TINJAUAN PUSTAKA
KONJUNGTIVITIS VIRAL
Supervisor Penguji :
Residen Pembimbing : dr. Ihsan Ardinel Abdinni
Dibacakan Oleh
Dibacakan Tanggal : 13 Januari 2021
HALAMAN PENGESAHAN
i
Supervisor Penguji : Dr. dr. A. Kentar Arimadyo Sulakso, Sp.M(K), M.Si.Med
(NIM : 22010117130173)
Diajukan guna memenuhi tugas kepaniteraan senior di bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro.
Dr. dr. A. Kentar Arimadyo Sulakso, Sp.M(K), dr. Ihsan Ardinel Abdinni
M.Si.Med
DAFTAR ISI
ii
HALAMAN JUDUL...................................................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................iii
BAB I..........................................................................................................................................................1
1.2 Tujuan..............................................................................................................................................2
1.3 Manfaat............................................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................................3
2.1 Definisi..............................................................................................................................................3
2.4 Etiologi..............................................................................................................................................6
2.5 Diagnosis..........................................................................................................................................7
2.10 Tatalaksana..................................................................................................................................17
2.11 Pencegahan...................................................................................................................................18
2.12 Komplikasi………………………………………………………………………………………..21
2.13 Prognosis......................................................................................................................................21
BAB III.....................................................................................................................................................19
iii
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................20
DAFTAR GAMBAR
iv
Gambar 1. Anatomi konjungtiva normal…………………………………………………………
bakteri……………………………………….7
…………………………………….15
15
18
v
DAFTAR TABEL
10
vi
BAB I
PENDAHULUAN
Mata merupakan salah satu organ penting dalam tubuh kita yang berperan dalam fungsi
tersebut, salah satunya adalah konjungtiva yang merupakan struktur terluar pada mata
sehingga rentan mengalami paparan bahan dan zat-zat inflamasi yang dapat menyebabkan
Inflamasi konjungtiva atau yang dikenal sebagai konjungtivitis dapat disebabkan oleh
infeksi virus atau bakteri, dan non-infeksi akibat alergi, reaksi toksik, sikatrik, dan inflamasi
sekunder lainnya.2,3 Pasien biasanya datang dengan keluhan mata merah, terasa nyeri, berair,
gatal, keluar kotoran (belekan) dan pandangan kabur. Umumnya, penderita konjungtivitis
mengalami pembengkakkan kelopak mata karena struktur dibawah kelopak mata memiliki
jaringan yang lemah dan membentuk lekukan, serta kaya akan pembuluh darah.4
Konjungtivitis dapat dijumpai di seluruh dunia, dan mengenai berbagai ras, jenis kelamin,
usia, dan strata sosial. Walaupun tidak ada data akurat mengenai insiden penyakit ini, tetapi
konjungtivitis diestimasi sebagai penyakit yang paling umum terjadi. Pada 30% kunjungan
Departemen Penyakit Mata di AS, 15% diantaranya adalah pasien dengan keluhan
konjungtivitis viral atau bakteri dan 15% lainnya adalah konjungtivitis alergi.5 Sedangkan di
Indonesia, konjungtivitis merupakan 10 pola penyakit terbanyak pasien rawat jalan di rumah
sakit, dengan total kasus 87.513 dengan jumlah kasus baru sebanyak 68.026 kasus.6
Konjungtivitis viral merupakan penyakit mata merah yang paling sering dijumpai di
masyarakat dan praktek dokter sehari-hari. Pada populasi dewasa, setidaknya terdapat 80%
1
kasus konjungtivitis akut yang disebabkan oleh virus. Sebagian besar konjungtivitis dapat
sembuh sendiri. Meskipun demikian, terdapat beberapa kasus bersifat serius yang
konjungtivitis bakteri sehingga sangat penting untuk mengetahui lebih dalam mengenai
1.2 Tujuan
Pembuatan referat ini bertujuan untuk mempelajari lebih dalam mengenai definisi,
viral.
