Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

KATARAK

Disusun Oleh :
Najla Quratu’ain (1102013205)

Pembimbing:
dr. Yulika Harniza, Sp.M, MARS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RSUD KABUPATEN BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 18 JULI – 6 AGUSTUS 2022
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 IDENTITAS
Nama : Tn. A
Usia : 57 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Cikarang, Bekasi
Pekerjaan : Tidak bekerja
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Alamat : Cikarang, Bekasi
No. RM : 182xxx

1.2 ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 19 Juli 2022 pukul
11.30 WIB di Poliklinik Mata RSUD Kabupaten Bekasi.
A. Keluhan Utama
Pandangan kabur pada kedua mata
Keluhan Tambahan
Silau saat terkena cahaya matahari
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien laki-laki usia 57 tahun datang ke Poliklinik Mata RSUD Kabupaten
Bekasi pada tanggal 19 Juli 2022 pukul 11.30 WIB dengan keluhan pandangan
kedua mata. Awalnya pandangan kabur pada mata kanan terlebih dahulu sejak
2 tahun SMRS. Pasien juga mengatakan pandangan mata kiri kabur sejak 1
tahun SMRS, pandangan kabur seperti tertutup kabut pada kedua mata pasien
sehingga sulit untuk melihat. Mata kabur dirasakan perlahan lahan dan
semakin memberat 1 bulan SMRS. Pasien juga mengeluh silau apabila
matanya terkena cahaya matahari. Keluhan mata merah disangkal. Keluhan
seperti melihat bintik-bintik hitam disangkal. Pasien tidak merasakan adanya
mata perih, nyeri pada bola mata maupun kepala. Keluhan penglihatan gelap
tiba-tiba disangkal. Pasien tidak merasakan adanya mual dan muntah. Pasien
menggunakan kacamata baca sebelumnya dengan ukuran +2,5.

]
C. Riwayat Penyakit Dahulu
● Hipertensi : Tidak ada
● Kencing Manis : Tidak diketahui
● Asma : Tidak ada
● Alergi Obat : Tidak diketahui
● Riwayat penggunaan kacamata : Ada
● Riwayat operasi mata : Tidak ada
● Riwayat trauma mata : Tidak ada
● Hiperlipidemia : Tidak diketahui
● Penyakit autoimun : Tidak ada
D. Riwayat Penyakit Keluarga
● Riwayat keluhan serupa : ada, bapak pasien
● Riwayat hipertensi : Tidak diketahui
● Riwayat diabetes melitus : Tidak diketahui
● Riwayat alergi : Tidak ada
E. Riwayat Sosial dan Kebiasaan
Pasien bekerja sebagai pelaut, pasien memiliki kebiasaan merokok sejak
umur 20 tahun dan saat ini pasien sudah berhenti merokok.
F. Riwayat Pengobatan
Mengkonsumsi obat adawiyah bilberry sejak bulan januari

1.3 PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis

Tanda Vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit
Suhu : 36.5 °C

]
B. Status Oftalmologis

OD Pemeriksaan OS

6/30 Visus 6/7

Ortoforia Kedudukan Bola Ortoforia


Mata

Gerakan Bola
Mata

Gerakan bola mata ke Gerakan bola mata ke


segala arah baik. segala arah baik.

Dalam Batas Normal Lapang Pandang Dalam Batas Normal

Arah tumbuh teratur, Suprasilia Arah tumbuh teratur,


madarosis (-), sikatrik madarosis (-), sikatrik
(-) (-)

Hiperemis (-), edema Palpebra Superior Hiperemis (-), edema


(-), hordeolum (-), hordeolum
(externa/interna) (-), (externa/interna) (-),
kalazion (-). kalazion (-).

Hiperemis (-), edema Palpebra Inferior Hiperemis (-), edema


(-), hordeolum (-), hordeolum

]
(externa/interna) (-), (externa/interna) (-),
kalazion (-). kalazion (-).

Hiperemis (-), edema Konjungtiva Hiperemis (-), edema


(-), folikular (-), papil Tarsal (-), folikular (-), papil
(-), massa (-), (-), massa (-),
hordeolum interna (-), hordeolum interna (-),
injeksi konjungtiva (-) injeksi konjungtiva (-)

Tenang, hiperemis (-), Konjungtiva Bulbi Tenang, hiperemis (-),


injeksi injeksi
konjungtiva/siliar (-), konjungtiva/siliar (-),
pterygium (-), pterygium (-),
pinguecula (-) pinguecula (-)

Jernih, infiltrat (-), Kornea Jernih, infiltrat (-),


sikatrik (-), ulkus (-) sikatrik (-), ulkus (-)

Warna putih, Sklera Warna putih,


massa (-) massa (-)

OD Pemeriksaan OS

Jernih, dalam, flare (-), Bilik Mata Depan Jernih, dalam, flare (-),
sel (-), hipopion (-), sel (-), hipopion (-),
hifema (-) hifema (-)

Kripti (+), warna Iris Kripti (+), warna coklat


coklat merata, sinekia merata, sinekia (-).
(-).

