ADYAKSA SIRADJA
C111 15 021
Kelas A
Topik : Bencana Tsunami Aceh 2004
PENDAHULUAN
Tsunami merupakan salahsatu contoh dari kejadian bencana alam yang dapat terjadi
kapan saja jika memungkinkan. Definisi menurut badan kesehatan dunia WHO, menjelaskan
bahwa tsunami merupakan gelombang laut raksasa yang dihasilkan oleh gempa bumi bawah laut
atau lereng runtuh ke dasar laut. Tsunami ini dapat menempuh jarak yang sangat jauh bahkan
ribuan mil, dan sangat sedikit energinya berkurang, yang sangat memungkikan untuk
memberikan efek “menghancurkan” pada daerah bibir pantai dan sekitarnya ketika bencana
datang.
Tingginya angka kejadian bencana tsunami di Indonesia dapat dilihat dari kejadian yang
telah menjadi sejarah bagi bangsa ini, yakni semenjak tahun 1961 hingga sekarang telah tercatat
kurang lebih sebanyak 24 tsunami di Indonesia, yang di antaranya kejadian tsunami Florest tahun
1961, tsunami Sumba tahun 1977, tsunami Biak Papua 1996, tsunami Aceh tahun 2004 dan baru
saja terjadi tsunami di Palu tahun 2018.
Pada tahun 2004, tepatnya tanggal 26 Desember, Indonesia dan delapat Negara kawasan
Samudra Hindia terjadi hantaman tsunami yang sangat hebat dan mengukir sejarah. Di
Indonesia, gempa bumi sebesar 9.3 SR yang membentang dari Aceh sampai Andaman. Provinsi
Aceh menderita mortalitas yang terbesar dan kerusakan luas yang meluas di sepanjang lebih dari
1000 km garis pantai. Kejadian ini menimbulkan kehilangan ratusan ribu nyawa dan kerugian
triliun rupiah.
Dari kasus bencana tsunami yang melanda provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ini pada
26 Desember 2004, menjadikannya sebagai pusat perhatian serius bagi seluruh Negara di dunia
MUH. ADYAKSA SIRADJA
C111 15 021
Kelas A
Topik : Bencana Tsunami Aceh 2004
terkait pentingnya peringatan dini tsunami. Pihak pemerintah Indonesia memiliki tugas yang
begitu berat agar kejadian serupa dapat diantisipasi dengan baik dan komprehensif, baik dari fase
sebelum bencana, saat bencana, dan setelah bencana.
MUH. ADYAKSA SIRADJA
C111 15 021
Kelas A
Topik : Bencana Tsunami Aceh 2004
ISI
Penyebab utama terjadinya tsunami yaitu karena terjadi gangguan impulsive pada
struktur geologis dasar laut secara vertical dalam waktu yang sangat cepat dan singkat.
Tsunami sebagian besar disebabkan oleh gempa bumi. Namun tak selamanya tsunami
disebabkan oleh gempa bumi, kejadian lain dapat mengakiatkan perubahan struktur
geologis bawah laut, yaitu diantaranya pergeseran lempeng bumi, lereng runtuh ke dasar
laut, gempa bawah laut, letusan gunung berapi, ulah manusia dan lain sebagainya.
Gempa merupakan penyebab paling sering mengapa tsunami terjadi. Gempa yang
terjadi di bawah samudra, dipicu oleh pergesekkan antar dua lempeng bumi yang
menyebabkan dasar laut dapat naik ataupun turun secara tiba-tiba. Titik gempa yang
terjadi pada proses tersebut, memicu terjadinya patahan sehingga dasar laut naik dan
mendorong volume air laut ke permukaan. Gelombang air laut dari bawah bergerak
sangat cepat lalu air laut terhisap dari bibir pantai membentuk gelombang air laut yang
bergerak menuju pantai dan tsunami pun terjadi. Tidak semua proses gempa dapat
menyebabkan tsunami, sekurang-kurangnya pusat gempa berada 30km di bawah
permukaan laut, dan gempa bumi berkekuatan sekurang-kurangnya 6 .0 Skala Ritcher.
