Anda di halaman 1dari 30

CASE BASED DISCUSSION

BRANCH RETINAL VEIN OCCLUSION


OKULI DEKSTRA

Disusun oleh :
Mashitoh Nur Iqlima
2018012073

Perceptor :
dr. Muhammad Yusran, M. Sc., Sp. M (K)

KEPANITRAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH H. ABDUL MOELOEK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2022
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. A

Umur : 56 Tahun

Jenis Kelamin : Laki – Laki

Pekerjaan : Pegawai Puskesmas (Epidemiolog)

Pendidikan : Sarjana

Alamat : Purwodadi Simpang, Kec. Tanjung Bintang,

Lampung Selatan

Masuk RS : 24 Mei 2022

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Penglihatan kabur pada mata kanan secara mendadak

sejak 1 bulan yang lalu

Keluhan tambahan : Terdapat pandangan seperti titik gelap di bagian atas

pada mata sebelah kanan. Kadang kadang kepala

terasa

pusing.

2
Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien laki-laki, 56 tahun, datang dengan keluhan penglihatan kabur pada mata

kanan secara mendadak di mulai sejak 1 bulan yang lalu. keluhan tersebut tidak

disertai dengan mata merah, perih, gatal atau berair.

Selain itu, pasien juga mengeluhkan terdapat pandangan seperti titik gelap di

bagian atas pada mata sebelah kanan yang semakin memberat dalam kurun

waktu 1 bulan. Pasien merasa nyeri kepala di bagian belakang yang hilang

timbul.

Pasien baru pertama kali merasakan keluhan seperti ini dan belum melakukan

pengobatan apapun sebelum datang ke Rumah Sakit.

Pasien tidak pernah memiliki riwayat trauma kepala atau trauma pada mata.

Pasien belum pernah menggunakan kacamata sebelumnya. Riwayat benjolan

pada mata disangkal. Riwayat keluar kotoran dari mata disangkal. Pasien

sedang mengkonsumsi obat-obat an hipertensi yaitu amlodipine yang diminum

setiap malam 5 mg/hari. Pasien bukan merupakan seorang perokok.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Pasien didiagnosis hipetensi sejak 3 tahun yang lalu. Mulai

mengkonsumsi obat amlodipine 5 mg per hari sejak 3 bulan yang lalu.

3
Tekanan darah tertinggi pada pasien ini adalah 185mmhg untuk tekanan

darah sistol.

- Tidak ada riwayat Diabetes Melitus.

- Tidak ada riwayat penyakit autoimun.

- Tidak ada riwayat penyakit kolesterol tinggi.

- Tidak ada riwayat penyakit gagal jantung dan serangan jantung.

Riwayat Penyakit Keluarga

- Riwayat keluhan serupa pada keluarga disangkal.

- Ibu pasien adalah seorang penderita penyakit darah tinggi namun sudah

meninggal.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Status Present

Keadaan umum : Sakit ringan

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah : 185/120 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Pernafasan : 20 x/menit

Suhu : 36,6 °C

Status Generalis

4
Kepala

Bentuk : Normochepal

Rambut : Rambut berwarna hitam, pertumbuhan merata

Mata : (Terlampir pada status oftalmologi)

Telinga : Simetris, sekret (-)

Hidung : Nafas cuping hidung (-), epistaksis (-)

Mulut : Sianosis (-), pucat (-)

Kesan : Dalam batas normal

Leher

Trakea : Deviasi trachea (-), letak normal

KGB : Tidak ada pembesaran pada KGB leher

Kesan : Dalam batas normal

Thoraks

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Sistolik thrill tidak teraba

Perkusi : Batas jantung normal

Auskultasi : SI/SII reguler, murmur (-), gallop (-)

Kesan : Pemeriksaan jantung dalam batas normal

Paru

5
Anterior Posterior

Kanan Kiri Kanan Kiri

Inspeksi Normochest, Normochest, Normochest, Normochest,

pergerakan dada pergerakan dada pergerakan dada pergerakan dada

simetris simetris simetris simetris

Palpasi Fremitus taktil Fremitus taktil Fremitus taktil, Fremitus taktil,

dan ekspansi dada dan ekspansi dada ekspansi dada ekspansi dada

dextra = sinistra dextra = sinistra dextra = sinistra dextra = sinistra

Perkusi Sonor Sonor Sonor Sonor

Auskultasi Vesikuler (N), Vesikuler (N), Vesikuler (N), Vesikuler (N),

ronki -/-, ronki -/- ronki -/-, ronki -/-,

wheezing -/- wheezing -/- wheezing -/- wheezing -/-

Kesan : Pemeriksaan paru dalam batas normal

Abdomen

Inspeksi : Datar

Auskultasi : Bising usus (+)