Bulat, letak sentral, Pupil Bulat, letak sentral,

]
reguler, RCL (+), reguler, RCL (+)
RCTL (+) menurun. menurun, RCTL (+),
RAPD (+)

Shadow test (+) Lensa Shadow test (+)


Slit lamp : Keruh, Slit lamp : Keruh,
subkapsular posterior subkapsular posterior
(+) (+)

15,8 mmHg TIO 20,6 mmHg

Papil bulat, tigroid, Funduskopi Papil bulat, tigroid,


CDR 0,3 – 0,4 a:v = Indirek CDR 0,3 – 0,4 a:v =
2:3 2:3

1.4 RESUME
Pasien laki-laki usia 57 tahun datang ke ke Poliklinik Mata RSUD Kabupaten
Bekasi pada tanggal 19 Juli 2022 pukul 11.30 WIB dengan keluhan pandangan
kedua mata. Awalnya pandangan kabur pada mata kanan terlebih dahulu sejak 2
tahun SMRS. Pasien juga mengatakan pandangan mata kiri kabur sejak 1 tahun
SMRS, pandangan kabur seperti tertutup kabut pada kedua mata pasien sehingga
sulit untuk melihat. Pasien juga mengeluh silau apabila matanya terkena cahaya
matahari. Penggunaan kacamata baca (+). Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil
dalam batas normal. Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan hasil sebagai
berikut:

OD Pemeriksaan OS

6/30 Visus 6/7

Tenang Konjungtiva Bulbi Tenang

]
Shadow test (+), Slit Lensa Shadow test (+), Slit
lamp : Keruh, lamp : Keruh,
subkapsular posterior subkapsular posterior
(+) (+)

Papil bulat, tigroid, Funduskopi Indirek Papil bulat, tigroid,


CDR 0,3 – 0,4 a:v = 2:3, CDR 0,3 – 0,4 a:v = 2:3,

1.5 DIAGNOSIS KERJA


Katarak Senilis Immatur dengan Subkapsular Posterior ODS
1.6 PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
• Pro Rujuk ke dokter Spesialis Mata untuk dilakukan operasi katarak
Edukasi
● Mengatakan kepada pasien bahwa penyakitnya merupakan gangguan
penglihatan yang dapat diperbaiki dan hanya dapat ditangani dengan
pembedahan, tatalaksana lainnya hanya untuk sementara dan tidak dapat
menyembuhkan penyakitnya.
● Menjelaskan indikasi operasi kepada pasien serta keuntungan dan
kerugian bila pasien mengambil operasi maupun tidak mengambil jalan
operasi
● Mengatakan kepada pasien bahwa penyakit ini, penyebab pastinya belum
diketahui, namun ada beberapa kemungkinan faktor risiko seperti
bertambahnya usia dan merokok.

1.7 PROGNOSIS

Ad Vitam : Ad Bonam

Ad Functionam : Ad Malam

Ad Sanactionam : Ad Bonam

]
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI LENSA


Lensa berbentuk bikonveks, transparans, avaskuler dan noninnervasi, terletak
di posterior iris dan anterior korpus vitreus dengan diameter 9 mm dan tebal 5 mm
yang memiliki fungsi untuk mempertahankan kejernihan. Lensa bergantung pada
posisinya oleh zonula zinnii, yang terdiri dari serat lembut sampai kuat untuk
menyokong lensa dan melekat pada korpus siliaris.
Permukaan posterior lensa lebih cembung dari permukaan anterior, dimana
titik pusat pada permukaan anterior dan posterior disebut sebagai polus anterior dan
polus posterior. Polus anterior dan posterior dari lensa dihubungkan oleh sebuah
garis khayal yang disebut Aksis. Meridian adalah garis-garis yang melewati tengah
permukaan lensa baik pada permukaan anterior maupun permukaan posterior lensa.
Garis yang mengelilingi lensa dan tegak lurus terhadap aksis dinamakan
Ekuator. Lensa terdiri atas 65% air dan 35% protein (kandungan tertinggi diantara
jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa berada di dalam
jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada
dikebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk
teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di
lensa.

Gambar 1. Anatomi lensa dalam bola mata

]
Gambar 2. Anatomi lensa dalam bola mata
Struktur pada lensa terdiri dari:
• Kapsul lensa
Merupakan suatu membrane yang membungkus seluruh lensa bersifat
transparan dan halus. Kapsul lensa sangat elastik dan bentuknya dapat
menjadi lebih bulat ketika tidak dipengaruhi tegangan dari zonula zinnii.
Lapisan paling luar kapsul lensa adalah lamella zonula yang menjadi tempat
perlekatan untuk zonular fibers.
• Epitel Lensa
Sel epitel lensa metabolic secara aktif untuk biosintesis DNA, RNA,
protein, lipid dan membentuk adenosine trifosfat untuk suplai kebutuhan
energi lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa secara terus menerus
sehingga mengakibatkan memadatnya lensa di bagian sentral lensa yang akan
membentuk nucleus lensa.
• Nukleus dan Korteks
Nukleus merupakan bagian sentral yang terdiri dari serat lensa yang
paling tua. Nukleus lensa terdiri dari nukleus embrionik, nukleus fetal,
nukleus infantil, dan nukleus dewasa. Nukleus lensa memiliki konsistensi

]
yang lebih keras dibandingkan korteks lensa. Di bagian luar nukleus terdapat
serat lensa yang lebih muda disebut sebagai korteks lensa.
• Zonula Zinn
Pada bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula zinn yang
menggantungkan lensa di seluruh ekuator pada badan siliar.

Gambar 3. Struktur pada lensa

2.2 KATARAK
2.2.1 DEFINISI
Katarak berasal dari Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin
Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana
penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa yang keruh. Katarak
merupakan penyebab utama kebutaan di seluruh dunia yang sebenarnya dapat

]
dicegah. Penyakit katarak merupakan penyakit mata yang ditandai dengan
kekeruhan lensa mata sehingga mengganggu proses masuknya cahaya ke mata.
Definisi katarak menurut WHO adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata,
yang menghalangi sinar masuk ke dalam mata. Menurut WHO, sepertiga dari
45 juta orang buta di dunia dan setengah dari 1,5 juta anak buta di dunia tinggal
di kawasan Asia Tenggara.
Penuaan adalah penyebab tersering katarak, tetapi banyak faktor lain
yang dapat terlibat, antara lain trauma, toksin, penyakit sistemik, kebiasaan
merokok, dan herediter. Katarak terjadi karena faktor usia, namun juga dapat
terjadi pada anak-anak yang lahir dengan kondisi tersebut.

