Anda di halaman 1dari 37

REFERAT

DRY EYE

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Kepaniteraan Klinik Bagian


Ophtalmology Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :
MUCHAMAD RIZKI MUSAFFA 20110310221

Diajukan kepada :
dr. M. Faisal Lutfi Sp.M

BAGIAN OPHTALMOLOGY
RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2017
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT
DRY EYE

Telah dipresentasikan pada tanggal :

Maret2017

Oleh :
MUCHAMAD RIZKI MUSAFFA 20110310221

Disetujui oleh :

Dosen Pembimbing Kepaniteraan Klinik

Bagian Ophtalmology

RSUD KRT Setjonegoro, Wonosobo

dr.M. Faisal Lutfi Sp.M

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat dengan
tema DRY EYE. Presus ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan
Kepaniteraan Klinik bagian Ophtalmology di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Dalam penulisan presus ini, penulis banyak mendapatkan bantuan,
bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terimakasih yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu,
khususnya kepada:
1. dr. M. Faisal Lutfi Sp.M., selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik bagian
Ophtalmologysekaligus pembimbing presusdi RSUD KRT Setjonegoro,
Wonosobo yang telah berkenan memberikan bantuan, pengarahan, dan
bimbingan dari awal sampai selesainya penulisan presus ini.
2. Ny.G, selaku pasien di Poli Mata beserta keluarga yang sudah bersedia
meluangkan waktunya untuk dilakukan alloanamnesis dan pemeriksaan
fisik secara menyeluruh.
3. Seluruh perawat, tenaga medis lainnya dan staf di Poli Mata, Bangsal
Bugenvile & Flamboyan, dan IBS yang telah berkenan membantu
berjalannya Kepaniteraan Klinik bagian Ophtalmology dari awal hingga
akhir.
4. Ayah dan Ibu yang telah mencurahkan kasih sayang yang tiada henti dan
telah memberikan dukungan financial dalam penyelesaian presus ini.
5. Keluarga dan teman-teman yang selalu mendukung dan membantu dalam
selesainya penulisan presus ini.
Semoga pengalaman dalam membuat presus ini dapat memberikan hikmah
bagi semua pihak. Mengingat penyusunan presus ini masih jauh dari kata
sempurna, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat menjadi masukan
berharga sehingga menjadi acuan untuk penulisan referat selanjutnya.

Wonosobo, Maret2017

Penulis

3
DAFTAR ISI
REFERAT ................................................................................................................ i

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... 2

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 3

DAFTAR ISI ........................................................................................................... 4

BAB I ...................................................................................................................... 5

PENDAHULUAN .................................................................................................. 5

BAB II ..................................................................................................................... 7

ANATOMI MATA ................................................................................................. 7

A. ANATOMI MATA SECARA UMUM .................................................... 7

B. AIR MATA ............................................................................................ 16

BAB III ................................................................................................................. 20

DRY EYE ............................................................................................................. 20

Klasifikasi ............................................................................................................. 31

Penatalaksanaan .................................................................................................... 31

BAB IV ................................................................................................................. 34

KESIMPULAN ..................................................................................................... 34

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 36

4
BAB I
PENDAHULUAN

Mata adalah alat indra penglihatan dibentuk untuk menerima rangsangan,


berkas-berkas cahaya pada retina dengan perantara mengalihkan rangsangan ini
kepusat penglihatan pada otak, bagian mata berfungsi memfokuskan rangsangan
cahaya ke retina adalah lensa.4
Dry eye merupakan penyakit mata yang umum, yang sering menyebabkan
iritasi okular yang membuat pasien mencari penanganan dari dokter spesialis
mata. Ketika gejala biasanya membaik dengan pengobatan, penyakit ini biasanya
tidak bisa sembuh, yang mungkin menjadi sumber frustasi bagi pasien dan dokter.
Dry eye dapat menyebabkan kecacatan visual dan dapat menjadi korneal, DRY
EYE, dan operasi refraksi6. Di Amerika Serikat, sebanyak 6% dari populasi yang
berusia diatas 40 tahun dan lebih dari 15% populasi yang berusia diatas 65 tahun
menderita dry eye.
Menurut National Eye Institute dry eye adalah gangguan film air mata oleh
karena defisiensi air mata yaitu gagalnya glandula memproduksi komponen air
mata yang cukup atau evaporasi air mata yang berlebihan yang mengakibatkan
kerusakan pada permukaan intrapalpebra dan berhubungan dengan gejala
ketidaknyamanan. Sindroma dry eye (keratokeratokonjungtivitis sika) dapat
dibagi menjadi sindroma non-Sjogren, sindroma Sjogren dan penyakit glandula
meibom. Secara klinis, gejala yang berhubungan dengan dry eye termasuk mata
terasa terbakar, sensasi benda asing, sensasi nyeri, fotofobia dan penglihatan
kabur4,5,14,16.
Air mata diperlukan untuk mempertahankan kesehatan permukaan depan
mata dan untuk memberikan pandangan yang jelas. Orang dengan dry eye tidak
menghasilkan air mata yang cukup atau memiliki kualitas buruk air mata. Dry eye
merupakan masalah umum dan sering bersifat kronis, terutama pada orang dewasa
yang lebih tua14.
Dry eyes merupakan suatu keadaan dimana terjadi ketidaknyamanan dalam
pengelihatan penderita yang disebabkan karena kekurangan kelembaban, lubrikasi

5
dan agen dalam mata. Saat ini, dry eyes lebih sering terjadi dibandingkan pada
masa-masa lampau. Hal ini dapat distimulasi oleh berbagai aspek lingkungan
seperti udara yang dapat mengiritasi mata dan lapisan air mata menjadi kering.
Penderita dry eyes sering merasakan ketidaknyamanan dalam mata
sehingga mereka sering mengeluhkan perasaan seperti iritasi, tanda-tanda
inflamasi sering merasa ada benda asing di mata. Penderita dengan Dry eyes
kronis didiagnosis oleh dokter jika keluhan dry eyes terjadi berulang sehingga
menurunkan jumlah air mata yang menyebabkan gejala bertahan dalam periode
yang lama. Penderita dry eyes sering dijumpai pada mereka yang sering
menggunakan komputer dalam jangka panjang.
Penggunaan komputer dewasa ini telah demikian luas di segala bidang,
baik di perkantoran maupun bagian dari kehidupan pribadi seseorang. Hampir
semua petugas administrasi menggunakan komputer dalam pekerjaan sehari-hari.
Penggunaan komputer tidak terlepas dari hal-hal yang dapat mengganggu
kesehatan.
Gangguan kesehatan pada pengguna komputer antara lain kelelahan mata
karena terus menerus memandang monitor atau video display terminal (VDT).
Kumpulan gejala kelelahan pada mata ini disebut Computer Vision Syndrome
(CVS). Gejala-gejala yang termasuk dalam CVS ini antara lain penglihatan kabur,
dry eye, nyeri kepala, sakit pada leher, bahu dan punggung. Sedangkan sindrom
dry eye adalah gangguan defisiensi air mata baik kuantitas maupun kualitas.
Selain penggunaan VDT, faktor risiko sindrom dry eye pada pekerja adalah faktor
pekerja dan lingkungan kerja. Faktor pekerja meliputi usia, jenis kelamin,
kebiasaan membaca dan kelainan refraksi, sedangkan faktor lingkungan kerja
meliputi suhu, kelembaban, penerangan, tinggi meja, tinggi kursi dan jarak mata
ke monitor.

