akibat letusan gunung api, dan hanya 1% dipicu oleh tanah
longsor.

2.4 Jenis- jenis Tsunami

Klasifikasi tsunami berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi tsunami vulkanik dan
tsunami tektonik. Jenis tsunami vulkanik adalah jenis tsunami yang disebabkan gempa yang
berasal dari kegiatan vulkanik bumi, sedangkan tsunami tektonik disebabkan karena adanya
gempa yang terjadi akibat aktivitas tektonik bumi.

7
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 6/PRT/M/2009, berdasarkan
karakteristiknya tsunami dibedakan menjadi tsunami lokal dan tsunami berjarak.

a.Tsunami Lokal

Tsunami lokal berhubungan dengan episentrum gempa di sekitar pantai sehingga waktu
tempuh dari sumber kejadian sampai ke bibir pantai berkisar antara lima sampai tiga puluh
menit. Biasanya dampak dari tsunami ini cukup besar karena kekuatan dari gelombang masih
sangat terasa ketika sudah mencapai daratan.

b.Tsunami Berjarak

Tsunami berjarak adalah jenis tsunami yang paling umum terjadi di pantai-pantai yang
bertemu langsung dengan Samudera Pasifik. Jenis tsunami ini memiliki sumber penyebab
yang jauh dari bibir pantai sehingga kekuatan gelombang yang dihasilkan tidak sebesar
tsunami lokal. Waktu tempuh pada saat gempa sampai terjadinya tsunami di daratan berkisar
antara 5.5 jam sampai 18 jam.

2.5 Penyebab Tsunami

Tsunami menurut PVBMG (2006), dapat terjadi dari gempa tektonik maupun vulkanik
apabila memenuhi syarat berikut:

1. pusat gempa terjadi di dasar laut;


2. kedalaman pusat gempa kurang dari 60 km;
3. magnitude lebih besar dari 6.0 skala Richter;
4. jenis patahan tergolong sesar naik atau sesar turun.

Sedangkan menurut King (1972) dan Anhert (1996), faktor-faktor yang dapat menyebabkan
tsunami adalah sebagai berikut:

1. ada retakan di dasar laut yang disertai dengan suatu gempa bumi; retakan di sini
maksudnya adalah suatu zona planar yang lemah yang melewati daerah kerak bumi;
2. ada tanah longsor, baik yang terjadi di bawah air atau yang berasal dari atas lautan
yang kemudian menghujam ke dalam air;

8
3. ada aktivitas gunung berapi yang terletak di dekat pantai atau di bawah air yang
sewaktu-waktu dapat terangkat atau tertekan seperti gerakan yang terjadi pada
retakan;

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Penyebab

Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab tsunami seperti yang akan dijelaskan
sebagai berikut.

1. Gempa bumi di bawah laut

Hampir 90 persen peristiwa tsunami di dunia disebabkan oleh gempa bumi yang terjadi di
bawah laut. Gempa bumi yang terjadi di bawah laut akan menimbulkan banyak getaran yang
akan mendorong timbulnya gelombang tsunami. Gempa bumi yang terjadi di bawah laut ini
adalah jenis gempa tektonik yang timbul akibat adanya pertemuan atau tubrukan dari
lempeng tektonik. Namun, perlu kamu ketahui bahwa tidak semua gempa bumi bawah laut
akan menimbulkan tsunami.

Gempa bawah laut yang dapat menyebabkan tsunami hanya jika pusat gempa kurang dari 30
km di bawah permukaan laut, gempa minimal berkekuatan 6,5 skala richter, dan pola gempa
adalah pola sesar naik atau turun. Jika ciri-ciri ini muncul maka kamu sudah wajib siaga akan
datangnya tsunami.

2. Letusan gunung berapi

Letusan gunung berapi, baik itu di atas atau di bawah laut dapat menjadi penyebab tsunami.
Nah, faktor inilah yang menjadi penyebab tsunami di Banten lalu, Squad. Erupsi dari Gunung
Anak Krakatau diduga menjadi penyebab tsunami yang mengakibatkan gelombang air laut
naik. Namun, gunung berapi yang dapat menyebabkan tsunami hanya jika kekuatan
getarannya cukup besar. Efek getaran dari gunung berapi tersebut setara dengan gempa

9
tektonik di bawah laut, lho. Indonesia sendiri merupakan negara dengan banyak gunung api
sehingga dijuluki Ring of Fire.