2.2.2 EPIDEMIOLOGI
Pada tahun 2010, prevalensi katarak di Amerika Serikat adalah 17,1%.
Katarak paling banyak mengenai ras putih (80%) dan perempuan (61%).4
Menurut hasil survei Riskesdas 2013, prevalensi katarak di Indonesia adalah
1,4%, dengan responden tanpa batasan umur. WHO memperkirakan sekitar 18
juta orang mengalami kebutaan kedua mata akibat katarak. Jumlah ini hampir
setengah (47,8%) dari semua penyebab kebutaan karena penyakit mata di dunia
Prevalensi katarak di dunia sebesar 50% pada orang usia 65 – 74 tahun
dan meningkat sampai 70% pada orang dengan usia diatas 75 tahun. Angka
kejadian katarak meningkat secara gradual setiap dekade kehidupan mulai dari
usia 40 tahun.

Di Indonesia, survei kesehatan indra penglihatan dan pendengaran tahun 1993-


1996, menunjukkan angka kebutaan 1,5%. Selain itu masyarakat Indonesia
memiliki kecenderungan menderita katrak 15 tahun lebih cepat dibandingkan
penderita di daerah subtropis. Dibandingkan dengan angka kebutaan negara-
negara di regional Asia Tenggara, angka kebutaan di Indonesia adalah yang
tertinggi (Bangladesh 1%, India 0,7%, Thailand 0,3%). Insiden katarak 0,1%
(210 ribu orang) per tahun, sedangkan yang dioperasi baru lebih kurang 80.000
orang per tahun.

2.2.3 PATOFISIOLOGI
Lensa adalah struktur transparan yang terdiri dari serat (sel epitel
termodifikasi) yang dibungkus dalam struktur membran yang disebut kapsul

]
lensa. Materi lensa terdiri dari dua bagian utama:
1. Cortex (bagian superfisial) - mengandung serat yang lebih muda
2. Nukleus (bagian yang lebih dalam) - mengandung serat yang lebih tua
Banyak proses degeneratif mengubah sifat dan membekukan protein
lensa yang ada dalam serat lensa dengan mekanisme yang berbeda, yang
mengakibatkan hilangnya transparansi dan, akhirnya, pembentukan katarak.
Berbagai mekanisme yang terlibat adalah sebagai berikut:
1. Gangguan yang terjadi pada semua tingkat pertumbuhan lensa (katarak
kongenital)
2. Metaplasia fibrosa dari epitel lensa (katarak subkapsular)
3. Hidrasi kortikal antara serat lensa (katarak kortikal)
4. Deposisi pigmen tertentu, yaitu urochrome (katarak nuclear)
Semua proses ini pada akhirnya mengarah ke lensa buram di belakang
pupil, sehingga sangat sulit bagi pasien untuk melakukan aktivitas rutin.

2.3 KATARAK SENILIS


2.3.1 DEFINISI
Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun. Penyebabnya sampai sekarang tidak diketahui
secara pasti. Seiring berjalannya usia, lensa mengalami kekeruhan, penebalan,
serta penurunan daya akomodasi, kondisi ini dinamakan katarak senilis. Katarak
senilis merupakan 90% dari semua jenis katarak.

2.3.2 ETIOLOGI
Katarak senilis adalah proses penuaan, walaupun etiopatogenesis masih
belum jelas, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain:
• Usia, katarak senilis terjadi pada orang dengan usia diatas 50 tahun. Jika
terjadi sebelum usia 45 tahun disebut katarak presenilis. Pada usia diatas 70
tahun, sekitar 90% orang akan mengalami katarak senilis.
• Radiasi sinar ultraviolet, semakin lama terpapar sinar UV dari matahari
dapat menyebabkan onset dini dan maturasi katarak senilis.
• Herediter, berperan penting terhadap insidensi, onset usia dan maturasi dari
katarak senilis.
• Faktor diet, defisiensi protein, asam amino, vitamin (riboflavin, vitamin E,
vitamin C) dan elemen esensial juga menyebabkan onset dini dan maturasi

]
katarak senilis.
• Krisis dehidrasi, hubungan dengan krisis dehidrasi berat sebelumnya
seperti diare, cholera dan lain-lain, juga diduga mempengaruhi onset usia
dan maturase dari katarak.
• Merokok, dapat menyebabkan akumulasi dari molekul pigmen -3
hydroxykynurinine dan chromophores yang menyebabkan kuning pada
lensa. Selain itu, cyanates pada rokok menyebabkan denaturasi protein.

2.3.3 PATOFISIOLOGI
Patogenesis katarak berhubungan dengan usia merupakan multifaktorial dan
tidak seluruhnya dipahami. Saat lensa menua, lensa bertambah berat dan tebal serta
menurun kekuatan akomodasinya. Karena lapisan baru serabut- serabut korteks dibentuk
secara konsentris, nukleus lensa mengalami kompresi dan menjadi protein dengan berat
molekul tinggi. Hasil agregasi protein menyebabkan fluktuasi yang tiba-tiba pada indeks
refraksi lensa, menghamburkan sinar cahaya, dan mengurangi transparansi lensa.
Modifikasi kimia protein lensa nukleus juga menghasilkan pigmentasi yang progresif.
Lensa menjadi berwarna kuning atau kecoklatan dengan bertambahnya usia (brown
sclerotic nucleus). Hal ini terjadi karena paparan sinar ultraviolet yang lama kelamaan
merubah protein nukleus lensa. Perubahan yang berhubungan dengan usia lainnya dalam
lensa adalah penurunan konsentrasi glutation dan kalium, peningkatan konsentrasi
natrium dan kalsium, dan peningkatan hidrasi.
2.3.4 KLASIFIKASI
1. Terdapat 3 jenis katarak senilis berdasarkan lokasi kekeruhannya yaitu :
1.1 Katarak nukleus
Katarak nukleus sebagai hasil dari sclerosis nukleus yang
menyebabkan terbentuknya kekeruhan sentral lentikular dan perubahan
warna lensa menjadi kuning atau cokelat secara progresif perlahan-lahan
mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Katarak tipe ini hanya
menyebabkan sedikit gangguan pada fungsi visual. Derajat kekeruhan
dapat dinilai menggunakan slitlamp. Katarak nukleus ini berkembang
sangat lambat, umumnya bilateral namun dapat juga asimetris. Katarak
nukleus menyebabkan lensa nukleus menjadi keras dan meningkatkan
kekuatan refraksi lensa sehingga terjadi myopia lentikuler dan terkadang
menghasilkan titik fokus kedua sehingga terjadi diplopia monokular.