6
BAB II
ANATOMI MATA

Pemahaman yang menyeluruh tentang anatomi mata, rongga orbita, jaras


penglihatan, saraf-saraf kranial atas, dan jaras-jaras pengatur gerak bola mata
merupakan prasarat untuk dapat menginterpretasikan berbagai penyakit yang
bermanifestasi di mata dengan tepat. Selain itu ilmu anatomi tersebut sangat
penting bagi perencanaan bedah mata dan orbita yang tepat serta untuk melakukan
pembedahan yang aman.10

A. ANATOMI MATA SECARA UMUM


1. Bola Mata
Bola mata adalah struktur kistik yang selalu mengembung
dengan tekanan di dalamnya. Bola mata orang dewasa normalnya
berbentuk seperti bola, dengan diameter anteroposterior rata-rata
24,2 mm.11, 10
Bola mata terdiri dari tiga lapis: luar (lapisan fibrous), tengah
(lapisan vaskular) dan bagian dalam (lapisan saraf).11

Gambar 2.1 Bola Mata12


2. Palpebra
Palpebra adalah dua lipatan kulit yang menutupi permukaan
anterior mata. Dari luar ke dalam permukaan palpebra terdiri dari

7
kulit, jaringan ikat subkutan, muskulus orbikularis okuli, jaringan
ikat submuskular, lempeng tarsal dan kelenjarnya, dan konjungtiva
palpebra. Kulitnya tipis dan berlanjut hingga batas palpebra dengan
konjungtiva. Bagian palpebra dari muskulus orbikularis okuli dibagi
secara anatomis dibagi menjadi bagian siliaris, pretarsal, dan
preseptal. Di dalamnya terdapat jaringan ikat submuskular dan
lapisan fibrosa longgar. 13,10
Dua lempeng tarsal merupakan lempengan memanjang yang
tipis, berbentuk seperti bulan sabit, kaku, tersusun dari jaringan
fibrosa padat dengan panjang sekitar dua setengah sentimeter,
terdapat satu di setiap kelopak mata untuk menopang dan member
bentuk dari kelopak mata. Setiap lempeng berbentuk konveks dan
mengikuti permukaan anterior dari bola mata. Bagian siliaris rata
dan dekat dengan folikel bulu mata. Sisi orbital lebih cembung dan
menempel dari septum orbita. Tarsus superior berukuran lebih besar,
berbentuk semi oval berukuran sekitar sepuluh millimeter. Tarsus
inferior yang lebih kecil, berukuran empat millimeter. Muskulus
levator palpebra superior menempel pada permukaan anterior dari
tarsus superior. 13,10
Kelenjar pada palpebra terdiri dari kelenjar tarsal (meibomian)
merupakan kelenjar sebasea termodifikasi yang menempel pada
tarsus. Kelenjar sebasea kecil (zeis), dan kelenjar keringat (moll)
berhubungan dengan bulu mata.10
Suplai arteri dari palpebra didapat dari cabang medial dan lateral
dari arteri optalmika, juga display oleh cabang infraorbital
superficial dari arteri temporalis. Drainase vena dari palpebra
menuju ke vena optalmika. Bagian kulit palpebra dipersarafi oleh
cabang optalmik dan maksilaris dari nervus trigeminus. Permukaan
palpebra superior terutama dipersarafi oleh cabang supraorbital dari
nervus frontalis. Palpebra inferior dipersarafi oleh cabang infraorbita
dari nervus maksilaris. 13,10

8
3. Konjungtiva
Konjungtiva adalah selaput lendir transparan yang menutupi
permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan
permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva
berbentuk tipis dan berkesinambungan dengan kulit pada tepi
palpebra (mucocutaneous junction) dan dengan epitel kornea di
limbus.10
Konjungtiva terdiri atas tiga bagian yaitu:
a. Konjungtiva Palpebralis
Melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat
erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva
melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan
membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris.10
b. Konjungtiva Bulbaris
Melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan melipat
berkali kali. Adanya lipatan lipatan ini memungkinkan bola
mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungktiva
sekretorik. (Duktus duktus kelenjar lakrimal bermuara ke
forniks temporal superior). Konjungtiva bulbaris melekat
longgar pada kapsul tenon dan sklera dibawahnya, kecuali di
limbus (tempat kapsul Tenon dan konjungtiva menyatu
sepanjang 3mm).10
c. Konjungtiva Forniks
Merupakan tempat peralihan konjungtiva palpebra dengan
konjungtiva bulbi. Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan
dengan sangat longgar dengan jaringan di bawahnya sehingga
bola mata mudah bergerak.10
Vaskularisasi konjungtiva berasal dari arteria ciliaris anterior
dan arteria palpebralis. Kedua arteri ini beranastomose dengan
bebas. Vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya
membentuk jaring jaring vaskular konjungtiva yang sangat banyak.
Pembuluh limfe konjungtiva tersusun di dalam lapisan superfisial

9
dan profundus dan bergabung dengan pembuluh limfe palpebra
membentuk pleksus limfatikus yang kaya. Konjungtiva menerima
persarafan dari percabangan (oftalmik) pertama nervus V. Saraf ini
memiliki serabut nyeri yang relatif sedikit.10
4. Kornea
Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya
sebanding dengan Kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini
disisipkan ke dalam sklera pada limbus, lekukan melingkar pada
sambungan ini disebut sulcus scleralis. Kornea dewasa rata rata
mempunyai tebal 550 m di pusatnya (terdapat variasi menurut ras);
diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm.10
Sumber sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh
pembuluh darah limbus, humor aqueous, dan air mata. Kornea
superficial juga mendapatkan sebagian besar oksigen dari atmosfer.
Saraf saraf sensorik kornea didapat dari cabang pertama
(ophthalmicus) nervus kranialis V (trigeminus).10
Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang seragam,
avaskularitas, dan deturgensinya.10
5. Bilik Mata Depan
Bilik mata depan adalah ruang di antara kornea dan iris. Bilik
mata depan memiliki sudut yang terletak pada pertautan antara
kornea perifer dan pangkal iris. Ciri ciri anatomis utama sudut ini
adalah garis Schwalbe, anyaman trabekula (yang terletak di atas
kanal Schlemm) dan taji sklera (scelar spur).10
Garis Schwalbe menandai berakhirnya endotel kornea .
Anyaman trabekula berbentuk segitiga pada potongan melintang,
dengan dasar yang mengarah ke korpus siliaris. Anyaman ini
tersusun atas lembar lembar berlubang jaringan kolagen dan
elastik, yang membentuk suatu filter dengan pori yang semakin
mengecil ketika mendekati kanal Schlemm. Bagian dalam anyaman
ini, yang menghadap ke bilik mata depan, dikenal sebagai anyaman
uvea; bagian luar, yang berada di dekat kanal Schlemm, disebut