1.3 Manfaat
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Konjungtiva adalah membran yang menutupi sklera (konjungtiva bulbaris) dan kelopak
yang dapat bersifat akut (1-4 minggu) maupun kronis (>4 minggu), dapat karena sebab
infeksius atau non infeksius. Sebab infeksius yang tersering adalah virus atau bakteri.
Sedangkan, pada non infeksius dapat terjadi karena alergi, penyebab mekanik, toksik,
ataupun inflamasi sekunder lain. Konjungtivitis dapat ditandai dengan mata merah, berair,
Konjungtiva merupakan membran tipis dan transparan yang melapisi bagian anterior bola
mata dan bagian dalam palpebra. Konjungtiva dibagi menjadi tiga bagian yaitu konjungtiva
Konjungtiva palpebra melapisi bagian dalam palpebra, terdapat kelenjar henle dan sel
goblet yang memproduksi musin, berfungsi untuk membasahi bola mata terutama kornea.
Konjungtiva palpebra dibagi lagi menjadi konjungtiva marginal, tarsal, dan orbital. Bagian
marginal terletak di tepi palpebra hingga 2 mm ke dalam palpebra, bagian tarsal menempel
pada tarsal plate dan biasanya sukar digerakkan dari tarsus, sedangkan bagian orbital
Konjungtiva bulbar melapisi bagian anterior mata dan dipisahkan dengan sklera anterior
oleh jaringan episklera. Konjungitva yang berbatasan dengan kornea disebut limbal
3
conjunctiva. Konjungtiva bulbar mudah digerakkan dari sklera di bawahnya. Pada
konjungtiva bulbar. Pada daerah tersebut terdapat kelenjar lakrimal aksesorius yaitu kelenjar
dipendarahi oleh arteri siliaris anterior. Arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis yang
dan berjalan bersama vena konjungtiva. Pembuluh limfe konjungtiva terdiri dari lapisan
superfisial dan profundus yang kemudian bergabung bersama pembuluh limfe palpebra
menjadi plekus limfatikus. Persyarafan didapat dari percabangan pertama (oftalmika) nervus
V.8
4
2.3 Histologi Konjungtiva
a. Lapisan epitel
Lapisan epitel merupakan lapisan terluar konjungtiva dengan struktur yang bervariasi di
setiap bagiannya. Epitel konjungtiva marginal terdiri atas lima lapis epitel skuamus berlapis,
Sedangkan, konjungtiva tarsal terdiri atas dua lapis epitel silindris dan skuamus.
Konjungtiva forniks dan bulbar terdiri atas tiga lapis epitel yaitu sel silindris, sel polihedral,
dan sel kuboid, serta pada konjungtiva limbal terdiri atas berlapis-lapis sel skuamus.2
b. Lapisan Stroma
Lapisan stroma konjungtiva dibagi menjadi dua lapisan, yaitu lapisan adenoid
(superfisial) dan lapisan fibrosa (profundal). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid
yang berfungsi dalam respon imun pada permukaan mata. Lapisan tersebut dikenal sebagai
conjunctiva-associated lymphoid tissue (CALT) yang terdiri atas limfosit dan leukosit yang
dapat berinteraksi dengan mukosa sel epitel melalui sinyal resiprokal yang dimediasi oleh
growth factor, sitokin, dan neuropeptida. Lapisan fibrosa terdiri atas jaringan kolagen,
5
2.4 Etiologi
Virus merupakan penyebab konjungtivitis terbanyak yaitu 80% dari kasus konjungtivitis
akut, dimana sekitar 65-90% kasus disebabkan karena adenovirus. Konjungtivitis adenovirus
dikarakteristikkan dengan adanya demam tinggi, faringitis dan konjungtivitis bilateral, serta
