Fadillah Amrina*
Pembimbing :
Dr. Petty Purwanita, SpM (K), Subsp. IIM
Dr. dr. Anang Tribowo, SpM (K), Subsp. IIM
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
1.2. Tujuan
Tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk melaporkan pasien dengan
ulkus kornea sentral pada mata kiri yang disebabkan bakteri dan
ditatalaksana dengan teknik operasi periosteal graft dilanjutkan dengan
keratoplasti.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. Identifikasi
Seorang laki laki, berusia 46 tahun, pekerjaan petani, etnis Melayu,
beralamat luar kota, datang ke poli mata subdivisi Infeksi Imunologi pada
tanggal 28 Januari 2022. Pasien datang dengan riwayat timbul bintik putih
pada mata kiri sejak 7 bulan yang lalu.
3
4
Gerakan bola
mata
2.6. Penatalaksanaan
Informed consent
MRS
Moxifloxacin ED 1gtt/jam OS
Natacen ED 1gtt/ jam OS
Sodium chloride Potassium chloride ED 1gtt/jam OS
Timolol maleat 0.5% 1gtt/12 jam OS
Itrakonazole 100 mg/12 jam PO
Glauceta 250 mg/8 Jam PO
KSR 1 tab/24 Jam PO
Pro Periosteal Graft OS ( 02 Agustus 2021)
Pro Cek Lab, Ro Thorax
Pro Konsul Bagian Penyakit Dalam & Anestesi
Na 144 mEql
K 4.2 mEql
Cl 107 mmol/l
Hbs Ag Non Reaktif
Hasil Pemeriksaaan Swab RT-PCR : Negatif
Jumlah koloni :
1 Benzylpenicillin S 0.06
2 Tetracycline S <=1
4 Ciprofloxacin S <=0.5
5 Clindamycin S <=0.25
6 Erythromycin S <=0.25
7 Gemtamicin S <=0.5
8 Levofloxacin S <=0.12
9 Linezolid S 1
10 Trimetroprim/Sulfamethoxazole S <=10
11 Vancomycin S <=0,5
12 Moxifloxacin S <=0.25
13 Oxacillin S 0,5
2.8. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad Malam
Quo ad sanationam : Dubia ad Bonam
10
Laporan Operasi
02/08/2021
1. Operasi dimulai pukul 09.15 WIB.
2. Pasien posisi Supine dalam General Anasthesia.
3. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada kedua mata dan
sekitarnya dengan povidon iodine 10%.
4. Lapangan operasi dipersempit dengan Doek Steril
dan dipasang eyedrap
5. Dilakukan pemasangan Blepharostat pada mata kiri.
6. Dilakukan pengambilan jaringan periosteoum pada tibia kiri kemudian
ditutup dan dijahit.
7. Dilakukan peritomi konjungtiva melingkar 360˚
8. Dilakukan penjahitan periosteoum ke kornea dengan benang vicryl
8.0 sebanyak 8 jahitan.
9. Dilakukan penjahitan konjungtiva sehingga terbentuk flap dengan
benang vicryl 8.0 sebanyak 7 jahitan.
10. Diberi salep mata antibiotik pada mata kiri.
11. Luka operasi ditutup dengan kassa steril.
12. Operasi selesai pukul 10.30 WIB.
tibia kiri
Follow Up 3/08/2021
Status Oftalmologikus
Mata kanan Mata kiri
Gerakan bola
Sulit dinilai
mata
Diagnosa
Post Periosteal Graft hari ke-1 atas indikasi Ulkus Kornea Sentral OS
ec Bakteri dengan komplikasi impending perforasi kornea.