10
anyaman korneoskleral. Serat serat longitudinal otot siliaris
menyisip ke dalam anyaman trabekula tersebut. Taji sklera
merupakan penonjolan sklera ke arah dalam di antara korpus siliaris
dan kanal schlemm, tempat iris dan corpus ciliare menempel.
Saluran saluran eferen dari kanal schlemm berhubungan dengan
sistem vena episklera.10
6. Humor Aquos
Humor aquos diproduksi oleh korpus siliaris. Setelah memasuki
bilik mata belakang, humor aquos melalui pupil dan masuk ke bilik
mata depan, kemudian ke perifer menuju sudut bulik mata depan.10
7. Traktus Uvea
Uveal tract terdiri dari korpus siliaris, iris, dan koroid. Lapisan
ini adalah lapisan vaskular di tengah mata dan dilindungi oleh
kornea dan sclera. Lapisan ini memberikan kontribusi pasokan darah
ke retina.10,14
8. Korpus Siliaris
Korpus siliaris pada potongan melintang berbentuk segitiga
dengan panjang sekitar 6 mm. yang membentang dari pangkal iris
sampai ora serrata. Korpus siliaris dibagi menjadi dua bagian yaitu
pars plikata yang terletak dibagian anterior yang panjangnya 2 mm
dan pars plana dibagian posterior dangan panjang 4 mm.10
Processus ciliaris terbentuk dari kapiler dan vena yang bermuara
ke vena vertikulosa. Kapiler-kapilernya besar dan lapisan endotelnya
berlubang. Muskulus ciliaris tersusun oleh serat-serat longitudinal,
sirkular dan radial. Serat sirkular berfungsi mengerutkan dan
relaksasi serat-serat zonula yang berorigo di lembah diantara
prosesus ciliaris. Otot ini mengubah ketegangan pada kapsul lensa
sehingga dapat mempunyai fokus yang baik untuk obyek dekat
maupun obyek jauh. Sedangkan yang longitudinal menyisip kedalam
anyaman trabekula untuk mempengaruhi besar porinya.10
Pembuluh darah korpus ciliaris berasal dari sirkulus arteriosus
mayor iris. Persarafan sensoris berasal dari saraf-saraf siliaris.10

11
9. Iris
Iris adalah perpanjangan korpus siliaris ke anterior. Iris berupa
permukaan pipih dengan aperture bulat yang terletak di tengah pupil.
Iris terletak bersambungan dengan permukaan anterior lensa,
memisahkan bilik mata depan dari bilik mata belakang, yang masing
masing berisi humor aquos. Di dalam stroma iris terdapat spingter
dan otot otot dilator. Kedua lapisan berpigmen pekat pada
permukaan posterior iris merupakan perluasan neuroretina dan
lapisan epitel pigmen retina kearah anterior.10
Perdarahan iris didapat dari circulus major iris. Kapiler kapiler
iris mempunyai lapisan endotel yang tak berlubang (nonfenestrated)
sehingga normalnya intravena. Persarafan sensoris iris melalui
serabut serabut dalam nervi ciliares.10
Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam
mata. Ukuran pupil pada prinsipnya ditentukan oleh keseimbangan
antara konstriksi akibat aktivitas parasimpatis yang dihantarkan
melalui nervus kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan oleh
aktivitas simpatis.10
10. Koroid
Koroid adalah bagian posterior uveal tract, terletak di antara
retina dan sclera. Koroid terdiri dari tiga lapisan pembuluh darah
koroid: besar, menengah, dan kecil. Semakin dalam pembuluh darah
dalam koroid, semakin luas lumennya. Bagian internal pembuluh
darah koroid dikenal sebagai choriocapillaris. Darah dari pembuluh
darah koroid mengalir melalui empat pusaran vena terdapat satu di
masing-masing empat kuadran posterior. Koroid dibatasi di internal
oleh membran Bruch dan di eksternal oleh sklera. Ruang
suprakoroidal terletak di antara koroid dan sklera. Koroid terikat
kuat di posterior dengan tepi saraf optik dan di anterior, koroid
bergabung dengan korpus siliaris.10
Keseluruhan pembuluh darah koroidal berfungsi untuk
memelihara bagian terluar dari retina.10

12
11. Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak bewarna,
dan hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan
diameternya 9 mm. Lensa tergantung pada zonula di belakang iris;
zonula menghubungkannya dengan korpus siliaris. Di sebelah
anterior lensa terdapat humor aquos; di sebelah posteriornya,
vitreous. Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel (sedikit
lebih permeabel daripada dinding kapiler) yang akan
memperbolehkan air dan elektrolit masuk.10
12. Korpus Vitreous
Korpus vitreous merupakan strukrur menyerupai agar-agar yang
jernih, avaskuler, yang merupakan dua-pertiga dari volume dan berat
mata. Korpus vitreous mengisi ruang yang dibatasi oleh lensa, retina,
dan optik disk. Permukaan luar vitreous tersebut (membrana hyaloid)
normalnya berhubungan dengan struktur sebagai berikut: kapsul
lensa posterior, serat zonula, epitel pars plana, retina, dan kepala
saraf optik. Dasar vitreous mempertahankan keterikatan kuat
sepanjang hidup dengan epitel pars plana dan retina langsung di
belakang serrata ora. Keterikatan pada kapsul lensa dan kepala saraf
optik kuat dalam awal kehidupan tetapi segera menghilang.10
13. Retina
Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat
terorganisasi, dengan kemampuan untuk memulai pengolahan
informasi penglihatan sebelum informasi tersebut ditransmisikan
melalui nervus optikus ke korteks visual.15
Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan
semitransparan yang melapisi bagian dalam dua pertiga posterior
dinding bola mata. Retina membentang ke anterior hampir sejauh
corpus siliare dan berakhir pada ora serrata dengan tepi yang tidak
rata. Pada orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di
belakang garis Schwalbe pada sisi temporal dan 5,7 mm pada sisi
nasal. Permukaan luar retina sensoris bertumpuk dengan lapisan

13
epitel berpigmen retina sehingga juga berhubungan dengan membran
Bruch, koroid dan sklera. Di sebagian besar tempat, retina dan epitel
pigmen retina mudah terpisah hingga terbentuk suatu ruang
subretina, seperti yang terjadi pada ablasi retina. Namun pada diskus
optikus dan ora serrata, retina dan epitel pigmen retina saling
melekat kuat sehingga perluasan cairan subretina pada ablasi retina
dapat dibatasi. Hal ini berlawanan dengan ruang subkoroid yang
terbentuk antara koroid dan sklera, yang meluas ke taji sklera.
Dengan demikian, ablasi koroid akan meluas melampaui ora serrata,
di bawah pars plana dan pars plicata. Lapisan-lapisan epitel pada
permukaan dalam corpus ciliare dan permukaan posterior iris
merupakan perluasan retina dan epitel pigmen retina ke anterior.
Permukaan dalam retina berhadapan dengan vitreous.10
Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,56 mm
pada kutub posterior. Di tengah-tengah retina posterior terdapat
makula berdiameter 5,5-6 mm, yang secara klinis dinyatakan sebagi
daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah retina
temporal.10
Daerah ini ditetapkan oleh ahli anatomi sebagai area centralis,
yang secara histologis merupakan bagian retina yang ketebalan
lapisan sel ganglionnya lebih dari satu lapis. Makula lutea secara
anatomis didefinisikan sebagai daerah berdiameter 3 mm yang
mengandung pigmen luteal kuning xantofil. Fovea yang berdiameter
1,5 mm ini merupakan zona avaskular retina pada angiografi
fluoresens. Secara histologis, fovea ditandai sebagai daerah yang
mengalami penipisan lapisan inti luar tanpa disertai lapisan parenkim
lain. Hal ini terjadi karena akson-akson sel fotoreseptor berjalan
miring (lapisan serabut henle) dan lapisan-lapisan retina yang lebih
dekat dengan permukaan dalam retina lepas secara sentrifugal. Di
tengah makula, 4 mm lateral dari diskus optikus, terdapat foveola
yang berdiameter 0,25 mm, yang secara klinis tampak jelas dengan
oftalmoskop sebagai cekungan yang menimbulkan pantulan khusus.

