Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

KATARAK SENILIS IMATUR

Disusun oleh:

Indira Catur Paramita


1102014131

Pembimbing:
dr. Ariawan Priguna, SpM

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RSPAD GATOT SOEBROTO
PERIODE 24 AGUSTUS – 11 SEPTEMBER 2020
Nama : Indira Catur Paramita Tanda Tangan

Nim : 1102014131

Dokter Pembimbing : dr. Ariawan Priguna, Sp.M ----------------

BAB 1

1. IDENTITAS

Nama : Ny. AF
Umur : 59 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen Katolik
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Sawah Besar, Jakarta Pusat

Tanggal anamnesis : 26 Agustus 2020

2. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 26 Agustus
2020 di ruang poliklinik mata RSPAD Gatot Soebroto.

2.1 Keluhan Utama


Penglihatan buram sejak ± 1 tahun yang lalu.

2.2 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poliklinik mata RSPAD Gatot Soebroto dengan


keluhan penglihatan buram secara perlahan tanpa disertai mata merah pada
mata kanan dan kirinya sejak ± 1 tahun yang lalu. Awalnya pasien merasa

2
seperti ada awan yang menutupi penglihatannya. Keluhan saat ini pandangan
pasien semakin tidak jelas. Pasien mengaku mempunyai kacamata namun
penglihatannya dirasakan sekarang tetap buram walaupun memakai kacamata.
Pasien mengaku tidak jelas melihat baik pada jarak dekat maupun jarak jauh
pada kedua mata, namun penglihatan pada mata kanan lebih jelas
dibandingkan mata kiri. Keluhan tidak disertai dengan mata silau jika melihat
cahaya, gatal, nyeri maupun berair. Riwayat trauma atau benturan pada mata
atau kepala disangkal.

Pasien tidak pernah mempunyai kebiasaan merokok atau minum


minuman beralkohol. Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi ataupun gula
darah meningkat. Pasien merupakan pasien rujukan dari RS Husada untuk
menindaklanjuti tindakan operasi pada matanya.

2.3 Riwayat Penggunaan Kacamata


Pasien menggunakan kacamata sejak 7 tahun yang lalu.

2.4 Riwayat Penyakit Dahulu


- Keluhan serupa (-)
- Riwayat operasi mata (-)
- Riwayat alergi makanan (-)
- Riwayat asma (-)

2.5 Riwayat Penyakit Dalam Keluarga


- Keluhan serupa : Ibu (+) katarak
- Diabetes Melitus : Ibu (+), Ayah (+)

2.6 Status Gizi


BB : 50 kg
TB : 154 cm
IMT: 21,1 (Normal)

3
2.7 Keadaan Sosial Ekonomi
Ekonomi pasien tergolong dalam ekonomi yang cukup, dimana
pasien bekerja sebagai seorang ibu rumah tangga.

2.8 PEMERIKSAAN FISIK


• Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
Tanda Vital :
TD : 134/69 mmHg
Nadi : 71 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36.7°C

- Kepala : Normocephal
- Mata : Status oftalmologi
- THT : Tidak ada keluhan
- Mulut : Tidak ada keluhan
- Leher : Tidak ada keluhan
- Thoraks : Tidak ada keluhan
- Abdomen : Tidak ada keluhan
- Endokrin : Tidak ada keluhan
- Ekstremitas : Tidak ada keluhan

Status Oftalmologi

Keterangan OD OS
Visus sine correction 0,4 2/60
Visus cum correction - -
Addisi S +2,75 D S +2,75 D
Distansia Pupil 62 mm/ 60 mm
Pemeriksaan TIO 13,4 mmHg 12,4 mmHg

4
Keterangan OD OS
Kedudukan Bola Mata
Ortoforia

Gerakan Bola Mata

Baik ke segala arah Baik ke segala arah


Lapang Pandang Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Supra Silia Madarosis (-) Madarosis (-)
Arah tumbuh rambut Arah tumbuh rambut
teratur dan searah teratur dan searah
Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)
Distikiasis (-) Distikiasis (-)
Palpebra Superior Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edema (-) Edema (-)
Massa (-) Massa (-)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Hematoma (-) Hematoma (-)
Sikatrik (-) Sikatrik (-)
Palpebra Inferior Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Edema (-) Edema (-)
Massa (-) Massa (-)
Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
Hematoma (-) Hematoma (-)
Sikatrik (-) Sikatrik (-)
Konjungtiva tarsal Hiperemis (-) Hiperemis (-)
superior Papil (-) Papil (-)
Folikel (-) Folikel (-)
Edema (-) Edema (-)
Litiasis (-) Litiasis (-)
Konjungtiva tarsal Hiperemis (-) Hiperemis (-)
inferior