Perkusi : Timpani (+)

Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatomegali (-), splenomegaly (-)

Kesan : Pemeriksaan abdomen dalam batas normal

6
Ekstremitas

Superior : Oedem (-/-), CRT <3 detik

Infrerior : Oedem (-/-), CRT <3 detik

Kesan : Dalam batas normal

Status Oftalmologi

OD OS

6/60 Visus 6/8


Tidak dilakukan Koreksi Tidak dilakukan
Ortoforia Posisi Bola Mata Ortoforia
N+0/P TIO N+0/P
Tidak terdapat pembatasan Tidak terdapat pembatasan
Gerakan Bola Mata
Gerakan bola mata Gerakan bola mata
Sama dengan pemeriksa Lapang Pandang Sama dengan pemeriksa
Madarosis (-), massa (-), Madarosis (-), massa (-),
Supersilia
inflamasi (-), sikatriks (-) inflamasi (-), sikatriks (-)
Edema (-), hiperemis (-), benda Palpebra Superior Edema (-), hiperemis (-), benda
asing (-), nevus (-), massa (-), asing (-), nevus (-), massa (-),

7
sekret (-) sekret (-)
Edema (-), anemis (-) hiperemis Edema (-), anemis (-),
(-), benda asing (-), nevus (+), Palpebra Inferior hiperemis (-), benda asing (-),
massa (-), sekret (-) nevus (+), massa (-), sekret (-)
Trikiasis (-), distrikiasis (-) Silia Trikiasis (-), distrikiasis (-)
Eksoftalmus (-), endoftalmus
Eksoftalmus (-), endoftalmus
Bulbus Oculi (-), strabismus (-), nistagmus
(-), strabismus (-), nistagmus (-)
(-)
Injeksi konjungtiva (-), sekret
Injeksi konjungtiva (-), sekret (-) Konjungtiva Bulbi
(-)
Hiperemis (-), sekret (-) Konjungtiva Forniks Hiperemis (-), sekret (-)
Hiperemis (-), permukaan
Hiperemis (-), permukaan halus,
Konjungtiva Palpebra halus, papil (-), folikel (-),
papil (-), folikel (-), massa (-)
massa (-)
Injeksi siliar (-), ikterik (-) Sklera Injeksi siliar (-), ikterik (-)
Jernih, arkus senilis (-) Kornea Jernih, arkus senilis (-)
Jernih, dalam, hifema (-), Jernih, dalam, hifema (-),
Camera Oculi Anterior
hipopion (-) hipopion (-)
Coklat, pelebaran kripta (-), iris Coklat, pelebaran kripta (-), iris
Iris
bombe (-), sinekia (-) bombe (-), sinekia (-)
Bulat, regular, sentral, diameter Bulat, regular, sentral, diameter
Pupil
± 3 mm, RCL (+), RCTL (+) ± 3 mm, RCL (+), RCTL (+)
Jernih, shadow test (-) Lensa Jernih, shadow test (-)
Positif Fundus Refleks Positif
Papil bulat, batas tegas, C/D Papil bulat, batas tegas, C/D
ratio tidak dinilai. ratio tidak dinilai.
Perdarahan Retina (+) Funduskopi Perdarahan Retina (-)
Aneurisma (-) Aneurisma (-)
Macula sulit dinilai Edema macula (-)
Sistem Canalis
Dalam batas normal Dalam batas normal
Lakrimalis

8
9
Pemeriksaan Penunjang
Optical Coherence Tomography (OCT) macula

10
IV. RESUME

Pasien laki-laki, 56 tahun, datang dengan keluhan penglihatan kabur pada mata

kanan secara mendadak di mulai sejak 1 bulan yang lalu. keluhan tersebut tidak

disertai dengan mata merah, perih, gatal atau berair.