3. Longsor bawah laut

Tahukah kamu bahwa di dasar laut terdapat struktur yang mirip dengan daratan seperti bukit,
lembah, dan cekungan yang bisa longsor sewaktu-waktu? Tsunami yang disebabkan oleh
longsor di bawah laut dinamakan Tsunamic Submarine Landslide. Longsor bawah laut ini
biasanya disebabkan oleh gempa bumi tektonik atau letusan gunung bawa laut. Getaran kuat
yang ditimbulkan oleh longsor kemudian bisa menyebabkan terjadinya tsunami. Selain itu,
tabrakan lempeng di bawah laut ini juga bisa menyebabkan terjadinya longsor.

4. Hantaman meteor

Penyebab yang satu ini memang jarang sekali terjadi dan bahkan belum ada dokumentasi
yang menyebutkan adanya tsunami akibat hantaman meteor. Namun, hal ini mungkin saja
terjadi Squad. Sebuah simulasi dari komputer canggih menampilkan bahwa apabila ada
meteor besar dengan diameter lebih dari 1 km, maka akan menimbulkan bencana alam yang
dahsyat. Efeknya sama seperti saat bola atau benda berat menghantam air yang berada di
sebuah kolam atau bak air.

3.2 Mitigasi Tusnami

Mitigasi adalah suatu aktivitas untuk mengurangi dampak kerusakan atau kehilangan nyawa.
Aktivitas mitigasi bencana alam diperoleh melalui berbagai tindakan analisis risiko untuk
menghasilkan berbagai informasi perencanaan mitigasi (FEMA 2008). Menurut Ihsan (2017),
mitigasi bencana adalah istilah yang digunakan untuk menunjuk pada semua tindakan untuk
mengurangi dampak dari suatu bencana yang dapat dilakukan sebelum suatu bencana terjadi,
termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan pengurangan risiko jangka panjang. Mitigasi
bencana tsunami dapat didekati dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan non-fisik dan
pendekatan fisik.

berbeda halnya dengan badan meteorologi dan geofisika (2010), menurut lembaga ini
tsunami akan terjadi jika kekuatan gempa lebih dari 7.0 sr, lokasi pusat gempa di laut dengan
kedalaman kurang dari 70 km, serta terjadi deformasi vertikal dasar laut;

gelombang tsunami paling sering disebabkan oleh gempa tektonik dangkal di perairan
samudera Pasifik.

10
1. Pendekatan Mitigasi Non-Fisik

Mitigasi bencana tsunami dengan pendekatan non fisik biasanya dilakukan dengan
memetakan tingkat kerawanan daerah tertentu terhadap bencana tsunami selanjutnya
diadakan kegiatan sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan berbagai hal yang berkaitan
dengan tsunami. Hal-hal yang disosialisasikan kepada masyarakat biasanya mengenai:

1. pengertian tsunami
2. penyebab terjadinya tsunami
3. ciri-ciri akan terjadinya tsunami
4. dampak bencana alam tsunami
5. cara penyelamatan diri dan evakuasi jika terjadi bencana.

Sosialisasi ini penting agar masyarakat nantinya paham dan mengerti bagaimana cara mereka
untuk menyelamatkan diri, andai kata terjadi bencana alam ini. Selain dengan sosialisasi,
perlu diadakan juga simulasi aksi bencana tsunami. Simulasi ini dimaksudkan agar
masyarakat tidak panik saat memperoleh informasi ketika akan terjadi bencana alam tsunami.

2. Pendekatan Mitigasi Fisik

Mitigasi bencana dengan pendekatan fisik dapat dilakukan dengan upaya struktural, non-
struktural, maupun gabungan antar keduanya. Pemilihan upaya mitigasi fisik ini bergantung
pada kondisi fisik pantai, tata ruang, tata guna lahan, serta modal yang tersedia. Mitigasi fisik
tsunami dapat dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya adalah:

a. Pendekatan Non-Struktural dengan Sabuk Hijau (Green Belt)