Tatalaksana
KIE
Cefixime 100 mg/ 12 Jam PO
Asamefenamat 500 mg/ 8 Jam PO
Moxifloxacin 1 gtt/ 2 Jam OS
14
Gerakan bola
Sulit dinilai
mata
15
Diagnosa
Post Periosteal Graft Hari ke-7 atas indikasi Ulkus Kornea Sentral OS ec
Bakteri dengan komplikasi impending perforasi kornea
Tatalaksana
- KIE
- Moxifloxacin ED 1gtt/6 jam OS
- Sodium chloride Potassium chloride ED 1 gtt/4 jam OS
- Chloramfenikol EO 1ue/8 jam OS
16
Follow Up 28/01/2022
Status Oftalmologikus
Mata kanan Mata kiri
Gerakan bola
Sulit dinilai
mata
Diagnosa
Post Periosteal Graft bulan ke- 6 atas indikasi Impending Prolaps Iris OS
ec Ulkus Kornea Sentral ec Bakteri.
18
Tatalaksana
Pro Keratoplasty OS (Senin, 7 Februari 2022)
Sodium chloride potassium chloride1gtt/ 4 Jam OS
Pro Rontgen Thorax
Pro Cek Laboratorium
Pro Swab Antigen dan PCR
Pro Konsul bagian Penyakit Dalam dan Anastesi
Follow Up 07 /02/2022
Status Oftalmologikus
Mata kanan Mata kiri
Tekanan
14.3 mmHg P= N+0
Intraokular
Kedudukan
Simetris
bola mata
Gerakan bola
Sulit dinilai
mata
Diagnosis
Pro Keratoplasty OS atas indikasi Post Periosteal Graft bulan ke- 6
ec Impending Prolaps Iris OS ec Ulkus Kornea Sentral ec Bakteri
Tatalaksana
Pro Keratoplasty OS (Senin, 7 Februari 2022)
Sodium chloride potassium chloride 1 gtt/4 jam OS
Laporan Operasi
07/02/2022
1. Operasi dimulai pukul 08.30 WIB.
2. Pasien posisi Supine dalam General Anasthesia.
3. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik pada kedua mata dan
sekitarnya dengan povidon iodine 10%.
4. Lapangan operasi dipersempit dengan Doek Steril dan
dipasang eyedrap
5. Dilakukan pemasangan Blepharostat pada mata kiri.
6. Dilakukan pengguntingan flap konjungtiva
7. Dilakukan pengukuran defek kornea dengan menggunakan caliper
8.0 mm lalu dillakukan trepinisasi resipien dengan trepin 8.5 mm
8. Dilakukan penembusan kornea menggunakan stab knife kemudian
dimasukkan viscoat.
9. Dilakukan pemotongan kornea dengan menggunting kornea
melingkar 360˚
10. Dilakukan pemasangan kornea donor ukuran 8.5 mm dijahit ke
sklera dengan nylon 10.0 secara interuptus sebanyak 16 jahitan
11. Diberikan povidone iodine untuk menilai kekedapan jahitan kornea
12. Diberikan injeksi subkonjungtiva gentamisin 0,25 cc
13. Luka operasi ditutup dengan kassa steril.
14. Operasi selesai pukul 10.00 WIB
22
Follow Up 08/02/2022
Status Oftalmologikus
Mata kanan Mata kiri
Gerakan bola
mata
Subkonjungtival bleeding
Konjungtiva Tenang (+) diseluruh kuadran,
Kemosis (+)
Tampak 16 jahitan radier
Kornea Jernih 360 derajat, jahitan baik
simpul didalam.
BMD Sedang Air buble (+)
Iris Gambaran Baik detail sulit dinilai
Pupil B, C, RC (+) D 3 mm detail sulit dinilai
Lensa Jernih Lensa: Keruh (+), ST(-)
Segmen
RFOD(+) RFOS(-)
Posterior
Bulat batas tegas, warna
Papil merah (+) normal c/d 0,3 a:v Tidak bisa dinilai
2:3.