14
Foveola merupakan bagian retina yang paling tipis (0,25 mm) dan
hanya mengandung fotoreseptor kerucut. Gambaran histologis fovea
dan foveola ini memungkinkan diskriminasi visual yang tajam,
foveola memberikan ketajaman visual yang optimal. Ruang
ekstraseluler retina yang normalnya kosong cenderung paling besar
di makula. Penyakit yang menyebabkan penumpukan bahan
ekstrasel secara khusus dapat mengakibatkan penebalan daerah ini
(edema makula).10
Retina, bagian terdalam bola mata, merupakan selaput tipis,
halus dan transparan. Ini adalah jaringan yang paling sangat maju
mata. Tampak merah-keunguan akibat visual dari sel rods dan
vaskularisasi koroid yang mendasari.10
Retina meluas dari optik disk ke ora serrata. Secara anatomi,
retina dibagi menjadi dua bagian yang berbeda: bagian posterior dan
bagian perifer yang dipisahkan oleh ekuator retina. Ekuator retina
adalah garis imajiner yang sejalan dengan keluarnya empat vena.15
Bagian Posterior mengacu pada daerah posterior retina ke
ekuator retina. Kutub posterior retina mencakup dua bidang yang
berbeda: optik disk dan makula lutea. Bagian posterior retina ini baik
diperiksa dengan menggunakan slitlamp indirect biomicroscopy 78
D dan lensa +90 D dan direct ophthalmoscopy.11
Optik disk, didefinisikan dengan area melingkar berwarna
merah muda dengan diameter 1,5 mm. Pada optik disk semua lapisan
retina mengakhiri kecuali serabut saraf, yang melewati cribrosa
lamina untuk lari ke saraf optik. Sebuah depresi terlihat pada disk
disebut cup fisiologis. Arteri retina pusat dan vena muncul melalui
pusat cawan ini.11
Makula lutea disebut bintik kuning. Bagian ini relatif lebih
merah daripada fundus sekitarnya dan terletak di kutub posterior
sementara ke disk optik. Ini adalah sekitar 5,5 mm.11
Fovea centralis adalah bagian tengah makula, berdiameter
sekitar 1,5 mm dan merupakan bagian paling sensitif dari retina. Di

15
pusatnya terdapat lubang bersinar disebut foveola (0,35 - mm
diameter) yang terletak sekitar 2 diameter disc (3 mm) dari margin
temporal disk dan sekitar 1 mm di bawah meridian horisontal. Areal
seluas 0,8 mm (termasuk foveola dan beberapa daerah sekitarnya)
tidak mengandung kapiler retina dan disebut zona avaskular foveal
(FAZ). Sekitar fovea adalah parafoveal dan daerah perifoveal.11
Retina perifer mengacu pada daerah yang dibatasi oleh posterior
khatulistiwa retina dan anterior oleh serrata ora. Retina perifer
terbaik diperiksa dengan oftalmoskopi langsung dan dengan
menggunakan Goldman lensa kontak tiga cermin.11
Ora serrata. Ini adalah margin perifer bergerigi di mana retina
berakhir. Berikut retina terikat kuat baik untuk vitreous dan koroid.
Pars plana anterior memanjang dari serrata ora.11

B. AIR MATA
Air mata membentuk lapisan tipis setebal 7-10 m yang menutupi epitel
kornea dan konjungtiva. Fungsi lapisan ultra-tipis ini adalah (1) membuat kornea
menjadi permukaan optik yang licin dengan meniadakan ketidakteraturan minimal
di permukaan epitel; (2) membassahi dan melindungi permukaan epitel kornea
dan konjungtiva yang lembut; (3) menghambat pertumbuhan mikroorganisme
dengan pembilasan mekanik dan efek antimikroba; dan (4) menyediakan kornea
berbagai substansi nutrien yang diperlukan1.

Lapisan-Lapisan Film Air Mata1


Film air mata terdiri atas tiga lapisan:
1. Lapisan superfisial adalah film lipid monomolekular yang berasal dari
kelenjar meibom. Diduga lapisan ini menghambat penguapan dan membentuk
sawar kedap-air saat palpebra ditutup.
2. Lapisan akueosa tengah yang dihasilkan oleh kelenjar lakrimal mayor dan
minor; mengandung substansi larut-air (garam dan protein).
3. Lapisan musinosa dalam terdiri atas glikoprotein dan melapisi sel-sel epitel
kornea dan konjungtiva. Membran sel epitel terdiri atas lipoprotein dan

16
karenanya relatif hidrofobik. Permukaan yang demikian tidak dapat dibasahi
dengan larutan berair saja. Musin diadsorpsi sebagian pada membran sel-sel
epitel permukaan. Ini menghasilkan permukaan hidrofilik baru bagi lapisan
akueosa untuk menyebar secara merata ke bagian yang dibasahinya dengan
cara menurunkan tegangan permukaan.

Komposisi Air Mata


Volume air mata normal diperkirakan 72 L di setiap mata. Albumin
mencakup 60% dari protein total air mata; sisanya globulin dan lisozim yang
berjumlah sama banyak. Terdapat imunoglobulin IgA, IgG, dan IgE. Yang paling
banyak adalah IgA, yang berbeda dari IgA serum karena bukan berasal dari
transudat serum saja; IgA juga diproduksi sel-sel plasma didalam kelenjar
lakrimal. Pada keadaan alergi tertentu, seperti konjungtivitis vernal, konsentrasi
IgE dalam cairan air mata meningkat. Lisozim air mata menyusun 21-25% protein
total-bekerja secara sinergis dengan gamma-globulin dan faktor antibakteri non-
lisozim lain- membentuk mekanisme pertahanan penting terhadap infeksi. Enzim
air mata lain juga bisa berperan dalam diagnosis berbagai kondisi klinis tertentu,
mis, hexoseaminidase untuk diagnosis penyakit Tay-Sachs1.
K+, Na+, dan Cl- terdapat dalam kadar yang lebih tinggi di air mata
daripada di plasma. Air mata juga mengandung sedikit glukosa (5 mg/dL) dan
urea (0,04 mg/dL). Perubahan kadar dalam darah sebanding dengan perubahan
kadar glukosa dan urea dalam air mata. pH rata-rata air mata adalah 7,35,
meskipun ada variasi normal yang besar (5,20-8,35). Dalam keadaan normal, air

17
mata bersifat isotonik. Osmolalitas film air mata bervariasi dari 295 sampai 309
mosm/L1.

Sistem Sekresi Air Mata


Sistem lakrimasi mencakup struktur-struktur yang terlibat dalam produksi
dan drainase air mata. Komponen sekresi terdiri atas kelenjar yang menghasilkan
berbagai unsur pembentuk cairan air mata, yang disebarkan di atas permukaan
mata oleh kedipan mata. Kanalikuli, saccus lacrimalis, dan ductus nasolacrimalis
merupakan komponen ekskresi sistem ini yang mengalirkan sekret ke dalam
hidung.
Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar lakrimal yang terletak di
fossa glandula lacrimalis di kuadran temporal atas orbita. Kelenjar yang berbentuk
kenari ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis levator menjadi lobus orbita yang
lebih besar dan lobus palpebra yang lebih kecil, masing-masing dengan sistem
duktulusnya yang bermuara ke forniks temporal superior. Lobus palpebra kadang-
kadang dapat dilihat dengan membalikkan palpebra superior. Persarafan kelenjar-
utama datang dari nukleus lacrimalis di pons melalui nervus intermedius dan
menempuh suatu jaras rumit cabang maksilaris nervus trigeminus1.
Kelanjar lakrimal aksesorius, meskipun hanya sepersepuluh dari massa
kelenjar utama, mempunyai peranan penting. Struktur kelenjar Krause dan
Wolfring identik dengan kelenjar utama, tetapi tidak memiliki duktulus. Terletak
di konjungtiva, terutama diforniks superior. Sel-sel goblet uniseluler, yang juga
tersebar di konjungtiva, mensekresi glikoprotein dalam bentuk musin. Modifikasi
kelenjar sebasea meibom dan zeis ditepian palpebra memberi lipid pada air mata.
Kelenjar Moll adalah modifikasi kelenjar keringat yang juga ikut membentuk film
air mata. Sekresi kelenjar lakrimal dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan
menyebabkan air mata mengalir berlimpah melewati tepian palpebra (epifora).
Kelenjar lakrimal aksesorius dikenal sebagai pensekresi dasar. Sekret yang
dihasilkan normalnya cukup untuk memelihara kesehatan kornea. Hilangnya sel
goblet berakibat mengeringnya kornea meskipun banyak air mata dari kelenjar
lakrimal1.