Pendekatan non-struktural dengan sabuk hijau misalnya perlindungan daerah pantai dari
bencana tsunami dengan menggunakan vegetasi, seperti cemara laut (Casuarina
equisetifolia), bakau, pohon api-api, nipah, dan vegetasi lainnya yang berhabitat di pantai.
Mitigasi dengan cara ini harus memenuhi persyaratan teknis dari vegetasi tersebut dalam
meredam gelombang. Salah satu parameter yang paling penting adalah nisbah dari lebar
hutan bakau dari pantai sampai ujung hutan mangrove yang menghadap langsung ke laut (B)
dengan panjang gelombang tsunami (L), atau dapat dirumuskan dengan B/L. Semakin besar
nilai B/L maka semakin efektif metode mitigasi bencana tsunami dengan sabuk hijau. Hutan
mangrove atau hutan bakau juga sangat efektif dalam meredam gelombang air laut atau
ombak. Hutan mangrove ini dapat mencegah terjadinya abrasi juga.

11
b. Pendekatan Struktural dengan Peringatan Dini

Salah satu upaya struktural dalam mitigasi bencana ini adalah pemberitahuan dini terjadinya
tsunami. Penyampaian informasi ini dapat menggunakan sirene, lonceng, bel, dan
sebagainya. Pemasangan alat pendeteksi dini mutlak harus dilakukan pada metode ini. Sistem
peringatan dini menggunakan alat sensor kenaikan tinggi muka air laut, satelit buatan, dan
receiver gelombang yang langsung terhubung dengan alat pemberi tahu bahaya bencana
tsunami.

c. Bangunan Sipil Penahan Tsunami

Bangunan sipil yang dikhususkan untuk menahan bencana tsunami di Indonesia belum
pernah dibangun. Bangunan sipil ini dapat kita temui di negara Jepang. Meskipun sangat
efektif dalam meredam terjangan gelombang air, bangunan ini dinilai merusak nilai estetik
dari suatu lanskap di pantai.

d. Bangunan Sipil untuk Evakuasi

Lokasi evakuasi harus mudah dijangkau apabila bencana tsunami benar-benar terjadi. Lokasi
evakuasi dapat berupa lahan yang memiliki ketinggian tertentu dan bangunan tinggi yang
tahan terhadap gelombang dan getaran gempa. Apabila suatu pemukiman jauh dari dataran
yang memiliki elevasi yang tinggi maka perlu dibuat suatu bangunan sipil yang dikhususkan
untuk evakuasi. Bangunan ini sangat penting untuk mengurangi jumlah korban akibat dari
lambatnya proses evakuasi ke daerah yang lebih tinggi.

3.3 Kesiapan

Pertama, keluarga yang sudah berusia lanjut sebaiknya menempati kamar terluar yang paling
dekat dengan pintu keluar rumah. Hal ini agar proses evakuasi bencana dapat dilakukan
dengan lebih cepat dan mudah.

Kedua, agar lebih siap menghadapi tsunami, kita perlu menyiapkan tas evakuasi yang berisi
perlengkapan bertahan hidup di kondisi darurat. Isi tas itu di antaranya pakaian, makanan,
minuman, kotak obat, radio, baterai cadangan,

Selain itu map plastik yang berisi dokumen penting, kartu identitas, buku beserta alat tulis,
korek api dan lilin, serta senter. Usahakan tas evakuasi tidak diisi barang-barang yang tidak
penting, dan siap dibawa dalam keadaan ringan.

12
Ketiga, masyarakat juga perlu membuat rambu-rambu penunjuk arah menuju tempat evakuasi
sementara. Palang Merah Indonesia (PMI) juga bisa menyebarkan peta evakuasi karena tidak
semua bangunan dapat menahan terjangan gelombang tsunami.

Pemerintah telah mendirikan bangunan yang kuat menahan tsunami yang diberi tanda tempat
evakuasi sementara. Bila di daerah Anda tidak ada bangunan itu, maka bukit atau tempat
tinggi lain bisa menjadi tempat yang tepat untuk evakuasi sementara. Ada pula sirine yang
dipakai sebagai tanda evakuasi.

3.4 Peringatan dini Tsunami

InaTEWS, sistem peringatan dini tsunami Indonesia di BMKG, akan tetap beroperasi pada
masa pandemik COVID-19. Dalam menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Bersekala
Besar (PSBB), maka jumlah tenaga ahli di ruang operasional sistem peringatan gempa bumi
dan tsunami dikurangi namun tidak mengurangi kapasitasnya dalam memberikan pelayanan
darurat peringatan dini tsunami.

