Laporan Kasus
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Malikussaleh
Rumah Sakit Umum Cut Meutia
Oleh :
Preseptor :
dr. Dicky Noviar, Sp.An
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
BAB 2 LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
2.2 Anamnesis
2.3 Pemeriksaan Fisik
2.4 Pemeriksaan Penunjang
2.5 Penggolongan Status Fisik Pasien Menurut ASA
2.6 Rencana Pembedahan
2.7 Rencana Anestesi
2.8 Laporan Anestesi
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Konka Hipertrofi
3.2 General Anestesi
3.3 Intubasi Endotrakeal Tube
BAB 4 PEMBAHASAN
BAB 5 KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
2
2.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Hidung tersumbat
Keluhan tambahan
Hidung berair, bersin-bersin
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli THT RSU Cut Meutia dengan keluhan hidung
tersumbat bagian kanan, sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan ini sudah sering timbul
sejak 3 tahun yang lalu terutama setelah terpapar debu. Biasanya hidung
tersumbat disertai hidung berair dan bersin-bersin. Sejak 2 bulan yang lalu
keluhan hidung tersumbat menetap.
3
4
Kepala Normosefali, edema (-), scar (-) rambut tidak mudah dicabut
Mata Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga Normotia (+/+)
Hidung Bentuk normal, hiperemi(+), deviasi septum (+)
Mulut Bibir edema (-), sianosis (-)
Tenggorokan Pembesaran tonsil (-/-)
Leher Pembesaran KGB (-), trakea ditengah tidak deviasi.
Paru
Inspeksi: Pergerakan dan bentuk dada simetris kanan dan
kiri, jejas (-), scar (-)
Palpasi : stem fremitus (+/+) kanan = kiri
Perkusi: sonor (+/+)
Thoraks Auskultasi: vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak
Palpasi: Tidak ada thrill
Perkusi: Redup, batas jantung normal
Auskultasi: BJI>BII regular
5
Di Ruang Persiapan
Memakai pakaian operasi yang telah disediakan di ruang persiapan dan sudah
terpasang infus RL.
Persiapan alat anestesi :
ETT Connector Orotracheal airway
Monitor Sphygmomanometer Pulse Oxymetri
Suction Guedel Balon pernafasan
Stetoskop Laringoskop Sungkupmuka
Mesin Anestesi Gel Spuit
Infus set+abocath Kasa steril
Persiapan obat-obatan anestesi
a. Analgetik : Fentanyl, Ketorolac
b. Hipnotik Sedatif : Propofol
c. Muscle relaxan : Atracurium
d. Maintanance anastesi : Isoflurane , N2O, O2
e. Obat emergency : Sulfas atropine
f. Obat reserve : Sulfas atropine
g. Obat tambahan lainnya :Ondansetron,Neostigmin
7
INTRA ANESTESI
07 November 2019 pukul 09.50 WIB
1. Pasien masuk kamar operasi dan dibaringkan di meja operasi kemudian
dilakukan pemasangan manset dan oksimeter.
2. Menilai keadaan umum dan melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital di awal
atau penilaian pra induksi (Pukul 09.40 WIB) :
Kesadaran: Compos Mentis, TD= 110/70 mmHg, nadi= 86 x/menit, saturasi
O2: 99%.
3. Pasien diberitahukan bahwa akan dilakukan tindakan pembiusan.
4. Posisikan pasien dalam kondisi normal. Pada pasien berikan bantal setebal
dibawah kepala (air sniffing position).
5. Posisi kepala pasien netral, pandangan tegak lurus keatas.
6. Buka mulut pasien, masukkan laringoskop yang sudah siap dengan cara
pegang gagang dengan tangan kiri, masukkan bilah kedalam mulut secara
miring dan serong kearah mukosa pipi kanan.
7. Masukkan hati-hati hingga ujung bilah mendekati pangkal lidah, geser pelan-
pelan arahkan bilah kebagian tengah lidah, sehingga lidah bagian depan dan
8
tengah berada diatas bilah. Dorong pelan-pelan dan hati-hati lebih kedalam
hingga ujung bilah tepat dipangkal lidah. Keseluruhan lidah sudah diatas
bilah.
Angkat gagang dan bilah kearah depan (jangan diungkit) sehingga seluruh
lidah epiglotis terangkat dan daerah rima glotidis terlihat jelas, serta terihat
pita suara.
8. Ambil pipa ET (arah lengkungan ke depan), arahkan ujung pipa ET menuju
rima glotidis. Pada saat pita suara terbuka, masukkan pipa hingga seluruh cuff
masuk tepat dibawah pita suara.