Makula Refleks fovea (+) Normal Tidak bisa dinilai
Retina Kontur pembuluh darah baik Tidak bisa dinilai
Diagnosis
Post Keratoplasty hari ke-1 ai Post Periosteal Graft ai Ulkus Kornea Sentral
et causa Bakteri OS dengan komplikasi impending perforasi kornea
Tatalaksana
- KIE
- Prednisolon asetat ED 1 gtt/4jam OS
- Moxifloxacin ED 1gtt/ 3jam OS
- Sodium chloride ED 1gtt / 3 jam OS
- Timolol maleat 0,5% ED 1gtt/12 jam OS
- Asam Mefenamat 500 mg/ 8 jam PO
- Cefixime tab 100 mg/12 jam PO
- Metilprednisolon tab 4 mg/8jam PO
26
Follow Up 18/02/2022
Status Oftalmologikus
Mata kanan Mata kiri
Gerakan bola
mata
Subkonjungtiva bleeding
Konjungtiva Tenang
(+)
Tampak 16 jahitan radier
Kornea Jernih 360 derajat, jahitan baik
simpul didalam
BMD Sedang Sedang
Iris Gambaran Baik Gambaran Baik
Ireguler RC (-) diameter
Pupil B, C, RC (+) D 3 mm
5mm
Lensa Jernih Keruh (+), ST(-)
Segmen
RFOD(+) RFOS(-)
Posterior
Bulat batas tegas, warna
Papil merah (+) normal c/d 0,3 a:v Tidak bisa dinilai
2:3.
Makula Refleks fovea (+) Normal Tidak bisa dinilai
Retina Kontur pembuluh darah baik Tidak bisa dinilai
Diagnosis
Post Keratoplasty hari ke-10 ai Post Periosteal Graft ec Ulkus
Kornea Sentral OS ec Bakteri dengan komplikasi impending
perforasi kornea
Katarak Komplikata OS
Tatalaksana
- KIE
- Prednisolon asetat ED 1 gtt/4jam OS
- Moxifloxacin ED 1gtt/ 3jam OS
- Sodium chloride ED 1gtt / 3 jam OS
- Timolol maleat 0,5% ED 1gtt/12 jam OS
- Asam Mefenamat 500 mg/ 8 jam PO
28
29
30
1. Epitel Kornea
Permukaan epitel kornea mewakili penghalang fisik ke lingkungan luar
dan bergabung dengan lapisan air mata yang sangat penting untuk daya
refraksi mata. Hal ini bertanggung jawab untuk melindungi mata terhadap
kehilangan cairan dan invasi benda asing dan patogen dan untuk menyerap
oksigen dan nutrisi dari lapisan air mata. Permukaan kornea ditutupi oleh
epitel bertingkat, nonkeratinisasi, dan berbentuk skuamosa, dengan
ketebalan sekitar 50 μm. Epitel kornea dapat disusun menjadi tiga lapisan,
lapisan sel superfisial atau skuamosa, lapisan sel sayap suprabasal, dan
lapisan sel kolumnar basal. Desmosom meningkatkan daya rekat yang kuat
antara sel-sel pada semua lapisan epitel. Lapisan superfisial dibentuk
oleh2-3 lapisan sel poligon datar, yang membentuk intercellular tight
junction untuk memberikan penghalang yang efektif dan banyak mikrofili
permukaan, yang meningkatkan luas permukaan sel dan meningkatkan
penyerapan oksigen dan nutrisi dari lapisan air mata. Air mata terdiri dari
tiga lapisan: lapisan lipid superfisial untuk memberikan perlindungan dari
penguapan, lapisan air memberikan nutrisi dan pasokan oksigen ke epitel
kornea, dan lapisan musin basal, yang berinteraksi erat dengan sel epitel
untuk memungkinkan pelumasan permukaan mata dan penyebaran lapisan
31
air mata setiap kelopak mata berkedip. Lapisan air mata juga memasok
faktor-faktor imunologis dan pertumbuhan yang sangat penting untuk
kesehatan epitel, proliferasi, dan perbaikan. Lapisan sel sayap dibentuk
oleh 2-3 lapisan sel berbentuk sayap. Lapisan basal terdiri dari satu lapisan
sel kolumnar yang melekat pada membran basement di bawahnya oleh
hemidesmosom. Membran basal epitel memiliki peran penting dalam
penyembuhan luka kornea, karena cacat pada lapisan ini memungkinkan
penetrasi faktor pertumbuhan dari epitel ke dalam stroma. Adhesi epitel
kornea ke lapisan Bowman dipertahankan oleh anchoring fibrils (kolagen
tipe VII) dan anchoring plaques (kolagen tipe VI). Abnormalitas pada
kompleks penahan ini dapat menyebabkan erosi kornea berulang atau
5-7
cacat epitel yang tidak sembuh secara klinis.