adanya pembesaran limfonodi periauricular. Pada beberapa kasus, konjungtivitis viral juga
dapat disebabkan virus herpes simpleks, herpes zoster, dan measles meskipun jarang
terjadi.3,9
Virus campak
2.5 Diagnosis
Diagnosis konjungtivitis viral dapat ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Namun, karena gejala konjungtivitis yang dapat menyerupai penyakit mata lainnya sehingga
Onset konjungtivitis viral biasanya terjadi secara cepat, tetapi biasanya ada periode
inkubasi sekitar satu minggu sebelum gejalanya muncul. Pada konjungtivitis virus, keluhan
biasanya terbatas pada satu mata, tetapi beberapa hari kemudian dapat menyerang mata
6
lainnya disertai adanya pembesaran kelenjar limfe dan edema palpebra. Tajam penglihatan
juga dapat berkurang secara intermitten dikarenakan adanya sekret pada mata. Pada
konjungtivitis ini terdapat sekret bening dan berair sehingga pasien biasanya mengeluhkan
matanya yang sangat berair. Dapat disertai kotoran mata tetapi biasanya sedikit.2,9
Keluhan tersebut berbeda dengan konjungtivitis bakteri dan konjungtivitis alergi. Dimana
pada konjungtivitis bakteri, biasanya mengenai kedua mata dan keluar sekret yang kental
berwarna kuning kehijauan dalam jumlah banyak. Sedangkan pada konjungtivitis alergi,
keluhan juga mengenai kedua mata disertai adanya mata merah dan gatal. Gatal juga
dirasakan di hidung disertai dengan adanya produksi air mata yang meningkat sehingga mata
terasa berair.9
Pada pemeriksaan fisik konjungtivitis viral akan didapatkan gambaran khas berupa
”pinky eye”, dimana tampak konjungtiva yang berwarna merah secara difus (injeksi
konjungtiva) yang biasanya salah dikenali sebagai injeksi silier pada iritis.7,9
7
Gambar 4. “Pink Eye” pada konjungtivitis viral9
Pemeriksaan dengan metode rapid test menggunakan deteksi antigen dapat digunakan pada
dapat digunakan untuk mendeteksi asam deoksiribonukleat pada virus.3 Namun karena
terbatasnya ketersediaan alat dan harga yang cukup mahal, diagnosis konjungtivitis viral
dalam mendiagnosis dan menentukan terapi pada pasien dengan keluhan mata merah,
dimana pasien dengan konjungtivitis viral biasanya memiliki gejala yang sama dengan
penyakit mata lainnya sehingga seringkali tumpang tindih dengan diagnosis kelainan mata
merah lain. Pendekatan algoritmik yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:3
8
Gambar 5. Algoritma penanganan konjungtivitis2,3
Konjungtivitis dapat disebabkan karena virus, bakteri, klamidia, ataupun alergi. Untuk
membedakan tipe konjungtivitis dapat dilihat dari gejala klinis dan hasil pemeriksaan
9
Mengucur,
Minim, Minim,
4 Eksudasi purulent atau Mengucur
serous mukoid
mukopurulen
Lazim hanya
Adenopati
5 Lazim Jarang konjungtivitis Tak ada
preaurikuler
inklusi
Pewarnaan PMN, plasma
6 kerokan dan Monosit Bakteri, PMN sel badan Eosinofil
eksudat inklusi
Sakit
tenggorokan, Tak
7 Kadang Kadang Tak pernah
panas yang pernah
menyertai
Konjungtivitis juga perlu dibedakan dengan iritis dan keratitis dengan perbedaan seperti
10
Konjungtivitis serosa akut disebabkan oleh infeksi virus yang bersifat ringan dan tidak
sedangkan konjungtivitis bakteri dan konjungtivitis alergi biasanya mengenai kedua mata.