9. Hubungkan dengan mesin nafas atau mesin anestesi. Berikan oksigen dan
lakukan penilaian apakah pipa ET sudah tepat kedudukannya. Amati
pengembangan dada, apakah simetris dan mengembang besar, serta dengarkan
suara nafas apakah sama antara paru kanan dan paru kiri. Bila terlalu dalam,
tarik pelan-pelan.
10. Setelah semuanya tepat, pasang pipa orofaring, lakukan fiksasi pipa ET
dengan plester dengan kuat.
11. Dipasang selang O2 dengan menggunakan O2 sebanyak 3 liter/menit
12. Pukul 10.10 tindakan anestesi telah selesai
Pukul 10.00 WIB
Tindakan anestesi dimulai
Injeksi Fentanyl 2cc, Propofol 10 cc, dan Atracurium 27 mg
TD : 110/70mmHg, HR : 86x/i, RR : 20x/i, Sp O2 : 100%
9
POST OPERATIF
Pukul 10.30 WIB
Pasien masuk ke ruang pemulihan. Dilakukan penilaian terhadap tingkat
kesadaran, pada pasien kesadarannya adalah compos mentis. Dilakukan
pemeriksaan tanda-tanda vital ditemukan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi
86x/menit, respirasi 20 x/menit dan saturasi O2100%. Kemudian pasien di bawa
ke ruangan.
INSTRUKSI POST OP
- IVFD RL 20gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
- Inj. Ondancentron 4mg/8 jam
- Inj. Ketorolac 30 mg/12 jam
- Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam
- Diet M II
Laporan Anestesi
Ahli Anestesiologi : dr. Fachrurrazi, Sp.An
Ahli Bedah : dr. Indra Zachraeni, Sp.THT-KL
Operator : dr. Indra Zachraeni, Sp.THT-KL
Diagnosis prabedah : Konka Hipertrofi
Jenis Operasi : Turbinectomy
Jenis Anestesi : General anastesi – Intubasi Endotracheal Tube
Lama Operasi : 15 menit
Lama Anestesi : 25 menit
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.2 Etiologi
Penyebab hipertrofi konka adalah rhinitis alergi dan non alergi (vasomotor
rhinitis) dan kompensasi dari septum deviasi kontralateral. Konka hipertrofi juga
dapat menyebabkan sumbatan pada hidung.
3.1.3 Patofisiologi
Konka hipertrofi merupakan suatu istilah yang menunjukkan adanya
perubahan mukosa hidung pada konka inferior. Penyebabnya adalah peradangan
kronik yang disebabkan oleh infeksi bakteri primet atau sekunder. Penyebab non
bakteri seperti sebagai lanjutan dari rhinitis alergi, rhinitis vasomotor dan
kompensasi septum deviasi kontralateral juga dapat menyebabkan konka
hipertrofi inferior. Rhinitis alergi merupakan suatu penyakit peradangan yang
disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sudah tersensitasi alergen
sebelumnya dan dimediasi oleh suatu mediator kimia ketika terjadi infeksi
berulang dengan alergen tersebut.12,13
Tahap sensitisasi terjadilah kontak pertama antara tubuh dengan alergen.
Alergen yang terinspirasi bersama dengan udara pernapasan akan terdeposit di
11
12
3.1.4 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosa konka hipertrofi diperlukan melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Haruslah cermat dalam
melakukan anamnesis untuk dapat mengetahui apakah ada riwayat sumbatan
hidung sebelumnya sebagai akibat konka hipertofi dan untuk mengetahui keluhan
lainnya. Penilaian derajat keluhan pada konka hipertrofi dapat dinilai dengan
Visual Analog Scale (VAS). Selanjutnya melakukan pemeriksaan fisik dengan
cara rinoskopi anterior dan posterior. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior kita
dapat menilai ukuran pembesaran konka dengan melihat septum nasi dan dinding
lateral hidung. Untuk memperluas jangkauan penglihatan, kita dapat memberikan
obat vasokonstriktor lokal.13
Pada pemeriksaan rinoskopi posterior berguna untuk melihat batas
pemisah antara konka kanan dan kiri serta ujung posterior konka media dan konka
inferior. Hipertrofi konka inferior menjadi 3 yaitu, A) konka inferior mencapai
garis yang terbentuk antara middle nasal fosa dengan lateral hidung, B)
pembesaran konka inferior melewati sebagian dari kavum nasi, C) pembesaran
konka inferior telah mencpai septum.13
Pemeriksaan penunjang pada pasien konka hipertrofi dapat dilakukan
dengan pemeriksaan radiologi, rinomanometri, dan pemeriksaan peak nasal
inspiratory flow (PNIF). Selain itu pemeriksaan tomografi computer juga dapat
13
3.1.5 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertrofi konka dapat berupa terapi medikamentosa dan
pembedahan.12
1. Medikamentosa
Pada kasus akut dimana pembesaran konka terjadi karena pengisian dari
sinus venosus sehingga pembesaran konka dapat dikecilkan dengan pemberian
dekongestan topikal.12,13 Terapi medikamentosa meliputi pemberian antihistamin,
dekongestan, kortikosteroid, sel mast stabilizer dan imunoterapi. Dekongestan
baik sistemik maupun lokal efektif dalam pengobatan sumbatan hidung karena
hipertrofi konka. Pemakaian sistemik oral dekongestan menimbulkan efek
samping seperti palpitasi dan susah tidur. Pemakaian dekongestan topikal jangka
lama menyebabkan rinitis medikamentosa (rebound nasal congestion).
