Anda di halaman 1dari 24

Katarak Senilis Dengan Subluksasi Lensa

LAPORAN KASUS

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas
Malikussaleh Rumah Sakit Umum Cut Meutia

Oleh :

Khairun Nisa, S.Ked


140611059

Preseptor :
dr. Syarifah Rohaya, Sp.M

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
RUMAH SAKIT UMUM CUT MEUTIA
ACEH UTARA
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur yang tak terhingga penulis haturkan kepada Allah
SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang karena atas segala rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “Katarak
Senilis dengan Subluksasi Lensa“. Penyusunan laporan kasus ini sebagai salah
satu tugas dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Ilmu
Kesehatan Mata di Rumah Sakit Umum Cut Meutia Aceh Utara.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Syarifah Rohaya, Sp.M
selaku preseptor selama mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF
Ilmu Kesehatan Mata atas waktu dan tenaga yang telah diluangkan untuk
memberikan bimbingan, saran, arahan, masukan, semangat, dan motivasi bagi
penulis sehingga laporan kasus ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran yang membangun untuk perbaikan
di masa yang akan datang. Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.

Lhokseumawe, Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................... 1
BAB 2 LAPORAN KASUS ...................................................................... 2
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 7
BAB 4 PEMBAHASAN ............................................................................ 15
BAB 5 KESIMPULAN ............................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 18

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

Katarak adalah penyakit mata yang ditandai dengan kekeruhan lensa mata
sehingga mengganggu proses masuknya cahaya ke mata. Katarak merupakan
penyebab utama kebutaan di seluruh dunia.1 Jenis katarak yang paling sering
ditemukan adalah katarak senilis. Katarak terus berkembang seiring waktu
menyebabkan kerusakan penglihatan secara progresif.1,2 Prevalensi katarak di
Amerika Serikat adalah 17,1%. Hasil survei Riskesdas 2013, prevalensi katarak di
Indonesia adalah 1,4%, dengan responden tanpa batasan umur.2 Sementara
perkiraan insidensi katarak sebesar 0,1% per tahun. Indonesia menduduki
peringkat tertinggi prevalensi kebutaan di Asia Tenggara sebesar 1,5% dan 50%
di antaranya disebabkan katarak.1,2 Selain itu, penduduk Indonesia juga memiliki
kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan penduduk di
daerah subtropis.2
Subluksasi lensa adalah terjadinya perubahan posisi lensa secara parsial
tetapi masih dalam area pupil.3 Subluksasi lensa terjadi akibat putusnya sebagian
zonula zinii sehingga lensa berpindah tempat.4 Penyebab tersering terjadinya
subluksasi lensa adalah trauma. Sedangkan penyebab non traumatik tersering
adalah kelainan genetik baik yang diturunkan maupun yang timbul akibat mutasi
gen.5 Beberapa kelainan sistemik dilaporkan berkaitan dengan terjadinya
subluksasi lensa dimana sebagian besar adalah kelainan jaringan ikat. Subluksasi
lensa dapat rentan menyebabkan terjadinya glaukoma dengan mekanisme blok
pupil oleh lensa atau vitreus yang mendorong iris perifer ke depan.5

1
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas
Nama : Tn. MJ
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 62 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Alamat : Tanah Luas
No. MR : 142854
Tanggal Pemeriksaan : 03 Maret 2020

2.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Pandangan mata kanan dan kiri kabur
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien laki-laki, 62 tahun datang ke poli mata RSU Cut Meutia dengan
keluhan pandangan mata kanan dan kiri kabur ±1 bulan. Pasien merasa
penglihatannya berkurang pada kedua mata. Namun penglihatan yang sangat
berkurang pada mata kiri, penglihatan seperti berasap, disertai mata kadang-
kadang berair dan tidak nyeri.

Riwayat penyakit dahulu: Riwayat diabetes melitus(-), riwayat hipertensi (-),


riwayat trauma (-), dan riwayat operasi mata disangkal.