BMKG telah menyiapkan operasional cadangan InaTEWS di kantor regional di Bali. Dengan
demikian selama masa COVID-19 ini operasi InaTEWS ini dilakukan secara simultan dengan
saling mendukung di dua tempat, Jakarta dan Bali. InaTEWS akan tetap dapat mengeluarkan
peringatan dini tsunami dalam waktu kurang dari 5 menit. BMKG tetap melaksanakan
Standar Operasi Prosedurnya:

13
Masyarakat agar juga tetap mewaspadai kemungkinan tsunami akibat longsoran di bawah
laut dan letusan gunung api (seperti kejadian di beberapa tempat di Teluk Palu yang longsor
akibat gempa 2018 dan kejadian di Selat Sunda akibat longsoran dari letusan gunung berapi

Gunung Anak Krakatau 2018).

3.5 Tanggap Darurat

Konsep “3 Langkah Tanggap Tsunami” disusun dengan bekerjasama dengan sebuah agensi
komunikasi. Konsepnya didasarkan pada pendekatan 3 langkah tentang bagaimana bereaksi
terhadap suatu ancaman tsunami dengan menjelaskan prosedur gempabumi, peringatan, dan
evakuasi yang sifatnya dasar.

“Tanggap Gempa” meningkatkan kesadaran akan kemungkinan bahwa gempabumi yang


kuat atau yang berlangsung lama bisa diikuti oleh tsunami. Karenanya, dalam situasi seperti
itu, masyarakat disarankan untuk menjauhi pantai dan tepi sungai dan mencari informasi
lebih jauh.

”Tanggap Peringatan” memberi informasi bahwa peringatan tsunami dari BMKG dapat
diakses melalui media publik dan bagaimana membacanya dengan benar. Bagian ini juga
menjelaskan tentang tiga tingkat peringatan dan apa reaksi yang diharapkan untuk setiap
tingkatan. Juga ditekankan bahwa masyarakat harus menyimak pengumuman-pengumuman
dan bahwa bunyi sirine berarti perintah untuk evakuasi segera

”Tanggap Evakuasi” mengingatkan masyarakat di daerah pesisir untuk segera meninggalkan


tempat begitu mengalami gempabumi yang kuat atau berlangsung lama. Pesan ini juga
memberikan informasi dasar tentang prosedur umum evakuasi

3.6 Bantuan Darurat

Jika masyarakat merasakan goncangan yang kuat atau gempa yang berayun lemah tapi lama,
masyarakat agar segera melakukan evakuasi mandiri menuju Tempat Evakuasi Sementara
(TES) ,yaitu tempat aman yang sudah ditetapkan sebagai lokasi evakuasi tsunami, seperti
dataran tinggi, dataran/hamparan yang jauh dari pantai, atau gedung/bangunan yang sudah
disepakati sebagai tempat evakuasi yang aman. Setelah ancaman tsunami berakhir, maka
dengan arahan dan petunjuk dari pihak berwenang, masyarakat dapat pindah menuju Tempat
Evakuasi Akhir (TEA), atau jika tidak terjadi tsunami masyarakat bisa kembali ke rumah.

14
3.7 Pemulihan

Tugas pemulihan jangka menengah melibatkan rehabilitasi dan rekonstruksi aset-aset tetap
(baik swasta maupun umum). Di samping itu tugas ini juga meliputi pemasokan bahan dan
bantuan kelembagaan yang perlu bagi keluarga untuk melakukan kegiatan ekonomi guna
membangun kembali mata pencahariannya. Ini tidak hanya melibatkan rekonstruksi prasarana
fisik dan penggantian aset, tetapi juga pembentukan kembali pasar dan jaringan sosial.
Seperti yang sudah disebutkan, bantuan dari dalam dan luar negeri memungkinkan negara
berhasil memberikan bantuan segera. Aset-aset yang rusak perlu diganti untuk mencapai
pemulihan sepenuhnya, dan bantuan yang diperlukan untuk hal ini diperkirakan mendekati
AS$2 milyar. Jumlah ini jumlah yang besar sekali bagi Sri Lanka tetapi relatif kecil jika
dibandingkan dengan tingkat bantuan yang diberikan kepada korban bencana alam apabila
terjadi di negara-negara maju.

3.8 Rehabilitasi

Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat
sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk
normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan
masyarakat pada wilayah pascabencana.