]
Oleh karena adanya myopia lentikular, maka terjadi gangguan
penglihatan jarak jauh namun untuk penglihatan jarak dekat masih baik.

Gambar 4. Katarak nuklear

1.2 Katarak kortikal


Terjadi proses dimana jumlah protein total berkurang, diikuti dengan
penurunan asam amino dan kalium, yang mengakibatkan kadar natrium
meningkat. Hal ini menyebabkan lensa memasuki keadaan hidrasi yang
diikuti oleh koagulasi protein.7 Katarak kortikal berhubungan dengan
disrupsi lokal dari struktur serat lensa matur. Pada katarak kortikal,
terdapat perubahan komposisi ion dari korteks lensa dan akhirnya
mengubah hidrasi dari serat lensa. Katarak senilis tipe ini umumnya
bilateral namun asimetris. Gejala umum yang dapat ditemui adalah glare
dari sumber cahaya, contohnya adalah sinar lampu mobil. Katarak
kortikal dapat menyebabkan diplopia monokular. Pada pemeriksaan pada
slit lamp berfungsi untuk menilai ada tidaknya vakuola degenerasi
hidropik yang merupakan degenerasi epitel posterior dan menyebabkan
lensa mengalami elongasi ke anterior dengan gambaran seperti embun.

]
Gambar 5. Katarak kortikal

1.3 Katarak subskapular posterior


Penderita katarak subskapular posterior (PSCs) umumnya lebih
muda dibandingkan dengan penderita katarak nukleus atau kortikal.
PSCs terletak pada posterior lapisan kortikal. Pada katarak tipe ini
terdapat bentuk kekeruhan yang bergranuler, yang pada awalnya kecil
kemudian akan berkembang ke bagian perifer. Gejala yang umumnya
ditemui adalah penglihatan yang menurun dan glare pada siang hari atau
saat melihat cahaya terang. Pada pemeriksaan slitlamp dapat ditemukan
kekeruhan seperti plak di korteks subkapsular posterior. Penglihatan
jarak dekat juga lebih terganggu dibandingkan penglihatan jarak jauh.
PSCs dapat disebabkan oleh trauma inflamasi, radiasi ion dan
penggunaan kortikosteroid.

]
Gambar 6. Katarak subcapsular
2. Berdasarkan stadium maturasi
2.1 Katarak Insipien
Merupakan tahap dimana kekeruhan lensa dapat terdeteksi dengan adanya
area yang jernih diantaranya. Pada stadium ini, lensa bengkak karena
termasuki air, kekeruhan lensa masih ringan, visus biasanya >6/60. Pada
pemeriksaan dapat ditemukan iris normal, bilik mata depan normal, sudut
bilik mata normal serta shadow test negative. Kekeruhan ini dapat
menimbulkan polipia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada
semua bagian lensa. Bentuk ini kadang kadang menetap untuk waktu yang
lama.

2.2 Katarak Intumesen


Pada katarak intumesen terjadi kekeruhan lensa disertai pembengkakan
lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap air. Masuknya air ke dalam
celah lensa mengakibatkan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan
mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibanding dengan
keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit
glaukoma. Stadium ini tidak selalu terjadi pada proses katarak. Katarak
intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan
mengakibatkan mipopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi
korteks hingga lensa akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah,
]
yang memberikan miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol
pada lensa disertai peregangan jarak lamel serat lensa.
2.3 Katarak Imatur
Kekeruhan pada katarak imatur belum mengenai seluruh bagian lensa.
Volume lensa dapat bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik,
bahan lensa yang degeneratif, dan dapat terjadi glaukoma sekunder. Pada
pemeriksaan visus mulai menurun menjadi 5/60 sampai 1/60. Cairan lensa
bertambah akibatnya iris terdorong dan pada bilik mata depan menjadi
dangkal, sudut bilik mata sempit serta sering terjadi glaucoma. Pada
pemeriksaan uji bayangan iris atau shadow test akan terlihat bayangan iris
pada lensa, disebut shadow test positif.

Gambar 7. Katarak imatur


2.4 Katarak Matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa.
Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila
terus dibiarkan, visus menurun drastic 1/300 atau hanya dapat melihat
lambaian tangan dari jarak 1 meter. Bilik mata depan akan berukuran
kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang
keruh, sehingga uji bayangan iris negatif.

]
Gambar 8. Katarak matur
2.5.Katarak Hipermatur
Pada katarak stadium hipermatur terjadi proses degenerasi lanjut, dapat
menjadi keras atau lembek dan mencair. Pada stadium ini protein-protein
di bagian korteks lensa sudah mencair. Cairan keluar dari kapsul dan
menyebabkan lensa menjadi mengerut. Lensa terlihat keruh seluruhnya,
visus sudah sangat menurun hingga mencapai 0 dan dapat terjadi
komplikasi seperti uveitis serta glaucoma. Pada pemeriksaan terlihat bilik
mata dalam dan lipatan kapsul lensa serta shadow test positif palsu.