Selain sel epitel, ada banyak ujung saraf di antara sel-sel diperkirakan
kepadatannya 7000 nosiseptor per mm2, yaitu 400 kali lebih banyak dari
pada kulit. Stres mekanis pada saraf ini dapat menyebabkan rasa sakit yang
luar biasa. Epitel kornea sendiri memiliki sifat antiinflamasi dan
antiangiogenik yang kuat. Sel epitel kornea secara rutin mengalami
apoptosis dan deskuamasi dari permukaan. Proses ini menghasilkan
pergantian total lapisan epitel kornea setiap 5-7 hari karena sel-sel yang
lebih dalam menggantikan sel-sel superfisial yang mengalami deskuamasi
secara teratur. Dua populasi sel, sel epitel basal dan limbal stem cell,
membantu memperbarui permukaan epitel. Sel-sel induk epitel terletak di
bagian di limbus korneoskleral. Menipisnya cadangan sel induk ini,
misalnya setelah luka bakar kimia, dapat menyebabkan penyakit
permukaan okuler yang parah dan kerusakan visual yang signifikan, suatu
5-7
kondisi dikenal sebagai limbal stem cell deficiency.
Epitel kornea merespon cedera dalam tiga fase, yaitu: migrasi,
proliferasi, dan diferensiasi dengan perlekatan kembali ke membran basal.
Setelah cedera, sel-sel yang berdekatan dengan epitel yang cacat
bermigrasi untuk menutupi luka dalam beberapa jam. Setelah penutupan
32
luka, epitel basal dan limbal stem cell berproliferasi dan berdiferensiasi
untuk membentuk kembali epitel. Pada fase akhir, hemidesmosom
mengikat sel-sel epitel basal dengan erat ke membran basement dan
stroma. Jika membran basement tetap utuh, adhesi yang kuat terbentuk
hanya dalam beberapa hari. Jika membran dasar rusak, perbaikannya bisa
memakan waktu hingga 6 minggu. Selama waktu ini, perlekatan epitel ke
membran basement yang baru cenderung tidak stabil dan lemah, dan epitel
5-7
yang diregenerasi sangat rentan terhadap kerusakan.
2. Membran Bowman
Lapisan Bowman mewakili bagian stroma kornea yang paling anterior
dan aselular. Ketebalannya sekitar 8-12 μm dan tersusun dari serat-serat
kolagen yang tersusun secara acak, berdiameter 20-25 nm, terdiri dari
kolagen tipe I, III, V, dan VI. Ketebalannya telah dilaporkan menurun
dengan usia 0,06 μm per tahun, sehingga kehilangan sepertiga dari
ketebalannya antara usia 20 dan 80 tahun. Peran fungsional lapisan
Bowman tidak sepenuhnya diketahui, tetapi diyakini berfungsi sebagai
penghalang yang melindungi stroma kornea dan saraf dari cedera
traumatis. Selain itu, diperkirakan untuk memastikan perlengkatan epitel ke
stroma kornea dan membantu mempertahankan bentuk dan kekuatan tarik
kornea. Lapisan Bowman juga berfungsi sebagai perisai UV penting yang
melindungi mata bagian dalam dan penghalang terhadap invasi tumor epitel
5-7
ke dalam stroma kornea.
