Anda di halaman 1dari 34

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

REFERAT: DEMENSIA ALZHEIMER


LAPORAN KASUS: SKIZOFRENIA PARANOID F20.0

OLEH :
Nur Syuhadah Binti Ahmad Khairil Anwar
C11115832
PEMBIMBING RESIDEN :
dr. Edy Husnul
SUPERVISOR PEMBIMBING :
DR.dr.H.M. Faisal Idrus, Sp KJ(K)

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Nur Syuhadah Binti Ahmad Khairil Anwar

NIM : C11115832

Universitas : Universitas Hasanuddin

Judul Referat : Dementia Alzheimer

Adalah benar telah menyelesaikan referat dan laporan kasus berjudul “Dementia
Alzheimer” dan telah disetujui serta telah dibacakan di hadapan pembimbing dan
supervisor dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Kedokteran Jiwa
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, 19 Februari 2019.

Supervisor Pembimbing Residen Pembimbing

DR.dr.H.M. Faisal Idrus, Sp KJ(K) dr. Edy Husnul

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu

melimpahkan rahmat, anugrah, dan karunianya sehingga saya dapat

menyelesaikan referat ini dengan baik dan sesuai dengan waktu yang telah

ditentukan. Saya mengucapkan terima kasih kepada DR.dr.H.M. Faisal Idrus, Sp

KJ(K) dan dr. Edy Husnul selaku pembimbing di Ilmu Penyakit Jiwa Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar 2019.

Saya menyadari bahwa penulisan referat saya masih kurang sempurna.

Untuk itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari

para pembaca agar kedepannya saya dapat memperbaiki dan menyempurnakan

tulisan saya. Saya berharap agar referat yang saya tulis ini berguna bagi semua

orang dan dapat digunakan sebaik-baiknya sebagai sumber informasi. Atas

perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Makassar, 19 Februari 2018

Penulis.

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia termasuk lima besar negara dengan jumlah penduduk lanjut usia terbanyak
di dunia yakni mencapai 18,1 juta jiwa pada tahun 2010 atau 9,6 persen dari jumlah
penduduk dan diprediksi akan terus meningkat hingga dua kali lipat pada tahun 2025.
Besarnya jumlah penduduk lansia di Indonesia di masa depan membawa dampak positif
maupun negatif. Berdampak positif, apabila penduduk lansia berada dalam keadaan sehat,
aktif dan produktif. Disisi lain, besarnya jumlah penduduk lansia menjadi beban jika lansia
memiliki masalah penurunan kesehatan yang berakibat pada peningkatan biaya pelayanan
kesehatan, penurunan pendapatan/penghasilan, peningkatan disabilitas, tidak adanya
dukungan sosial dan lingkungan yang tidak ramah terhadap penduduk lansia.1 Menurut World
Health organization (WHO), demensia adalah sindroma klinis
yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan memori yang sedemikian berat sehingga
menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari.2

Demensia menyebabkan gangguan kognisi, perilaku dan aktivitas fungsional


keseharian dengan konsekuensi berat pada aspek fisik, mental, psikososial baik pada pasien
maupun keluarga dan masyarakat. Walaupun demikian, pengenalan kasus demensia pada
tahap dini oleh masyarakat dan juga tenaga kesehatan masih merupakan tantangan saat ini.
Disamping itu, kasus-kasus demensia yang terdiagnosis sering tidak mendapat
penatalaksanaan yang memadai sehingga tidak tercapai kualitas hidup optimal. Prevalensi
demensia terutama Penyakit Alzheimer yang meningkat cepat sesuai dengan meningkatnya
umur harapan hidup. Saat ini diperkirakan setiap detik dapat ditemukan tujuh kasus demensia
baru di dunia, dan sebagian besar orang dengan demensia ini tinggal di negara dengan
pendapatan rendah dan menengah termasuk Indonesia.3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi

Demensia adalah kumpulan gejala (syndrome) karena penyakit otak, biasanya kronis
(menahun) atau progresif (bertahap, perlahan-lahan), terjadi kerusakan fungsi kortikal lebih
tinggi yang multipel, termasuk memori, berpikir, orientasi, pemahaman, perhitungan,
kapasitas belajar, bahasa, dan pertimbangan, serta kesadaran tidak berkabut. Kerusakan
kognitif ini umumnya disertai, dan terkadang didahului, oleh kemunduran kendali emosi,
perilaku sosial, atau motivasi. Demensia Alzheimer merupakan proses penyakit (patologis)
yang akhirnya menghasilkan kumpulan gejala klinis DA. DA memiliki karakteristik pola
kognitif yang termasuk domain kognitif spesifik dan sebagai akibat cacat atau
ketidakmampuan.4

2.2 Klasifikasi

Demensia dapat dibagi menjadi demensia yang reversible dan ireversibel yaitu :

Reversibel :
- Penyakit umum berat
- Gangguan psikiatri
- Normal pressure Hydrocephalus
- Demensia Vaskular

Ireversibel :
- Demensia Alzheimer
- Pick’s Disease
- Parkinson’s Disease Dementia5
2.3 Epidemiologi

Dari 220 juta penduduk di Indonesia, akan ditemukan sekitar 2,2 juta penderita demensi.
DiAsia Pasifik, penderita demensia diperkirakan akan meningkat dari 13,7 juta orang pada
tahun 2005 menjadi 64,6 juta orang pada tahun 2050. Demensia Alzheimer (DA) menjadi
penyebab kematian keempat pada kelompok usia lanjut di negara maju. Diperkirakan 25 juta
penduduk dunia menderita DA. Angka ini diperkirakan meningkat menjadi 63 juta pada
tahun 2030 dan 114 juta pada tahun 2050.

Prevalensi DA bervariasi. Pada orang berusia di atas 65 tahun mencapai 1,1%. Di AS, sekitar
4 juta orang menderita demensia Alzheimer pada tahun 1990, dengan biaya perawatan
sekitar US$100 juta per tahunnya. Angka ini akan meningkat menjadi 7,5–14 juta jiwa pada
tahun 2050, dengan biaya perawatan sekitar US$300-350 juta. Secara umum, prevalensi DA
sebesar 3-10% pada usia 65 tahun, dan berkisar 25-50% pada usia 85 tahun ke atas. Wanita
lebih dominan daripada pria, kemungkinan disebabkan umur rata-rata wanita lebih panjang
daripada pria. Selama belum tersedia obat yang menyembuhkan, kecenderungan ini akan
terus meningkat.4
2.4 Etiologi

Demensia Alzheimer merupakan bentuk demensia yang paling banyak dijumpai.