sehingga muncul hiperemi dan edema konjungtiva, folikel, serta sekret yang dapat
Sekret serosa biasanya disebabkan oleh infeksi virus akut atau alergi akut dan sekret mukoid
dijumpai pada alergi kronik atau keratokonjungtivitis sikka (dry eye syndrome).2,10
Konjungtivitis virus akut mudah sekali menular terutama melalui kontak dengan sekret
mata atau droplet saluran napas. Infeksi dapat terjadi secara sporadik atau epidemik pada
b. Konjungtivitis Folikular
pembentukan folikel, hiperemi konjungtiva dan sekret mata. Folikel terbentuk dari agregasi
limfosit di konjungtiva. Folikel berbentuk bulat kecil dengan diameter 1-2 mm, berwarna
putih keabuan dan transparan. Konjungtivitis folikular dapat disebabkan oleh adenovirus,
virus newcastle, dan virus herpes. Sekitar 65- 90% kasus konjungtivitis viral disebabkan
c. Demam Faringokonjungtiva
oleh adenovirus subtipe 3, 4, dan 7, dan lebih sering mengenai anak-anak. Penyebarannya
melalui droplet atau kolam renang. Masa inkubasi 5-12 hari, yang menularkan selama 12
11
hari, dan bersifat epidemik. Penularan melalui droplet atau air kolam renang, meskipun
Gambaran klinis yang dapat dijumpai yaitu demam tinggi mendadak (38,3-40 oC),
faringitis, konjungtivitis folikularis pada satu atau dua mata, dan pembesaran kelenjar limfe
preaurikular. Folikel seringkali mencolok pada kedua konjungtiva dan mukosa faring. Pada
keadaan akut, demam faringokonjungtiva ini dapat memberikan gejala berupa hiperemi
konjungtiva, sekret serous, fotofobia, edema palpebra, dan dapat terjadi keratitis epitel
asuperfisial.2
Virus dapat dibiak dalam sel HeLa dan dapat didiagnosis secara serologi dengan
meningkatnya titer antibodi netralisasi virus. Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel
mononuclear dan tidak ada bakteri yang tumbuh dalam biakan. Tidak ada pengobatan
spesifik, karena konjungtivitis akan sembuh sendiri dalam 10 hari. Terapi diberikan secara
simptomatis dan suportif. Dapat diberikan kompres dingin, astringen, lubrikasi, dan pada
kasus berat dapat diberikan antibiotik dengan steroid topical untuk mencegah adanya infeksi
sekunder.7
d. Keratokonjungtivitis Epidemika
karena adenovirus 8, 19, 29 dan 37 dan umumnya bilateral. Menyerang orang dewasa, dan
pada anak-anak biasanya disertai adanya gejala sistemik. Masa inkubasi antara 8-9 hari, dan
masa infeksius 14 hari. Pada orang dewasa terbatas dibagian luar mata, tetapi pada anak-
anak dapat disertai gejala sistemik infeksi seperti demam, sakit tenggorokan, dan otitis
media.7
12
Gambar 6. Keratokonjungtivitis Epidemika. A) Opasitas subepitel pada kornea.
B) Pseudomembran pada forniks inferior8
Terdapat tiga fase berdasarkan gejala klinisnya. Fase pertama adalah konjungtivitis
serosa akut dengan karakteristik konjungtiva hiperemis, kemosis, dan lakrimasi. Gejala
tersebut diikuti fase kedua yaitu konjungtivitis folikular akut, dengan karakteristik
Kornea dapat terinfeksi 1 minggu setelah onset penyakit, disertai dengan adanya
mata berair, dan dalam waktu 5-14 hari timbul fotofobia, keratitis epitel, serta kekeruhan
subepitel berbentuk bulat. Fase akut ditandai dengan edema palpebra, kemosis, dan hiperemi
konjungtiva dengan tanda khas nyeri tekan di nodus preaurikuler. Perdarahan konjungtiva
dan folikel biasanya timbul dalam 48 jam. Pembentukan pseudomembran diikuti parut datar
13
atau simblefaron. Konjungtivitis 12 berlangsung paling lama 3-4 minggu. Kekeruhan
subepitel terutama di pusat kornea dan menetap berbulan-bulan namun sembuh tanpa
meninggalkan parut.2,7
Transmisi nasokomial biasanya terjadi saat pemeriksaan mata. Mencuci tangan teratur,
pembersihan, dan sterilisasi alat-alat pemeriksaan yang menyentuh mata dapat dilakukan
untuk mencegah transmisi. Biasanya gejala akan menurun dalam 5-7 hari. Sampai saat ini,
belum ada terapi spesifik keratokonjungtivitis epidemika, tetapi kompres dingin dapat
mengurangi gejala. Dapat diberikan astringen untuk mengurangi gejala dan hiperemi.