5
Keterangan OD OS
Papil (-) Papil (-)
Folikel (-) Folikel (-)
Edema (-) Edema (-)
Litiasis (-) Litiasis (-)
Konjungtiva bulbi Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (-)
Injeksi konjungtiva (-) Injeksi konjungtiva (-)
Perdarahan (-) Perdarahan (-)
subkonjungtiva (-) subkonjungtiva (-)
Kornea Jernih Jernih
Ulkus (-) Ulkus (-)
Infiltrat (-) Infiltrat (-)
Sikatriks (-) Sikatriks (-)
Arkus senilis (-) Arkus senilis (-)
Bilik mata depan/ Kedalaman sedang; Kedalaman sedang; jernih
COA jernih
Iris Bulat; batas tegas; Bulat; batas tegas; cokelat;
cokelat; kripta (+); kripta (+); sinekia (-)
sinekia (-)
Pupil Bulat; diameter 3mm; RL Bulat; diameter 3mm; RL
(+); RCTL (+) (+); RCTL (+)
Lensa Keruh, shadow test (+) Keruh, shadow test (+)
TIO perpalpasi Normal perpalpasi Nomal perpalpasi
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

2.9 RESUME

Pasien seorang perempuan usia 59 tahun datang ke poliklinik mata


RSPAD Gatot Soebroto dengan keluhan penglihatan buram secara perlahan
tanpa disertai mata merah pada mata kanan dan kirinya sejak ± 1 tahun yang
lalu. Awalnya pasien merasa seperti ada awan yang menutupi
penglihatannya. Keluhan saat ini pandangan pasien semakin tidak jelas.

6
Pasien mengaku mempunyai kacamata namun penglihatannya dirasakan
sekarang tetap buram walaupun memakai kacamata. Pasien mengaku tidak
jelas melihat baik pada jarak dekat maupun jarak jauh pada kedua mata,
namun penglihatan pada mata kanan lebih jelas dibandingkan mata kiri.
Pada pemeriksaan status oftalmologis didapatkan pemeriksaan visus OD 0,4
dan OS 2/60, lensa ODS keruh dengan shadow test (+).

2.10 DIAGNOSIS KERJA


Katarak Senilis Imatur ODS

2.11 DIAGNOSIS BANDING

Katarak Senilis Matur ODS

2.12 PENATALAKSANAAN
Initial Planning
1. Diagnostik
- USG B-Scan
- Biometri
- Keratometri
2. Terapi
- Untuk memperlambat proses katarak dapat diberikan Catarlent
mini dose 4 x sehari.
- Rencana operasi Fakoemulsifikasi + IOL ODS
3. Edukasi
- Menjelaskan mengenai penyakit pasien, faktor risiko yang dapat
mempercepat proses penyakit, pengobatan yang dapat dilakukan
terhadap penyakit pasien serta komplikasi yang dapat ditimbulkan.
- Menjelaskan mengenai penggunaan obat sesuai dengan kebutuhan
pasien.
- Menjelaskan mengenai tindakan operasi yang dapat dilakukan.

7
a. Setelah operasi, pasien tidak diperbolehkan untuk
mengangkat beban, menggosok mata, berbaring di sisi mata
yang baru di operasi dan mengejan keras.
b. Kontrol teratur untuk evaluasi luka operasi dan komplikasi
pasca operasi

2.13 PROGNOSIS

OD OS

1. Ad vitam Ad bonam Ad bonam

2. Ad fungsionam Ad bonam d bonam

3. Ad sanationam Dubia ad bonam Dubia ad bonam

8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Katarak


Katarak adalah setiap kekeruhan pada lensa yang terjadi akibat
hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat
keduanya. Katarak dapat ditemukan dalam keadaan tanpa adanya kelainan
mata atau sistemik, misalnya pada katarak senil, katarak juvenile dan
herediter.
Menurut American Optometric Association (AOA), katarak adalah
kekeruhan pada lensa yang menyebabkan gangguan penglihatan. Katarak
biasanya terkait dengan usia, dan biasanya terjadi pada orang dengan usia
diatas 55 tahun, tetapi dapat pula terjadi pada infant maupun anak-anak.
Biasanya katarak terjadi pada kedua mata, tetapi salah satu mata akan lebih
parah dibandingkan mata yang sebelahnya.