3. Stroma kornea
Stroma adalah lapisan paling tebal dari kornea yang berukuran
sekitar 500 μm. Terdiri dari bundel yang teratur dari serat-serat kolagen
yang tertanam dalam matriks ekstraseluler yang kaya glikosaminoglikan,
yang diselingi dengan sel-sel mirip fibroblast yang membesar yang disebut
keratosit. Organisasi kolagen dalam stroma sangat penting untuk fungsi
kornea seperti transmisi cahaya dan pemeliharaan kelengkungan kornea,
33
4. Membran Descemet
Membran Descemet memiliki ketebalan 10-12 μm, membran basal
khusus endotel kornea yang terdiri dari kolagen tipe IV, VIII, XVIII, dan
komponen non-kolagen. Selain memberikan integritas struktural kornea,
membran Descemet berperan dalam beberapa proses fisiologis penting
termasuk hidrasi kornea, diferensiasi, dan proliferasi sel endotel, dan
pemeliharaan kelengkungan kornea. Membran Descemet melekat pada
stroma kornea dengan zona transisional yang sempit (sekitar 1 μm) dari
34
5,6,10
matriks ekstraseluler amorf.
5. Endotel kornea
Lapisan terdalam dari kornea, endotelium kornea, adalah lapisan
tunggal sel kuboid, yang memiliki peran penting dalam mempertahankan
hidrasi kornea dan transparansi. Lapisan endotel bertanggung jawab untuk
dehidrasi kornea dan menjaga transparansi kornea dengan memompa air
keluar dari stroma kornea. Jumlah sel endotel berkurang dengan
bertambahnya usia, trauma, peradangan, pembedahan, dan proses
penyakit. Kepadatan sel endotel saat lahir adalah sekitar 3500-4000
2
sel/mm , menurun secara bertahap rata-rata 0,6% per tahun menjadi 2.500
2 2
sel/mm pada usia 50 dan 2000 sel/mm pada usia 80 tahun. Sel-sel endotel
dari kornea manusia memiliki kapasitas proliferasi yang rendah dan sel-sel
yang hilang digantikan oleh penyebaran sel-sel yang berdekatan yang
menghasilkan peningkatan ukuran sel (polimegathisme) dan peningkatan
variasi bentuk sel (pleomorfisme). Dengan meningkatnya kehilangan sel,
fungsi pompa dan penghalang endotelium dapat terganggu. Densitas yang
lebih rendah dari 500 dapat menyebabkan dekompensasi endotel dan
5,10
edema kornea dengan disertai hilangnya transparansi.
3.2.2. Patofisiologi
Ulserasi kornea terjadi karena respons seluler dan imunologis host
terhadap agen penyebab yang dapat berupa bakteri, virus, jamur, atau
protozoa. Terkadang dapat berupa ulserasi kornea steril, yang dapat terjadi
karena penyakit jaringan sistemik dermatologis atau penyakit jaringan ikat,
dan luka kimia atau thermal. Respons seluler inang terutama bertanggung
jawab atas kerusakan kornea pada kornea melting karena infeksi maupun
yang steril. Dalam semua kasus, melting stroma didahului oleh defek epitel
kornea. Ulserasi terjadi sekunder akibat kolagenase jaringan. Sel-sel
polimorfonuklear (PMN) disekresikan sebagai respons terhadap defek
kornea, yang mensekresi berbagai enzim litik seperti kolagenase, elastase
dan katepsin yang menyebabkan kerusakan kornea. Secara bersamaan,
fibroblas reaktif, mensintesis kolagen dan menyebabkan perbaikan
kornea.1, 11-13
Kornea bagian mata yang avaskuler, bila terjadi infeksi maka proses
infiltrasi dan vaskularisasi dari limbus baru akan terjadi 48 jam kemudian.
Badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma
kornea, segera bekerja sebagai makrofag, kemudian disusul dengan
dilatasi pembuluh darah yang terdapat di limbus dan tampak sebagai injeksi
perikornea. Selanjutnya terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuklear, sel
plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN) yang mengakibatkan timbulnya
infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas
37
tak jelas dan permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel
dan kemudian timbul ulkus kornea. 1, 11,12
3.2.4. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan oftalmologis dengan menggunakan slit lamp serta
pemeriksaan laboratorium. Anamnesis pasien penting pada penyakit
kornea, sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing,
abrasi, adanya riwayat penyakit kornea misalnya keratitis akibat infeksi
virus herpes simpleks yang sering kambuh. Hendaknya ditanyakan pula
riwayat pemakaian obat topical oleh pasien seperti kortikosteroid yang
merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, virus terutama keratitis
herpes simpleks.11,12,14
Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan gejala berupa adanya
injeksi siliar, edema kornea, infiltrat, hilangnya jaringan kornea disertai
adanya jaringan nekrotik. Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang disertai
dengan hipopion. Di samping itu juga diperlukan pemeriksaan pewarnaan
kornea dengan zat fluorosens dan scrapping untuk analisa atau kultur
(pulasan gram, giemsa atau KOH).1-4,11 Gambaran klinis tidak dapat
38
3.2.5. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan ulkus kornea adalah eradikasi penyebab
dari ulkus kornea, menekan reaksi peradangan sehingga tidak
memperberat destruksi pada kornea, mempercepat penyembuhan defek
epitel, mengatasi komplikasi serta memperbaiki tajam penglihatan.
Penatalaksanaan yang diberikan dapat berupa non-medikamentosa dan
medikamentosa. Penatalaksanaan ulkus kornea harus dilakukan dengan
pemberian terapi yang tepat dan cepat sesuai dengan kultur serta hasil uji
sensitivitas mikroorganisme penyebab. Ulkus kornea yang luas
memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea
bersifat avaskuler. Penyembuhan yang lama mungkin juga mempengaruhi
ketaatan penggunaan obat. 1, 11-13
Penatalaksanaan medikamentosa yang dapat diberikan berupa
antimikrobial yaitu antibiotik, anti jamur, antiviral atau antiacanthamoeba.
Obat-obatan lain yang dapat diberikan yaitu sulfas atropin sebagai sedative,
dekongestif dan menyebabkan paralisis m. siliaris dan m. konstriktor pupil.
Obat lain yang dapat diberikan yaitu analgetik untuk menghilangkan rasa
sakit. 1, 11-13
Selain itu dapat pula dilakukan tindakan bedah untuk mengobati
ulkus kornea. Pentalaksanaan bedah antara lain flap konjungtiva, amnion
graft, periosteal graft dan tindakan definitif berupa keratoplasti. Keratoplasti
merupakan jalan terakhir bila tindakan bedah yang lain tidak berhasil. 1, 11,12
3.2.6. Prognosis
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan
cepat lambatnya mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme
39
penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi yang timbul. Ulkus kornea yang
luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama karena jaringan kornea
bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya
mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya
menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi
ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini apabila tidak ada ketaatan
penggunaan obat yang terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat
menimbulkan resistensi. 1, 11,12
3.3. Keratoplasti
Penetrating keratoplasti (PK) merupakan tindakan yang
diindikasikan untuk beberapa kelainan kornea dengan derajat keparahan
yang tinggi seperti keratokonus, distropi, penipisan atau terbentuknya
jaringan parut yang luas ataupun trauma. Transplantasi kornea adalah
prosedur pembedahan di mana kornea yang rusak atau berpenyakit
digantikan oleh jaringan kornea sumbangan. Dengan prosedur tradisional,
dokter mata menghilangkan kornea mata dari donor menggunakan pisau
trephine kecil, instrumen bedah khusus. Kornea baru kemudian ditanamkan
dalam mata pasien melalui proses yang sama dengan jahitan kecil untuk
mempertahankan kornea baru di tempatnya.1,17
PK memiliki angka kesuksesan sebesar 90 % pada 5 tahun pertama
graft, dan 53% pada re-graft. Kondisi avaskular dan imunologi pada kornea
membantu dalam keberhasilan dalam transplantasi dibandingkan dengan
tranplantasi pada organ lainnya. Pengulangan graft, ukuran graft,
glaukoma, infeksi dan gangguan permukaan okuli meningkatkan kegagalan
pada transplantasi. 1,14,15
Indikasi
1. Optik, Indikasi ini digunakan pada kasus sikatriks kornea pasca
keratitis atau trauma, keratopati bulosa, keratokonus, serta distrofi dan
degenerasi kornea untuk meningkat visus
2. Tektonik, yang bertujuan untuk preservasi dan restorasi struktur
40
3. Teknik penjahitan
Kornea donor dan resipien diawali dengan 4 buah jahitan utama.