Selain itu, pasien juga mengeluhkan terdapat pandangan seperti titik gelap di

bagian atas pada mata sebelah kanan yang semakin memberat dalam kurun

waktu 1 bulan. Pasien merasa nyeri kepala di bagian belakang yang hilang

timbul.

Pasien didiagnosis hipetensi sejak 3 tahun yang lalu. Mulai mengkonsumsi obat

amlodipine 5 mg per hari sejak 3 bulan yang lalu. Tekanan darah tertinggi pada

pasien ini adalah 185mmhg untuk tekanan darah sistol.

Pemeriksaan status oftalmologis didapatkan :

OD : visus 6/60, funduskopi : perdarahan retina (+), macula sulit dinilai.

OS : visus 6/8.

V. PEMERIKSAAN ANJURAN

- Hematologi lengkap

VI. DIAGNOSIS BANDING

- Central Retinal Vein Occlusion

- Branch Retinal Vein Occlusion

11
- Edema Papil

VII. DIAGNOSIS KERJA

- Branch Retinal Vein Occlussion

- Edema makula

VIII. PENATALAKSANAAN

- Terapi laser retina

- Medikamentosa :

1. Prednisolon acetate eye drop 6 x 2 tetes per hari OD

2. Spironolacton tablet 25 mg 2 x 1 tablet per hari

IX. PROGNOSIS

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : dubia ad malam

Quo ad sanationam : dubia ad bonam

12
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Retina

Retina adalah lembaran transparan tipis jaringan saraf yang melapisi

permukaan dalam 2/3 – 3/4 bagian posterior bola mata, kecuali pada area

diskus optic.

Retina terdiri dari pars pigmentosa di sebelah luar dan pars nervosa di sebelah

dalam. Permukaan luar berhubungan dengan choroidea dan permukaan dalam

berhubungan dengan corpus vitreum. Tiga perempat posterior retina merupakan

organ receptor. Pinggir anteriornya membentuk cincin berombak, ora serrata,

13
yang merupakan ujung akhir pars nervosa. Bagian anterior retina bersifat bukan

merupakan reseptor dan hanya terdiri dari sel-sel berpigmen dengan lapisan

epitel silindris di lapisan dalam. Bagian anterior retina ini menutupi processus

ciliaris dan beiakang iris.

Total area retina mencapai 1100 mm2. Bagian sentral retina posterior dikenal

sebagai macula lutea, yang berwarna kekuningan akibat adanya pigmen luteal

(xantofil) dan berdiameter ekitar 5,5 mm. Pusat macula disebut fovea, yaitu

sebuah daerah berdiameter 1,5 mm yang merupakan daerah tipis dari retina,

bersifat avaskuler dan hanya terdiri dari sel kerucut.

Ketebalan retina di daerah macula di sekitar fovea adalah 400 µm dan menipis

menjadi 150 µm pada fovea. Ke arah anterior, retina akan semakin menipis

pada region ekuatorial hingga mencapai 80 µm pada orra serata.

14
Retina terdiri dari 10 lapisan, dengan lapisan dalam yaitu retina neurosensorik

dan lapisan luar yaitu lapisan epitel pigmen retina. Berikut ini adalah 10 lapisan

retina berurutan dari luar ke dalam :

1. Epitel pigmen Retina (RPE, Retinal Pigmen Epithelium) dan lamina

baal, merupakan lapisan yang bersinggungan dengan koroid.

2. Segmen dalam (IS, inner segment) dan segmen luar (OS, Outer

segment) sel-sel fotoreseptor.

3. Membran limitans eksterna (ELM, external limiting membrane)

4. Lapisan inti luar sel fotoreseptor (ONL, Outer Nucleus Layer), lapisan

ini terdiri dari sel-sel batang dan kerucut pada retina. Pada retina

perifer, jumlah sel batang lebih banyak daripada sel kerucut.

Sedangkan pada retina sentral, sel batang lebih sedikit daripada sel

kerucut.

5. Lapisan pleksiform luar (OPL, Outer Plekxiform Layer), lapisan ini

terdiri dari akson sel batang dan kerucut, dendrit sel horizontal, dan

dendrit sel bipolar.