2.2 Klasifikasi Katarak


Menurut penelitian Ilyas, katarak dapat diklasifikasikan ke dalam
golongan sebagai berikut:
1. Katarak developmental dan degenerative, katarak developmental misalnya
katarak kongenital dan katarak juvenil, sedangkan katarak degenerative
misalnya katarak senil, katarak sekunder, katarak komplikata, katarak
akibat penyakit sistemik, katarak traumatika.
 Katarak komplikata, atau katarak sekunder akibat penyakit
intraokular. Katarak ini dapat terbentuk akibat efek langsung
penyakit intraokular yang mempengaruhi fisiologis lensa misalnya
uveitis rekuren yang berat. Katarak biasanya berawal di daerah
subkapsular posterior dan akhirnya mengenai seluruh struktur
lensa. Penyakit intraokular yang sering berkaitan dengan
pembentukan katarak adalah uveitis kronik atau rekuren,
glaukoma, retinitis pigmentosa dan ablatio retina. Katarak jenis ini
biasanya bersifat unilateral.

9
 Katarak traumatika, paling sering disebabkan oleh trauma benda
asing pada lensa atau trauma tumpul pada bola mata, misalnya
peluru senapan angin, petasan, batu dan lain sebagainya. Lensa
menjadi putih segera setelah masuknya benda asing karena lubang
pada kapsul lensa menyebabkan humor aqueus dan kadang-kadang
vitreus masuk ke dalam struktur lensa.
 Katarak akibat penyakit sistemik, misalnya karena penyakit
diabetes melitus, hipokalsemia, distrofi miotonik, dermatitis atopic,
galaktosemia, sindrom Down dan lain sebagainya. Katarak jenis ini
bersifat bilateral.

2. Katarak kongenital, juvenil dan senil (berdasarkan usia pasien)


a) Katarak kongenital, yaitu katarak yang sudah terlihat pada usia di
bawah 1 tahun
b) Katarak juvenil, yaitu katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
c) Katarak senil, yaitu katarak yang terjadi setelah usia 50 tahun

Penyebab terjadinya kekeruhan lensa dapat di golongkan sebagai berikut:


1. Primer, berdasarkan gangguan perkembangan dan metabolisme.
2. Sekunder, akibat tindakan pembedahan lensa.
3. Komplikasi penyakit.

Klasifikasi katarak berdasarkan lokasi terjadinya pada lensa


1) Katarak nuklear, terjadi pada bagian sentral lensa, dimana lensa
menjadi lebih gelap, berubah dari transparan atau jernih menjadi
lebih kuning dan terkadang me2015njadi cokelat disebabkan oleh
proses kondensasi normal. Jenis katarak ini biasanya berkembang
lambat dan terjadi bilateral, meskipun bisa asimetris. Gejala yang
paling menonjol dari katarak jenis ini adalah kabur melihat jauh
daripada melihat dekat. Katarak jenis ini sedikit berwarna
kekuningan dan menyebabkan kekeruhan di sentral.

10
2) Katarak kortikal, terjadi pada lapisan lensa yang mengelilingi
nucleus, katarak terlihat seperti jari-jari yang disebabkan oleh
perubahan hidrasi serat lensa sehingga terbentuk celah-celah di
sekeliling daerah ekuator lensa. Gejala awalnya biasanya adalah
penderita merasa silau saat mencoba memfokuskan pandangan
pada suatu sumber cahaya di malam hari. Selain itu diplopia
monokular juga dapat dikeluhkan penderita. Pemeriksaan
menggunakan biomikroskop slitlamp akan mendapatkan gambaran
vakuola dan seperti celah air disebabkan degenerasi serabut lensa,
serta pemisahan lamela korteks anterior atau posterior oleh air.
Gambaran Cortical-spokes seperti baji terlihat di perifer lensa
dengan ujungnya mengarah ke sentral, kekeruhan ini tampak gelap
apabila dilihat menggunakan retroiluminasi.
3) Katarak subkapsular posterior, terjadi di dekat kapsul posterior
bagian sentral, katarak ini perkembangannya lebih cepat
dibandingkan jenis katarak yang lainnya. Katarak subkapsular
posterior biasanya terjadi akibat trauma, kortikosteroid baik topikal
maupun sistemik, peradangan, atau pajanan radiasi pengion. Gejala
yang timbul dapat berupa silau, diplopia monokular dan lebih
kabur melihat dekat dibandingkan melihat jauh.