Jahitan utama yang kedua merupakan jahitan yang paling penting karena
dapat menyebabkan astigmat bila tidak dijahitkan dengan tepat. Penutupan
luka secara sempurna dilakukan dengan menggunakan jahitan interuptus,
continues suture, atau kombinasi keduanya.banyak variable yang dapat
menyebabkan astigmatisme, akan tetapi kunci untuk menghindari astigmat
pada pejahitan adalah dengan cara menhindari tegangan dan distorsi
tehadap jaringan, anterior wound override, dan dan posterior wound
gap.14,20
Variasi dari jahitan tergantung dari keadaan klinis dan preferensi dari
operator. Kornea yang memiliki banyak vaskularisasi, inflamsi, atau tipis
cenderung tidak terprediksi kapan terjadi penyembuhan. Jahitan interuptus
biasanya 16 – 24 jahitan adalah teknik yang tepat untuk tipe kornea yang
seperti ini, termasuk untk keratoplasti pada anak-anak, dimana proses
peyembuhan luka berlangsung cepat. Jika terjadi penarikan karena
pembuluh darah maupun kendor karena kontraksi dari luka, jahitan dapat
dibuka secara selektif. Pada kornea yagn tidak terdapat vaskularisasi,
inflamasi maupun penipisan kombinasi jahitan interuptus dan kontinnyu
dapat digunakan. Jika di jahitkan dengan teapt, jahitan kontinyu dapat
mendistribusikan tegangan lebih baik pada luka. Keunggulan dari jahitan
kontinyu adalah kemampuan untuk pengaturan jahitan intraopertif ataupun
post operatif menggunakan keratometer, dan mudah dalam pengangkatan
jahitan setela. Dan kekurangannya adalah longgar pada daerah-daerah
1,14,20
tertentu, atau vheese wiring, I yang berdampak pada seluruh jahitan.
45
Gambar 2. Teknik jahitan kombinasi interuptus dan kontinyu pada keratoplasti dikutip dari
: Eksternal disease and cornea, Section 8, AAO 2019-2020.
4. Komplikasi Intraoperatif.
Komplikasi yang dapat terjadi selama keratoplasti antaralain
sebagai berikut:
a. Kerusakan lensa dan/atau iris dari trepin, gunting, atau instrument
lain
b. Ireguler trepinasi
c. Inadequate vitrektomi sehingga vitreus menempel pada endotel
graft
d. Perdarahan yang banyak karena luka iris ataupun tepi luka pada
kornea yang banyak vaskularisasi
e. Perdarahan koroid dan effuse
f. Inkarserata iris pada luka
g. Kerusakan pada endothelial donor saat trepinasi atau handling
5. Perawatan Postoperatif
Keberhasilan jangka pajang dari keratoplasti tergantung dari kualitas
perawatan postoperative. Perawatan rutin postoperatif sepert antibiotic
topical, tapering kortikosteroid topical, dan kunjungan rutin adalah cara
langsung untuk mengetahui secara dini bila terjadi komplikasi setelah
keratoplasti, dan mengoptimalkan penyembuhan luka postoperative serta
rehabilitasi pengelihtan yang cepat.