Riwayat penyakit keluarga: Disangkal

Riwayat penggunaan obat: Pasien mengaku mendapatkan obat tetes dari


puskesmas namun tidak mengingat nama obatnya

Riwayat kebiasaan: Pasien perokok aktif

2
2.3 Status Oftalmologis

OD OS

1. Status Present:

Kesadaran : Compos mentis, GCS 15


Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Frekuensi Nafas : 20 x/menit
Temperatur : 36,6 0C

1. Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan OD OS
Visus 6/60 1/60
Posisi Ortoforia Ortoforia

2. Pemeriksaan Sistemik
Pemeriksaan OD OS
Palpebra Superior Edema (-) Edema (-)
Hematoma (-) Hematoma (-)
Ptosis (-) Ptosis (-)
Palpebra Inferior Edema (-) Edema (-)
Hematoma (-) Hematoma (-)
Konjungtiva Tarsalis Papil (-) Papil (-)
Superior Membran (-) Membran (-)

3
4

Cobble Stone (-) Cobble Stone (-)


Folikel (-) Folikel (-)
Konjungtiva Tarsalis Papil (-) Papil (-)
Inferior Membran (-) Membran (-)
Cobble Stone (-) Cobble Stone (-)
Folikel (-) Folikel (-)
Konjungtiva Bulbi Injeksi Siliar (-) Injeksi Siliar (-)
Injeksi Konjungtiva (-) Injeksi Konjungtiva (-)
Sekret (-) Sekret (-)
Kornea Jernih(-) Jernih (-)
Infiltrat (-) Infiltrat (-)
Ulkus(-) Ulkus (-)
Sikatrik (-) Sikatrik (-)
Edema (-) Edema (-)
Arkus sinilis (+) Arkus sinilis(+)
Bilik Mata Depan Kedalaman (Sedang) Kedalaman (Sedang)
Hipopion (-) Hipopion (-)
Hifema (-) Hifema (-)
Iris Kripta normal (+) Kripta normal (+)
Sinekia (-) Sinekia (-)
Atropi (-) Atropi (-)
Pupil Normal Normal
Ukuran 3 mm Ukuran 3 mm
Isokor Isokor
Reguler (+) Reguler (+)
RCL (+) RCL (+)
RCTL (+) RCTL (+)
Lensa Keruh (+) Keruh (+)
Presipitat (-) Subluksasi (+)
Presipitat (-)

Shadow test Positif Positif

Corpus vitreum Tidak diperiksa Tidak diperiksa


5

Fundus oculi Tidak diperiksa Tidak diperiksa

Shadow test Positif Positif

2.4 Diagnosis Banding

1. Katarak senilis imatur dengan subluksasi lensa

2. Katarak senilis matur dengan luksasi lensa

3. Katarak senilis hipermatur

2.5 Diagnosis

Katarak senilis imatur OD

Katarak senilis imatur dengan subluksasi lensa OS

2.6 Usulan pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium: Darah Rutin, KGDS, Profil lipid.

2. Funduskopi

3. Pemeriksaan slitlamp

4. Pemeriksaan tonometri

2.7 Penatalaksanaan

Cendo lyteers 6 dd gtt 1 ODS

Pirenoxine 0.005% 5 ml 4 dd gtt 1 ODS

Neurodex 1x1 tab

Methilprednisolon 4 mg 1x1 tab

2.8 Prognosis

Ad vitam : dubia ad bonam


6

Ad functionam : dubia ad bonam


Ad sanationam : dubia ad malam
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Lensa

Gambar 1. Anatomi lensa1

Lensa adalah struktur bikonveks, avaskular, jernih. Tebalnya sekitar 4 mm


dan diameternya 9 mm. Terletak di belakang iris yang terdiri dari zat tembus
cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat
terjadinya akomodasi. Lensa merupakan salah satu dari media refraksi terpenting
yang berfungsi memfokuskan cahaya masuk ke mata agar tepat jatuh di retina. Di
sebelah anterior lensa terdapat aqueous humor dan di posterior terdapat vitreous
humor, ditopang oleh Zonula Zinii yang melekat ke korpus siliaris. Lensa terdiri
dari; kapsul, epitel, korteks, dan nukleus. Kapsul lensa merupakan suatu membran
hialin tipis dan transparan yang melapisi lensa, bersifat elastik berfungsi untuk
mengubah bentuk lensa pada proses akomodasi.1,4