6. Lapisan inti dalam, (INL, Inner Nucleus Layer), lapisan ini terdiri dari

sel horizontal, sel bipolar, dan sel amakrin. Pada lapisan ini

ditemukan juga sel penunjang Muller.

7. Lapisan pleksiform dalam (IPL, Inner Plexiform Layer), lapisan ini

terdiri dari sinaps-sinaps (sambungan), antara dendrit dari sel

ganglion dan sel amakrin dan sel bipolar dari akson.

8. Lapisan sel ganglion (GCL, ganglion cell layer), lapisan ini terdiri

15
dari nucleus sel ganglion dan fotoreseptor non-batang dan non-

kerucut, yaitu, sel ganglion fotosensitif yang berperan penting dalam

respon reflex cahaya terang pada siang hari.

9. Lapisan serabut saraf, (NFL, Nerve Fiber Layer)

10. Membran limitan interna, (ILM, Inner Limiting Membrane).

Serabut saraf retina akan memasuki diskus optikus yang berbentuk oval dengan

ukuran rata-rata 1,75 mm (vertical), dan 1,5 mm (horizontal). Pusat diskus optic

terletak 4,5-5 mm di sebelah nasal pusat retina. Pada diskus optic tidak terdapat

jaringan retinadan dengan demikian juga tidak mengandung fotoreseptor sehingga

struktur ini diproyeksikan sebagai bitnik buta saat pemeriksaan lapang pandang.

16
Retina neurosensorik

Renita neurosensorik memiliki 3 elemen, yaitu elemen neuronal, glial, dan vascular.

1. Elemen neuronal

Elemen neuronal terdiri dari sel fotoreseptor, sel bipolar, sel horizontal, sel

amakrin, dan sel ganglion. Fotoreseptor terdiri dari sel batang (rods) dan sel

kerucut (cone). Pada retina manusia terdapat sekitar 120 juta sel batang dan 6

juta sel kerucut.

Secara anatomic, fotoreseptor dibagi menjadi segmen luar dan dalam. Segmen

luar mengandung molekul opsin (fotopigmen) yaitu rhodopsin pada sel

batang dan fotopsin pada sel kerucut. Rhodopsin sangat sensitive terhadap

cahaya dan memungkinkan penglihatan dengan pencahayaan rendah /gelap,

sedangkan fotopsin bertanggungjawab terhadap penglihatan warna.

Sel bipolar berfungsi untukmenghubungkan fotoreseptor dengan sel ganglion.

Akson sel ganglion membentuk lapisan serabut saraf di salam retina, yang

kemudian akan bergabung dan menjadi saraf optic yang berakhir di otak.

Sel horizontal berfungsi menghubungkan sel-sel bipolar dan

menginterkoneksikan secara lateral neuron-neuron di lapisan pleksiform luar.

Sel amakrin menghubungkan sel bipolar dengan sel ganglion.

17
2. Elemen glial

Sel glial terletak diantara akson sel ganglion di dalam retina dan nervus

optikus. Sel penyokong pada retina adalah sel Muller, astrosit dan sel

microglial.

3. Elemen vascular

Retina memiliki dua suplai perdarahan dan dua sawar darah retina (blood-

retinal barrier). Kedua suplai ini bersumber dari arteri oftalmika, yang

merupakan cabang pertama arteri karotis interna. Fovea sepenuhnya disuplai

dari koriokapilaris.

Bagian luar retina, termasuk lapisan pleksiform luar dan lapisan nucleus luar,

fotoreseptor, epitelium pigmen retina serta koroid disuplai oleh koriokapilaris.

Koriokapilaris memiliki sel endotel berfenestra sehingga protein serum dapat

bocor. Tight junction antar RPE mampu memblok difusi komponen serum ke

dalam ruang subretina sehingga menjadi sawar darah retina eksterna.

Sebaliknya, sel endotel pada sirkulasi retina sentral tidak memiliki fenetrasi

(lubang) dan dihubungkan oleh zonula okludens, menyusun sawar darah

retina dalam.

18
Retina bagian dalam yaitu, lapisan nuclear interna dan lapisan sel ganglion

disuplai oleh arteri retina sentralis (cabang arteri oftalmika yang memasuki

saraf optic 4 mm di posterior mata dan berjalan bersama nervus optikus).