Penyebabnya masih belum jelas. Patogenesisnya dapat berupa :

1. faktor genetik
2. lingkungan dan toksin
3. faktor infeksi
4. autoimun
5. trauma6

Faktor Genetik
Oleh banyak sarjana ditekankan bahwa bila permulaan demensia terjadi sebelum umur 60
tahun, maka resiko untuk anak-anaknya adalah 50 %. Bila demensia Alzhemer terjadi
setelah usia 70 tahun, maka resiko untuk anak-anaknya seperti penduduk biasa.6

Lingkungan dan Toksin


Peranan aluminium pada demensia Alzheimer masih merupakan kontroversi. Yang
mendukung adalah penemuan tingginya kadar aluminium dan mangan dalam air tanah di
Guam. Disana banyak dijumpai penderita kompleks Parkinson-Demensia. Tetapi pada
jaringan otak penderita demensia Alzheimer tidak dijumpai kadar aluminium yang tinggi.6

Faktor Infeksi
Penemuan Gadjusek tentang virus Kuru dan penyakit JacobCreutzfeldt membawa banyak
sarjana kearah pemikiran bahwa demensia Alzheimer juga disebabkan oleh suatu virus. Baik
penyakit Jacob-Creutzfeldt maupun demensia Alzheimer mulai pada umur yang sama
(presenilis), keduanya juga menunjukkan kerusakan intelejensi yang progresif, keduanya
juga sering menunjukkan kelainan EEG, dan sering menunjukkan adanya miklonus. Tetapi
transmisi virus dari manusia ke kera dan dari manusia ke manusia hanya dapat dibuktikan
pada penyakit Jacob-Creutzfeldt, belum pada demensia Alzheimer.6

Autoimun
Pada waktu ini banyak sarjana percaya akan teori autoimun sebagai penyebab demensia
Alzheimer.6

Trauma
Adanya demensia pugilistika, dan demensia pada petinju yang sering terpukul kepalanya,
membawa sarjana berpikir bahwa mungkin demensia Alzheimer juga disebabkab oleh
rudapaksa kepala yang berulang. Tetapi degenerasi substansia nigra, forniks, serta korpus
mamilaris jarang terlihat pada demensia Alzheimer, sehingga teori taruma tidak banyak
pendukungnya.6

2.5 Gambaran Klinis

Demensia tipe Alzheimer (DTA) mencapai hampir 50% dari semua tipe demensia (5% -
10% orang berusia diatas 65 tahun, 50% diatas 85 tahun). DTA dapat dimulai pada usia lima
puluhan (awitan dini, familial, bentuk pra-senil, sekitar 2% dari seluruh kasus) atau dapat
pula dimulai pada usia 60 tahunan sampai 80 tahunan (awitan lambat, umumnya lebih
banyak) dan berkembang sampai kematian dalam waktu 6-10 tahun. Gejala DTA yang
tampak dalam kehidupan sehari hari adalah kegelisahan yang terjadi terus menerus dan
sering mencari dalih untuk menghindari kegiatan, namun respons sosial sering kali masih
utuh sampai saat akhir.7
Tanda dan gejala :

-Demensia stadium dini


Dampak demensia fase dini umumnya berupa perubahan samar-samar dalam kepribadian,
hendaya dalam ketrampilan sosial, berkurangnya minat dan ambisi, afek yang labil dan
dangkal, agitasi, sejumlah keluhan somatik, gejala psikiatrik yang samar, penurunan
bertahap kemampuan intelektual dan ketajaman pikiran. Hal ini sering merupakan tanda
pertama dalam ruang lingkup pekerjaan yang menuntut kinerja tinggi. Pasien dapat
mengenali penurunan kemampuannya pada permulaan terapi kemudian menyangkalnya
tegas-tegas. Demensia dini sering mencetuskan kondisi depresi. Demensia dini dapat muncul
pertama-tama berupa gangguan emosi (biasanya depresi) daripada gejala kognitifnya. Terapi
gangguan emosi juga dapat menyerupai demensia dini.7

-Demensia stadium lanjut


Gambaran umum yang muncul adalah :

a. Penurunan memori (daya ingat)


Biasanya yang menurun adalah daya ingat segera dan daya ingat peristiwa jangka pendek
(recent memory – hipokampus) tetapi kemudian secara bertahap daya ingat recall juga
menurun (temporal medial dan regio diensephalik juga terlibat). Apakah pasien lupa akan
janjinya, berita-berita, orang yang baru saja dijumpainya, atau tempat yang baru saja
dikunjunginya. Pasien dapat berkonfabulasi (mengarang cerita), karenanya usahakan untuk
melakukan konfirmasi. Mintalah pasien untuk melakukan (a) mengulang angka (normal
dapat mengingat 6 angka dari depan atau 4 angka dari belakang) dan (b) menyebut kembali
2 kata atau 3 obyek setelah 5 menit. Apakah subyek mengetahui nama dokter? Nama
perawat? Nama tempat pemeriksaan? Nama-nama orang yang berkunjung kepadanya?
Mengingat menu makan malam? Apakah pasien mengetahui tanggal lahirnya?

b. Perubahan mood dan kepribadian


Seringkali diwarnai oleh ciri kepribadian sebelumnya (misal menjadi lebih kompulsif atau
lebih mudah bereaksi). Mula-mula depresi , ansietas dan atau iritabilitas – kemudian
menarik diri (withdrawal) dan apatis. Adakah pasien menjadi sentimentil, bermusuhan, tidak
memikirkan orang lain, paranoid, tidak sesuai norma sosial, ketakutan? Apakah ia tidak
punya inisiatif atau minat? Memakai kata-kata vulgar atau mengolok-olok?

c. Penurunan daya orientasi


Terutama orientasi waktu (nama hari, tanggal, bulan, tahun dan musim) dan juga orientasi
tempat ("tempat apakah ini") dan jika berat orientasi orang. Apakah pasien pernah tersesat -
di tempat yang baru dikenalnya? Di sekitar rumahnya? Di dalam rumahnya? Apakah pasien
mengetahui mengapa ia berada disini (situasi ini). Pasien mungkin tak dapat tidur nyenyak,
berkeluyuran di malam hari, dan tersesat.