Gambar 2. Lapisan lensa4

7
8

Epitel lensa terletak dibagian anterior lensa dan ekuator antara kapsul dan
serat lensa, terbentuk dari selapis sel kuboid. Epitel lensa akan membentuk serat
lensa terus-menerus sehingga mengakibatkasn memadatnya serat lensa di bagian
sentral lensa membentuk nukleus lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus
embrional, fetal, infantile, dan dewasa. Di bagian luar nukleus terdapat serat lensa
yang lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa.1,4

3.2 Katarak
3.2.1 Definisi dan Etiologi
Katarak berasal dari Yunani yang berarti Katarrhakies, Inggris Cataract
dan Latin Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular
dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak
adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat keduanya.4

3.2.2 Epidemiologi
Katarak paling banyak mengenai ras putih (80%), dan perempuan (61%).
Menurut hasil survei Riskesdas 2013, prevalensi katarak di Indonesia adalah
1,4%,dengan responden tanpa batasan umur.1,4

3.2.3 Faktor Risiko


Beberapa faktor risiko katarak dapat dibedakan menjadi faktor individu,
lingkungan, dan faktor protektif. Faktor individu terdiri atas usia, jenis kelamin,
ras, serta faktor genetik. Faktor lingkungan termasuk kebiasaan merokok,
paparan sinar ultraviolet, status sosioekonomi, tingkat pendidikan, diabetes
mellitus, hipertensi, penggunaan steroid, dan obat-obat penyakit gout. Faktor
protektif meliputi penggunaan aspirin dan terapi pengganti hormon pada
wanita.4,7,9
9

3.2.4 Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan usia.1,4
1. Katarak Kongenital
Katarak mulai terjadi sebelum atau segera setelah lahir dan bayi berusia
kurang dari 1 tahun.
2. Katarak Juvenil
Katarak yang lembek dan terdapat pada orang muda yang mulai terbentuk
pada usia kurang dari 9 tahun dan lebih dari 3 bulan. Katarak juvenil biasanya
merupakan kelanjutan katarak kongenital.
3. Katarak Senilis
Semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut yaitu usia diatas 50
tahun. Penyebabnya belum diketahui secara pasti, diduga karena terganggunya
mekanisme kontrol keseimbangan air dan elektrolit, karena denaturasi protein
lensa atau gabungan keduanya. Sekitar 90% kasus katarak berkaitan dengan usia;
penyebab lain adalah kongenital dan trauma.1,2,4,5
Terdapat 3 jenis katarak senilis berdasarkan lokasi kekeruhannya disertai
gejala klinis yaitu.1,2,4,5
a. Katarak nuklearis
Katarak nuklearis ditandai dengan kekeruhan sentral dan perubahan warna
lensa menjadi kuning atau cokelat secara progresif perlahan-lahan yang
mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Derajat kekeruhan lensa dapat dinilai
menggunakan slitlamp. Katarak jenis ini biasanya terjadi bilateral, namun dapat
juga asimetris. Perubahan warna mengakibatkan penderita sulit untuk
membedakan corak warna. Katarak nuklearis secara khas lebih mengganggu
gangguan penglihatan jauh dari pada penglihatan dekat. Nukleus lensa mengalami
pengerasan progresif yang menyebabkan naiknya indeks refraksi, dinamai
miopisasi. Miopisasi menyebabkan penderita presbiopia dapat membaca dekat
tanpa harus mengenakan kacamata, kondisi ini disebut sebagai second sight.
10