46
Gambar 3. Endothelial failure pada keratoplasti dikutip dari : Eksternal eye disease and
cornea, Section 8, AAO 2014-2015.
pada 1,5 tahun pertama setelah transplantasi namun dilaporkan pula dapat
14-20
terjadi setelah 20 tahun.
Tanda klinis terjadinya rejeksi antara lain edema kornea, keratic
presipitat (KP) pada graft kornea namun tidak pada kornea perifer resipien,
14-20
vaskularisasi kornea, infiltrat stroma, infiltrat subepitelial.
a. Graft Rejection
Tindakan operasi untuk mengganti kornea resipien yang sakit
dengan kornea donor yang sehat kadang-kadang mengalami
kegagalan oleh adanya reaksi penolakan dari resipien terhadap
kornea donor. Reaksi ini dapat terjadi paling awal 2 atau 3 minggu
sampai beberapa tahun pasca bedah. Diagnosis reaksi penolakan
ditegakkan berdasarkan hal-hal berikut: pengurangan visus, mata
merah, rasa yang tidak enak di mata dan silau. Pada pemeriksaan
terdapat injeksi perikornea graft yang udem, flare positif. Angka
keberhasilan pencangkokan kornea tinggi, karena kornea yang
avaskuler dan di kornea tidak ada saluran limfe. Kalau hal ini terdapat
kemudahan peningkatan reaksi imunologik maka akan menimbulkan
reaksi tipe IV, yang berupa reaksi penolakan.2,13,14
b. Faktor Risiko
Banyak bukti klinis yang mengindikasikan bahwa beberapa
mekanisme dan kompleks imum dapat memicu corneal allograft
rejection. Corneal graft rejection merupakan proses yang bergantung
pada respon sel T. Dalam bentuk percobaan, faktor-faktor yang
Pasien seorang laki laki usia 46 tahun asal dari luar kota datang
dengan keluhan timbul bintik putih di mata kiri sejak 7 bulan yang lalu pada
anamnesis didapatkan sejak 7 bulan yang lalu pasien mengeluh timbul
bintik putih pada mata kiri setelah terkena pelantingan kayu, mata merah
dan terasa kabur (+), berair-air (+), kotoran mata (+), silau (+), pasien
mengucek mata dan mencuci mata dengan air daun sirih, keluhan tidak
membaik.
5 bulan yang lalu, pasien merasakan bintik putih di hitam mata kiri
dirasakan makin besar, mata kiri kabur dan merah, dirasakan juga nyeri
pada mata kiri, mata merah (+), berair-air (+) dan silau (+), keluar cairan
seperti putih telur disangkal.
Pada pemeriksaan oftalmologi di dapatkan visus penderita pada mata
kiri 1/ tak hingga dengan proyeksi sinar salah dengan tekanan intraokuler
meningkat. Pada pemeriksaan segmen anterior tampak pada konjungtiva
terdapat mixed injeksi (+) dan pada kornea didapatlan tampak defek
bergaung di sentral ukuran 7 x 4 mm , FT (+) dengan ketebalan >2/3 stroma,
didapatkan desmetocele dan seidel test negatif. BMD, iris, pupil, lensa sulit
dinilai dan segmen posterior yang belum bisa dinilai.
Pada pemeriksaan scrapping dan kultur mikrobiologi didapatkan hasil
dari pemeriksaan kotoran mata pada pasien ini yaitu gram (+), coccus (+)
dengan jenis kuman streptococcus lugdunensis.
Dari anamnesis serta pemeriksaan oftalmologis dapat disimpulkan
bahwa pasien di diagnosis dengan ulkus kornea sentral mata kiri yang
disebabkan infeksi bakteri, didapatkan hasil pemeriksaan seidel test yang
negatif menandakan belum terjadinya perforasi pada pasien ini lalu
dilakukan penatalaksanaan untuk menutup ulkusnya sementara dengan
teknik periosteal graft.
49
50
52
DAFTAR PUSTAKA
53
54