d. Hendaya intelektual
Pasien menjadi kurang tajam pemikirannya dibandingkan biasanya. Apakah pasien
mempunyai masalah dalam mengerjakan sesuatu yang biasanya dapat dikerjakan dengan
mudah? Pengetahuan umum (menyebut lima nama presiden terakhir, enam kota besar di
Indonesia), kalkulasi (perkalian, mengurangi 100 dengan 7 sebanyak lima kali), persamaan
(apa persamaan bola dengan jeruk? Tikus dengan gajah?).
e. Gangguan daya nilai (judgment)
Tidak mengantisipasi akibat dari perbuatannya. Apakah pasien bertindak secara impulsif?
“Apa yang harus anda lakukan jika menemukan sebuah amplop yang berperangko?”.

f. Gejala psikotik
Halusinasi, ilusi, delusi, ide-ide mirip waham.

g. Hendaya berbahasa
Seringkali samar dan tidak begitu persis; kadang-kadang hampir mutisme. Adakah
perseverasi, blocking, atau afasia? (bila ada afasia dini, dicurigai patologi fokal). Tanyakan
tentang penyakit kronis atau gangguan psikiatrik yang pernah dialaminya, penyakit
psikiatrik dalam keluarga, penyalahgunaan obat atau alkohol, trauma kepala, dan paparan
terhadap zat racun (toksin).7

2.6 Diagnosis

1. Kriteria Diagnosis di bidang psikiatri untuk demensia Alzheimer menurut Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorder 3rd Ed (DSM III), adalah :

a. Hilangnya kemampuan intelektual yang cukup berat sehingga mengganggu fungsi sosial
maupun fungsi pekerjaan

b. Terganggunya memori

c. Paling sedikit satu yang disebut dibawah ini:


1) Gangguan berfikir abstrak yang dapat dilihat dari menafsirkan perumpamaan secara
kongkret ketidak mampuan untuk menemukan pembedaan dan persamaan antara kata-kata
yang berkaitan dan kesulitan dalam mendefinisikan kata-kata dan konsep
2) Penilaian yang terganggu
3) Gangguan fungsi luhur kortek, seperti afasia, apraksia, agnosia, dan kesulitan
konstruksional
4) Perubahan kepribadian

d. Kesadaran tidak berkabut

e. Salah satu dari yang dibawah ini:


1) Bukti berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, atau laboratorium, tentang adanya suatu
faktor organik spesifik yang secara etiologik berhubungan dengan gangguan ini
2) Bila tidak ada bukti semacam itu suatu faktor organik yang beperan dalam timbulnya
sindrom ini dapat diduga jika kondisi diluar gangguan mental organik telah disingkirkan dan
jika perubahan perilaku itu mencerminkan gangguan kognitif diberbagai bidang.

2. Kriteria diagnosis di bidang neurologi untuk dimensia Alzhiemer yang banyak dipakai
adalah sebagai berikut:

A. Kriteria probable dimensia Alzheimer :


a. Dimensia yang dibuktikan dengan mini-mental test.
b. Defisit dalam dua atau lebih bidang kognitif.
c. Fungsi memori dan kognitif lainnya yang memburuk secara progresif.
d. Tidak ada gangguan kesadaran.
e. Onset antara umur 40 dan 90 tahun, paling sering setelah umur 65 tahun.
f. Tidak ada penyakit sistemik atau penyakit otak lainnya yang dapat menjelaskan defisit
memori dan kognisi yang progresif.

B. Diagnosa probable dimensia Alzheimer dibantu oleh :


a. Detereriorasi progresif fungsi kognitif spesifik, seperti bahasa (afasia), ketrampilan
motorik (apraksia), dan diagnosa persepsi.
b. Terganggunya aktivitas kehidupan sehari-sehari dan berubahnya pola perilaku.
c. Riwayat keluarga akan penyakit yang sama, terutama bila dibuktikan secara
neuropatologik.
d. Hasil laboratorium sebagai berikut: cairan cerebrospinalis yang normal, EEG yang normal
atau perubahan non spesifik dan bukti atrofi otak pada CT scan ulangan.

C. Gejala klinis lain yang sesuai dengan diagnosis probable dimensia Alzheimer
(setelah dikesampingkan dimensia akibat etiologi lain) adalah :
a. Plateau pada perjalanan progresivitas penyakit.
b. Gejala ikutan seperti depresi, insomnia, inkontinensia, waham ilusi, halusinasi
katastropik, ledakan emosi, verbal atau fisik, gangguan seks, dan kehilangan berat badan.
c. Kejang pada dimensia Alzheimer yang berat
d. CTscan yang normal untuk umur penderita.

D. Gejala yang membuat diagnosis probable dimensia Alzheimer meragukan :


a. Permulaan yang mendadak.
b. Gejala neurologik fokal seperti hemiparesis, gangguan sensorik, deficit lapangan pandang
dan inkoordinasi pada permulaan penyakit.
c. Kejang atau ganguan cara berjalan pada permulaan penyakit.

E. Diagnosis klinik possibable dimensia Alzheimer.


a. Dapat dibuat berdasarkan sindrom demensia tanpa adanya gangguan neurologik, psikiatri,
atau sistemik lainnya yang cukup untuk menyebabkan demensia atau perjalanan klinik.
b. Dapat dibuat dengan adanya gangguan sistemik atau gangguan otak lainnya yang cukup
untuk menimbulkan demensia, tetapi tidak dianggap sebagai penyebab demensia tersebut.
c. Digunakan dalam studi riset, jika diidentifikasi deficit kognitif tunggal yang berat dan
berangsur-angsur progresif serta tidak ada penyebab lainnya.

F. Kriteria diagnosis definite dimensia Alzheimer:


a. Kriteria klinik untuk probable dimensia Alzheimer.
b. Bukti neuro patologik yang didapat dari biopsy atau otopsi.

G. Klasifikasi dimensia Alzheimer untuk riset harus memberikan gambaran yang


dapat membedakan subtipe gangguan ini seperti:
a. Kejadian familial.
b. Onset sebelum umur 65 tahun.
c. Adanya trisomi 21.
d. Ada bersamanya kondisi lain yang relevan, seperti penyakit Parkinson.6
2.7 Diferensial Diagnosis
Diagnosis banding untuk dimensia Alzheimer adalah :

-Gangguan depresif (F30-F39)


Depresi berat adalah gangguan penyebab paling sering dari pseudodemensia. Tidak seperti
pasien demensia, pasien dengan depresi mempunyai onset yang relatif cepat (keluarga
biasanya dapat mengetahui saat munculnya gejala), pasien mengeluh ada gangguan memori
berat (biasanya ringan pada saat dilakukan tes), jelas ada perubahan afektif, menekankan
ketidakmampuan dan kegagalannya, dan sering menjawab pertanyaan sederhana dengan
saya tidak tahu” (pasien dengan demensia seringkali mencoba untuk menjawab). Hal berikut
dapat membantu mengidentifikasi pasien yaitu ada saat-saat yang jernih selama wawancara
dan tidak ada deteriorasi perjalanan penyakit. Pasien ini biasanya membaik dengan
pemberian antidepresan atau ECT.