Kortikosteroid efektif digunakan untuk sumbatan hidung, tetapi mempunyai efek
samping hidung mudah berdarah, mukosa hidung kering dan krusta.
Kortikosteroid mengurangi hiperresponsif saluran nafas dan menekan respon
inflamasi.12
2. Pembedahan
Pada kasus kronik telah terbentuk jaringan ikat yang disebabkan oleh
inflamasi kronik yang tidak respon lagi dengan medikamentosa setelah 2 bulan
pengobatan, tindakan bedah dapat dilakukan. Teknik pembedahan reduksi konka
secara garis besar terbagi atas 2 kelompok yaitu turbinoplasty dan turbinectomy.
Turbinoplasty adalah teknik reduksi konka yang mempertahankan agar mukosa
hidung tetap utuh, sedangkan turbinectomy adalah teknik reduksi konka yang
memotong bagian konka yang mengalami pembesaran. 13 Tujuan utama
dilakukannya tindakan operatif ini yaitu untuk menghilangkan sumbatan hidung
14
khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas
pasca bedah, sehingga dapat dirancang anesthesia berikutnya dengan lebih baik.2
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan gigi geligi, tindakan buka mulut, lidah relative besar sangat
penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi.
Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi. Penyulit
pada saat intubasi dapat dilihat pada tampakan faring pada saat mulut terbuka
maksimal dan lidah dijulurkan maksimal. Menurut Mallampati dibagi menjadi 4
gradasi: 2
Gradasi Pilar Faring Uvula Palatum Molle
1 + + +
2 - + +
3 - - +
4 - - -
1. Pemeriksaan Laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan
penyakit yang sedang dicurigai. Banyak fasilitas kesehatan yang mengharuskan
uji laboratorium secara rutin walaupun pada pasien sehat untuk bedah minor,
misalnya pemeriksaan darah kecil (Hb, leukosit, masa perdarahan dan masa
pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien diatas 40 tahun ada anjuran EKG dan
foto thoraks. Praktek-praktek semacam ini harus dikaji ulang mengingat biaya
yang harus dikeluarkan dan mamfaat minimal uji-uji semacam ini.2,5
2. Kebugaran untuk Anestesia
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan
agar pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi sito penundaan tidak
perlu harus dihindari. 2
3. Klasifikasi Status Anestesia
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseoran
ialah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologist (ASA).