Rehabilitasi mengembalikan sesuatu kepada keadaan semula, yang tadinya dalam keadaan
baik, tetapi karena sesuatu hal kemudian menjadi tidak berfungsi atau rusak.

1. Perbaikan lingkungan daerah bencana tsunami

2. Perbaikan prasarana dan sarana umum.

3. Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat.

4. Pemulihan sosial psikologis.

15
5. Pelayanan kesehatan.

6. Rekonsiliasi dan resolusi konflik.

7. Pemulihan sosial ekonomi budaya.

8. Pemulihan keamanan dan ketertiban.

9. Pemulihan fungsi pemerintahan.

10. Pemulihan fungsi pelayanan publik

3.9 Rekonstruksi

Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada
wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran
utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya
hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat pada wilayah pascabencana

Contoh rekonstruksi bencana tsunami di aceh 2004

proses rekonstruksi dan perubahan sosial politik yang besar di Aceh, kita bisa berpaling dari
kerusakan yang terjadi dan melihat hal-hal baik yang telah terjadi sejak hari itu. Bencana dan
pekerjaan yang belangsung selama tahunan, membawa dampak tidak hanya di Aceh, tapi
telah memberikan pelajaran berharga bagi dunia.

Proses rekonstruksi yang sangat berhasil

Aceh saat ini merupakan tempat yang berbeda. Hasil dari biaya yang besar, organisasi yang
baik, dan kerja keras bersama. Hampir $7 milyar kontribusi dari pemerintah Indonesia dan
donor internasional telah membantu aktivitas rekonstruksi. Hampir 10 persen dana tersebut
disumbangkan oleh Multi Donor Fund for Aceh and Nias (MDF) yang dikelola oleh Bank
Dunia, dan secara keseluruhan mengumpulkan dana dari 15 donor dan menjadi mekanisme
yang efektif untuk mengelola dana tersebut. MDF akan mengakhiri masa kerjanya pada akhir
tahun 2012, yang menandai selesainya manday yang diberikan untuk mendukung proses
rekonstruksi.

16
Terciptanya perdamaian

Tsunami yang terjadi mengakhir konflik yang telah berlangsung selama hampir tiga dekade
di Aceh. Konflik yang telah membawa korban 15.000 ribu jiwa dan membuat Aceh terputus
dari wilayah lain di Indonesia, yang membuat terbatasnya peluang ekonomi di provinsi
tersebut. Tingginya skala kerusakan akibat dari tsunami, telah ikut menciptakan perjanjian
perdamaian pada tahun 2005 dan pemilihan gubernur pertama di Aceh. Perdamaian telah
berlangsung selama tujuh tahun dan dalam kurun waktu tersebut telah berlangsung dua
pemilihan kepala daerah. Perdamaian juga membuka isolasi Aceh sehingga membuka pintu
untuk berlangsungnya pembangunan, investasi, dan integrasi ekonomi dengan daerah lain di
Indonesia dan dunia.

Kepiawaian Indonesia dalam tanggap bencana

Pemerintah Indonesia yang memimpin proses rekonstruksi, kembali menghadapi beberapa


bencana alam setelah tsunami di Aceh, yang diawali gempa bumi di Aceh pada tahun 2005.
Antara 2008 dan 2010, Pulau Jawa dilanda gempa bumi, tsunami, dan letusan gunung berapi.
Pada berbagai bencana tersebut, pemerintah Indonesia kembali menerapkan pelajaran
berharga yang di dapat saat rekonstruksi di Aceh. Proses ini membuat pemerintah memiliki
keterampilan yang baik dalam hal kesiapsigaan dan tanggap bencana. Pengetahuan yang
sekarang dimiliki ikut menciptakan dibentuknya kebijakan dan institusi pemerintah, seperti
Badan Nasional Penanggulangan Bencana dan Indonesia Disaster Fund yang dibentuk
berdasarkan model MDF. Pemerintah juga mendapat pengalaman berharga dalam mengelola
kemitraan internasional.

Pendekatan yang berhasil

MDF telah berkontribusi pada pengalaman Indonesia dalam hal mengelola dan kesiapsiagaan
bencana. Beberapa unsur penting adalah:

rekonstruksi dilakukan dalam beberapa tahap, dimulai dengan membangun kembali rumah
dan masyarakat, kemudian membangun infrastruktur, hingga akhirnya membangun kembali
ekonomi setempat yang disesuaikan dengan kebutuhan tiap tahap.

menggunakan pendekatan berbasis masyarakat saat membangun kembali rumah dan


infrastruktur lokal untuk memaksimalkan efektivitas pemulihan masyarakat.