Gelombang air laut yang bergerak menuju bibir pantai yang menyebabkan tsunami
akan mengalami perubahan bentuk sesuai arah dan kekuatan serta cepat geraknya dalam
pola berbeda yaitu, refraksi gelombang oleh kedalaman laut yang berbeda, refleksi
gelombang yaitu pemantulan yang disebabkan oleh tabrakan, serta difraksi gelombang
oleh rintangan seperti pulau, dan pemecah gelombang lainnya
MUH. ADYAKSA SIRADJA
C111 15 021
Kelas A
Topik : Bencana Tsunami Aceh 2004
Indonesia merupakan Negara yang berdada pada daerah rentan tsunami dan gempa
serta bencana alam lainnya oleh garis pertemuan lempeng samudra yang melitas. Yaitu
pertemuan lempeng Samudra Hindia – Australia yang melewati Indonesia. Tsunami Aceh
yang terjadi pada 26 Desember tahun 2006 silam, diperkirakan diakibatkan oleh gerakan
lempeng samudra yang bergerak ke arah lempeng kontinen dimana lempeng samudra
berada tepat di bawah lempeng kontinen. Kedua lempeng yang bergerak satu sama lain
membentuk tabrakan, patahan, atau gabren. Tubrukan antara kedua lempeng tersebut
yaitu antara lempeng Hindia – Australia menusuk lempeng Sunda sehinggatsunami pun
terjadi. Dengan kekuatan lebih dari 9.0 Skala Ritcher diperkirakan ketinggian tsunami
yang terjadi yaitu sekitar 30 meter, bergerak sangat cepat melebihi kecepatan suara (lebih
kurang melebihi 1000 km/jam) di sekitar wilayah pusat gempa kearah pesisir dan daratan.
Kejadian tsunami biasanya tak dapat diprediksi secara tepat. Namun beberapa tanda
atau alarm warning terkait tsunami itu sendiri dapat diantisipasi jika kita mengetahui
tanda-tanda akan terjadinya tsunami. BMKG juga telah menyediakan perangkat informasi
terkait tanda-tanda getaran gempa pada seluruh wilayah Indonesia dengan keterangan
resiko nya. Tindakan penanganan bencana pada fase pre-impact sangat menunjang
terhadap penyelamatan individu agar terhindar dari bencana. Berikut dipaparkan tanda-
tanda terjadinya tsunami
- Gempa. Gempa merupakan tanda paling umum dari terjadinya tsunami. Rerata,
kekuatan gempa sekitar 6.0 Skala Ritcher dengan posisi pusat gempa yaitu berada di
bawah laut, longsor bawah laut, gunung api bawah laut dan sebagainya.
- Air laut surut yang cepat terjadinya dan jauh, berdurasi kurang lebih 20 menit
lamanya
- Peninggian air laut yang nyata ke permukaan dengan kecepatan yang tinggi
- Terjadi gempa di bawah laut yang dinyatakan berjarak sekitar 0-30 km
setara dan sejalan dengan kekuatan serta kecepatan gelombang tsunami ketika bergerak
cepat ke daratan. Dalam hitungan detik-menit, semua yang dilewati gelombang ini akan
rata dengan tanah.
Besar kecilnya dampak dari tsunami dijelaskan dalam postingan badan kesehatan
dunia WHO, bahwa semua kembali ke setiap individu akan kesadaran untuk menghindari
bencana tsunami. Factor manusia itu sendiri, yang meliputi; pemukinan penduduk yang
terletak di daerah dataran rendah (besar kemungkinan mendapat dampak langsung),
kurangnya bahan bangunan tahan tsunami, kurangnya system peringatan tepat waktu dan
rencana evakuasi. Sedangkan penyebab utama mortilitas dan morbiditas dilihat dari
dampak langsung nya yaitu; kematian yang terjadi akibat tenggelam, diikuti cedera dan
trauma akibat puing-puing. Efek kesehatan mental jangka pendek dan panjang diamati
bagi semua individu korban tsunami.
Tsunami Aceh tahun 2004 merupakan catatan sejarah dunia karena kehebatan
tsunami, banyaknya korban jiwa serta dampak ke Negara-negara lain yang akan selalu
dikenang. Data dari WHO, diperkirakan sekitar 183.170 orang terbunuh, 43.320 lainnya
masih hilang. Sekitar 200.000 lebih orang dipastikan telah menjadi korban dari kejadian
tsunami Aceh 2004. Dan sekitar 1.4 juta orang kehilangan sumber mata pencaharian
mereka.
Kewaspadaan adalah pertanda bahwa alarm warning akan bencana siap untuk
disampaikan. Setelah proses pencegahan dan mitigasi dilakukan, pemantauan berkala
untuk waspada harus diperhatikan. Hal yang pertama dilakukan yaitu mengenali tanda-
tanda tsunami yaitu : gempa bumi yang sangat kuat sekitar 6.0 Skala Ritcher yang lokasi
gempa berada di bawah laut, permukaan laut turun secara tiba-tiba berdurasi lebih
kurang 20 menit, peninggian air laut di atas rata-rata yang sangat cepat, hembusan angin
laut yang sangat kuat serta laut berwarna sangat gelap.