Gambar 9. Katarak hipermatur

2.6.Katarak Morgagni
Merupakan kelanjutan dari katarak hipermatur, di mana nukleus lensa
menggenang bebas di dalam kantung kapsul. Bila proses katarak
hipermatur berlanjut disertai dengan perubahan kapsul, maka korteks yang
berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan
]
memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus
yang terbenam didalam korteks lensa karena lebih berat.

Gambar 10. Katarak Morgagni

Tabel 2. Perbedaan stadium katarak senilis

Insipien Imatur Matur Hipermatur

Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif

Cairan Normal Bertambah Normal Berkurang


lensa (air (air keluar)
masuk)

Iris Normal Terdorong Normal Tremulans

Bilik mata Normal Dangkal Normal Dalam


depan

Sudut bilik Normal Sempit Normal Terbuka


mata

Shadow - + - Pseudops
test

Penyulit - Glaukoma - Uveitis +


Glaukoma

]
2.3.5 DIAGNOSIS
Diagnosis pasti katarak dilakukan dengan melihat kekeruhan pada lensa.
Pemeriksaan dapat dilakukan menggunakan peralatan sederhana yang
seharusnya tersedia di layanan kesehatan primer seperti oftalmoskop direk.
Teknik pemeriksaan ini dipopulerkan pada survei Rapid Assessment Cataract
Surgical Services (RACSS) yang dilakukan oleh WHO. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara melebarkan pupil dan melihat ke arah pupil menggunakan
oftalmoskop dengan jarak 50 cm dari pasien. Lensa yang jernih akan
memberikan gambaran reflek fundus berupa warna oranye yang homogen.
Lensa yang keruh sebagian akan tampak sebagai bayangan gelap yang
menutupi reflek fundus. Pemeriksaan menggunakan slit lamp biomikroskop
pada layanan spesialis mata dapat mengevaluasi tingkat dan letak kekeruhan
lensa dengan lebih detil. Kekeruhan lensa bisa ditemukan pada nukleus,

kortikal, anterior dan posterior polar dan subkapsularis posterior. Jika fungsi
retina masih baik maka derajat kekeruhan berkorelasi positif dengan penurunan
tajam penglihatan. Penilaian derajat kekeruhan bisa dilakukan menggunakan
kriteria Burrato, Lens Opacity Classification System (LOCS) III dan tajam
penglihatan.

Gambar 11. LOCS III

]
Gambar 11. LOCS III
Derajat katarak sesuai kriteria Burrato:
a. Derajat 1 : Nukleus lunak, biasanya visus masih lebih baik dari 6/18,
tampak sedikit keruh dengan warna agak keputihan. Refleks fundus juga
masih dengan mudah diperoleh dan usia penderita juga biasanya kurang
dari 50 tahun.
b. Derajat 2 : Nukleus dengan kekerasan ringan, tampak nukleus mulai
sedikit berwarna kekuningan, visus biasanya antara 6/18 sampai 6/30.
Refleks fundus juga masih mudah diperoleh dan katarak jenis ini paling
sering memberikan gambaran seperti katarak subkapsularis posterior.
c. Derajat 3 : Nukleus dengan kekerasan medium, dimana nukleus tampak
berwarna kuning disertai dengan kekeruhan korteks yang berwarna keabu
abuan. Visus biasanya antara 3/60 sampai 6/30.
d. Derajat 4 : Nukleus keras, dimana nukleus sudah berwarna kuning
kecoklatan dan visus biasanya antara 3/60 sampai 1/60, dimana refleks
fundus maupun keadaan fundus sudah sulit dinilai.
e. Derajat 5 : Nukleus sangat keras, nukleus sudah berwarna kecoklatan
bahkan ada yang sampai berwarna agak kehitaman. Visus biasanya hanya
1/60 atau lebih jelek dan usia penderita sudah di atas 65 tahun. Katarak ini
sangat keras dan disebut juga brunescent cataract atau black cataract.

Diagnosis katarak senilis dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan


fisik Opasitas atau kekeruhan pada lensa dapat berifat asimptomatik dan hanya
ditemukan pada pemeriksaan mata rutin. Pada umumnya, tanda dan gejala pada
katarak senilis adalah sebagai berikut:
1. Glare atau intoleransi terhadap cahaya silau, merupakan gangguan visual
yang pertama kali ditemukan pada pasien katarak. Gejala silau dapat
bervariasi, mulai dari penurunan sensitivitas terhadap cahaya yang terlalu
terang atau pada saat melihat cahaya mobil pada malam hari. Keluhan ini
tergantung dengan lokasi dan luas kekeruhannya.
2. Penurunan tajam penglihatan, merupakan keluhan utama yang biasanya
dialami oleh pasien dengan katarak senilis.

]
Penurunan tajam penglihatan biasanya mengenai kedua mata dan berjalan
progresif ataupun dapat tidak mengalami perubahan dalam waktu yang
lama. Pandangan pasien katarak senilis menjadi kabur dan seperti tertutup
oleh awan atau kabut.
3. Pandangan kabur dan berkabut hal dapat terjadi pada tahap awal katarak.
4. Gangguan dalam melihat warna atau diskriminasi warna yang buruk.
5. Uniokular polyopia, merupakan suatu gejala awal dimana pasien saat melihat
benda menjadi ganda atau lebih akibat refraksi iregular oleh lensa pada proses
katarak.
6. Myopic shift, proses katarak dapat menyebabkan peningkatan kekuatan dioptri lensa,
umumnya dapat menyebabkan myopic shift derajat ringan sampai berat. Pasien
emmetropia dan hiperopia tidak memerlukan kacamata jarak dekat oleh karena
fenomena “second sight” dimana meningkatnya kekuatan fokus lensa bagian sentral,
menyebabkan refraksi bergeser ke miopia (penglihatan dekat). Gejala ini dapat
ditemukan pada katarak senilis nukleus dan menghilang pada saat kekeruhan lensa
bertambah parah.
7. Halo, Hal ini bisa terjadi pada beberapa pasien oleh karena terpecahnya sinar
putih menjadi spektrum warna oleh karena meningkatnya kandungan air dalam
lensa.
8. Penglihatan hilang, gejala ini tidak nyeri dan bersifat progresif. Pasien dengan
opasifitas lensa sentral, memiliki kehilangan penglihatan di awal. Pasien dapat
melihat lebih baik ketika pupil dilatasi karena kurang cahaya pada sore hari (day
blindness). Pasien dengan opasifitas lensa perifer, kehilangan penglihatan lebih
lambat dan penglihatan membaik ketika di cahaya terang ketika pupil
berkontraksi. Pasien dengan sklerosis nukleus, penglihatan jauh yang terganggu
karena progresif index myopia sehinggga pasien dapat membaca tanpa kacamata
prebiopia (second sight).