17
memasukkan unsur-unsur lintas sektor dalam semua proyek, termasuk unsur pengurangan
risiko bencana, meningkatkan kapasitas, gender, perlindungan lingkungan hidup, dan
meningkatkan mutu rekonstruksi.

Berbagai pendekatan tersebut, yang dimulai saat di Aceh, telah direplikasi dan diuji coba di
berbagai wilayah Indonesia serta dipelajari negara-negara lain saat mereka merancang
strategi tanggap bencana.

Melihat masa depan

Karena kondisi geografisnya, Indonesia pasti akan terus menghadapi bencana alam di masa
depan. Namun, ketika bencana yang berikut terjadi, Indonesia akan lebih siap untuk
menghadapinya. Dengan kesiapan yang sekarang dimiliki, banyak nyawa yang bisa
diselamatkan juga biaya rekonstruksi yang bisa dihindari. Masyarakat Aceh, yang telah
membayar harga sangat mahal delapan tahun lalu, sekarang bisa memberikan pengalaman
dan pengetahuan yang sangat berharga kepada Indonesia dan dunia.

18
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Tsunami adalah perpindahan badan air yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut
secara vertikal dengan tiba-tiba. Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh
gempa bumi yang berpusat di bawah laut, letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah
laut, atau hantaman meteor di laut. Gelombang tsunami dapat merambat ke segala arah.
Tenaga yang dikandung dalam gelombang tsunami adalah tetap terhadap fungsi ketinggian
dan kelajuannya.

Dampak negatif yang diakibatkan tsunami adalah merusak apa saja yang dilaluinya.
Bangunan, tumbuh-tumbuhan, dan mengakibatkan korban jiwa manusia serta menyebabkan
genangan, pencemaran air asin lahan pertanian, tanah, dan air bersih. Bencana alam tsunami
bisa menimbulkan korban lebih banyak dibandingkan gempa, hal ini karena tsunami terjadi
setelah adanya gempa sehingga korban dan kerugian harga benda dapat berlipat ganda.
Berbagai cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi jatuhnya korban akibat bencana
tsunami.

4.2 Saran

Tsunami adalah salah satu bencana alam yang memang menakutkan. Dampak yang
ditimbulkan dari tsunami juga sangat bersifat merusak dan menghancurkan. Maka dari itu,
kita patut lebih mempelajari tentang bencana alam di sekitar kita. Dengan mempelajari, kita
bisa mengetahui bagaimana tanda-tanda bencana seperti tsunami itu akan terjadi dan akan
lebih siap saat menghadapi terjadinya hal yang tidak di inginkan. Namun kami lebih
menghimbau, agar kita semua lebih mendekatkan diri kepada Tuhan yang maha esa. Karena
Dia-lah penguasa seluruh jagat raya ini. Atas kehendak-Nya juga seluruh bencana di alam
semesta ini dapat terjadi, termasuk bencana tsunami.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anhert, F. 1996. Introduction to Geomorphology. London: Arnold.

Beni S., Ambarjaya. 2006. Tsunami Sang Gelombang Pembunuh. Jakarta: CV. Karya
Mandiri Pratama. Diposaptono S., Budiman. 2006. Tsunami. Bogor: Buku Ilmiah
Populer. Diposaptono S., Budiman. 2008. Hidup Akran dengan Gempa dan
Tsunami. Bogor: PT. Sarana Komunika Utama.

Pribadi S, Fachrizal, I Gunawan, I Hermawan, Y Tsuji, SS Han. 2006. Gempa Bumi dan
Tsunami Selatan Jawa Barat 17 Juli 2006. Jakarta: Badan Meteorologi dan
Geofisika.

Yulianto E., F. Kusmayanto, N. Supriyatnam Dirhamsyah. 2008. Selamat dari Bencana


Tsunami, Pembelajaran dari Tsunami Aceh dan Pangandaran. Jakarta: UNESCO.

Zaitunah A. 2012. Pemodelan Spasial Kerawanan Kerusakan Akibat Tsunami Pantai


Ciamis Jawa Barat. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

20
21

Anda mungkin juga menyukai