Jika dipastikan akan terjadi tsunami, maka segera lakukan peringatan dan tindakan
evakuasi. Tinggalkan daerah pantai segera, mencari lokasi yang lebih tinggi sedini
mungkin,ikuti tanda-tanda evakuasi bila ada, dan ikuti perkembangan informasi
terjadinya bencana. Jika tsunami telah berlalu, hindari instalasi listrik yang memiliki
tegangan tinggi, jauhi reruntuhan, cari bantuan dan tetap saling tolong menolong.
Kejadian tsunami Aceh pada tahun 2004 sangat sulit untuk dihindari. Gempa hebat
berkekuatan lebih dari 9.0 Skala Ritcher mengguncang Aceh, dan arah gelombang
muncul dari arah Barat dengan cepat. Penyampaian kesiagaan kepada masyarakat tak
sempat dilakukan, proses penyelamatan diri dekat dari arah datang tsunami sangat kecil
dibandingkan kecepatan arah datangnya gelombang tsunami yang mengakibatkan sekitar
200.000 lebih orang kehilangan nyawanya. Hanya beberapa saja di antara semua yang
menyadari akan tanda tanda terjadinya tsunami. Preparedness sangat penting untuk
dilakukan dan disosialisasikan kepada seluruh masyarakat.
Jadi untuk mengurangi resiko, sebaiknya dilakukan berdasarkan alur, yakni
mengelola resiko – edukasi warga masyarakat – mendeteksi ancaman – manajemen
peringatan bahaya – respon dari warga masyarakat. Apabila hal ini termanage dengan
baik, maka proses antisipatif bencana dan pengurangan resiko lebih baik daripada tidak
melakukan
Pengungsi dalam negeri, atau biasa disebut dengan Internally Displaced Persons
(IDPs) berada dalam naungan kedaulatan Negara, dimana IDPs ini berkaitan dengan
sekelompok orang yang diharuskan meninggalkan rumah sebagai akibat dari konfik
bersenjata, tidak menyebrang perbatasan Negara dan diakui secara internasional.
Refugee atau pengungsi, merupakan sekelompok orang yang berasal dari daerah
tertentu ke daerah tertentu karena keadaan tertentu. Perlindungan hokum internasional
terkait pengungsi atau refugee tertuang dalam UNHCR (United Nation High
Commisioner for Refugee). Dimana dijlelaskan bahwa status hokum pengungsi, hak dan
kewajiban pengungsi di Negara tempat pengungsian (hak dan kewajiban berlaku di
tempat pengungsian itu berada)
Jika bencana terjadi, dapat langsung dibuat lokasi pengungsian atau dapat dibuat
kampong transit.kampung transit merupakan tempat pengungsian jangka pendek berkisar
hanya sekitar 2-5 hari, cepat dibangun karna sangat mendesak, ketersediaan air dan
sanitasi juga baik.
Lokasi pengungsian sering dikenal dengan singkatan TEA (Tempat Evakuasi Akhir)
disesuaikan dengan akses yang dapat ditempuh oleh masyarakat dengan memperhatikan
lokasi-lokasi yang memungkinkan, mampu menampung massa yang banyak dengan
perkiraan yang tepat, memiliki wc, pembuangan air, serta fasilitas air dan sanitasi , juga
kesehatan lingkungan baik serta supply makanan, pangan gizi dan obat-obatan yang
menunjang proses evakuasi serta penyembuhan korban pasca bencana yang terjadi.
Korban bencana tsunami Aceh 2004, tercatat sekitar 500.000 keluarga kehilangan
tempat tinggal dan memakan jangka waktu yang sangat lama ketika dalam proses
penampungan pengungsian. 150.000 anak kehilangan fasilitas sekolah mereka, 350
sekolah rusak akibat tsunami. Kesulitan akses bagi para korban ke TEA akibat tidak
adanya transportasi, terhalangnya jalanan. Namun segala macam bala bantuan datang
baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri, salahsatunya adalah PBB yang mulai
bergerak pada 27 Desember 2006.
Penanggunalngan korban pengungsi Aceh juga difokuskan pada pemulohan
kesehatan bagi kelompok rentan seperti Ibu hamil dan anak kecil, lansia serta orang
berkebutuhan khusus dan juga korban trauma yang butuh penanganan cepat.
Masalah psikis yang dihadapi oleh korban yang selamat, selalu dihantui oleh rasa
trauma mendalam, rasa takut akan kematian, rasa takut ketika melihat korban meninggal
dimana-mana, dan rasa takut akan melanjutkan hidup. Dampak fisik mungkin hanya
dirasakan oleh sekelompok orang yang mengalami kejadian tersebut, namun dampak
psikis memiliki jangkauan yang jauh lebih luas yang mempengaruhi setiap orang yang
melihat dan ikut merasakan kengerian dari suatu bencana alam.