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada katarak senilis adalah:


1. Pemeriksaan visus, dapat dilakukan dengan membaca kartu Snellen atau
chart projector. Hasil visus pada pasien katarak dapat berbeda – beda
tergantung dari lokasi dan derajat maturasi katarak.

]
2. Pemeriksaan oblik iluminasi, menunjukan warna lensa pada area pupil
dimana berbeda – beda pada setiap tipe katarak.
3. Iris shadow test, sentolop disinarkan pada pupil dengan membentuk sudut
45 derajat dengan dataran iris, apabila terbentuk bayangan iris berbentuk
bulan sabit maka menunjukkan adanya kekeruhan pada lensa. Semakin
sedikit kekeruhan lensa maka bayangan iris yang terbentuk pada lensa
yang keruh akan semakin besar. Bila letak bayangan jauh dan besar
menunjukkan katarak imatur, sedangkan bila bayangan kecil dan dekat
pupil meunjukkan katarak matur. Pada keadaan lensa yang jernih atau opak
seluruhnya maka tidak akan ada bayangan yang terbentuk, atau shadow test (-).

Gambar 12. Shadow test

4. Distant direct ophtalmoscopic, lensa dengan katarak parsial akan


menunjukkan bayangan hitam dengan red glow sedangkan lensa dengan
katarak komplit tidak menunjukkan red glow sama sekali.
5. Slit lamp, dilakukan pada pupil yang sudah dilatasi. Pemeriksaan dengan
slit lamp dapat menunjukan morfologi komplit dari opasifitas (lokasi,
ukuran, bentuk, warna dan kekerasan nukleus.

]
2.3.6 TATALAKSANA
Tatalaksana pada katarak hanya dapat dilakukan dengan tindakan operatif.
Tindakan non – operatif pada beberapa kasus dapat membantu sampai tindakan
operatif dilakukan. Pasien katarak dapat diberikan kacamata sementara untuk
membantu melihat lebih baik sampai dilakukan operasi.
1. Indikasi operasi
a. Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda
pada tiap individu, tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh
katarak terhadap aktivitas sehari-harinya.

b. Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan


kekeruhan pada lensa matanya, namun beberapa indikasi medis
dilakukan operasi katarak seperti glaukoma imbas lensa (lens-induced
glaucoma), endoftalmitis fakoanafilaktik, dan kelainan pada retina
misalnya retiopati diabetik atau ablasio retina.
c. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta
ekstraksi katarak (meskipun kecil harapan untuk mengembalikan visus)
untuk memperoleh pupil yang hitam.

2. Teknik Operasi
Persiapan Pre-Operasi
• Pasien sebaiknya dirawat di rumah sakit semalam sebelum operasi
• Pemberian informed consent
• Bulu mata dipotong dan mata dibersihkan dengan larutan Povidone
Iodine 5%
• Pemberian tetes antibiotik tiap 6 jam
• Pemberian sedatif ringan (Diazepam 5 mg) pada malam harinya bila
pasien cemas
• Pada hari operasi, pasien dipuasakan.
• Pupil dilebarkan dengan midriatika tetes sekitar 2 jam sebelum operasi.
Tetesan diberikan tiap 15 menit
• Obat-obat yang diperlukan dapat diberikan, misalnya obat asma,
antihipertensi, atau anti glaukoma. Tetapi untuk pemberian obat
antidiabetik sebaiknya tidak diberikan pada hari operasi untuk mencegah
]
hipoglikemia, dan obat antidiabetik dapat diteruskan sehari setelah
operasi.

Tatalaksana definitif untuk katarak saat ini adalah tindakan bedah.


Beberapa penelitian seperti penggunaan vitamin C dan E dapat memperlambat
pertumbuhan katarak, namun belum efektif untuk menghilangkan katarak.
Tujuan tindakan bedah katarak adalah untuk mengoptimalkan fungsi
penglihatan.

Keputusan melakukan tindakan bedah tidak spesifik tergantung dari


derajat tajam penglihatan, namun lebih pada berapa besar penurunan
tersebutmengganggu aktivitas pasien. Indikasi lainnya adalah bila terjadi
gangguan stereopsis, hilangnya penglihatan perifer, rasa silau yang sangat
mengganggu, dan simtomatik anisometrop. Indikasi medis operasi katarak
adalah bila terjadi komplikasi antara lain: glaucoma fakolitik, glaukoma
fakomorfik, uveitis fakoantigenik, dislokasi lensa ke bilik depan, dan katarak
sangat padat sehingga menghalangi pandangan gambaran fundus karena dapat
menghambat diagnosis retinopati diabetika.

A. Intracapsular cataract extraction (ICCE)


Pada teknik ini, seluruh lensa baik yang katarak maupun intak,
termasuk lensa posterior akan di keluarkan. Teknik ini hanya dapat
dilakukan pada zonulla zinn yang sudah lemah dan degenerasi sehingga
tidak dapat dilakukan pada pasien usia muda dengan zonula yang masih
kuat. Tindakan operasi ICCE sudah jarang dilakukan karena tingginya
komplikasi pascaoperasi seperti ablasio retina, edema makular sistoid,
astigmatisme, robekan iris, dan edema kornea. Meskipun sudah banyak
ditinggalkan, ICCE masih dipilih untuk kasus sublukasi lensa, lensa sangat
padat dan eksfoliasi lensa. Waktu penyembuhan pada operasi ini lebih lama
karena diperlukan insisi limbus superior 140-160 derajat. Kontraindikasi
absolut teknik ini ialah anak-anak dan dewasa muda dengan katarak dan
kasus ruptur kapsular karena trauma.

