DISUSUN OLEH :
Pembimbing Residen
Pembimbing Supervisor
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
HALAMAN PENGESAHAN
Nama :
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen Ilmu
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ ii
2
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB 2. PEMBAHASAN................................................................................... 3
2.1 Definisi.................................................................................................... 3
2.2 Epidemiologi........................................................................................... 3
2.3 Etiopatogenesis....................................................................................... 4
2.5 Diagnosis................................................................................................. 13
2.7 Penatalaksanaan...................................................................................... 19
2.8 Prognosis................................................................................................ 22
BAB 3. KESIMPULAN...................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 24
3
BAB 1
PENDAHULUAN
pencegahan, dan pengobatan suatu penyakit atau gejala. Selain manfaatnya, obat dapat
menimbulkan reaksi yang tidak diharapkan yang di sebut reaksi simpang obat. Reaksi
simpang obat dapat mengenai berbagai organ tetapi reaksi pada kulit merupakan reaksi
tersering yang disebut Cutaneous Adverse Drug Reaction (CADR) atau disebut juga
erupsi obat alergi. Erupsi Obat Alergi adalah suatu reaksi yang dapat menyebabkan
perubahan struktur atau fungsi pada kulit dan mukosa yang disebabkan karena
penggunaan obat.1
Prevalensi Erupsi Alergi Obat di Negara maju yaitu sebesar 1%-3% dan 2%-5%
dinegara berkembang dari seluruh reaksi simpang obat yang dilaporkan. Bentuk
Adverse Drug Eruption yang sering ditemui adalah Exanthema drug eruption (35,5%),
Fixed drug eruptions adalah kelainan kulit yang muncul di tempat yang sama
setelah penggunaan obat yang sama. Fixed Drug Eruptions paling sering disebabkan
oleh obat-obat golongan Non Steroid Anti-Inflamatory Drug (NSAID) seperti diclopenac
(18,6%). Sedangkan Exhantem drug atau yang disebut juga Erupsi Makulo popular
adalah kelainankulit yang tersebar secara generalisata dan simetris yang dapat timbul
sebagai akibat penggunaan obat. Obat yang paling sering menyebabkan Exhantem Drug
Exanthema Drug Eruption dan Fixed Drug Eruption bukan merupakan kasus
yang mengancam jiwa dimana akan menyembuh bila obat penyebab dapat diketahui dan
disingkirkan. Namun demikian dilihat dari sudut pandang kosmetik sangat mengganggu
dan menimbulkan perasaan tidak nyaman. Jika tidak diterapi secara kausal maka dapat
2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Fixed drug eruption adalah suatu kelainan kulit yang biasanya muncul secara
soliter, eritem, berwarna merah menyala atau merah kehitaman berbentuk makula atau
Exhantem drug eruptions adalah kelainan kulit generalisata dan simetris, yang
terdiri atas eritema, makula yang berkonfluens, dan/atau papul yang tersebar di wajah,
telapak tangan dan kaki, dan selalu disertai pruritus. Exhantem drug eruptions ini
biasanya terjadi dalam 1 minggu setelah dimulainya terapi dan dapat muncul 1 atau 2
2.2. Epidemiologi
Prevalensi Cutaneus Adverse Drug Reaction di Negara maju yaitu sebesar 1%-
3% dan 2%-5% dinegara berkembang dari seluruh reaksi simpang obat yang
terjadinya Exhantem drug eruptions merupakan Cutaneus Adverse Drug Reaction yang
paling banyak ditemukan dengan prevalensi sebesar 35,5%. Amoxicilin merupakan obat
Fixed Drug Eruption sebesar 17,9% dari seluruh diagnosis Cutanues Adverse
Drug Reaction. Fixed drug eruption disebabkan oleh obat-obat golongan Non Steroid
3
Metronidazole (6,97%), Carbamazepine (5,81%), Levofloxacin (2,32%), dan