Pencegahan infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik, apabila terdapat membran dan
infiltrasi subepitelial dapat diberikan steroid. Penggunaan antivirus dan alfa interferon tidak
Konjungtivitis herpetik dapat merupakan manifestasi primer herpes dan terdapat pada
anak-anak yang berlangsung selama 2-3 minggu. Gejalanya dapat berupa infeksi unilateral,
iritasi, sekret mukosa dan fotofobia ringan. Keadaan ini dapat disertai keratitis herpes
simpleks dengan vesikel di kornea atau infiltrat kornea yang membentuk gambaran
pseudomembran. Vesikel juga dapat terlihat di palpebra disertai dengan edema palpebra,
serta adanya pembesaran kelenjar preaurikuler disertai nyeri tekan (tanda khas). 7,9 Diagnosis
ditegakkan dengan menemukan sel epitel raksasa pada pewarnaan giemsa, kultur virus, dan
14
Gambar 7. Infeksi primer virus herpes simpleks pada mata8
akibat kemotaksis dari tempat nekrosis. Pada fiksasi bouin dan pulasan papanicolaou
tampak inklusi intranuklear di sel konjungtiva dan kornea, tetapi jika menggunakan giemsa
tidak terlihat inklusi. Sel epitel raksasa multinuklear merupakan nilai diagnostik.2
Jika konjungtivitis terjadi pada anak berumur lebih dari satu tahun atau pada orang
dewasa, penyakit ini umumnya sembuh sendiri dan tidak perlu terapi. Meskipun demikian,
antivirus lokal atau sistemik perlu diberikan jika terjadi infeksi kornea. Pada ulkus kornea
kering, meneteskan obat antivirus. Antivirus topikal diberikan selama 7-10 hari sebagai
15
berikut: trifluridin diberikan setiap dua jam atau salep vidarabin lima kali sehari, atau
idoksuridin 0,1% satu tetes setiap jam dan satu tetes setiap dua jam pada waktu malam.
Keratitis herpetik dapat pula diobati dengan salep asiklovir 3% lima kali sehari selama
sepuluh hari atau asiklovir oral 400mg lima kali sehari selama tujuh hari. Kortikosteroid
f. Konjungtivitis Newcastle
Konjungtivitis new castle disebabkan oleh virus newcastle, dan memiliki gambaran
seperti demam faringkonjungtiva yang biasanya menyerang pekerja peternakan unggas yang
Gejala yang muncul berupa gejala influenza dengan demam ringan, sakit kepala dan
nyeri sendi, disertai nyeri mata, gatal, mata berair, penglihatan kabur, dan fotofobia. Pada
mata dapat terjadi edema palpebra ringan, kemosis, sedikit sekret dan folikel di konjungtiva
tarsal serta keratitis epithelial atau keratitis subepitelial di kornea. Penyakit ini dapat sembuh
sendiri dalam jangka waktu kurang dari 1 minggu. Pengobatan yang dapat diberikan berupa
terapi simptomatik dan pemberian antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder.7
konjungtiva multipel, konjungtiva hiperemis, dan hiperplasia folikuler ringan. Penyakit ini
disebabkan oleh picorna virus atau enterovirus 70, dan memiliki masa inkubasi 24-48 jam.2,6
Gejala yang dapat terjadi berupa kedua mata iritatif seperti kelilipan, nyeri periorbita,
merah, berair, fotofobia, pandangan kabur, edema palpebra, kongesti konjungtiva, kemosis,
serta adanya limfadenopati pre-aurikuler. Tanda khas yang dapat dijumpai adalah adanya
16
perdarahan subkonjungtiva yang awalnya ditandai oleh petekie. Pada konjungtiva tarsal
didapatkan hipertrofi folikuler dan keratitis epithelial yang membaik dalam 3-4 hari.2,6
ini dapat sembuh sendiri. Pengobatan yang diberikan biasanya berupa pengobatan