b. Katarak kortikal
Katarak kortikal berhubungan dengan proses oksidasi dan presipitasi
protein pada sel-sel serat lensa. Katarak jenis ini biasanya bilateral, asimetris, dan
menimbulkan gejala silau jika melihat ke arah sumber cahaya. Tahap penurunan
penglihatan bervariasi dari lambat hingga cepat. Pemeriksaan slitlamp berfungsi
untuk melihat ada tidaknya vakuola degenerasi hidropik yang merupakan
degenerasi epitel posterior, dan menyebabkan lensa mengalami elongasi ke
anterior dengan gambaran seperti embun.
c. Katarak subkapsular
Katarak ini dapat terjadi di subkapsuler anterior dan posterior.
Pemeriksaannya menggunakan slitlamp dan dapat ditemukan kekeruhan seperti
plak di korteks subkapsuler posterior. Gejalanya adalah silau, penglihatan buruk
pada tempat terang, dan penglihatan dekat lebih terganggu daripada penglihatan
jauh.
3.2.5 Maturitas Katarak
1. Iminens/insipiens
Pada stadium ini, lensa bengkak karena termasuki air, kekeruhan lensa
masih ringan, visus biasanya > 6/60. Pada pemeriksaan dapat ditemukan iris
normal, bilik mata depan normal, sudut bilik mata normal, serta shadow test
negatif.1,2,4,5
2. Imatur
Pada tahap berikutnya, opasitas lensa bertambah dan visus mulai menurun
menjadi 5/60 sampai 1/60. Cairan lensa bertambah akibatnya iris terdorong dan
bilik mata depan menjadi dangkal, sudut bilik mata sempit, dan sering terjadi
glaukoma. Pada pemeriksaan didapatkan shadow test positif.1,4
3. Matur
Jika katarak dibiarkan, lensa akan menjadi keruh seluruhnya dan visus
menurun drastis menjadi 1/300 atau hanya dapat melihat lambaian tangan dalam
jarak 1 meter. Pada pemeriksaan didapatkan shadow test negatif.1,4,6
11

4. Hipermatur
Pada tahap akhir, korteks mencair sehingga nukleus jatuh dan lensa jadi
turun dari kapsulnya (Morgagni). Lensa terlihat keruh seluruhnya, visus sudah
sangat menurun hingga bisa mencapai 0, dan dapat terjadi komplikasi berupa
uveitis dan glaukoma. Pada pemeriksaan didapatkan iris tremulans, bilik mata
depan dalam, sudut bilik mata terbuka, serta shadow test positif palsu.1,4
3.2.6 Patofisiologi1,2,4
1. Kongenital
Adanya gangguan proses perkembangan embrio saat dalam kandungan
dan kelainan pada kromosom secara genetik dapat menimbulkan kekeruhan lensa
saat lahir.
2. Proses penuaan
Seiring dengan bertambahnya usia, lensa mata akan mengalami
pertambahan berat dan ketebalannya dan mengalami penurunan daya akomodasi.
3. Penyakit sistemik
Adanya kelainan sistemik yang tersering menyebabkan katarak adalah
diabetes melitus dikaitkan dengan teori akumulasi sorbitol dalam lensa akan
menarik air kedalam lensa sehingga terjadi hidrasi lensa. Teori kedua glikosilasi
protein dimana adanya AGE akan mengganggu struktur sitoskeletal yang dengan
sendirinya akan berakibat pada turunnya kejernihan lensa.
4. Penyakit mata lainnya
Adanya glaukoma atau uveitis menyebabkan gangguan keseimbangan
eletrolit yang menyebabkan kekeruhan lensa.

3.2.7 Gejala Klinis


Penurunan tajam penglihatan, penurunan sensitivitas kontras, pergeseran
ke arah miopia, diplopia monokular, sensasi mata berasap, sensasi silau(glare).6

3.2.8 Penatalaksanaan
Tatalaksana definitif untuk katarak saat ini adalah tindakan bedah. Tujuan
tindakan bedah katarak adalah untuk mengoptimalkan fungsi penglihatan.
12