18
Sistem Ekskresi Air Mata
Bila sudah memenuhi saccus konjungtivalis, air mata akan memasuki
puncta sebagian karena sedotan kapiler. Dengan menutup mata, bagian khusus
orbicularis pratarsal yang mengelilingi ampula akan mengencang untuk
mencegahnya keluar. Bersamaan dengan itu palpebra ditarik kearah crista
lakrimalis posterior, dan traksi fascia yang mengelilingi saccus lakrimalis
berakibat memendeknya kanalikulus dan menimbulkan tekanan negatif di dalam
saccus. Kerja pompa dinamik ini menarik air mata ke dalam saccus, yang
kemudian berjalan melalui ductus nasolakrimalis karena pengaruh gaya berat dan
elastisitas jaringan, ke dalam meatus inferior hidung1.

Gambar 2. Sistem ekskresi air mata16

19
BAB III
DRY EYE

National Eye Institute (NEI)/ Industry Dry Eye Workshop melihat kembali definisi
mata kering pada tahun 1995 yang menyatakan bahwa dry eye meruakan
gangguan dari lapisan air mata akibat defisiensi air mata atau evaporasi
berlebihan, yang menyebabkan kerusakan pada permukaan okular interpalpebra
dan dikaitkan dengan gejala ketidaknyamanan okular. Komite sepakat bahwa
definisi mata kering dapat berkembang dengan pengetahuan tentang peranan
hiperosmolaritas air mata dan inflamasi permukaan okuular pada mata kering dan
berakibat gangguan fungsi penglihatan. Sehingga terbentuk versi yang telah
digabungkan pada workshop tahun 2007 untuk membuat definisi dry eye
merupakan penyakit air mata multifaktorial dan permukaan okular yang
menghasilkan gejala ketidaknyamanan, gangguan visual, dan ketidakstabilan air
mata dengan kerusakan potensial terhadap permukaan okular. Hal ini disertai
dengan meningkatnya osmolaritas film air mata dan inflamasi pada permukaan
okular7,8.

Sindroma mata kering (keratokonjungtivitis sika) dapat disebabkan oleh


sembarang penyakit yang berkaitan dengan defisiensi komponen-komponen air
mata (akuosa, musinosa, atau lipid), kelainan permukaan palpebra, atau kelainan-
kelainan epitel. Walaupun terdapat berbagai bentuk keratokonjungtivitis sika,
yang berhubungan dengan arthritis rheumatoid dan penyakit autoimun lainnya
biasanya dikategorikan sebagai sindrom Sjorgen1.

Epidemiologi

Ellwein dkk menemukan angka kejadian kasus mata kering per 100 pembayaran
pelayanan pengobatan meningkat sebesar 57,4% dari 1,22 pada 1991 menjadi
1,92 pada 19989. Sejumlah 17% dari 2127 pasien rawat jalan didiagnosis dengan
mata kering diketahui dengan pemeriksaan yang komprehensif. Sedangkan pada
populasi 2520 orang tua (65 tahun atau lebih) penduduk Salisbury, Maryland, 14,6
% mengeluhkan satu atau lebih gejala mata kering sering atau sepanjang waktu.
Pada populasi di US usia 65-84 tahun diperkirakan 1 juta dari 4,3 juta orang
mengalami mata kering6.

Gejala keratokonjungtivitis sika didapati sebanyak 20% pada wanita dan 15%
pada pria antara usia 45 sampai 54 tahun. Sedangkan antara usia 55 sampai 60

20
tahun didapati sebanyak 22% wanita dan 10% pria yang mengalami gejala
keratokonjungtivitis sika14.

Faktor Resiko

Tingkat Bukti

Konsisten Mungkin Belum Jelas

Usia tua Ras Asia Merokok

Wanita Pengobatan: Tricyclic Pengobatan:


antidepresan, selective antikolinergik,
serotonin reuptake anxiolytics, antipsikosis
inhibitor, diuretik dan
beta bloker

Terapi estrogen paska Diabetes melitus Penggunaan alkohol


menopause

Diet rendah asam lemak Infeksi HIV/HTLV1 Menopause


omega 3

Pengobatan antihistamin Kemoterapi sistemik Injeksi botulinum toksin

Penyakit jaringan Insisi luas ECCE dan jerawat


connective keratoplasty

LASIK Isotretinoin Asam urat

Terapi radiasi Sarcoidosis Kontrasepsi oral

Transplantasi Disfungsi ovarium Hamil


hematopoietik stem sel

Defisiensi vitamin A

Infeksi hepatitis C

Defisiensi androgen

Etiologi

21
Banyak diantara penyebab dry eye mempengaruhi lebih dari satu
komponen film air mata atau berakibat perubahan permukan muka yang secara
sekunder menyebabkan film air mata menjadi tidak stabil. Ciri histopatologik
termasuk timbulnya bintik-bintik kering kornea dan epitel konjungtiva,
pembentukan filamen, hilangnya sel goblet konjungtiva, pembesaran abnormal sel
epitel non-goblet, peningkatan stratifikasi sel, dan penambahan keratinasi1.

Etiologi dari dry eye syndrome/keratokeratokonjungtivitis sika yaitu1:


A. Kondisi ditandai hipofungsi kelenjar lakrimal
1. Kongenital
a. Dysautonomia familier (sindrom Riley-Day)
b. Apalasi kelenjar lakrimal (alakrima kongenital)
c. Aplasia nervus trigeminus
d. Dysplasia ektodermal
2. Didapat
a. Penyakit sistemik
1) Sindroma sjorgen
2) Sklerosis sistemik progresif
3) Sarkoidosis
4) Leukemia, limfoma
5) Amiloidosis
6) Hemokromatosis
b. Infeksi
1) Trachoma
2) Parotitis epidemica
c. Cedera
1) Pengangkatan kelenjar lakrimal
2) Iradiasi
3) Luka bakar kimiawi
d. Medikasi
1) Antihistamin
2) Antimuskarinik; atropin, skopalamin
3) Anestetika umum; halothane, nitrous oxide
4) Beta-adregenik blocker; timolo, practolol

22
e. Neurogenik-neuroparalitik (fasial nerve palsy)
B. Kondisi ditandai defisiensi musin
1. Avitaminosis A
2. Sindrom steven-johnson
3. Pemfigoid okuler
4. Konjungtivitis menahun
5. Luka bakar kimiawi
6. Medikasi-antihistamin, agen muskarin, agen beta-adregenic blocker
C. Kondisi ditandai defisiensi lipid
1. Parut tepian palpebra
2. Blepharitis
D. Penyebaran defektif film air mata disebabkan:
1.Kelainan palpebra
a. Defek, coloboma
b. Ektropion atau entropion
c. Keratinasi tepian palpebra
d. Berkedip berkurang atau tidak ada
1) Gangguan neurologik
2) Hipertiroid
3) Lensa kontak
4) Obat
5) Keratitis herpes simpleks
6) Lepra
e. Lagophthalmus
1) Lagophthalmus nocturna
2) Hipertiroidi
3) Lepra
2.Kelainan konjungtiva
a. Pterygium
b. Symblepharon
3.Proptosis