]
Kontraindikasi relatif berupa miopia tinggi, sindrom Marfan, dan
katarak morgagni. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini
astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.

Gambar 13. Teknik ICCE

B. Extracapsular cataract extraction (ECCE)


Pada teknik ini sebagian besar porsi kapsul anterior, termasuk
epitelium, nukleus dan korteks diangkat dan hanya menyisakan kapsul
posterior yang masih intak. Insisi dilakukan pada limbus atau di kornea
perifer superior atau temporal. Kemudian dilakukan pembukaan pada kapsul
anterior lalu nukleus dan korteks dikeluarkan dan diganti dengan lensa
intraokular yang ditempatkan di “capsular bag” yang disokong oleh kapsul
posterior. Pembedahan ini dapat dilakukan pada pasien katarak muda,
pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi
lensa intraokuler posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa
intraokuler, bedah glaukoma mata dengan presdisposisi terjadinya prolaps
badan kaca, riwayat ablasi retina, edema makular sistoid, dan pascabedah
ablasio. ECCE merupakan operasi pilihan untuk hampir seluruh jenis dari
katarak dewasa dan katarak anak kecuali jika dikontraindikasikan.
Kontraindikasi operasi ECCE adalah dislokasi atau subluksasi lensa.

]
Gambar 14. Teknik ECCE

C. Phacoemulsification
Merupakan tindakan operasi yang paling sering dilakukan saat ini
untuk ekstraksi katarak ekstrakapsular dengan menggunakan alat tip
ultrasonic untuk memecah nucleus lensa dan selanjutnya pecahan nucleus
dan korteks lensa diaspirasi melalui insisi yang sangat kecil. Dengan
demikian fakoemulsifikasi mempunyai kelebihan seperti penyembuhan luka
yang cepat, perbaikan penglihatan lebih baik, dan tidak menimbulkan
astigmatisma pasca bedah. Teknik fakoemulsifikasi juga dapat mengontrol
kedalaman kamera okuli anterior serta mempunyai efek pelindung terhadap
tekanan positif vitreus dan perdarahan koroid. Teknik operasi katarak jenis
ini menjadi pilihan utama di negara-negara maju.

Gambar 15. Teknik Phacoemulsification

]
D. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Teknik EKEK telah dikembangkan menjadisuatu teknik operasi
dengan irisan sangat kecil (7-8 mm) dan hampir tidak memerlukan jahitan,
teknik ini dinamai SICS. Oleh karena irisan yang sangat kecil, penyembuhan
relative lebih cepat dan risiko astigmatisma lebih kecil dibandingkan EKEK
konvensional. SICS dapat mengeluarkan nukleus lensa secara utuh atau
dihancurkan. Teknik ini populer di negara berkembang karena tidak
membutuhkan peralatan fakoemulsifikasi yang mahal, dilakukan dengan
anestesi topikal, dan bisa dipakai pada kasus nukleus yang padat. Beberapa
indikasi SICS adalah sklerosis nucleus derajat II dan III, katarak subkapsuler
posterior, dan awal katarak kortikal.

Gambar 16. Teknik-teknik operasi katarak

3. Perawatan pasca operasi


• Pasien tetap berbaring telentang selama 3 jam setelah operasi
• Nyeri pasca operasi ringan dapat diberikan injeksi sodium diklofenak
• Pasien yang memiliki risiko tinggi, seperti pada pasien dengan satu mata,
mengalami komplikasi intraoperasi atau ada riwayat penyakit mata lain
sebelumnya seperti uveitis, glaukoma dan lain – lain, harus dilakukan

]
kontrol satu hari setelah operasi.
• Pada pasien yang tidak bermasalah saat pre – operasi maupun intra
operasi dan diduga tidak akan mengalami komplikasi lainnya maka dapat
mengikuti petunjuk pemeriksaan lanjutan (follow up) sebagai berikut:
a) Kunjungan pertama: dijadwalkan dalam kurun waktu 24 – 48 jam
setelah operasi (untuk mendeteksi dan mengatasi komplikasi dini
seperti kebocoran luka yang menyebabkan bilik mata depan dangkal,
hipotonus, peningkatan tekanan intaraokular, edema kornea ataupun
b) tanda – tanda peradangan.)
c) Kunjungan kedua: dijadwalkan pada hari ke 4 – 7 setelah operasi jika
tidak dijumpai masalah pada kunjungan pertama, yaitu untuk
mendeteksi dan mengatasi kemungkinan endoftalmitis yang paling
sering terjadi pada minggu pertama pasca operasi
d) Kunjungan ketiga: dijadwalkan sesuai dengan kebutuhan pasien
dimana bertujuan untuk memberikan kacamata sesuai dengan
refraksi terbaik yang diharapakan.
• Penggunaan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan steroid diberikan
selama 4 kali sehari, 3 kali sehari, 2 kali sehari, kemudian 1 kali sehari,
masing – masing diberikan selama dua minggu.

2.3.7 KOMPLIKASI
Komplikasi pasca operasi
1) Edema kornea, dapat terjadi segera setelah operasi, Kombinasi dari trauma
mekanik, waktu operasi yang lama, trauma kimia, radang, atau
peningkatantekanan intraokular (TIO), dapat menyebabkan edema kornea
Pada umumnya, edema akan hilang dalam 4 sampai 6 minggu.1 Jika kornea
tepi masih jernih, maka edema kornea akan menghilang. Edema kornea yang
menetap sampai lebih dari 3 bulan biasanya membutuhkan keratoplasti
tembus.