Keputusan melakukan tindakan bedah tidak spesifik tergantung dari derajat tajam
penglihatan, namun lebih pada berapa besar penurunan tersebut mengganggu
aktivitas pasien. Indikasi lainnya adalah bila terjadi gangguan stereopsis,
hilangnya penglihatan perifer, rasa silau yang sangat mengganggu, dan
simtomatik anisometrop.1,4,5 Indikasi medis operasi katarak adalah bila terjadi
komplikasi antara lain; glaukoma fakolitik, glaukoma fakomorfik, uveitis
fakoantigenik, dislokasi lensa ke bilik depan, dan katarak sangat padat sehingga
menghalangi pandangan gambaran fundus karena dapat menghambat diagnosis
retinopati diabetika ataupun glaukoma.
Beberapa jenis tindakan bedah pada katarak.1,4,5,10
1. Ekstraksi Katarak Intrakapsuler(EKIK)
EKIK adalah jenis operasi katarak dengan membuang lensa dan kapsul
secara keseluruhan. EKIK menggunakan peralatan sederhana dan hampir dapat
dikerjakan pada berbagai kondisi. Terdapat beberapa kekurangan EKIK, seperti
besarnya ukuran irisan yang mengakibatkan penyembuhan luka yang lama,
menginduksi astigmatisma pasca operasi, cystoid macular edema (CME), dan
ablasio retina. Meskipun sudah banyak ditinggalkan,
EKIK masih dipilih untuk kasuskasus subluksasi lensa, lensa sangat padat,
dan eksfoliasi lensa. Kontraindikasi absolut EKIK adalah katarak pada anak-anak,
katarak pada dewasa muda, dan ruptur kapsul traumatik, sedangkan kontraindikasi
relatif meliputi miopia tinggi, sindrom Marfan, katarak Morgagni, dan adanya
vitreus di kamera okuli anterior.
2. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler (EKEK) EKEK
konvensional
EKEK adalah jenis operasi katarak dengan membuang nukleus dan
korteks lensa melalui lubang di kapsul anterior. EKEK meninggalkan kantong
kapsul (capsular bag) sebagai tempat untuk menanamkan lensa intraokuler (LIO).
Teknik ini mempunyai banyak kelebihan seperti trauma irisan yang lebih kecil
sehingga luka lebih stabil dan aman, menimbulkan astigmatisma lebih kecil, dan
penyembuhan luka lebih cepat. Pada EKEK, kapsul posterior yang intak
13

mengurangi risiko CME, ablasio retina, edema kornea, serta mencegah


penempelan vitreus ke iris, LIO, atau kornea.
3.Small Incision Cataract Surgery(SICS)
Teknik EKEK telah dikembangkan menjadi suatu teknik operasi dengan
irisan sangat kecil (7-8 mm) dan hampir tidak memerlukan jahitan, teknik ini
dinamai SICS. Oleh karena irisan yang sangat kecil, penyembuhan relatif lebih
cepat dan risiko astigmatisma lebih kecil dibandingkan EKEK konvensional.
SICS dapat mengeluarkan nukleus lensa secara utuh atau dihancurkan.
Teknik ini populer di negara berkembang karena tidak membutuhkan
peralatan fakoemulsifikasi yang mahal, dilakukan dengan anestesi topikal, dan
bisa dipakai pada kasus nukleus yang padat. Beberapa indikasi SICS adalah
sklerosis nukleus derajat II dan III, katarak subkapsuler posterior dan awal katarak
kortikal.
4.Fakoemulsifikasi
Teknik operasi fakoemulsifikasi menggunakan alat tip ultrasonik untuk
memecah nukleus lensa dan selanjutnya pecahan nukleus dan korteks lensa
diaspirasi melalui insisi yang sangat kecil. Dengan demikian, fakoemulsifikasi
mempunyai kelebihan seperti penyembuhan luka yang cepat, perbaikan
penglihatan lebih baik, dan tidak menimbulkan astigmatisma pasca bedah. Teknik
fakoemulsifikasi juga dapat mengontrol kedalaman kamera okuli anterior serta
mempunyai efek pelindung terhadap tekanan positif vitreus dan perdarahan
koroid. Teknik operasi katarak jenis ini menjadi pilihan utama di negara-negara
maju.

3.2 Subluksasi Lensa


3.2.1 Definisi
Subluksasi lensa adalah terjadinya perubahan posisi lensa secara parsial
tetapi masih dalam area pupil.3 Subluksasi lensa terjadi akibat putusnya sebagian
penggantung lensa zonula zinii hingga lensa berpindah tempat.3
14

3.2.2 Etiologi3,4
1. Trauma Okuli
2. Kelainan kongenital: sindrom marfan, homositerinuria, sindrom Weil-
Marchesari. Anomali Reiger, Defisiensi Sulfit Oksidase, dll
3. Sekunder akibat kelainan lain terkait: katarak matur atau hipermatur, miopia
tinggi