Klasifikasi fisik ini bukan alat prakiraan risiko anestesia, karena dampak samping
anestesia tidak dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan.8
18
4. Masukan Oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anesthesia. Regurgitasi isi
lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan nafas merupakan resiko utama
pada pasien yang menjalani anesthesia. Untuk meminimalkan resiko tersebut,
semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anesthesia harus
dipantangkan dari masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum induksi
anestesia.Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam, dan
pada bayi 3-4 jam. Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk
keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas diperbolehkan 1 jam
sebelum induksi anesthesia.11
17
19
3.2.7 Premedikasi
Premedikasi adalah pemberian obat sebelum induksi anesthesia dengan
tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan, dan bangun dari anestesi diantaranya:
Meredakan kecemasan dan ketakutan; Memperlancar induksi anestesi;
Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus; Meminimalkan jumlah obat
anestetik; Mengurangi mual muntah pasca bedah; Menciptakan amnesia;
Mengurangi isi cairan lambung; dan Mengurangi refleks yang membahayakan.9,10
Obat Golongan Antikholinergik
Obat golongan antikholinergik adalah obat-obatan yang berkhasiat
menekan/menghambat aktivitas kholinergik atau parasimpatis. Obat golongan
antikholinergik yang digunakan dalam praktik anesthesia adalah preparat Alkaloid
Belladona, yang turunannya adalah Sulfas atropine, Skopolamin.3
Obat Golongan Sedatif/Trankuilizer
Obat golongan sedatif adalah obat-obat yang berkhasiat anti cemas dan
menimbulkan rasa kantuk.Tujuan pemberian obat golongan ini adalah untuk
memberikan suasana nyaman bagi pasien prabedah, bebas dari rasa cemas dan
takut, sehingga pasien menjadi tidak peduli dengan lingkunganny.Untuk
keperluan ini, obat golongan sedatif/trankuilizer yang sering digunakan adalah:
1. Derivate fenothiazin
2. Derivate benzodiazepine
3. Derivate butirofenon
4. Derivate barbiturate
5. Antihistamin
Golongan Analgetik Narkotik atau Opioid
Berdasarkan struktur kimia, anelgetik narkotik atau opioid dibedakan menjadi
3 kelompok:
1. Alkaloid opium (natural) : morfin dan kodein
2. Derivat semisintetik: diasetilmorfin (heroin), hidromorfin, oksimorfon,
hidrokodon dan oksikodon.
3. Derivat sintetik
Fenilpiperidine : petidin, fentanil,sulfafentanil dan alfentanil
20
Berikut ini akan dijelaskan lebih jauh mengenai obat – obat anestesi intravena
tersebut.
Propofol ( 2,6 – diisopropylphenol )
Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia
intravena dan lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Obat ini dikemas
dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat isotonik dengan
kepekatan 1 % (1 ml=10 mg).
Ketamin
Ketamine (Ketalar or Ketaject) merupakan arylcyclohexylamine yang
memiliki struktur mirip dengan phencyclidine. Ketamin juga sering menebabkan
terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan persepsi dan mimpi gembira yang
mengikuti anesthesia, dan sering disebut dengan emergence phenomena.
Opioid
Opioid telah digunakkan dalam penatalaksanaan nyeri selama ratusan
tahun. Opium mengandung lebih dari 20 alkaloid opioids.Morphine, meperidine,
fentanyl, sufentanil, alfentanil, dan remifentanil merupakan golongan opioid yang
sering digunakan dalam general anestesi. Efek utamanya adalah analgetik.
Benzodiazepin
Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah
Diazepam (valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan
lorazepam tidak larut dalam air dan kandungannya berupa propylene glycol.
Diazepam tersedia dalam sediaan emulsi lemak (Diazemuls atau Dizac), yang
tidak menyebakan nyeri atau tromboplebitis tetapi hal itu berhubungan
bioaviabilitasnya yang rendah, midazolam merupakan benzodiazepin yang larut
air yang tersedia dalam larutan dengan PH 3,5.
2. Induksi Inhalasi
Nitrous oksida (N2O), kloroform, dan eter adalah agen pembiusan umum
pertama yang diterima secara universal. Etil klorida, etilen, dan siklopropan
kemudian menyusul, dengan zat yang terakhir cukup digemari pada saat itu
karena induksinya yang singkat dan pemulihannya yang cepat tanpa disertai
22
delirium. Sayang sekali sebagian besar agen-agen anestetik yang telah disebutkan
tadi telah ditarik dari pasaran. 2,6
Nitrous Oksida (N2O)
Merupakan gas yang tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa, lebih berat
dari udara, serta tidak mudah terbakar dan meledak (kecuali jika dikombinasikan
dengan zat anestetik yang mudah terbakar seperti eter). Gas ini dapat disimpan
dalam bentuk cair dalam tekanan tertentu, serta relatif lebih murah dibanding agen
anestetik inhalasi lain.
Halotan
Merupakan alkana terhalogenisasi dengan ikatan karbon-florida sehingga
bersifat tidak mudah terbakar atau meledak (meski dicampur oksigen). Halotan
berbentuk cairan tidak berwarna dan berbau enak. Botol berwarna amber dan
pengawet timol berguna untuk menghambat dekomposisi oksidatif spontan.
Halotan merupakan anestetik kuat dengan efek analgesia lemah, di mana induksi
dan tahapan anestesia dilalui dengan mulus, bahkan pasien akan segera bangun
setelah anestetik dihentikan. Gas ini merupakan agen anestestik inhalasi paling
murah, dan karena keamanannya hingga kini tetap digunakan di dunia.