-Delirium (F05)
Yang paling nyata perbedaannya adalah mengenai awitannya, yaitu delirium awitannya tiba-
tiba, sedangkan pada demensia berjalan perlahan, meskipun kedua kondisi tersebut
mengalami gangguan kognitif, tetapi pada demensia lebih stabil, sedangkan pada delirium
berfluktuatif.

-Demensia Vaskular (F00.2)


Demensia vaskular diperkirakan mencapai 10% dari populasi. Membedakan demensia
vaskular dari DTA adalah riwayat awitannya yang cepat dan deteriorasinya yang seperti anak
tangga pada pasien berusia 50-60 tahun dan ada defisit neurologik fokal. EEG mungkin
dapat menunjukkan abnormalitas. Penyebab demensia ini adalah episode trombo-embolik
multipel (sejumlah infark serebri patologik yang kecil-kecil) pada pasien dengan penyakit
aterosklerotik pembuluh darah besar atau katup jantung. Biasanya juga ada hipertensi.7

2.8 Treatment

TERAPI FARMAKOLOGIS7

-Pemberian asetilkolin esterase inhibitor yaitu :


a. Donepezil (Aricept 5-10 mg, 1xsehari, malam hari)
b. Rivastigmine (Exelon 6-12 mg, 2xsehari)
c. Galantamine (Reminyl 8-16 mg, 2xsehari)

• Terapi Simtomatik
a. Ansietas akut, kegelisahan, agresi, agitasi : Haloperidol 0,5 mg per oral 3 kali sehari;
Risperidon 1 mg peroral sehari. Hentikan setelah 4-6 minggu.
b. Ansietas non psikotik, agitasi : Diazepam 2 mg peroral 2xsehari, venlafaxin XR.
Hentikan setelah 4-6 minggu.
c. Agitasi kronik : SSRI (misal Fluoxetine 10-20 mg/hari) dan atau Buspiron (15 mg 2x
sehari); juga pertimbangkan Beta Bloker dosis rendah.
d. Depresi : pertimbangan SSRI dan anti depresan baru lainnya dahulu; dengan Trisiklik
mulai perlahan-lahan dengan tingkatan sampai ada efek - misal desipramin 75-150 mg
per oral sehari.
e. Insomnia : hanya untuk penggunaan jangka pendek.
2.9 Penatalaksanaan

TERAPI NON-FARMAKOLOGIS7

-Berikan perawatan fisik yang baik, misalnya nutrisi yang lebih bagus, kacamata, alat bantu
dengar, alat proteksi (untuk anak tangga, kompor, obat-obatan) dan lain lain. Sewaktu-waktu
mungkin perlu pembatasan / pengekangan secara fisik.
-Pertahankan pasien berada dalam lingkungan yang sudah dikenalnya dengan baik, jika
dimungkinkan. Usahakan pasien dikelilingi oleh teman-teman lamanya dan benda-benda
yang biasa ada di dekatnya. Tingkatkan dava pengertian dan partisipasi anggota keluarga.
-Pertahankan keterlibatan pasien melalui kontak personal, orientasi yang sering
(mengingatkan nama hari, jam dsb). Diskusikan berita actual bersama pasien. Pergunakan
kalender, radio, televisi. Aktivitas harian dibuat terstruktur dan terencana.
-Bantulah untuk mempertahankan rasa percaya diri pasien. Rawatlah mereka sebagai orang
dewasa (jangan perlakukan sebagai anak kecil, jaga dignity dari pasien - komentar
penterjemah). Rencana diarahkan kepada kekuatan / kelebihan pasien. Bersikaplah
menerima dan menghargai pasien.
-Hindari suasana yang remang-remang, terpencil; juga hindari stimulus yang berlebihan.

2.10 Prognosis

Prognosis demensia bervariasi tergantung pada penyakit atau kondisi medik yang
mendasarinya. Bilamana penyebab demensia dapat dikoreksi atau disembuhkan maka
prognosis baik, namun untuk jenis penyakit degeneratif yang belum ada obatnya (penyakit
Alzheimer) maka prognosis kurang baik. DTA (Demensia Tipe Alzheimer) dapat
berlangsung 10-15 tahun dengan kemunduran yang perlahan tapi pasti menuju akhir hidup.
Beberapa jenis demensia yang mungkin dapat membaik adalah demensia yang disebabkan
oleh infeksi, defisiensi vitamin, hidrosefalus tekanan normal, gangguan vaskularisasi dan
gangguan metabolik.7
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang biasanya terjadi pada orang dengan usia
lanjut. Pada penyakit ini tidak terjadi penurunan kesdaran. Gejala-gejalanya dapat
dilihat dari perubahan tingkah lakunya sehari-hari yaitu penurunan kemapuan
kognitif dan kemampuan berbicara. Faktor yang menyebabkan penyakit Alzheimer
masih belum diketahui dengan pasti, namun riwayat keluarga sangat
berpengaruhterhadap penyakit ini. Pengobatan yang dapat dilakukan adalah terapi
farmakologi dan terapi suportif untuk paisen dan keluarganya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Lansia Di Indonesia.


2. World Health Organisation, WHO. 2017. 10 Facts on Dementia.
https://www.who.int/features/factfiles/dementia/en/. Diakses tanggal 10
Februari 2019.
3. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2015. Panduan Nasional
Praktik Klinik Demensia.
4. Anurogo D. 2016. The Art Of Medicine. Jakarta: Pt Gramedia Pustaka Utama
5. Dikot Y, Ong PA. 2007. Diagnosis Dini Dan Penatalaksanaan demensia.
Jakarta : PERDOSSI
6. Bahrudin M. 2017. Neurologi Klinis. Malang : UMM Press
7. Kusumawardhani, Husin, Adikusumo. Buku Ajar Psikiatri, ed.2. Jakarta :
Badan Penerbit FKUI, 2014 : 537-48
LAPORAN KASUS

Pemeriksaan dilakukan pada hari Selasa, 5 Februari 2019 di UGD RSKD Dadi. Sumber
anamnesa : catatan medis dan autoanamnesa.