Tsunami Aceh yang meninggalkan kesan pahit berakhir dengan kematian korban
jiwa sebanyak lebih dari 200.000 korban jiwa akibat tsunami yang didahului oleh gemba
dahsyat 9.0 Skala Ritcher. 500.000 warga Aceh memutuskan untuk mengungsi akibat
tidak memiliki tempat tinggal serta keluarga lagi.
Dampak kesehatan mental yang sangat banyak diderita oleh korban pasca bencana
yaitu PTSD atau Post Traumatic Stress Disorder meskipun diikuti gangguan mental lain
seperti iritabilitas, mood swing, insomnia, hingga depresi.
PTSD adalah suatu gangguan jiwa berat yang ditandai dengan gangguan kecemasan
secara umum yang dapat berkembang setelah mengalami kejadian buruk dan traumatic.
Episode PTSD seringkali muncul tiba-tiba, dapat disertai pencetus atau tidak seperti
pengaruh memori jangka panjang yang menyimpan perasaan trauma tersebut. Jika
perasaan cemas dan trauma itu muncul, maka dampak pada individu tersebut akan sulit
mengontrol rasa sedihnya, akan menarik diri dari lingkungan dan lebih memilih sendiri
untuk mengungkapkan rasa sedihnya.
Permasalahan pada control emosi merupakan hal utama yang harus diperbaiki yaitu
dengan pendekatan personal dari tenaga medis yang ahli, diberikan kesempatan untuk
korban bercerita, kemudian kita memberi saran dan mengedukasi korban, terapi psikis
dan obat-obatan tetap diberikan.
Trauma hebat pasca Tsunami Aceh 26 Desember tahun 2004 merupakan salahsatu
kejadian tsunami paling hebat dengan korban dan dampak yang sangat banyak. Negara-
negara lain turut membantu korban tsunami baik dari segi fisik maupun psikis. WHO
juga menyatakan bahwa program recovery of mental health juga dilakukan dengan
mengumpulkan data terlebih dahulu. Kemudian evaluasi berkala setiap 6 bulan pasca
bencana, 1 tahun dan sampai tahun 2009 data tentang perkembangan tsunami Aceh tetap
dipublish dan menjadi perhatian khusus
MUH. ADYAKSA SIRADJA
C111 15 021
Kelas A
Topik : Bencana Tsunami Aceh 2004
3.1 Kesimpulan
1. Tsunami merupakan salahsatu dari jenis bencana alam, dimana tsunami gelombang
laut raksasa yang dihasilkan oleh gempa bumi bawah laut atau lereng runtuh ke dasar
laut akibat perubahan struktur geologis dasar laut
2. Bencana alam tsunami Aceh yang terjadi pada 26 Desember 2004 terjadi karena
tubrukan antara lempeng Hindia – Australia menusuk lempeng Sunda sehingga
tsunami pun terjadi yang didahului gempa berkekuatan 9.0 Skala Ritcher.
3. Preparedness atau tahapan pada fase pre-impact sebagai upaya mengurangi resiko dan
korban jiwa meliputi tindakan pencegahan, mitigasi dan juga kewaspadaan yang
harus dilakukan secara komprehensif
4. Perlu nya upaya untuk meningkatkan kualitas dan akses tempat pengungsian bagi
korban agak proses rehabilitative dan rekonstruktif berjalan lebih baik dan cepat
5. Dampak dari bencana meliputi gangguan fisik dan juga psikis, dimana gangguan fisik
terbatas pada individu, dan gangguan psikis juga dapat dialami oleh orang lain,
gangguan mental/psikis yang berkaitan dengan bencana yaitu Post Traumatic Stress
Disorder yang membutuhkan perhatian khusus
3.2 Saran
1. Peran pemerintah dalam upaya optimalisasi segala macam sarana dan prasarana
terkait penanggulangan bencana yang biasa terjadi di Indonesia. Alat-alat pendeteksi
akan kemungkinan timbulnya bencana harus lebih dioptimalkan untuk tindakan
preventif yang selanjutnya dapat dilakukan tindakan pencegahan lain serta
kewaspadaan terhadap bencana tersebut.
2. Wokshop, sosialisasi serta pelatihan terkait manajemen bencana kepada kalanagan
tenaga kesehatan, pemerintahan, bahkan masyarakat umum harus lebih diratakan
untuk mendukung upaya bersama dalam hal peningkatan pengetahuan terkait
bagaimana mencegah, bagaimana menepis factor resiko serta tahu tindakan apa yang
harus diambil untuk siaga bencana sebelum terjadi, saat terjadi dan setelah terjadi
bencana.
MUH. ADYAKSA SIRADJA
C111 15 021
Kelas A
Topik : Bencana Tsunami Aceh 2004
DAFTAR PUSTAKA