Isofluran
Merupakan eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Memiliki struktur
kimia yang mirip dengan enfluran, isofluran berbeda secara farmakologis dengan
enfluran. Isofluran berbau tajam, kadar obat yang tinggi dalam udara inspirasi
menyebabkan pasien menahan napas dan batuk. Setelah premedikasi, induksi
dicapai dalam kurang dari 10 menit, di mana umumnya digunakan barbiturat
intravena untuk mempercepat induksi. Tanda untuk mengamati kedalaman
anestesia adalah penurunan tekanan darah, volume dan frekuensi napas, serta
peningkatan frekuensi denyut jantung.
Desfluran
Merupakan cairan yang mudah terbakar tapi tidak mudah meledak, bersifat
absorben dan tidak korosif untuk logam. Karena sukar menguap, dibutuhkan
vaporiser khusus untuk desfluran. Dengan struktur yang mirip isofluran, hanya
saja atom klorin pada isofluran diganti oleh fluorin pada desfluran, sehingga
23
kelarutan desfluran lebih rendah (mendekati N2O) dengan potensi yang juga lebih
rendah sehingga memberikan induksi dan pemulihan yang lebih cepat
dibandingkan isofluran (5-10 menit setelah obat dihentikan, pasien sudah respons
terhadap rangsang verbal). Desfluran lebih digunakan untuk prosedur bedah
singkat atau bedah rawat jalan. Desfluran bersifat iritatif sehingga menimbulkan
batuk, spasme laring, sesak napas, sehingga tidak digunakan untuk induksi.
Desfluran bersifat ¼ kali lebih poten dibanding agen anestetik inhalasi lain, tapi
17 kali lebih poten dibanding N2O.
besar atau dengan metabolisme abnormal, seperti hipotermia atau rendanya level
pseudokolinesterase. Rendahnya level pseudokolinesterase ini ditemukan pada
kehamilan, penyakit hati, gagal ginjal dan beberapa terapi obat. Pada beberapa
orang juga ditemukan gen pseudokolinesterase abnormal yang menyebabkan
blokade yang memanjang.
o Pelumpuh otot non depolarisasi
a. Pavulon
Pavulon merupakan steroid sintetis yang banyak digunakan. Mulai kerja
pada menit kedua-ketiga untuk selama 30-40 menit. Memiliki efek akumulasi
pada pemberian berulang sehingga dosis rumatan harus dikurangi dan selamg
waktu diperpanjang. Dosis awal untuk relaksasi otot 0,08 mg/kgBB intravena
pada dewasa. Dosis rumatan setengah dosis awal. Dosis Intubasi trakea 0,15
mg/kgBB intravena. Kemasan ampul 2 ml berisi 4 mg pavulon.
b. Atracurium
Atracurium mempunyai struktur benzilisoquinolin yang berasal dari
tanaman Leontice Leontopeltalum. Keunggulannya adalah metabolisme terjadi di
dalam darah, tidak bergantung pada fungsi hati dan ginjal, tidak mempunyai efek
akumulasi pada pemberian berulang.
c. Vekuronium
Vekuronium merupakan homolog pankuronium bromida yang berkekuatan
lebih besar dan lama kerjanya singkat Zat anestetik ini tidak mempunyai efek
akumulasi pada pemberian berulang dan tidak menyebabkan perubahan fungsi
kardiovaskuler yang bermakna.
d. Rocuronium
Zat ini merupakan analog vekuronium dengan awal kerja lebih cepat.
Keuntungannya adalah tidak mengganggu fungsi ginjal, sedangkan kerugiannya
adalah terjadi gangguan fungsi hati dan efek kerja yang lebih lama.