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. M
No. RM : 016915
Umur : 31 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/ tanggal Lahir : Makassar, 30 Februari 1988
Agama : Katolik
Suku : Flores
Status Pernikahan : Belum Menikah
Pendidikan Terakhir : Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Pekerjaan : Supir Pertamina
Diagnosis Sementara : Skizofrenia Paranoid (F20.0)

Masuk RSKD Provinsi Sulawesi Selatan untuk ketiga kalinya pada tanggal 5 Februari 2019,
pukul 15:30 WITA, diantar oleh bapa kandung pasien dan teman pasien.
II. RIWAYAT PSIKIATRI
Diperoleh dari catatan medis, autoanamnesis dan alloanamnesis dari :
Nama : Tn, K
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen
Pendidikan Terakhir : SLTP
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Alamat : JL. Galangan Kapal, Kaluku Bodoa, Makassar
Hubungan dengan pasien : Bapa Kandung

A. Keluhan Utama
Mengamuk
B. Riwayat Gangguan Sekarang

Seorang pasien laki-laki usia 31 tahun dibawa oleh keluarganya untuk


ke 3 kalinya ke RSKD dengan keluhan mengamuk. 4 minggu sebelum pasien
masuk RS, pasien marah-marah, tidak tidur, gelisah, mundar-mandir,
berteriak ke tetangga dan mencoba untuk memukul ibu dan ayah pasien. Ia
selalu menaruh curiga kepada keluarganya sendiri kalau ayahnya ingin
membunuhnya. Perawatan diri dan tidur pasien berkurang tetapi makan
teratur.
Sewaktu pasien masih di SMP pasien sering diejek oleh teman karena
keluarga pasien miskin dan pasien sering menyimpan gorengan yang
digoreng oleh ibunya di dalam tas sebagai bekalan ke sekolah. Akibat sering
diejek pasien jadi pemarah dan sering memarahi teman-teman yang
mengejeknya di sekolah.
Pada tahun 2002, sewaktu pasien masih di SMP pasien dibawa ke
RSKD oleh orang tua dengan keluhan susah tidur sejak satu bulan. 3 bulan
sebelumnya pasien pernah demam tinggi selama 3 hari 3 malam tidak mau
makan dan minum. Pasien selalu mau berdiri terus karena kakinya terasa
dingin. Pasien sering marah-marah bila ditegur oleh orangtua.
Pada tahun 2016, pasien dibawa ke RSKD buat kedua kalinya oleh
ibu kandung dengan keluhan mengamuk, melempar barang, susah tidur,
perawatan diri kurang dan sering pasien berbicara dengan isi hatinya
menyatakan bahwa pasien harus segera mati (suara nenek moyang). Menurut
ibu pasien perubahan perilaku anaknya terjadi sejak pasien sering diejek oleh
teman selama di sekolah dan di tempat kerja.

a. Hendaya dan disfungsi


● Hendaya sosial (+)
● Hendaya pekerjaan (+)
● Hendaya gangguan waktu senggang (-)
b. Faktor stress psikososial
Sering diejek teman

c. Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat fisik dan psikis sebelumnya :


● Riwayat infeksi (-)
● Riwayat trauma (-)
● Riwayat kejang (-)
● Riwayat merokok (+)
● Riwayat alkohol (+)
● Riwayat NAPZA (-)

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya


1. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak Ada
2. Riwayat Penggunaan Zat Psikoaktif
Tidak ada
3. Riwayat Gangguan Psikiatri Sebelumnya
Pada tahun 2002, sewaktu pasien masih di SMP pasien dibawa ke RSKD oleh
orang tua dengan keluhan susah tidur sejak satu bulan. 3 bulan sebelumnya
pasien pernah demam tinggi selama 3 hari 3 malam tidak mau makan dan
minum. Pasien selalu mau berdiri terus karena kakinya terasa dingin. Pasien
sering marah-marah bila ditegur oleh orangtua.
Pada tahun 2016, pasien dibawa ke RSKD buat kedua kalinya oleh ibu
kandung dengan keluhan mengamuk, melempar barang, susah tidur, perawatan
diri kurang dan sering pasien berbicara dengan isi hatinya menyatakan bahwa
pasien harus segera mati (suara nenek moyang). Menurut ibu pasien perubahan
perilaku anaknya terjadi sejak pasien sering diejek oleh teman selama di sekolah
dan di tempat kerja.

D. Riwayat kehidupan pribadi


1. Riwayat Prenatal dan Perinatal (0-1 tahun)
Pasien lahir cukup bulan melalui persalinan normal dibantu oleh bidan di RS Siti
Halimah pada 30 Januari 1988. Tidak ditemukan cacat lahir maupun kelainan
bawaan, berat badan lahir tidak diketahui. Selama kehamilan ibu pasien dalam
keadaan sehat. Pasien diasuh oleh kedua orang tuanya serta minum ASI hingga usia
6 bulan. Pertumbuhan dan perkembangan pada masa bayi normal.

2. Riwayat Masa Kanak Awal (usia 1-3 tahun)


Perkembangan masa kanak-kanak awal pasien seperti berbicara dan berjalan baik.
Pasien tidak mengalami gangguan perilaku, pasien mampu bermain dengan
saudara dan teman sebayanya.
3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan (usia 3-11 tahun)
Pertumbuhan dan perkembangan normal. Pasien masuk Sekolah Dasar dan bergaul
dengan teman sebayanya. Prestasi pasien menurut keluarga biasa saja.
4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja (usia 12-18 tahun)
Pendidikan terakhir pasien adalah tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Setelah tamat SMP pasien langsung bekerja sebagai supir pete-pete.

E. Riwayat Masa Dewasa


a.Riwayat Pekerjaan
Setelah berhenti menjadi supir pete-pete pasien bekerja sebagai buruh bangunan yang
tidak tentu pendapatannya.

b.Riwayat Pernikahan
Pasien belum pernah menikah.

c.Riwayat Agama
Pasien memeluk agama Katolik dan sering beribadat ke gereja.