23
Mekanisme Mata Kering

Secara umum, mata kering disebabkan oleh gangguan pada unit fungsi
lakrimal (UFL), mencakup integrasi system glandula lakrimal, permukaan ocular
dan kelopak mata, dan saraf motorik dan sensorik yang menyambungkan mereka.
Unit fungsional ini mengatur komponen utama film air mata dalam regulasi dan
berespon pada pengaruh lingkungan, endokrin dan kortikal. Keseluruhan fungsi
ini untuk memroses integritas film air mata, kejernihan kornea dan kualitas
gambar yang diproyeksikan ke retina. Ketika penyakit dan kerusakan pada
komponen UFL dapat menyebabkan mata kering, mekanisme inti dari mata kering
dikendalikan oleh hiperosmolaritas air mata dan ketidakstabilan film air mata8.
Hiperosmolaritas air mata menyebabkan kerusakan pada permukaan epitel dengan
mengaktifkan kaskade inflamasi pada permukaan okular dan melepaskan mediator
inflamasi kedalam air mata. Kerusakan epitel melibatkan kematian sel dengan
apoptosis, hilangnya sel goblet dan gangguan paparan musin, memicu
ketidakstabilan film air mata. Eksaserbasi ketidakstabilan hiperosmolaritas
permukaan okular dan melengkapi kemantapan lingkaran. Ketidakstabilan film air
mata dapat dimulai, tanpa kehadiran hiperosmolaritas air mata, oleh beberapa
etiologi, seperti xeroptalmia, alergi okular, penggunaan topikal dan pemakaian
lensa kontak8.
Kerusakan epitel disebabkan oleh mata kering yang menstimulasi akhir persarafan
kornea, mengarahkan pada gejala ketidaknyamanan, meningkatkan penutupan
mata dan secara potensial mengkompensasi refleks sekresi air mata. Hilangnya
musin normal pada permukaan okular berkontribusi pada gejala peningkatan
resistensi gesekan antara kelopak mata dan bola mata8.
Hal utama yang diakibatkan oleh hiperosmolaritas air mata adalah berkurangnya
aliran akuos air mata, menghasilkan kegagalan lakrimal, dan/atau meningkatkan
evaporasi film air mata. Peningkatan evaporasi dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan yang rendah kelembaban dan tingginya aliran udara dan menyebabkan
secara klinis disfungsi glandula meibom (DGM), yang menyebabkan
ketidakstabilan lapisan lipid air mata. Kualitas minyak kelopak mata dimodifikasi
oleh aksi esterase dan lipase yang dilepaskan oleh flora komensal di kelopak

24
mata, yang jumlahnya meningkat pada blepharitis. Penurunan aliran akuos air
mata adalah akibat terganggunya pengiriman cairan lakrimal ke saccus
konjungtiva. Masih belum jelas apakah hal ini diakibatkan kejadian yang normal
pada penuaan, tetapi ini dapat dipicu oleh obat-obatan sistemik tertentu, seperti
antihistamin dan agen antimuskarinik. Hal utama yang paling umu menyebabkan
kerusakan inflamasi lakrimal, terlihat pada kelainan autoimun seperti sindroma
Sjorgen dan juga non-Sjorgen. Inflamasi menyebabkan kerusakan jaringan dan
hambatan neurosekretorik yang reversibel. Penghambatan reseptor dapat juga
disebabkan oleh sirkulasi antibodi di reseptor M38.
Pengiriman air mata dapat terhambat oleh sikratiks konjungtiva akibat luka atau
penurunan refleks sensorik ke glandula lakrimal dari permukaan okular.
Akhirnya, kerusakan permukaan yang kronik dari mata kering mengarahkan pada
gagalnya sensitivitas kornea dan penurunan refleks sekresi air mata. Berbagai
etiologi dapat menyebabkan mata kering, oleh mekanisme blok refleks sekresi,
termasuk operasi refraksi (LASIK), pemakaian lensa kontak dan penyalahgunaan
anastesi topikal yang kronik8.

25
Manifestasi Klinis

Pasien dengan mata kering paling sering mengeluhkan tentang iritasi, benda asing
(berpasir), sensasi terbakar, ketidaknyamanan okular yang tidak spesifik,
fotosensitivitas, mata merah, sakit, air mata berlebihan (refleks lakrimasi) dari
hanya akibat lingkungan yang kecil seperti tiupan angin, dingin, kelembaban
rendah, atau membaca dalam waktu yang lama16,17. Pada kebanyakan pasien, ciri
paling luar biasa pada pemeriksaan mata adalah tampilan yang nyata-nyata
normal. Ciri yang paling khas pada pemeriksaan slitlamp adalah terputus atau
tiadanya meniskus air mata di tepian palpebra inferior. Benang-benang mukus
kental kekuning-kuningan kadang-kadang terlihat dalam fornix conjungtivae
inferior. Pada konjungtiva bulbi tidak tampak kilauan yang normal dan mungkin
menebal, beredema dan hiperemik1.
Epitel kornea terlihat bertitik halus pada fissura interpalpebra. Sel-sel epitel
konjungtiva dan kornea yang rusak terpulas dengan bengal rose 1% dan defek
pada epitel kornea terpulas dengan fluorescein. Pada tahap lanjut
keratokonjungtivitia sika tampak filamen-filamen dimana satu ujung setiap
filamen melekat pada epitel kornea dan ujung lain bergerak bebas. Pada pasien
dengan sindrom sjorgen, kerokan dari konjungtiva menunjukkan peningkatan
jumlah sel goblet. Pembesaran kelenjar lakrimal kadang-kadang terjadi pada
sindrom sjorgen1.

Diagnosis

Diagnosis dan penderajatan keadaan mata kering dapat diperoleh dengan teliti
memakai cara diagnostik berikut:1,3,16

A. Tes Schirmer
Tes ini dilakukan dengan mengeringkan film air mata dan memasukkan
strip Schirmer (kertas saring Whatman No. 41) kedalam cul de sac konjungtiva
inferior pada batas sepertiga tengah dan temporal dari palpebra inferior. Bagian
basah yang terpapar diukur 5 menit setelah dimasukkan. Panjang bagian basah
kurang dari 10 mm tanpa anestesi dianggap abnormal.

26
Bila dilakukan tanpa anestesi, tes ini mengukur fungsi kelenjar lakrimal
utama, yang aktivitas sekresinya dirangsang oleh iritasi kertas saring itu. Tes
Schirmer yang dilakukan setelah anestesi topikal (tetracaine 0.5%) mengukur
fungsi kelenjar lakrimal tambahan (pensekresi basa). Kurang dari 5 mm dalam 5
menit adalah abnormal.
Tes Schirmer adalah tes saringan bagi penilaian produksi air mata. Dijumpai
hasil false positive dan false negative. Hasil rendah kadang-kadang dijumpai pada
orang normal, dan tes normal dijumpai pada mata kering terutama yang sekunder
terhadap defisiensi musin.

Gambar. Tes Schirmer

B. Tear film break-up time


Pengukuran tear film break-up time kadang-kadang berguna untuk
memperkirakan kandungan musin dalam cairan air mata. Kekurangan musin
mungkin tidak mempengaruhi tes Schirmer namun dapat berakibat tidak stabilnya
film air mata. Ini yang menyebabkan lapisan itu mudah pecah. Bintik-bitik kering
terbentuk dalam film air mata, sehingga memaparkan epitel kornea atau
konjungtiva. Proses ini pada akhirnya merusak sel-sel epitel, yang dapat dipulas
dengan bengal rose. Sel-sel epitel yang rusak dilepaskan kornea, meninggalkan
daerah-daerah kecil yang dapat dipulas, bila permukaan kornea dibasahi
flourescein.