3.2.3 Gejala Klinis3,4


1. Diplopia monokuler
Penglihatan ganda timbul akibat sinar dari objek yang dilihat.
2. Afakia
Terjadi apabila seluruh zonula zinii lepas sehingga jatuh kedalam vitreus.
Tanda-tanda afakia visus menurun , bilik mata depan dalam, iridodonesis dan
kemungkinan terdapat vitreus di bilik mata depan.
3. Visus menurun
Subluksasi lensa dan afakia menyebabkan visus menurun. Subluksasi
menyebabkan daya akomodasi menurun, lensa yang lepas sebagian akan menjadi
lebih cembung sehingga terjadi miopia.
3.2.4 Penatalaksanaan3,4
1. Kacamata
Bila tidak terjadi penyulit subluksasi lensa seperti galukoma atau uveitis
maka tidak dilakukan pengeluaran lensa dan diberi kacamata koreksi.
2. Operatif
Dianjurkan melakukan operasi ekstraksi lensa diikuti pemasangan IOL
(Intra Okular Lens Implant).
BAB 4
PEMBAHASAN

Pasien laki-laki, 62 tahun datang ke poli mata RSU Cut Meutia dengan
keluhan pandangan mata kiri kabur ±1 bulan. Berdasarkan literatur katarak senilis
sering terjadi pada usia lanjut yaitu usia diatas 50 tahun, rasio laki-laki dan
perempuan banyak terjadi pada perempuan 61%.

Pasien merasa penglihatannya berkurang pada kedua mata. Namun


penglihatan yang sangat berkurang pada mata kiri, penglihatan seperti berasap,
disertai mata kadang-kadang berair dan tidak nyeri. Berdasarkan literatur yang
dikemukakan sebelumnya, sesuai dengan gejala klinis yang ditimbulkan oleh
katarak berupa penurunan tajam penglihatan secara perlahan, mata kabur, sensasi
berasap, sensasi silau.

Penglihatan sangat berkurang pada mata kiri dibanding mata kanan


berdasarkan literatur, mata dengan katarak disertai subluksasi lensa akan
memberikan gejala klinis berupa penglihatan menjadi sangat berkurang atau visus
menurun. Berdasarkan literatur mengatakan selain akibat katarak, penyebab visus
sangat menurun bisa dikarenakan akibat terjadinya subluksasi lensa, penyebab
tersering terjadinya subluksasi lensa yaitu akibat trauma. Pada pasien ini diketahui
tidak memiliki riwayat trauma, sehingga subluksasi lensa diperkirakan merupakan
kelainan yang diturunkan atau bersifat idiopatik. Literatur lain mengatakan
keadaan subluksasi lensa bisa dikarenakan akibat katarak yang sudah hipermatur
sehinggs zonula zinii pada lensa dapat melemah dan rusak yang akan
menyebabkan subluksasi lensa atau lensa berpindah tempat.

Pasien menyangkal adanya riwayat diabetes melitus, riwayat hipertensi,


riwayat trauma, riwayat operasi mata sebelumnya. Hal ini menyingkirkan bahwa
subluksasi lensa mata kiri bukan disebabkan karena trauma. Pasien juga memiliki

15
riwayat kebiasaan merokok, hal ini sesuai dengan salah satu faktor risiko katarak
senilis adalah merokok.

Pada pemeriksaan oftalmologis didapatkan visus OD 6/60 dan visus OS


1/60. Hal ini sesuai dengan gejala yang dikeluhkan yaitu berupa penglihatan
menurun. Beberapa literatur mengatakan keadaan visus 6/60 sampai 1/60
menunjukkan suatu keadaan katarak imatur dimana cairan lensa bertambah akibat
iris terdorong dan bilik mata depan menjadi dangkal, visus akan sangat menurun
jika disertai dengan subluksasi lensa. Pada pemeriksaan shadow test didapatkan
positif.

Pada lensa OD dan OS didapatkan keruh. Hal ini sesuai dengan teori
bahwa kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif merupakan suatu
kelainan yang disebut katarak yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan
cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat keduanya. Katarak senilis
umumnya terjadi pada usia lanjut. Lensa OS didapatkan subluksasi lensa, hal ini
menunjukkan subluksasi lensa terjadi akibat putusnya sebagian zonula zinii
sehingga lensa berpindah tempat. Kelainan ini belum diketahui pasti, diperkirakan
kelainan karena diturunkan atau bisa karena trauma.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan status oftalmologis pasien di


diagnosis katarak senilis imatur OD dan katarak imatur dengan subluksasi lensa
OS. Pada pasien di rencanakan beberapa pemeriksaan yaitu pemeriksaan
funduskopi, slitlamp dan pemeriksaan tonometri.