F. Riwayat Kehidupan Keluarga


Pasien adalah anak pertama dari dua bersaudara (♂,♂). Orang tua pasien adalah
seorang petani dan tergolong dalam keadaan ekonomi kurang. Pasien setelah tidak
lanjut sekolah bekerja sebagai supir pete-pete, buruh bangunan dan supir pertamina.
Didikan ayah sangat keras dan disiplin sejak kecil sering dipukul jika melakukan
kesalahan. Pasien lebih dekat dengan ibu daripada dengan ayahnya. Saat masih kecil
pasien tinggal dengan serumah dengan orang tua dan adiknya saja. Riwayat penyakit
yang sama dalam keluarga yaitu kakek pasien yang dipasung sehingga meninggal
karena membunuh orang kampong. Kakek pasien tidak pernah dibawa berobat selama
mengalami gangguan jiwa.
GENOGRAM

G. Situasi Sekarang
Pasien saat ini tinggal bersama ibu dan ayahnya.

H. Persepsi Pasien tentang diri dan kehidupannya


Pasien merasa lingkungan baik terhadap dirinya. Pasien khawatir terhadap keluhan
yang dialaminya. Apabila sedang sakit pasien memiliki anggapan bahwa keluarganya
tidak menyayanginya. Pasien kadang marah dan memukul keluarganya sendiri.

III. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Seorang laki laki, wajah tampak sesuai umur (31 tahun), tinggi, kulit coklat,
rambut ikal hitam dan pendek, mengenakan baju kaos hijau tua, memakai celana
panjang, memakai sandal merah, perawatan diri kesan kurang.
2. Kesadaran
Berubah
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor
Saat wawancara, pasien tampak tenang, tidak ada gerakan stereotipik, gerakan
abrnormal, gerakan involunter maupun gerakan tidak bertujuan.
4. Pembicaraan
Spontan, lancar, intonasi normal, tidak ada hendaya.
5. Sikap terhadap pemeriksa
Kooperatif
B. Keadaan Afektif (Mood), Perasaan, Empati, dan Perhatian
1. Mood : Sulit dinilai
2. Afek : Tumpul
3. Empati : Tidak dapat dirabarasakan
C. Fungsi Intelektual (Kognitif)
1. Taraf pendidikan :
Pengetahuan umum dan kecerdasan pasien sesuai dengan taraf pendidikan yakni
tamat SMP.
2. Daya konsentrasi : Terganggu
3. Orientasi
● Waktu : Terganggu
● Tempat : Terganggu
● Orang : Terganggu
4. Daya ingat
● Jangka panjang : Terganggu
● Jangka pendek : Terganggu
● Jangka segera : Terganggu
5. Pikiran Abstrak : Terganggu
6. Bakat kreatif : Tidak ada
7. Kemampuan menolong diri sendiri: Terganggu
D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi : Halusinasi auditorik
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Tidak ada
4. Derealisasi : Tidak ada

E. Proses Berpikir
1. Arus Pikiran
Produktivitas : Cukup
Kontinuitas : Relevan, koheren
Hendaya berbahasa : Tidak ada hendaya dalam berbahasa
2. Isi Pikiran
Preokupasi : Memikirkan tentang masalah dirinya yang sulit
tidur karena sering diganggu dengan suara
wanita yang berbisik ke telinganya
Gangguan isi pikiran : waham persekutorik
-Pasien meyakini ayahnya ingin membunuh dan
mencelakainya

F. Pengendalian Impuls
Tidak terganggu (pada saat dilakukan wawancara)
G. Daya Nilai
1. Norma sosial : Tidak terganggu
2. Uji daya nilai : Tidak terganggu
3. Penilaian realitas : Terganggu
H. Tilikan (Insight)
Derajat 1 (Penyangkalan total terhadap penyakitnya)
I. Taraf Dapat Dipercaya : Dapat dipercaya

IV. PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGI


A. Status Internus
Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 90 x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu
36,50C, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus, jantung, paru, abdomen dalam
batas normal, ekstremitas atas dan bawah tidak ada kelainan.
B. Status Neurologis
Kesadaran saat datang berada pada GCS 15 (E4M6V5). Gejala rangsang
selaput otak: kaku kuduk (-), kernig’s sign (-)/(-), pupil bulat dan isokor 2,5 mm/2,5
mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+)/(+), fungsi motorik dan sensorik
keempat ekstremitas dalam batas normal, tidak ditemukan refleks patologis.
V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Seorang pasien laki laki datang ke UGD Rumah Sakit Khusus Dadi untuk kali
ketiga diantar oleh ayah pasien dengan keluhan pasien mengamuk sehingga memukul
ibu dan ayah kandung dan berteriak ke tetangga, jalan mundar mandir dan sering tampak
gelisah. Pasien sering merasa ingin dibunuh oleh ayah kandungnya sendiri. Sering pasien
berbicara dengan isi hatinya menyatakan bahwa pasien harus segera mati (suara nenek
moyang). Perawatan diri dan tidur pasien berkurang tetapi makan teratur.
Berlaku perubahan perilaku sejak tahun 2016 kerna pasien sering diejek sama teman.
Sejak itu pasien mulai sering marah-marah. Pasien pernah dibawa ke rumah sakit pada
tahun 2012 karena sulit tidur. Pasien putus obat selama 3 tahun dari tahun 2016 dan
dibawa berobat kembali oleh ayah kandung pada tahun 2019.
Pada pemeriksaan status mental diperoleh kesadaran kualitatif normal dan
kuantitatif GCS 15 (Compos mentis), mood eutimia, afek tumpul, empati tidak dapat
dirabarasakan. Pikiran abstrak terganggu dan kemampuan menolong diri terganggu.
Terdapat gangguan persepsi yaitu halusinasi auditorik. Proses berpikir produktivitas
cukup, kontinuitas relevan, koheren, ada waham persekutorik. Tilikan 1 dimana pasien
menyangkal total terhadap penyakitnya.