Katarak nuklear Katarak kortikal Katarak subkaspsularis posterior

Klasifikasi katarak berdasarkan derajat kekeruhan lensa


1) Derajat 1: Nukleus lunak, biasanya visus masih lebih baik dari
6/12, tampak sedikit keruh dengan warna agak keputihan. ( juga
masih dengan mudah diperoleh dan usia penderita biasanya
kurang dari 50 tahun.

11
2) Derajat 2: Nukleus dengan kekerasan ringan, tampak nukleus
mulai sedikit berwarna kekuningan, visus biasanya antara 6/12
sampai 6/30. Refleks fundus juga masih mudah diperoleh dan
katarak jenis ini paling sering memberikan gambaran seperti
katarak subkapsularis posterior.
3) Derajat 3: Nukleus dengan kekerasan medium, dimana nukleus
tampak berwarna kuning disertai dengan kekeruhan korteks
yang berwarna keabu-abuan. Visus biasanya antara 3/60 sampai
6/30.
4) Derajat 4: Nukleus keras, dimana nukleus sudah berwarna
kuning kecoklatan dan visus biasanya antara 3/60 sampai 1/60,
dimana refleks fundus maupun keadaan fundus sudah sulit
dinilai.
5) Derajat 5: Nukleus sangat keras, nukleus sudah berwarna
kecoklatan bahkan ada yang berwarna agak kehitaman. Visus
biasanya hanya 1/60 atau lebih jelek dan usia penderita sudah
diatas 65 tahun. Katarak ini sangat keras dan disebut juga
brunescent cataract atau black cataract.

2.3 Epidemiologi Katarak


Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau
bertambahnya usia seseorang. Katarak kebanyakan muncul pada usia lanjut.
Berbagai studi cross-sectional melaporkan prevalensi katarak pada individu
berusia 65-74 tahun adalah sebanyak 50%, prevalensi ini meningkat hingga 70%
pada individu usia di atas 75 tahun.

2.4 Etiologi Katarak


Faktor yang mempercepat terbentuknya katarak:
a. Diabetes
b. Radang mata
c. Trauma mata

12
d. Riwayat keluarga dengan katarak
e. Pemakaian steroid lama (oral) atau tertentu lainnya
f. Merokok
g. Pembedahan mata lainnya
h. Terpajan banyak sinar ultraviolet (matahari)

2.5 Patogenesis Katarak


Patogenesis katarak belum sepenuhnya dimengerti. Walaupun demikian,
pada lensa katarak secara karakteristik terdapat agregat-agregat protein yang
menghamburkan berkas cahaya dan mengurangi transparansinya. Perubahan
protein lainnya akan mengakibatkan perubahan warna lensa menjadi kuning atau
cokelat. Temuan tambahan mungkin berupa vesikel di antara serat-serat lensa atau
migrasi sel epitel dan pembesaran sel-sel epitel yang menyimpang. Sejumlah
faktor yang berperan dalam terbentuknya katarak yaitu kerusakan oksidatif (dari
proses radikal bebas), sinar ultraviolet dan malnutrisi. Hingga kini belum
ditemukan pengobatan yang dapat memperlambat atau mengembalikan
perubahan-perubahan kimiawi yang mendasari pembentukan katarak.

2.6 Definisi Katarak Senilis


Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada
usia, yaitu usia di atas 50 tahun. Katarak terkait usia biasanya berjalan lambat
selama bertahun-tahun. Karakterisasinya yaitu terjadi kekeruhan yang progresif
dan penebalan pada lensa. Jika terdapat indikasi operasi, ekstraksi lensa akan
memperbaiki ketajaman penglihatan pada lebih dari 90% kasus, sisanya
kemungkinan disertai dengan kerusakan retina atau mengalami komplikasi
pascabedah yang serius sehingga mencegah perbaikan visus yang signifikan,
misalnya disertai glaukoma, ablation retina, perdarahan intraocular, atau infeksi.