Pasien pada laporan kasus ini diberikan terapi berupa Cendo lyteers 6 dd
gtt 1 ODS, Pirenoxine 0.005% 5 ml 4 dd gtt 1 ODS, Neurodex 1x1 tab,
Methilprednisolon 4 mg 1x1 tab. Berdasarkan literatur mengatakan bahwa jika
katarak belum mengganggu dan tajam visus belum menurun atau sedikit menurun
atau maturitas katarak imatur, operasi dapat ditunda dahulu dan dapat di koreksi
dengan kacamata dan diterapi dengan obat. Tindakan operatif pada subluksasi

16
lensa bila tidak terjadi penyulit seperti glaukoma atau uveitis maka tidak
dilakukan pengeluaran lensa dan diberi kacamata koreksi yang sesuai.

BAB 5
KESIMPULAN

Katarak adalah penyakit mata yang ditandai dengan kekeruhan lensa mata
sehingga mengganggu proses masuknya cahaya ke mata. Jenis katarak yang
paling sering ditemukan adalah katarak senilis. Kekeruhan pada lensa dapat terjadi
akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa terjadi akibat
keduanya. prevalensi katarak di Indonesia adalah 1,4%. katarak senilis sering
terjadi pada usia lanjut yaitu usia diatas 50 tahun, rasio laki-laki dan perempuan
banyak terjadi pada perempuan 61%. Terdapat 3 jenis katarak senilis yaitu katarak
kongenital, juvenil dan senilis. Terapi utama pada katarak adalah tindakan operasi.
Subluksasi lensa terjadi akibat putusnya sebagian zonula zinii sehingga lensa
berpindah tempat. Penatalaksanaan pada subluksasi lensa bila tidak terjadi
penyulit maka tidak dilakukan operasi dan diberi kacamata koreksi yang sesuai.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Astari P, 2019. Katarak (Klasifikasi, Tatalaksana dan Komplikasi operasi).


Jurnal CDK-269 FK UGM, Vol. 45 No. 10

2. Aini AN, Santik PDY, 2018. Kejadian Katarak Senilis di RSUD Tugurejo.
Higeiya Journal Of Public Health Reaserch and Development.

3. Budiono S, 2013. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata. Surabaya: Airlangga


University Press

4. Ilyas S, Yulianti R S, 2016. Ilmu Penyakit Mata. Edisi V, Jakarta: Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia.
5. Agustina S, 2019. Penatalaksanaan Katarak Senilis Imatur dan Subluksasi
Lensa dengan Glaukoma Sekunder. Article//Perpustakaan Pusat Mata
Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo.
6. Tanto C, 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius, FK
Universitas Indonesia.
7. Hamidi SN, Yoyadi A, 2017. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Terjadinnya Katarak Senilis Pada Pasien di Poli Mata RSUD Bangkinang,
Jurnal Kesehatan Mata, Vol.1 No.1
8. Hanifah GA, 2017. Hubungan Indeks Massa Tubuh, Usia, dan Jenis
Kelamin Dengan Kejadian Katarak Senilis di Poliklinik Mata Rumah
Sakit Tentara dr. Soejono Magelang. [Tesis] Universitas Nasional
VeteranJakarta.

18
9. Mullani R, 2020. Hubungan Tingkat Kebiasaan Merokok dengan Katarak
Senilis di Poliklinik Katarak dan Bedah Refraktif RS Mata Cicendo Bandung.
Stadium Juornal of Medicine, FK Unversitas Bahakti Kencana Bandung
10. Desky MK, Basri S, Imran, 2017. Tingkat Kepuasan Pasien Setelah Operasi
Katarak di rS Dr. Zainoel Abidin, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kedokteran
Biomedis, FK Universita Syiah Kuala Banda Aceh, Vol.2 No.IV

19
47

Anda mungkin juga menyukai