VI. EVALUASI MULTIAKSIAL (SESUAI PPDGJ III dan DSM V)


1. Aksis I

Berdasarkan Autoanamnesis, Alloanamnesis dan pemeriksaan status mental


didapatkan adanya gejala klinis yang bermakna yaitu pasien gelisah, terdapat
hendaya pekerjaan sehingga menimbulkan distress bagi penderita sehingga dapat
digolongkan sebagai gangguan jiwa. Ditemukan adanya hendaya dalam menilai
realita berupa halusinasi auditorik, waham persekutorik yaitu sehingga
digolongkan menjadi gangguan jiwa psikotik. Dari pemeriksaan interna dan
neurologi tidak ditemukan kelainan organik yang secara langsung mempengaruhi
fungsi otak sehingga digolongkan sebagai gangguan jiwa psikotik non organik,
menurut DSM V didiagnosis Gangguan Jiwa yang tak di induksi oleh
Penyakit Fisik dapat disingkirkan. Dari alloanamesis, autoanamnesis, dan
pemeriksaan status mental didapatkan adanya riwayat afek tumpul, halusinasi
auditorik, serta arus pikiran yang kadang asosiasi longgar dengan waham
persekutorik serta perlangsungan lebih dari 4 minggu, sehingga memenuhi
kriteria Skizofrenia (F20.0) Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders Five Edition (DSM V) diagnosis diarahkan pada Schizophrenia
(295.90). Pada pasien ini ditemukan adanya halusinasi auditorik, waham
persekutorik yang menonjol sehingga berdasarkan PPDGJ III, pasien mengarah
pada tipe Skizofrenia Paranoid (F20.0).
Pasien ini di diagnosis banding dengan :
1.Gangguan skizoafektif tipe depresi (F25.1) : Meskipun afek depresif
menonjol pada pasien ini disertai dengan gejala depresif lainnya, gejala yang
mendukung ke arah skizofrenia tidak terpenuhi yang mana halusinasi auditorik
yang didapatkan pada pasien ini tidak memenuhi kriteria halusinasi auditorik
gejala satu. Pada pasien ini halusinasi auditorik yang dialami pasien tidak terus
menerus dan tidak berkomentar tentang dirinya atau ada suara yang berasal dari
salah satu tubuhnya sehingga differensial diagnose ini dapat disingkirkan.
2. Gangguan Afektif Bipolar Episode Kini Depresif Berat dengan Gejala
Psikotik (F31.5) : Pada pasien dengan melihat perjalanan riwayat gangguan
psikiatri pasien sebelumnya, dan gejala skizofrenia yang ada saat ini muncul
karena status keadaan pasien sehingga differensial diagnosis ini dapat
disingkirkan untuk saat ini.

2. Aksis II
Sebelum sakit, pasien dikenal sebagai orang yang ramah dan memiliki banyak
teman.
3. Aksis III
Tidak ada diagnosis.
4. Aksis IV
Masalah stressor sosial dan keluarga
5. Aksis V
GAF Scale saat ini: 50-41 (gejala berat dan disabilitas berat yang berhubungan
dengan realita dan komunikasi interpersonal).

VII. DAFTAR MASALAH


1. Organobiologik :
Tidak ditemukan adanya kelainan fisik yang bermakna, tetapi diduga terdapat
ketidakseimbangan neurotransmitter, maka pasien memerlukan farmakoterapi.
2. Psikologi :
Ditemukan adanya masalah psikologi sehingga memerlukan psikoterapi.
3. Sosiologik :
Ditemukan adanya hendaya dalam pekerjaan maka membutuhkan sosioterapi.

VIII. RENCANA TERAPI


1. Farmakoterapi :
Haloperidol 5 mg 2x1/2
Chlopromazin 100 mg
2. Psikoterapi
Cognitive Based Therapy: membentuk kembali pola perilaku dan pikiran yang
irasional dan menggantinya dengan yang lebih rasional. CBT melibatkan berbagai
jenis komponen antara lain Psikoedukasi, Self-monitoring, restrukturisasi
kognitif, pelatihan paparan stimulus, modifikasi kebiasaan yang menyebabkan
gangguan panik, dan pencegahan relaps.
3. Konseling
Memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien agar memahami
penyakitnya dan bagaimana cara menghadapinya.

4. Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada pasien, keluarga pasien dan orang-orang di
sekitarnya. Sehingga dapat menerima dan menciptakan suasana lingkungan yang
mendukung

IX. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad functionam : dubia ad Malam
Quo ad sanationam : dubia ad Malam
a. Faktor pendukung
● Tidak terdapat kelainan organik
b. Faktor penghambat
● Onset di usia muda
● Pengobatan yang tidak teratur
● Adanya riwayat keluarga yang menderita penyakit yang sama

X. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien serta perkembangan penyakitnya, selain itu menilai
efektivitas dan kemungkinan efek samping obat yang diberikan.

XI. PEMBAHASAN

Pada pasien ditemukan adanya halusinasi auditorik dan waham persekutorik, disertai
dengan hendaya dibidang pekerjaan sehingga pasien tidak dapat lagi melalukan pekerjaan
sehingga diagnosis mengarah pada skizofrenia paranoid. Medikasi antipsikotik adalah inti
dari pengobatan skizofrenia, tetapi intervensi psikososial dapat memperkuat perbaikan klinis.
Penatalaksanaan psikososial umumnya lebih efektif pada saat pasien berada dalam fase
perbaikan dibanding fase akut. Terapi berorientasi keluarga dapat dilakukan dengan
memberikan penjelasan tentang gangguan yang dialami pasien dan menciptakan
suasana yang baik agar dapat mendukung proses pemulihan pasien.
Halusinasi merupakan gejala yang paling sering muncul pada penderita skizofrenia di
mana sekitar 90% dari mereka mengalami halusinasi. Halusinasi pendengaran merupakan
gangguan persepsi yang paling sering. Misalnya suara melengking, bising, mungkin juga
dalam bentuk kata-kata atau kalimat. Suara itu dirasakan tertuju pada dirinya, sehingga
kadang terlihat penderita bertengkar atau bicara (sendiri) dengan suara yang didengarnya.
Sumber suara dapat berasal dari bagian tubuhnya sendiri, dari sesuatu yang jauh atau dekat.
Kadang berhubungan dengan sesuatu yang mengancam, mencela, memaki dan sebagainya.
Sering juga dirasakan sebagai suruhan yang mengancam, mencela, memaki dan sebagainya.1
Skizofrenia diketahui umum merupakan suatu gangguan yang tidak dapat sembuh
secara total. Jadi meskipun dirawat dengan baik di rumah sakit, gejalanya masih dapat ada
tetapi mungkin lebih berkurang. Ketika penderitaskizofrenia dikembalikan ke rumah, ada
tantangan-tantangan baru yang membuat penderita harus bertahan dalam kehidupannya yang
belum tentu lebih baik. Untuk itu penting bagi seorang penderita skizofrenia untuk mencari
makna dalam hidupnya mengingat pentingnya makna hidup bagi setiap manusia. Secara tidak
langsung, penderita skizofrenia dapat mempertahankan kesembuhan dan meminimalisir
potensi untuk relaps. Penilaian bagaimana penderita skizofrenia memaknai hidupnya juga
bergantung dengan status mental penderita.2

Melalui beberapa penelitian ilmiah didapatkan rata-rata kekambuhan penderita


skizofrenia dalam dua tahun adalah 1.48 kali dengan standar deviasi 1.18 kali. Studi
naturalistic menemukan tingkat kekambuhan kumulatif dalam lima tahun berkisar 70-80%.
Faktor yang berhubungan signifikan dengan kekambuhan penderita skizofrenia adalah
pengetahuan keluarga dan ekspresi emosi keluarga.3 Disebabkan itu lah peri pentingnya juga
terapi supportif dari lingkungan terutama keluarga untuk membantu penyembuhan penderita
skizofrenia.
LAMPIRAN

WAWANCARA

D : Assalamualaikum, saya dokter muda Syuhadah. Bisa saya tanya-tanya sedikit


sama kita?