27
Tear film break-up time dapat diukur dengan meletakkan secarik keras
berflouresein pada konjungtiva bulbi dan meminta pasien berkedip. Film air mata
kemudian diperiksa dengan bantuan saringan cobalt pada slitlamp, sementara
pasien diminta agar tidak berkedip. Waktu sampai munculnya titik-titik kering
yang pertama dalam lapisan flouresein kornea adalah tear film break-up time.
Biasanya waktu ini lebih dari 15 detik, namun akan berkurang nyata oleh
anestetika lokal, memanipulasi mata, atau dengan menahan palpebra agar tetap
terbuka. Waktu ini lebih pendek pada mata dengan defisiensi air pada air mata dan
selalu lebih pendek dari normalnya pada mata dengan defisiensi musin.
Bila tear film break up time kurang dibanding kecepatan berkedipnya mata,
mata tidak terlindung dan akan mengakibatkan terlihatnya gejala mata kering pada
mata. Berkedip akan meratakan film air mata pada permukaan mata. Bila mata
dibuka lama tanpa mengedip maka film air mata mulai pecah atau terbuka. Pada
keadaan ini mata akan merasa pedas dan mata dipaksa berkedip. Pada mata kering
air mata tidak stabil sehingga mudah pecah dalam waktu yang lebih pendek.
Dapat dikatakan bila break up time pendek mungkin sekali menderita mata kering.
Bercak kering merupakan bagian dari penguapan normal dan penyebaran air mata.
Pada mata normal bercak kering terbentuk antara kedipan kira-kira 12
detik.Waktu antara berkedip lengkap sampai timbulnya bercak kering sesudah
mata di buka minimal terjadi sesudah 15-20 detik, tidak perna kurang dari 10
detik.

28
C. Tes Ferning Mata
Sebuah tes sederhana dan murah untuk meneliti mukus konjungtiva
dilakukan dengan mengeringkan kerokan konjungtiva di atas kaca obyek bersih.
Arborisasi (ferning) mikroskopik terlihat pada mata normal. Pada pasien
konjungtivitis yang meninggakan parut (pemphigoid mata, sindrom stevens
johnson, parut konjungtiva difus), arborisasi berkurang atau hilang.
D. Sitologi Impresi
Sitologi impresi adalah cara menghitung densitas sel goblet pada permukaan
konjungtiva. Pada orang normal, populasi sel goblet paling tinggi di kuadran
infra-nasal. Hilangnya sel goblet ditemukan pada ksus keratokonjungtivitis sika,
trachoma, pemphigoid mata sikatriks, sindrom stevens johnson, dan avitaminosis
A.
E. Pemulasan Flouresein
Menyentuh konjungtiva dengan secarik kertas kering berflouresein adalah
indikator baik untuk derajat basahnya mata, dan meniskus air mata mudah terlihat.
Flouresein akan memulas daerah-daerah tererosi dan terluka selain defek
mikroskopik pada epitel kornea.
F. Pemulasan Bengal Rose
Bengal rose lebih sensitif dari flouresein. Pewarna ini akan memulas semua
sel epitel non-vital yang mengering dari kornea konjungtiva.

Gambar . Pemulasan Bengal Rose

29
G. Penguji Kadar Lisozim Air Mata
Penurunan konsentrasi lisozim air mata umumnya terjadi pad awal
perjalanan sindrom Sjorgen dan berguna untuk mendiagnosis penyakit ini. Air
mata ditampung pada kertas Schirmer dan diuji kadarnya. Cara paling umum
adalah pengujian secara spektrofotometri.
H. Osmolalitas Air Mata
Hiperosmolitas air mata telah dilaporkan pada keratokonjungtivitis sika dan
pemakaian kontak lens dan diduga sebagai akibat berkurangnya sensitivitas
kornea. Laporan-laporan menyebutkan bahwa hiperosmolalitas adalah tes paling
spesifik bagi keratokonjungtivitis sika. Keadaan ini bahkan dapat ditemukan pada
pasien dengan Schirmer normal dan pemulasan bengal rose normal.
I. Laktoferin
Laktoferin dalam cairan air mata akan rendah pada pasien dengan
hiposekresi kelenjar lakrimal. Kotak penguji dapat dibeli dipasaran.

Patogenesis

Permukaan bola mata dan kelenjar lakrimalis merupakan unit yang


terintegrasi. Penyakit atau disfungsi dari unit fungsional dapat menyebabkan
ketidakstabilan dan kekurangan film air mata yang mengakibatkan gejala iritasi
bola mata dan memungkinkan kerusakan epitel permukaan bola mata. Disfungsi
dari unit ini dapat disebabkan oleh faktor usia, penurunan faktor suportif (seperti
hormon androgen), penyakit inflamasi sistemik (seperti Sindrom Sjogren atau
rheumatoid arthritis), gangguan pada permukaan bola mata (seperti kerratitis
herpes simplek) atau pembedahan yang mengenai nervus trigeminus, dan penyakit
sistemik atau pengobatan yang mengganggu nervus kolinergik yang menstimulasi
sekresi air mata.1,7,8

30
Klasifikasi18,19

Penatalaksanaan
Mata kering umumnya tidak bisa disembuhkan dan penanganan berupa
mengontrol gejala dan mencegah kerusakan permukaan. Pilihan terapi bergantung
pada tingkat keparahan penyakit3.
1. Suplementasi dengan substitusi air mata. Air mata artifisial tetap menjadi
pengobatan mata kering. Tersedia dalam bentuk tetes dan salap. Mengandung
derivat selulosa (0,25-0,7% metil selulosa dan 0,3% hipromelosa) atau
polyvinyl alkohol (1,4%).
2. Siklosporin topikal (0,05%, 0,1%) dilaporkan sebagai obat yang sangat
efektif untuk mata kering di banyak studi terbaru. Ini membantu mengurangi
inflamasi cell-mediated pada jaringan lakrimal.
3. Mukolitik, seperti 5 persen acetylcystine dipakai 4 kali sehari membantu
menyebarkan mukus dan menurunkan viskositas air mata.
4. Retinoid topikal baru-baru ini dilaporkan bermanfaat menunda perubahan
selular (metaplasia skuamosa) yang terjadi di konjungtiva pada pasien mata
kering.

31
5. Menurunkan evaporasi dan drainase. Evaporasi dapat dikurangi dengan
menurunkan suhu ruangan, menggunakan ruang lembab dan kacamata
proteksi2.
6. Tetrasiklin sistemik dapat diberikan untuk mengatasi blepharitis dan
mengurangi mediator inflamasi di air mata.
7. Oklusi punktal. Mengurangi drainase dan dapat menyelamatkan air mata
alami dan memperpanjang efek artificial tears. Ini sangat bermanfaat pada
pasien dengan keratokonjungtivitis sedang hingga berat yang tidak berespon
pada pengobatan topikal. Sementara, oklusi dapat dilakukan dengan
menginsersi kolagen ke dalam kanalikuli.