2) Perdarahan, Komplikasi perdarahan pasca operasi katarak antara lain perdarahan


retrobulbar, perdarahan atau efusi suprakoroid, dan hifema. Pada pasien-pasien
dengan terapi antikoagulan atau antiplatelet, risiko perdarahan suprakoroid dan efusi
suprakoroid tidak meningkat. Sebagai tambahan, penelitian lain membuktikan
bahwa tidak terdapat perbedaan risiko perdarahan antara kelompok yang

]
menghentikan dan yang melanjutkan terapi antikoagulan sebelum operasi katarak.
3) Prolaps iris, umumnya disebabkan karena jahitan yang inadekuat pada insisi
setelah operasi ICCE dan ECCE dan terjadi pada post operatif hari pertama
atau hari kedua. Iris dapat protrusi melalui insisi bedah sehingga pupil
mengalami distorsi.
4) Uveitis anterior pasca operasi, dapat disebabkan karena trauma instrumen,
penanganan jaringan uvea yang tidak semestinya, reaksi terhadap sisa
korteks dan reaksi kimia akibat viskoelastik atau pilocarpine.
5) Endoftalmitis, merupakan komplikasi yang paling berbahaya dan tindakan
gawat darurat. Angka kejadian endoftalmitis sebanyak 0,2% - 0,5%. Sumber
utama infeksi adalah larutan atau instrumen yang terkontaminasi, flora
normal pasien dari konjungtiva dan bakteri yang terbawa di udara. Gejala
dan tanda endoftalmitis umumnya muncul antara 48 – 72 jam setelah
pembedahan, meliputi nyeri mata, penglihatan berkurang, edema kelopak
mata, kemosis konjungtiva dan edema kornea.
6) Ablasio retina, terjadi pada 2-3% pasca EKIK, 0,5-2% pasca EKEK, dan<1%
pasca fakoemulsifikasi. Biasanya terjadi dalam 6 bulan sampai 1 tahun pasca bedah
katarak. Adanya kapsul posterior yang utuh menurunkan insidens ablasio retina
pasca bedah, sedangkan usia muda, miopia tinggi, jenis kelamin laki-laki, riwayat
keluarga dengan ablasio retina, dan pembedahan katarak yang sulit dengan
rupturnya kapsul posterior dan hilangnya vitreus meningkatkan kemungkinan
terjadinya ablasio retina pasca bedah.

2.3.8 PENCEGAHAN
Katarak senilis tidak dapat dicegah karena penyebab terjadinya katarak
senilis ialah oleh karena faktor usia, namun dapat dilakukan pencegahan
terhadap hal-hal yang memperberat seperti mengontrol penyakit metabolik,
mencegah paparan langsung terhatap sinar ultraviolet dengan menggunakan kaca
mata gelap dan sebagainya. Pemberian intake antioksidan (seperti asam vitamin
A, C dan E) secara teori bermanfaat.

2.3.9 PROGNOSIS
Prognosis katarak bergantung pada beberapa faktor seperti:
• Tingkat gangguan penglihatan
• Jenis katarak

]
• Waktu intervensi
• Cara intervensi
• Kualitas hidup
• Keterlibatan mata secara unilateral atau bilateral
Adanya penyakit sistemik lain seperti diabetes mellitus dan retinopati
diabetik Dalam kebanyakan kasus, operasi mengembalikan penglihatan dengan
sangat efektif. Kehadiran penyakit sistemik lain, waktu intervensi, dan cara
pembedahan dapat menjadi instrumen dalam menentukan hasil visual. Studi
terbaru mengungkapkan bahwa dalam sebagian besar kasus, prognosis sangat baik
setelah operasi hampir 70-80%. Sebagian besar pasien menunjukkan hasil yang
sangat baik setelah operasi jika mereka secara ketat mengikuti petunjuk pasca
operasi dan regimen pengobatan yang disarankan oleh dokter mata mereka.
Pemeriksaan mata rutin disarankan untuk mendeteksi perkembangan katarak di
mata lainnya. Banyak pasien dengan IOL monofokal mungkin memerlukan
kacamata bias untuk mencapai ketajaman visual terbaiknya setelah operasi
pengangkatan katarak.

]
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S, Yulianti S.R. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Kelima. Badan Penerbit Fakultas
Kedokteran Indonesia, Jakarta. 2017.
2. Astari P. Katarak: Klasifikasi, Tatalaksana, dan Komplikasi Operasi. Universitas
Gajah Mada. Jogjakarta. 2018.
3. Riordan-eva P, Cunningham E. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 19.
McGraw-Hill Professioal. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2020.
4. Gupta VB, Rajagopala M, Ravishankar B. Etiopathogenesis of cataract: An
appraisal. Indian J Ophthalmol. 2014 Feb;62(2):103–10.
5. Jick S.L, Beardsley T.L, et all. 2019 – 2020 Basic and Clinical Science Course: Lens
and Cataract. American Academy of Ophtalmology. 2019.
6. Harper R.A, Shock J.P. Lensa. Dalam: Susanto D, Pendit B.U. eds. Vaughan &
Asbury Oftalmologi Umum. Edisi 19. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2020.
7. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Katarak Pada Dewasa.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2018
8. Davis G. The Evolution of Cataract Surgery. Mo Med. 2016;113(1):58– 62.
9. Katarak Pada Penderita Dewasa. Panduan Penatalaksanaan Medis (PPM). Indonesian
Society of Cataract and Refractive Surgery (INASCRS). 2011.
10. Hutauruk J, Istiantoro, Tri B. Katarak. Dalam: IPD’s CIM (Compendium of
Indonesian Medicine). Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI). 1sr
Edition. 2009.

]
]

Anda mungkin juga menyukai