mencegah infeksi sekunder. Karena virus ini mudah menular lewat kontak orang, alat optik
yang terkontaminasi, dan alas tempat tidur, maka pencegahan dengan mengatur kebersihan
Gambaran pada penyakit ini berupa adanya nodul moluskum ditepi atau kulit palpebra
dan alis mata yang dapat menyebabkan konjungtivitis folikuler menahun, keratitis superior,
Pada moluskum kontagiosum akan tampak gambaran khas lesi bulat, berombak, putih
mutiara dan terdapat bagian non-radang di pusat. Gambaran histopatologis akan tapak
inklusi sitoplasma eosinofilik yang memenuhi seluruh sitoplasma sel yang membesar dan
mendesak inti ke satu sisi. Terapi dapat dilakukan eksisi dan krioterapi.8
17
b. Blefarokonjungtivitis: Varisela-Zoster
Herpes zoster memiliki gambaran khas berupa hiperemia, konjungtivitis dan erupsi
papiler, dapat ditemukan folikel, pseudomembran, dan vesicle temporer yang mengalami
ulserasi. Teradapat limfonodus periaurikuler yang nyeri tekan di awal penyakit. Sekuele
dapat berupa parut di palpebra, entropion, dan bulu mata tumbuh salah arah.2,8
giemsa, kultur virus, dan sel inklusi intraseluler. Pengobatan dapat diberikan asiklovir oral
c. Keratokonjungtivitis Morbili
atau sama sekali tanpa sekuel, tetapi pada pasien kurang gizi atau immunokompromis, dapat
disertai infeksi virus herpes, atau infeksi sekunder oleh S. pneumonia, H. influenza, dan
organisme lain. Infeksi sekunder dapat menyebabkan konjungtivitis purulent disertai ulserasi
kornea dan penurunan penglihatan berat. Sedangkan, infeksi herpes dapat menyebabkan
18
ulserasi kornea berat dengan perforasi, sehingga dapat menyebabkan hilangnya penglihatan.
Pada kerokan konjungtivitis akan tampak adanya sel mononuklear dan pada pengecatan
giemsa akan tampak sel-sel raksasa. Tidak ada terapi spesifik, kecuali bila terdapat infeksi
sekunder.2
2.10 Tatalaksana
Konjungtivitis viral biasanya dapat sembuh sendiri dan membaik dalam waktu 2 minggu
dari onset gejala sehingga tidak memerlukan pengobatan antivirus. Namun, pengobatan tetap
diberikan untuk meningkatkan rasa nyaman pasien, mengurangi infeksi, dan membantu
mencegah penyebaran infeksi. Pasien dapat diberikan terapi suportif berupa kompres dingin
untuk mengurangi panas yang dirasakan dari mata yang gatal atau teriritasi.1,2
Terapi medikamentosa untuk konjungtivitis viral yang paling sering adalah pemberian air
mata buatan (tetes mata) atau lubrikan. Artificial tears atau air mata buatan berfungsi untuk
mengurangi viral load. Air mata buatan juga dapat mengurangi rasa tidak nyaman dan
pengiritasi dan toksik pada lapisan mata. Air mata buatan yang sering digunakan seperti
natrium hialuronat diberikan 18 1-2 tetes pada setiap mata sesuai kebutuhan. Cara
pemakaian obat tetes mata perlu diperhatikan untuk mencegah risiko penyebaran infeksi ke
Terapi antivirus biasanya diberikan pada pasien dengan konjungtivitis herpetik, dengan
diberikan asiklovir oral 400mg/hari untuk virus herpes simpleks dan 800mg/hari untuk virus
herpes zoster, selama 7-10 hari. Pemberian antibiotik topikal tidak rutin dilakukan karena
19
tidak mencegah infeksi sekunder dan dapat memperburuk gejala klinis yang ada karena
reaksi alergi dan reaksi toksik serta dapat menunda diagnosis mata lainnya. Pemakaian
antibiotik yang tidak perlu juga dapat meningkatkan resistensi antibiotik pada pasien.