Penanganan dry eye secara bertahap, dapat berupa 1,8,9:

Higienitas palpebra untuk menstabilkan film air mata dengan


mengkompres menggunakan air hangat selama 2 menit, 2-4 kali sehari.
Penggantian dan stimulasi air mata. Cairan hipotonik direkomendasikan
dan sangat membantu untuk kasus yang ringan
Infeksi yang mengenai tepi palpebra dapat memperburuk kondisi
defisiensi air mata yang sudah ada, dan blepharitis anterior ataupun
superior harus diterapi dengan higienitas palpebra yang adekuat,
antiinflamasi, dan/atau antibiotik
Oklusi puncta

32
Dilakukan jika diakibatkan evaporasi air mata yang berlebihan
Therapeutic contact lens therapy (TSCL)
Hydrophilic bandage lenses biasanya disediakan untuk menampung air
mata jika digunakan dengan kombinasi air mata artifisial yang banyak.
Lensa terbaru yaitu gas-permeable scleral contact lenses sangat efektif
Lateral tarsorrhaphy
Dapat menurunkan evaporasi air mata
Komplikasi
Pada awal perjalanan keratokonjungtivitis sicca, penglihata sedikit terganggu.
Dengan memburuknya keadaan, ketidaknyamanan sangat menggangu. Pada
kasus lanjut, dapat timbul ulkus kornea, penipisan kornea, dan perforasi.
Kadang-kadang terjadi infeksi bakteri sekunder, dan berakibat parut dan
vaskularisasi pada kornea, yang sangat menurunkan penglihatan. Terapi dini
dapat mencegah komplikasi-komplikasi ini. 8
Prognosis
Prognosis dry eye tergantung pada komplikasi yang ditimbulkan, namun
ecara umum, prognosis untuk ketajaman visual pada pasien dengan sindrom
mata kering adalah baik.8

33
BAB IV
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Dry eye merupakan penyakit air mata multifaktorial dan permukaan okular
yang menghasilkan gejala ketidaknyamanan, gangguan visual, dan ketidakstabilan
air mata dengan kerusakan potensial terhadap permukaan okular. Hal ini disertai
dengan meningkatnya osmolaritas film air mata dan inflamasi pada permukaan
okular7,8.
Gejala keratokonjungtivitis sika didapati sebanyak 20% pada wanita dan
15% pada pria antara usia 45 sampai 54 tahun. Sedangkan antara usia 55 sampai
60 tahun didapati sebanyak 22% wanita dan 10% pria yang mengalami gejala
keratokonjungtivitis sika14.
Pasien dengan mata kering paling sering mengeluhkan tentang iritasi,
benda asing (berpasir), sensasi terbakar, ketidaknyamanan okular yang tidak
spesifik, fotosensitivitas, mata merah, sakit, air mata berlebihan (refleks
lakrimasi) dari hanya akibat lingkungan yang kecil seperti tiupan angin, dingin,
kelembaban rendah, atau membaca dalam waktu yang lama16,17. Pada kebanyakan
pasien, ciri paling luar biasa pada pemeriksaan mata adalah tampilan yang nyata-
nyata normal. Ciri yang paling khas pada pemeriksaan slitlamp adalah terputus
atau tiadanya meniskus air mata di tepian palpebra inferior. Benang-benang
mukus kental kekuning-kuningan kadang-kadang terlihat dalam fornix
conjungtivae inferior. Pada konjungtiva bulbi tidak tampak kilauan yang normal
dan mungkin menebal, beredema dan hiperemik1.
Mata kering umumnya tidak bisa disembuhkan dan penanganan berupa
mengontrol gejala dan mencegah kerusakan permukaan. Pilihan terapi bergantung
pada tingkat keparahan penyakit3.
Air mata buatan adalah terapi yang kini dianut. Salep berguna sebagai
pelumas jangka panjang, terutama saat tidur. Bantuan tambahan diperoleh dengan
memakai pelembab, kacamata pelembab bilik, atau kacamata berenang.
pemeriksaan mata secara eksternal termasuk struktur kelopak mata dan dinamik
berkedip evaluasi kelopak mata dan kornea menggunakan cahaya terang dan

34
magnifikasi serta pengukuran kuantitas dan kualitas air mata untuk semua
abnormalitas.
Langkah awal untuk mengobati penyakit ini adalah dengan
mengidentifikasi etiologi yang mendasarinya dan mencoba untuk mengeliminasi
dan/atau mengobatiya.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Salmon, JF. 2007.Lid Lacrimal Apparatus and Tears. In General


Ophthalmology Vaughan D, Asbury T, Rordian Eva P.The McGraw-Hill
ED 17 : 95-98
2. James, B., Chew, C., Bron, A. Lecture Notes on Ophtalmology. Anatomy.
4-5, 59-
3. Kanski, Jack J., 2007. Kanski Clinical Ophthalmology A Systematic
Approach. Ed_6. Elsevier;151, 205-212.
4. Modis, L., Szalai, E. 2012. Dry Eye Diagnosis and Management.
Available from: http://www.medscape.org/viewarticle/737035_7.
[Accessed 20 januari2013].
5. Mitra, S. 2012. Dry Eyes: Common Eye problem in the Middle East.
Available from:
http://www.gulfmd.com/dr_articles/Dryeyes_dr_Sandip_Mitra.asp? id=24.
[Accessed 20 januari 2013].
6. Amerian Optomeric Association. 2006-12. Dry Eye. Available from:
http://www.aoa.org/x4717.xml. [Accessed 20 januari 2013].
7. The Ocular Surface. Special Issue: 2007 Report of International Dry Eye
Workshop (DEWS). The Ocular Surface Vol. 5, No. 2.
8. Lemp, M A, Foulks, G N. 2008. The Definition & Classification of Dry
Eye Disease Guidelines from the 2007 International Dry Eye Workshop.
9. The Ocular Surface. Special Issue: The Epidemiology of Dry Eye Disease
: Report of the Epidemiology Subcommittee of the International Dry Eye
Work Shop (2007). Vol. 5, No. 2.
10. Foster, C.S. 2012. Dry Eye Syndrome. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1210417-overview#aw2aab6b2b4.
[Accessed 20 januari 2013].
11. Perry, H.D. 2008. Dry Eye Disease: Pathophysiology, Classification, and
Diagnosis. Available from: http://www.ajmc.com/publications/
supplement/2008/2008-04-vol14-n3Suppl/Apr08-3141pS079-S087/. [
Accessed 20 januari 2013].

36
12. Remington, A. 2005. Chapter 9 Ocular Adneksa dan Sistem Lakrimalis.
In: Clinical Anatomy of the Visual System. USA: Elsevier Inc p160-1,
163-4.
13. Perry, H.D. 2008. Dry Eye Disease: Pathophysiology, Classification, and
Diagnosis. Available from: http://www.ajmc.com/publications/
supplement/2008/2008-04-vol14-n3Suppl/Apr08-3141pS079-S087/. [
Accessed 20 januari 2013].
14. Schlote, T., Rohrbach, J., Grueb, M., Mielke, J. 2006. Chapter 4 Lacrimal
Apparatus. Pocket Atlas of Ophthalmology. NewYork Thieme. p34.
15. Ilyas S. 2009. Ilmu penyakit mata edisi ketiga. Jakarta: Balai penerbit FK
UI; 140-141.
16. Wagner, P. Lang, G.K. 2000. Chapter 3 Lacrimal System. In: Lang,G.K.
Opthalmology A Short Textbook. New York: Thieme. p50-51
17. Khurana, A K. 2007. Diseases of the Lacrimal Apparatus. In
Comprehensive Ophthalmology Fourth Edition. India: New Age
Internationa; 363-366.
18. Ueda K, et all. Effectiveness and relevant factors of 2% rebamipide
ophtalmic suspension treatment in dry eye. BMC Ophtalmology. 2015 :01-
02
19. Padhatare S, et all. A comprehensive Reviewon Dry Eye Disease:
Diagnosis, Medical Management and Future Challenges. Hindawi
Publishing Corporation. 2015 : 01-13

37

Anda mungkin juga menyukai