2.7 Klasifikasi Katarak Senilis


Katarak senil secara klinik dibagi menjadi 4 stadium, yaitu

13
a. Katarak insipien, pada stadium ini kekeruhan mulai terjadi dari tepi
ekuator berbentuk jeruji menuju korteks anterior dan posterior (katarak
kortikal). Vakuol mulai terlihat di dalam korteks. Katarak subkapsular
posterior, kekeruhan mulai terlihat di sebelah anterior subkapsular
posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi jaringan
degeneratif (benda Morgagni) pada katarak insipient.
b. Katarak imatur, dimana hanya sebagian lensa yang keruh dan tidak
mengenai seluruh lapisan lensa. Pada katarak imatur dapat terjadi
penambahan volume lensa karena meningkatnya tekanan osmotik
bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan lensa yang encembung
dapat menghambat pupil sehingga terjadi glaukoma sekunder.
c. Katarak matur, terjadi kekeruhan lensa pada seluruh lapisan lensa.
Kekeruhan ini terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila
katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa
akan keluar sehingga lensa kembali pada ukuran normal. Sedangkan,
bila kekeruhan seluruh lensa terjadi dalam waktu yang lama maka
dapat mengakibatkan kalsifikasi lensa.
d. Katarak hipermatur, terjadi proses degenerasi lanjut. Lensa dapat
berubah menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang
mengalami degenerasi akan keluar dari kapsul lensa sehingga lensa
mejadi mengecil, berarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan mata
terlihat bilik mata dalam dan terdapat lipatan kapsul lensa. Terkadang
pengkerutan dapat berjalan terus-menerus sehingga hubungan dengan
zonula Zinni menjadi kendur.

Gejala Insipien Imatur Matur Hipermatur


Kekeruhan lensa Ringan Sebagian Seluruh Massif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
(air masuk) (air+masa lensa keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Shadow test Negative Positif Negatif Pseudopositif
COA Normal Dangkal Normal Dalam

14
Gejala Insipien Imatur Matur Hipermatur
Sudut bilik mata Normal Sempit Normal Terbuka
Penyulit Glaucoma Glaucoma, uveitis

2.8 Gejala Klinis


Pasien dengan katarak senilis memiliki riwayat penurunan tajam
penglihatan yang progresif dan bertahap dan terdapat gangguan
penglihatan dalam gelap dan pada objek yang dekat. Tanda dan gejala
pada katarak senilis, yaitu:
- Penurunan tajam penglihatan
Ini merupakan keluhan utama yang biasanya dialami oleh pasien
dengan katarak senilis. Penurunan tajam penglihatan biasanya
mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak
mengalami perubahan dalam waktu yang lama.
- Penglihatan seperti berkabut atau berasap
- Silau atau Glare
Pasien dapat mengalami gejala silau yang bervariasi, mulai dari
penurunan sensitivitas terhadap cahaya yang terlalu terang atau silau
mengihilang saat siang hari kemudian memburuk pada malam hari.
Keluhan silau tergantung dengan lokasi dan besar kekeruhannya,
biasanya dijumpai pada tipe katarak posterior subkapsular.
- Myopic shift
Membaiknya penglihatan dekat tanpa kacamata. Ini merupakan
akibat meningkatnya kekuatan fokus lensa bagian sentral,
menyebabkan refraksi bergeser ke miopia (penglihatan dekat).
Seiring dengan perkembangan katarak, dapat terjadi peningkatan
kekuatan dipotri lensa, yang dapat menyebabkan myopia ringan atau
sedang. Umumnya, pematangan katarak nuklear ditandai dengan
kembalinya penglihatan dekat oleh karena meningkatnya miopia
akibat kekuatan refraktif lensa nuklear sklerotik yang menguat,
sehingga kacamata baca atau bifokal tidak diperlukan lagi.
Perubahan ini disebut dengan “second sight”. Akan tetapi, seiring

15
dengan penurunan kualitas optikal lensa, kemampuan tersebut
akhirnya menghilang.

- Diplopia monokular
Seiring berkembangnya waktu, nukleus lensa mengalami perubahan,
yaitu lebih padat pada bagian dalam lensa dan mengakibatkan
pembiasan multipel di tengah lensa sehingga menyebabkan refraksi
ireguler karena indeks bias yang berbeda.
- Halo
Hal ini bisa terjadi pada beberapa pasien oleh karena terpecahnya
sinar putih menjadi spektrum warna oleh karena meningkatnya
kandungan air dalam lensa.
- Melihat warna terganggu atau diskriminasi warna yang buruk.

2.9 Diagnosis
Diagnosis katarak senilis dibuat berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk
mendeteksi adanya penyakit-penyakit yang menyertai (contoh: diabetes
melitus, hipertensi, cardiac anomalies). Penyakit seperti diabetes melitus
dapat menyebabkan perdarahan perioperatif sehingga perlu dideteksi secara
dini sehingga bisa dikontrol sebelum operasi.
Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk
mengetahui kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak
subkapsular posterior dapat membaik dengan dilatasi pupil.
Pada pemeriksaan slit lamp biasanya dijumpai keadaan palpebra,
konjungtiva, dan kornea dalam keadaan normal. Iris, pupil, dan COA terlihat
normal. Pada lensa pasien katarak, didapatkan lensa keruh. Lalu, dilakukan
pemeriksaan shadow test untuk menentukan stadium pada penyakit katarak
senil. Ada juga pemeriksaan-pemeriksaan lainnya seperti biomikroskopi,
stereoscopic fundus examination, pemeriksaan lapang pandang dan
pengukuran TIO.