Antibiotik dapat dipertimbangkan jika konjungtivitis tidak sembuh setelah 10 hari dan
dapat membantu mengurangi peradangan konjungtiva dan mengurangi jaringan parut pada
Apabila terdapat membran atau pseudomembran, dapat dilakukan peeling dengan slit
lamp untuk mencegah adanya pembentukan jaringan parut. Membran dapat dikelupas
menggunakan forsep atau dengan kapas yang telah dibasahi dengan anestesi topikal. Pasien
juga diberikan steroid topikal untuk menurunkan gejala yang ada. Penggunaan antibiotik
dapat dipertimbangkan setelah tindakan ekstraksi membran, untuk mencegah adanya infeksi
2.11 Pencegahan
Konjungtivitis viral merupakan penyakit yang mudah menular dengan risiko transmisi
sekitar 10-15%, dan dapat menyebar lewat kontak langsung dengan orang yang terinfeksi
sehingga peningkatan higienisitias perlu dilakukan dengan sering mencuci tangan, dan
menghindari penggunaan pakaian, handuk, ataupun alas tidur, serta barang lainnya
bersamaan dengan orang yang terinfeksi. Selain itu pencegahan dapat dilakukan dengan
meningkatkan daya tahan tubuh, menghindari bersentuhan dengan sekret atau air mata
pasien, mencuci tangan setelah menyentuh mata pasien, sebelum dan sesudah menggunakan
20
Karena tingginya resiko penularan, terutama pada infeksi adenovirus, maka orang yang
terinfeksi perlu menghindari datang ke kantor atau sekolah selama 5 hingga 14 hari. Pasien
yang menggunakan lensa kontak juga perlu menghindari penggunaan lensa kontak hingga
jam.9,12
2.12 Komplikasi
Ada banyak komplikasi konjungtivitis viral yang diketahui. Komplikasi yang banyak
jarang ditemukan terkait dengan konjungtivitis virus meliputi blepharitis, entropion dan
jaringan parut pada kelopak mata. Komplikasi yang paling serius dari konjungtivitis virus
adalah herpes simpleks keratitis, ulkus kornea, yang pada akhirnya dapat menyebabkan
kebutaan.9
2.13 Prognosis
Prognosis dari konjugtivitis viral biasanya baik, dimana konjungtivitis viral dapat sembuh
sendiri dalam 2 minggu dari onset gejala, dan jarang terjadi komplikasi jangka panjang atau
21
BAB III
RINGKASAN
Konjungtiva merupakan struktur terluar dari mata yang rentan terpapar bahan atau agen
Konjungtivitis oleh infeksi virus atau bakteri, dan non-infeksi akibat alergi, reaksi toksik,
sikatrik, dan inflamasi sekunder lainnya. Pasien biasanya datang dengan keluhan mata
merah, terasa nyeri, berair, gatal, keluar kotoran (belekan) dan pandangan kabur.
Gejala yang terjadi umumnya ringan dan tidak disertai adanya penurunan tajam penglihatan.
Umumnya diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Konjungtivitis
viral dengan gejala ringan biasanya dapat sembuh sendiri, namun pemberian kompres
dingin, air mata artifisial dan antihistamin dapat menurunkan gejala yang ada. Pada kasus
dengan gejala berat, dapat terjadi menifestasi klinis yang berat dan mengancam penglihatan,
sehingga perlu dirujuk ke dokter spesialis mata. Konjungtivitis viral sangat menular melalui
kontak dengan pasien, ataupun dari alat-alat yang digunakan dalam pemeriksaan mata pada
pasien, sehingga pencegahan perlu dilakukan dengan mengurangi kontak langsung ataupun
22
DAFTAR PUSTAKA
23