P : Bisa dok.

D : Siapa nama ta?

P : MAE dok.

D : Kita tinggal dimana?

P : Jl Galangan Kapal 7/5 Kaluku Bodoa, Tallo, Makassar dok.

D : Kerjanya apa?

P : Supir Pertamina dok.

D : Sudah menikah?

P : Belum.

D : Datang sama siapa?

P : Bapaku.

D : Bisa saya tahu apa keluhan ta?

P : Saya mengamuk dok beberapa hari lalu.

D : Sejak kapan begitu ?

P : Sejak 4 minggu yang lalu dok. Tapi 5 hari terakhir ini saya rasa makin parah.
Bukan itu saja dok, tidurku juga amat terganggu sejak akhir-akhir ini.

D : Kalo bangun dari tidur itu, apa yang kamu rasa?

P : Maksudnya?

D : Kayak rasa lemah. Tidak enak badan ku.

P : Iya. Rasa seperti tidak enak badanku. Tidak segar. Rasa malas mau bikin apa-
apa.

D : Apa yang kita pikirkan sehingga sulit sekali mau pejamkan mata ?

P : Nda tau juga dok.

D : Ada keluhan lain atau apa-apa yang mau kita cerita ?


P : Biasa juga saya dengar bisikan-bisikan aneh dok.

D : Sejak kapan begitu?

P : Kira-kira 1 bulan yang lalu dok.

D : Berapa suara yang didengar? Laki-laki atau perempuan? Apa yang kita dengar?

P : Satu suara dok, perempuan. Dia bicara sama saya dan kadang menyuruh saya
melakukan sesuatu dok.

D : Kita dengar suaranya hilang timbul atau terus menerus?

P : Hilang timbul dok.

D: Jadi, kita’ lakukan apa yang disuruh?

P: Iya dok. Saya ikuti saja apa yang disuruh.

D: Biasanya suara itu minta kita’ lakukan apa?

P: Suara itu minta saya memukul ibu bapa saya dok. Jadi lakukan mi.

D: Oh..Jadi memang kita’ nda pernah menolak di’ kalo disuruh?

P: Iya dok. Itu yang saya khuatirkan jangan sampai suara itu minta saya bunuh
diri dok.

D : Iya, bagus sekali begitu karena kita’ rasa ada sesuatu yang aneh toh, jadi kita’
langsung datang berobat. Tabe, bisa kita’ jelaskan kapan saja suaranya itu
terdengar? Pada waktu siang atau malam?

P : Cuman waktu malam dok.

D : MAE, ada kita lihat orang yang bersuara itu?


P : Tidak ada dok.

D : Ada apa-apa yang mengganggu pikiran ta? Bisa kita’ ceritakan sama saya?

P : Saya sebenarnya sewaktu di sekolah sering diejek oleh teman di tempat saya
belajar karena miskin. Di tempat kerja juga sering diganggu oleh teman.

D : Jadi apa yang kamu lakukan setelah itu?

P : Saya marah-marah mereka.

D : Nafsu makannya bagaimana?

P : Bagus dok.

D : Bagaimana mandinya? Berapa kali setiap hari?

P : Jarang mandi dok.


D : Bagaimana kehidupan kita sekarang? Tinggal sama siapa?

P : Saya tinggal sama orangtuaku dok.

D : Kamu ingat tahun lahirmu?

P : Ingat dok, 1988.

D : Bagaimana riwayat lahirnya? Siapa yang menolong persalinannya?

K : Lahir normal dok. Di rumah sakit sama dokter.

D : Minum asi dulu? Sampai umur berapa?

P : Iya ASI dok. Sampai umur 6 bulan.

D : Tinggal dengan siapaki dulu waktu kecil?

P : Sama orang tua, dok.

D : Waktu kecil, tidak pernah sakit-sakit yang parah?

P : Pernah demam tinggi dok. Tapi setelah itu baikji dok.

D : Kita’ anak keberapa? Berapa saudara?

P : Anak pertama dari 2 bersaudara dok.

D : Berapa laki-laki dan perempuan?

P : Yang pertama saya, kedua laki-laki dok.

D : Bagaimana hubungan kita sama keluarga?

P : Sama keluarga baik dok.

D : Kita’ pernah sakit parah sampai dirawat inap di rumah sakit, atau kecelakaan
sampai terbentur kepala?

P : Tidak pernah dok.

D : Pernah merokok atau minum alkohol atau konsumsi obat-obatan terlarang?

P : Saya merokok sejak SMP lagi dan pernah minum alcohol. Yang lain nda pernah
dok.

D : Kita’ merokok itu berapa batang per hari?

P : 8 batang per hari kebiasaannya.

D : Ada keluhan lain yang kita rasa?

P : Itu saja dok.


D : Baik lah MAE, hanya itu yang saya mahu tanyakan. Kita’ bisa mendengar suara-
suara yang biasanya orang normal tidak mendengar semua itu. Mungkin gejala ini
disebabkan kita’ pernah mengalami penganiayaan atau diejek yang sebegitu teruk
sehingga bisa mengamuk dan gampang marah-marah seperti ini. Jadi, saya
nasehatkan kita’ jangan putus minum obat supaya bisa kembali pulih yah.

P:Baik dok. Saya coba.


DAFTAR PUSTAKA
1. Endah Dwi Ernawati. 2013. Studi Kasus Asuhan Keperawatan Pada Tn. P dengan
Halusinasi Pendengaran di Ruang Pringgidami di Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta.
2. Putri P.K. & Ambarini T.K. 2012. Makna Hidup Penderita Skizofrenia Pasca Inap
3. Mitra & Fadli S.M . Jurnal Pengetahuan dan Ekspresi Emosi Keluarga serta Frekuensi
Kekambuhan Penderita Skizofrenia. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol. 7, No.
10, Mei, 2013. http://journal.fkm.ui.ac.id/kesmas/article/view/6

Anda mungkin juga menyukai