16
Pemeriksaan Rutin
1. Pemeriksaan visus dengan kartu Snellen atau chart projector dengan koreksi
terbaik serta menggunakan pinhole
2. Pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat segmen anterior
3. Tekanan intraocular (TIO) diukur dengan tonometer non contact, aplanasi atau
Schiotz
4. Jika TIO dalam batas normal (10-20 mmHg) dilakukan dilatasi pupil dengan
tetes mata Tropicanamide 0.5%. Setelah pupil cukup lebar dilakukan
pemeriksaan dengan slit lamp untuk melihat derajat kekeruhan lensa apakah
sesuai dengan visus pasien
5. Pemeriksaan funduskopi jika masih memungkinkan

Pemeriksaan Tambahan
1. Biometri untuk mengukur power IOL jika pasien akan dioperasi katarak
2. Retinometri untuk mengetahui prognosis tajam penglihatan setelah operasi
3. Shadow Test untuk menentukan derajat kekeruhan katarak

2.10 Tatalaksana
            Meski telah banyak usaha yang dilakukan untuk memperlambat
progresivitas atau mencegah terjadinya katarak, tatalaksana masih tetap dengan
pembedahan. Tidak perlu menunggu katarak menjadi “matang”. Dilakukan tes
untuk menentukan apakah katarak menyebabkan gejala visual  sehingga
menurunkan kualitas hidup. Pasien mungkin mengalami kesulitan dalam
mengenali wajah, membaca, atau mengemudi. Beberapa pasien sangat terganggu
oleh rasa silau. Pasien diberikan informasi mengenai prognosis visual mereka dan
harus diberitahu pula mengenai semua penyakit mata yang terjadi bersamaan yang
bias mempengaruhi hasil pembedahan katarak.
Penataksanaan Non-Bedah
1.      Terapi Penyebab Katarak
Pengontrolan diabetes melitus, menghentikan konsumsi obat-obatan yang
dapat mempercepat proses katarak seperti kortikosteroid, fenotiasin, dan miotik
kuat, menghindari radiasi (infra merah atau sinar-X) dapat memperlambat atau

17
mencegah terjadinya proses kataraktogenesis. Selain itu penanganan lebih awal
dan adekuat pada penyakit mata seperti uveitis dapat mencegah terjadinya katarak
komplikata.

2.      Memperlambat Progresivitas


Beberapa preparat yang mengandung kalsium dan kalium digunakan pada
katarak stadium dini untuk memperlambat progresivitasnya, namun sampai
sekarang mekanisme kerjanya belum jelas. Selain itu juga disebutkan peran
vitamin E dan aspirin dalam memperlambat proses kataraktogenesis.
3.      Penilaian terhadap Perkembangan Visus pada Katarak insipien dan imatur
a) Refraksi; dapat berubah sangat cepat, sehingga harus sering dikoreksi.
b) Pengaturan pencahayaan; pasien dengan kekeruhan di bagian perifer lensa
(area pupil masih jernih) dapat diinstruksikan menggunakan pencahayaan
yang terang. Berbeda dengan kekeruhan pada bagian sentral lensa, cahaya
redup yang ditempatkan di samping dan sedikit di belakang kepala pasien
akan memberikan hasil terbaik. 
c) Penggunaan kacamata gelap; pada pasien dengan kekeruhan lensa di
bagian sentral, hal ini akan memberikan hasil yang baik dan nyaman
apanila beraktivitas di luar ruangan.
d) Midriatil; dilatasi pupil akan memberikan efek positif pada lateral aksial
dengan kekeruhan yang sedikit. Midriatil seperti fenilefrin 5% atau
tropikamid 1% dapat memberikan penglihatan yang jelas.