Gatifloxacin (2,32%).10 Berdasarkan penelitian yang dilakukan di India pada tahun 2018
ditemukan perbandingan Fixed drug eruptions pada pria dan wanita yaitu 1 : 1.2 dengan
angka kejadian Fixed Drug Eruption tertinggi yaitu pada usia 31-40 tahun.2
2.3. Etiopatogenesis
lebih spesifik, penyakit infeksi. Akan tetapi fungsi fisiologis dari reaksi imun tidak
hanya ditimbulkan oleh mikroba infeksius tetapi juga oleh substansi asing yang tidak
infeksius.9
Innate immunity adalah garis pertahanan pertama untuk melindungi manusia dari
dan
air mata.9
b. Sel fagosit (neutrofil, makrofag), sel dendritik, Natural killer, sel mast, dan sel
limfoid lainnya.9
c. Protein darah yaitu sistem komplemen dan mediator-mediator inflamasi.9
Respon imun yang lebih kuat dari immunitas innate untuk mengeliminasi
patogen
yang lebih banyak dan spesifik adalah immunitas adapatif. Immunitas adaptif
4
dengan mekanisme effektor yang bervariasi. Sebagai contoh, ada antibodi
yang dapat menyebabkan ingesti mikroba oleh sel host (fagositosis), ada
mikroba yang teringesti maupun terinhalasi oleh bayi yang baru lahir.9
b. Immunitas selular (Cell Mediated Immunity)
Immunitas selular diperantarai oleh limfosit T, bekerja dengan
berproliferasi dalam fagosit dan sel host lainnya, dan tak berhasil
mikroba yang terus berproliferasi dan fagosit atau membunuh sel yang
2.3.2 Hipersensitivitas
melawan infeksi mikroba, akan tetapi respon imun juga mampu menyebabkan
kerusakan jaringan. Inilah yang disebut hipersensitivitas, dimana respon imun tidak
terkontrol dan menyerang sel host itu sendiri. Keadaan ini dapat dipicu oleh
berbahaya.9
hapten, pro hapten maupun non hapten. Pemberian obat yang terputus-
5
putus dan berulang diyakini lebih mensensitasi dibanding pemberian
obat yang jarang. Selain itu, rute pemberian obat secara parenteral
Ada beberapa faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya alergi obat. Faktor
resiko tersebut antara lain: jenis obat, berat molekul obat, kimiawi obat, regimen
lingkungan.
Drug hypersensitivity reaction berfokus pada interaksi antara obat dan sistem
Exanthema Drug Eruption adalah bentuk paling umum dari erupsi kulit akibat
obat.8 Exanthema Drug Eruption dapat disebabkan oleh berbagai macam obat
6
nistatin, salisilat, Non Steroid Anti Inflammatory Drugs (NSAIDs), phenacetin,
Exhantem Drug Eruptions and Fixed Drug Eruptions sering dikaitkan dengan
macam, ada hipotesis tentang Delayed type hypersensitvity (DTH), hipotesis hapten,
type hypersensitivity).7,11
Untuk hipotesis hapten, obat yang memiliki ukuran yang terlalu kecil (<1000
Dalton) untuk dikenali oleh sistem imun sehingga menjadi ‘hapten’ dan membentuk
ikatan dengan self-protein carrier. Ikatan ini kemudian akan dikenali sebagai
antigen oleh Antigen Presenting Cell (APC) dan akan dipajankan ke sel T.6
Obat sebagai pro-hapten, obat tidak dapat berikatan dengan protein dan bersifat
tidak reaktif, akan tetapi menjadi reaktif ketika mengalami proses biodegradasi dan
reaktif yang kemudian dapat bersifat hapten, yaitu dapat berikatan dengan self
protein dan di kenali sebagai antigen oleh APC. Kerentanan terhadap reaksi ini
yang bersifat antigenik dan tidak butuh berikatan dengan self protein untuk dikenali
sebagai antigen.6
tipe IVa. Dalam hal ini, ketika obat dengan mekanisme obat bersifat sebagai
7
hapten,pro-hapten atau non-hapten dideteksi sebagai antigen yang kemudian dibawa
oleh Antigen presenting cell (APC) untuk dipajankan pada sel T naif. APC
yang berperan dalam diferensiasi sel T naif menjadi Th1. Setelah pematangan Th1,
maka Th1 menghasilkan sitokin INF- γ yang dapat menginduksi difrensiasi sel T
naif menjadi Th1 dan memperkuat reaksinya, selain itu INF- γ menginduksi aktivasi
nitric oxide dan ezim lisosomal yang dapat mengahcurkan antigen dan juga sel
epidermis yang normal. Selain itu INF- γ juga meningkatkan produksi ICAM-1
FDE umumnya muncul pada kulit yang sebelumnya mengalami trauma misalnya