o Pemilihan Pelumpuh Otot
Karakteristik pelumpuh otot ideal:Nondepolarisasi, Onset cepat, Duration
of action dapat diprediksi, tidak mengakumulasi dan dapat diantagoniskan dengan
obat tertentu, Tidak menginduksi pengeluaran histamine, Potensi, dan Sifat tidak
25
berubah oleh gangguan ginjal maupun hati dan metabolit tidak memiliki aksi
farmakologi.1,2
3. Bila fasikulasi (-) → ventilasi dengan O2 100% selama kira - kira 1 mnt
4. Batang laringoskopi pegang dengan tangan kiri, tangan kanan mendorong
kepala sedikit ekstensi → mulut membuka
5. Masukan laringoskop (bilah) mulai dari mulut sebelah kanan, sedikit demi
sedikit, menyelusuri kanan lidah, menggeser lidah kekiri
6. Cari epiglotis → tempatkan bilah didepan epiglotis (pada bilah bengkok)
atau angkat epiglotis ( pada bilah lurus )
7. Cari rima glotis ( dapat dengan bantuan asisten menekan trakea dar luar )
8. Temukan pita suara → warnanya putih dan sekitarnya merah
9. Masukan ET melalui rima glottis
10. Hubungkan pangkal ET dengan mesin anestesi dan atau alat bantu napas
(alat resusitasi )
c. Intubasi Endotrakeal dengan napas kendali (kontrol)
Pasien sengaja dilumpuhkan/benar-benar tidak bisa bernafas dan pasien
dikontrol pernafasanya dengan kita memberikan ventilasi 12 - 20 x permenit.
Setelah operasi selesai pasien dipancing dan akhirnya bisa nafas spontan
kemudian kita akhiri efek anestesinya.
Teknik sama dengan diatas
Obat pelumpuh otot non depolar (durasinya lama)
Pemeliharaan, obat pelumpuh otot dapat diulang pemberiannya
Pernapasan
Dapat bernapas dalam dan batuk, 2
Dangkal namun pertukaran udara adekuat, 1
Apnoea atau obstruksi, 0
Sirkulasi
Tekanan darah menyimpang <20% dari normal, 2
Tekanan darah menyimpang 20-50 % dari normal, 1
Tekanan darah menyimpang >50% dari normal, 0
Kesadaran
Sadar, siaga dan orientasi, 2
Bangun namun cepat kembali tertidur, 1
Tidak berespons, 0
Aktivitas
Seluruh ekstremitas dapat digerakkan, 2
Dua ekstremitas dapat digerakkan,1
Tidak bergerak, 0
Jika jumlahnya > 8, penderita dapat dipindahkan ke ruangan
Tidak bereaksi 0
Jika jumlah > 5, penderita dapat dipindahkan ke ruangan
c. Setelah ekstubasi
1) Trauma jalan nafas : Udema dan stenosis (glotis, subglotis dan trakhea),
sesak, aspirasi, nyeri tenggorokan.
2) Laringospasme.
BAB 4
PEMBAHASAN
Status pasien termasuk ASA I tanpa penyakit sistemik. Pada pasien ini
dipilih untuk dilakukan tindakan anestesi umum dengan intubasi endotrakeal
napas terkendali dengan pertimbangan keuntungan yang didapat dari tindakan
anestesia tersebut. Keuntungan dari tindakan ini antara lain:
Jalan nafas yang aman dan terjamin karena terpasang ETT
Pasien akan merasa lebih nyaman karena dalam keadaan tertidur, serta
terhindar dari trauma terhadap operasi.
Kondisi pasien lebih mudah dikendalikan sesuai dengan kebutuhan operasi.
Waktu pulih sadar lebih cepat dengan kondisi nafas spontan.
Akan tetapi, alasan yang paling utama dipilihnya teknik anestesi ini ialah karena
jenis operasi yang hendak dilakukan antara lain turbinectomy yang dilakukan di
area kepala dengan anestesi umum sehingga dapat mempengaruhi airway, oleh
karena itu diperlukan adanya intubasi endotrakeal tube agar airway pasien tetap
clear selama operasi..2,4,5
Riwayat apakah pasien pernah mendapat anesthesia sebelumnya sangatlah
penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian
khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas
pasca bedah, sehingga dapat dirancang anesthesia berikutnya dengan lebih baik.
Sebelum pasien masuk ke OK, ada beberapa hal yang harus diperiksa antara lain:
Surat persetujuan operasi yang merupakan bukti tertulis dari pasien atau keluarga
pasien yang menunjukkan persetujuan akan tindakan medis yang akan dilakukan
sehingga bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan keluarga pasien tidak akan
mengajukan tuntutan.Pasien mengaku puasa dipuasakan untuk memastikan bahwa
lambung pasien telah kosong sebelum pembedahan untuk menghindari
kemungkinan terjadinya muntah dan aspirasi isi lambung yang akan
membahayakan pasien.2 Bila ada gigi palsu sebaiknya dilepaskan. Memakai
pakaian operasi yang telah disediakan di ruang persiapan.
32
33
34
DAFTAR PUSTAKA
14. Fikri M, 2019. Derajat Sumbatan Hidung Pada Septum Deviasi dan Konka
Hipertrofi. [Skripsi] FK Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara Medan.
35