Pembedahan Katarak
            Pembedahan katarak adalah pengangkatan lensa natural mata (lensa
kristalin) yang telah mengalami kekeruhan, yang disebut sebagai katarak.
Indikasi
Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup indikasi
visus,medis, dan kosmetik.
1.      Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda pada
tiap individu, tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh katarak terhadap
aktivitas sehari-hari.
2.      Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan
pada lensa matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi katarak

18
seperti glaukoma imbas lensa (lens-induced glaucoma), endoftalmitis
fakoanafilaktik, dan kelainan pada retina misalnya retinopati diabetikum atau
ablasio retina.
3.      Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta
ekstraksi katarak (meskipun kecil harapan untuk mengembalikan visus) untuk
memperoleh pupil yang hitam.
Jenis-jenis operasi katarak :
1. Phacoemulsification (Phaco)
Likuifikasi lensa menggunakan probe ultrasonografi yang dimasukkan
melalui insisi yang lebih kecil di kornea atau sklera anterior (2-5 mm) dengan
menggunakan gelombang ultrasonik. Biasanya tidak dibutuhkan penjahitan.
Teknik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik dan katarak senil.
Teknik ini kurang efektif pada katarak senil yang padat, dan keuntungan insisi
limbus yang kecil agak berkurang apabila akan dimasukkan lensa intraokuler,
meskipun sekarang lebih sering digunakan lensa intraokuler fleksibel yang dapat
dimasukkan melalui insisi kecil.

2. Extracapsular Cataract Extraction (ECCE)


Insisi luas pada perifer kornea atau sklera anterior (biasanya 10-12 mm),
bias any bagian anterior kapsul dipotong dan diangkat, nukleus diekstraksi, dan
korteks lensa dibuang dari mata dengan irigasi dengan atau tanpa aspirasi,
sehingga menyisakan kapsul posterior. Insisi harus dijahit. Metode ini
diindikasikan pada pasien dengan katarak yang sangat keras atau pada keadaan
dimana ada masalah dengan fakoemulsifikasi. Penyulit yang dapat timbul seperti
terdapat korteks lensa yang dapat menyebabkan katarak sekunder.
3. Intracapsular Cataract Extraction (ICCE)
Prosedur ini memiliki tingkat komplikasi yang sangat tinggi sebab
membutuhkan insisi yang luas dan tekanan pada vitreus. Tindakan ini sudah
jarang digunakan terutama pada negara-negara yang telah memiliki peralatan
operasi mikroskop dan alat dengan teknologi tinggi lainnya.

Lensa Intraokular

19
            Setelah pengangkatan katarak, lensa intraokular (IOL) biasanya
diimplantasikan ke dalam mata. Kekuatan implan IOL yang akan digunakan
dalam operasi dihitung sebelumnya dengan mengukur panjang mata secara
ultrasonik dan dengan kelengkungan kornea (maka juga kekuatan optik) secara
optik. Kekuatan lensa umumnya dihitung sehingga pasien tidak akan
membutuhkan kacamata untuk penglihatan jauh. Pilihan lensa juga dipengaruhi
oleh refraksi mata kontrolateral dan apakah terdapat katarak pada mata yang
membutuhkan operasi.

Perawatan pasca operasi (jika ada tindakan operasi)


1. Frekuensi pemeriksaan pasca bedah ditentkan
berdasarkan tingkat pencapaian visus optimal yang
diharapkan.
2. Pada pasien dengan risiko tinggi, seperti pada pasien
dengan satu mata, mengalami komplikasi intraoperasi
atau ada riwayat penyakit mata lain sebelumnya seperti
uveitis, glaukoma dan lain‐lain, maka pemeriksaan harus
dilakukan satu hari setelah operasi.
3. Pada pasien yang dianggap tidak bermasalah baik keadaan
preoperasi maupun intraoperasi serta diduga tidak akan
mengalami komplikasi lainnya maka dapat mengikuti petunjuk
pemeriksaan lanjutan (follow up) sebagai berikut:
a. Kunjungan pertama: dijadwalkan dalam kurun waktu 24‐48
jam setelah operasi (untuk mendeteksi dan mengatasi
komplikasi dini seperti kebocoran luka yang menyebabkan
bilik mata depan dangkal, hipotonus, peningkatan tekanan
intaraokular, edema kornea ataupun tanda‐tanda peradangan.)
b. Kunjungan kedua: dijadwalkan pada hari ke 4-7 setelah
operasi jika tidak dijumpai masalah pada kunjungan pertama,
yaitu untuk mendeteksi dan mengatasi kemungkinan
endoftalmitis yang paling sering terjadi pada minggu pertama
pasca operasi.