gigitan serangga atau luka bakar.[10] Hal inilah yang memperkuat dugaan bahwa
menginisiasi lesi pada FDE sambil melinduni epidermis dari infeksi berulang. Sel
ini berada di dermal-epidermal junction dan akan tetap diam sampai terjadi paparan
ulang oleh obat-obatan penyebab. Ketika terjadi paparan ulang, maka sel T CD8+
ivitas
Tipe I Antibodi IgE, sel Th2 Sel mast, eosinofil dan mediator-
8
mediatornya.(Amin vasoaktif,
neurotransmitter
Tipe III: Kompleks imun atau - Komplemen dan aktivasi
mediated
Tipe IV: T cell- - Sel T CD4+ 1. Inflamasi yang diinduksi
- CTLs CD8+
mediated sitokin
2. Membunuh sel target secara
diinduksi sitokin
Tabel 1. Klasifikasi Hipersensivitas oleh Robert Coombs dan Phillip HH Gel[9]
9
Ivb Th2 (IL-4 dan Inflamasi MPR,DRESS Satu sampai
k setelah elisitasi
obat untuk
minggu untuk
DRESS
Ivc Sel T Kematian FDE,SJS/TE 1-2 hari setela
atau
CD8+
Ivd Sel T (IL- Inflamasi AGEP 1-2 hari setelah
k (bisa lebih
lama)
timbul dalam 2-3 minggu setelah konsumsi obat. Dikelainan di kulit berupa
maculopapular. Erupsi ini timbul generalisata dan simetris, dan dapat terdiri atas
telapak tangan dan kaki, dan selalu disertai pruritus dapat. Erupsi
11
A. B.
Gambar 2. A. Exanthematous drug eruption: ampicillin – tersebar dengan simetris, eritem makula dan
papul yang terang, berlainan di sebagian area dan konfluens pada daerah lainnya, di badan dan ektremitas.
B. Exanthematous drug eruption: ampicilin pada pasien dengan EBV mononucleosis – Lesi
Fixed Drug Eruption biasanya muncul secara soliter, eritem, berwarna merah
menyala atau merah kehitaman berbentuk makula atau plak berwarna merah yang bisa
berkembang menjadi bulla. fixed drug eruptionlebih sering ditemukan pada region
genitalia dan area perianal, tangan, dan bibir, meskipun semua lesi kulit darifixed
drug eruptiondapat terjadi pada bagian kulit manapun. Beberapa pasien dapat memiliki
keluhan seperti terbakar, dan beberapa mungkin mengalami demam, malaise, dan gejala
pada abdomen. fixed drug eruption dapat bekembang dimulai dari 30 menit hingga 8
sampai 16 jam setelah menelan obat. Setelah awal fase akut yang bertahan selama
yang lama hilang. Pada kejadian berulang lesi akan muncul lagi di daerah yang sama
12
Gambar 3. A.Lokasi lesi di region ektemitas bawah pada daerah lutut. Effloresensi plak eritema berbatas tegas. Besar
plak menunjukkan kerutan epidermal, tanda pembentukan blister insipiedn. Ini adalah episode kedua seperti ini
setelah konsumsi tetrasiklin. Tidak ada lesi lain yang hadir. B.Lokasilesi di daerah axilla, Effloresensi Multiple
violaceous lesion.3
2.5. Diagnosis
2.5.1 Exanthema Drug Eruption
2.5.1.1 Anamnesis
Gatal ringan sampai berat yang disertai kemerahan dan bintil pada kulit.
Kelainan muncul 10-14 hari setelah mulai pengobatan. Biasanya disebabkan karena
non steroid. Kelainan umumnya timbul pada tungkai, lipat paha, dan lipat ketiak,
kemudian meluas dalam 1-2 hari. Gejala diikuti demam subfebril, malaise, dan nyeri
sendi yang muncul 1-2 minggu setelah mulai mengkonsumsi obat, jamu, atau bahan-
Faktor Risiko :
13
Pemeriksaan fisik berupa Erupsi makulopapular atau morbiliformis dan kelainan dapat
simetris, Tempat predileksi tersering Tungkai, lipat paha, dan lipat ketiak dan menyebar
ke batang tubuh.15
Diperlukan untuk membuktikan jenis obat yabg diduga sebagai penyebab yaitu2 :
A. Uji tempel tertutup dengan uji kulit yang digunakan untuk memastikan
selama erupsi masih aktif maupun sesudahnya , uji temple sebaiknya dilakukan
riwayat dugaan alergi obat. Uji ini bertujuan untuk mencetuskan tanda dan
gejala klinik yang lebih ringan dengan pemberian obat dosis kecil.13
14
Keluhan pasien berupa kemerahan atau luka pada sekitar mulut, bibir, atau di
alat kelamin, yang terasa panas. Keluhan timbul setelah mengkonsumsi obat-obat yang
Anamnesis yang dilakukan harus mencakup riwayat penggunaan obat-obatan atau jamu.
Kelainan timbul secara akut atau dapat juga beberapa hari setelah mengkonsumsi obat.
Keluhan lain adalah rasa gatal yang dapat disertai dengan demam yang subfebril.15
Faktor Risiko :
Pemeriksaan fisik tanda berupa lesi khas vesikel, bercak eritema, lesi target berbentuk
tepinya, terutama lesi yang berulang. Tempat predileksi paling sering di sekitaran mulut,
Diperlukan untuk membuktikan jenis obat yang diduga sebagai penyebab yaitu :
1. Uji tempel tertutup dengan uji kulit yang digunakan untuk memastikan
15
2. Uji tusuk merupakan salah satu jenis tes kulit untuk menegakkan diagnosis
riwayat dugaan alergi obat. Uji ini bertujuan untuk mencetuskan tanda dan
gejalak linik yang lebih ringan dengan pemberian obat dosis kecil .13
4. Biopsi kulit dilakukan pada kelainan kulit yang tidak jelas diagnosisnya dan
Campak/Rubeola
Campak adalah penyakit yang sangat menular dan disebabkan oleh virus RNA
makula eritem dan papul eritem. Berbeda dengan Exhantem Drug Eruptions, pada
campak, ruam muncul pertama kali pada dahi, hairline, belakang telinga lalu
menyebar dengan arah cephalocaudal. Penyakit ini selalu didahului dengan gejala
16
Gambar 4. Campak[2]
dan virus herpes simpleks tipe 2 (HSV-2) dengan predileksi utama pada
eritem yang berkembang menjadi pustul,krusta, erosi dan ulkus. Lesi ini
17
Gambar 5. Herpes Simpleks
Pemfigus vulgaris
Pemfigus adalah kelompok penyakit blistering autoimun yang ditandai
2.7. Penalataksanaan
2.7.1 Exhantem Drug Eruptions
Prinsip tatalaksana adalah menghentikan obat terduga. Pada dasarnya erupsi obat
akan menyembuh bila obat penyebabnya dapat diketahui dan segera dihentikan
penggunaannya.13,14,15
Farmakoterapi yang diberikan, yaitu:
18
2. Antihistamin sistemik bisa diberikan pada exantematouse drug eruption
dengan rasa gatal yang berat, misalnya Setirizin 2×10 mg/hari selama 7 hari bila
terapi topikal bisa diberikan Bedak salisilat 2 % dan antipruritus (menthol o,5
%-1 %).15
Kriteria rujukan :
penyeab:
a. Uji tempel tertutup, bila negatif lanjutkan dengan
b. Uji tusuk, bila negatif lanjutkan dengan
c. Uji provokasi
3. Bila tidak ada perbaikan setelah mendapatkan pengobatan standar dan
19
misalnya Hidroksisin tablet 10 mg/hari 2 kali sehari atau loratadin tablet
2. Pengobatan topikal
hiperpigmentasi pada lokasi lesi. Dan bila alergi berulang terjadi kelainan yang
Kriteria rujukan
1. Lesi luas, hampir diseluruh tubuh, termasuk mukosa dan dikhawatirkan akan
2.8. Prognosis
20
Prognosis umumnya bonam, jika pasien tidak mengalami komplikasi atau tidak
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
tipe IV. Exhantem drug eruption memiliki gejala klinik makulopapular dan
21
timbul generalisata dan simetris. fixed drug eruption memiliki gejala klinik
DAFTAR PUSTAKA
2017;3(1) : 74-77
3. Shear, Neil H. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Eight Edition
22
9. Abbas AK, Litchtman AH, Pillai S. Cellular and molecular immunology. Eighth
journal.2015.5(31):1-10
12. Hertl,M dan Merk,Hans F. Lymphocyte Activation in Cutaneous drug eruption.
edition.2007.P.260-267
17. Thong, BYH dan Tan TC. Epidemiology and risk factors for drug allergy. Br J
23