20
c. Kunjungan ketiga: dijadwalkan sesuai dengan kebutuhan
pasien di mana bertujuan untuk memberikan kacamata
sesuai dengan refraksi terbaik yang diharapakan.
4. Obat- obatan yang digunakan pasien pasaca operasi bergantung dari
keadaan mata serta disesuaikan dengan kebutuhan. Tetapi penggunaan tetes mata
kombinasi antibiotika dan steroid harus diberikan kepada pasien untuk digunakan
setiap hari selama minimal 4 minggu pasca operasi.

2.11 Komplikasi Operasi


  Komplikasi operasi dapat berupa komplikasi preoperatif, intraoperatif,
postoperatif awal, postoperatif lanjut, dan komplikasi yang berkaitan dengan lensa
intra okular (intra ocular lens, IOL).
A.      Komplikasi preoperatif
1)        Ansietas; beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas) akibat
ketakutan akan operasi. Dapat diberikan agen anxiolytic seperti diazepam
2-5 mg untuk mengurangi gejala.
2)       Nausea dan gastritis; akibat efek obat preoperasi seperti asetazolamid
dan/atau gliserol. Kasus ini dapat ditangani dengan pemberian antasida
oral untuk mengurangi gejala.
3)       Konjungtivitis iritatif atau alergi; disebabkan oleh tetes antibiotik topikal
preoperatif, dapat ditangani dengan penundaan operasi selama 2 hari.
4)       Abrasi kornea; akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata dengan
menggunakan tonometer Schiotz. Penanganannya berupa pemberian salep
antibiotik selama satu hari dan diperlukan penundaan operasi selama 2
hari.

B.        Komplikasi intraoperatif


1)       Laserasi m. rectus superior; dapat terjadi selama proses penjahitan.
2)       Perdarahan hebat; dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap atau
selama insisi ke bilik mata depan.
3)       Cedera pada kornea (robekan membrane Descemet), iris, dan lensa; dapat
terjadi akibat instrumen operasi yang tajam seperti keratom.
4)       Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya).

21
5)       Lepas/ hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang dapat terjadi
akibat ruptur kapsul posterior (accidental rupture) selama teknik ECCE.

C.     Komplikasi postoperatif awal


Komplikasi yang dapat terjadi segera setelah operasi termasuk hifema,
prolaps iris, keratopati striata, uveitis anterior postoperatif, dan
endoftalmitis bakterial.

D.     Komplikasi postoperatif lanjut


Cystoid Macular Edema (CME), delayed chronic postoperative
endophtalmitis, Pseudophakic Bullous Keratopathy (PBK), ablasio retina,
dan katarak sekunder merupakan komplikasi yang dapat terjadi setelah
beberapa waktu post operasi.
E.      Komplikasi yang berkaitan dengan IOL
Implantasi IOL dapat menyebabkan komplikasi seperti uveitis-glaucoma-
hyphema syndrome (UGH syndrome), malposisi IOL, dan sindrom lensa
toksik (toxic lens syndrome).

2.12 Prognosis
Apabila pada proses pematangan katarak dilakukan penanganan yang tepat
maka tidak menimbulkan komplikasi serta dilakukan tindakan pembedahan pada
saat yang tepat maka prognosis umumnya baik.

2.13 Pencegahan
Katarak senil tidak dapat dicegah karena penyebab terjadinya adalah
faktor usia, namun dapat dilakukan pencegahan terhadap hal-hal yang
memperberat seperti mengontrol penyakit metabolik, mencegah paparan
langsung terhatap sinar ultraviolet dengan menggunakan kaca mata gelap dan
sebagainya. Pemberian intake antioksidan (seperti asam vitamin A, C dan E)
juga bermanfaat untuk menghambat progresivitas katarak.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. American Optometric Association. 2019. Cataract. Available from:


https://www.aoa.org/patients-and-public/eye-and-vision-problems/ glossary-
of-eye-and-vision-conditions/cataract
2. Eva PR & Whitcher JP. 2015. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Edisi
17. EGC: Jakarta.
3. Ilyas HS & Yulianti SR. 2015. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Badan Penerbit
FKUI: Jakarta.
4. National Eye Institute. 2015. Facts About Cataract. Available from:
https://nei.nih.gov/health/cataract/cataract_facts
5. Nithasari A. 2010. Katarak. Universitas Diponegoro: Semarang.
6. Saputra N, Handini MC & Sinaga TR. 2018. Faktor Risiko Yang
Mempengaruhi Kejadian Katarak (Studi Kasus Kontrol Di Poli Klinik Mata
Rsud Dr. Pirngadi Medan Tahun 2017). Volume 2 nomer 1. Jurnal Ilmiah
Simantek:104-113.

23

Anda mungkin juga menyukai