Arteri retina sentralis dibagi lagi menjadi 4 cabang di dalam retina. Di dalam

retina, cabang-cabang utama arteri dan vena berjalan di dalam lapisan serabut

sarafdan mencabangkan arteriola serta venula.

Cabang-cabang dari arteriola interna ini akan menjadi kapiler retina kemudian

menuju ke venula hingga ke vena terminal sentralis. Drainase sirkulasi arterial

yang berasal dari arteri siliaris posterior akan menuju ke 1-2 vena vortex yang

berada pada keempat kuadran bola mata. Vena vortex ini akan bergabung

membentuk vena optalmika.

19
Epitel Pigmen Retina

Lapisan epitel pigmen retina (retinal pigment epithelium, RPE) terdiri atas

selapis sel heksagonal yang tersebar dari diskus optic hingga ke ora serata.

Fungsi lapisan ini yaitu untuk metabolism vitamin A, menjaga sawar darah

retina eksterna, fagositosis segmen luar fotoreseptor, absorbs scatter cahaya,

dan transport aktif materi ke dalam dan keluar RPE. Sitoplasma sel RPE

banyak mengandung granul pugmen (melanosome).

2.2 Branch Retinal Vein Occlusion

2.2.1 Definisi dan Etiologi

Retinal Vein Occlusion (RVO) merupakan suatu gangguan pada sistem

vena retina yang diakibatkan karena adanya pembentukan trombus

yang bisa mempengaruhi bagian central, hemi central, ataupun bagian

cabang dari vena retina. Secara garis besar RVO diklasifikasikan

menjadi dua tipe yakni Central Retinal Vein Occlusion (CRVO) dan

Branch Retinal Vein Occlusion (BRVO). Pada CRVO penyumbatan

terjadi pada vena retina central sedangakan pada BRVO penyumbatan

terjadi pada bagian cabang dari sistem vena retina.

Umumnya BRVO ini ditemukan pada pasien-pasien yang sudah

berusia lanjut dan pasien-pasien yang belum berusia lanjut namun

memiliki faktor risiko tinggi untuk terkena BRVO seperti orang-orang

memiliki penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus dan hipertensi.

20
Belum ada penelitian lebih lanjut yang menjelaskan secara pasti

tentang penyebab dari adanya BRVO, namun secara umum penyebab

dari BRVO ini sendiri mirip dengan terbentuknya trombosis pada

tubuh manusia. Branch Retinal Vein Occlusion sendiri sering terjadi

pada persilangan arterivena. Branch Retinal Vein Occlusion terjadi

karena adanya penyumbatan pada salah satu percabangan vena retina

yang disebabkan karena adanya kekakuan dari arteri retina yang

menyebabkan kompresi vena retina pada perlintasan arteriovenous.

Hasil dari kompresi vena retina oleh arteri ini menyebabkan adanya

aliran turbulen, kerusakan endotel, trombosis yang pada akhirnya akan

menyebabkan oklusi pada percabangan vena retina yang mengalami

tindihan tersebut.

2.2.2 Epidemiologi

Kasus pertama BRVO dilaporkan oleh Leber pada tahun 1877.

Beberapa penelitian menunjukkan proporsi lebih tinggi terjadi pada

pasien BRVO dibandingkan dengan CRVO, tetapi tidak diketahui

distribusi usianya. BRVO dibagi menjadi dua entitas yang berbeda:

BRVO mayor, ketika salah satu cabang utama vena retina tersumbat,

dan BRVO makula, ketika salah satu venula makula tersumbat. Pada

66% mata dengan BRVO, ada oklusi cabang utama di kuadran

superotemporal diikuti oleh 22-43% mata dengan oklusi cabang di

kuadran inferotemporal. Karena tidak adanya gejala subjektif BRVO

21
di kuadran nasal, diagnosis oklusi di lokasi ini sebagian besar tidak

disengaja dan oleh karena itu jarang terjadi. Sangat sering BRVO di

kuadran nasal didiagnosis hanya ketika komplikasinya seperti

perdarahan dari neovaskularisasi ke dalam rongga vitreus terjadi.

2.2.3 Patogenesis

BRVO mungkin disebabkan oleh kombinasi dari tiga mekanisme

utama: kompresi vena pada persimpangan arteriovenosa (A/V),

perubahan degeneratif dinding pembuluh darah, dan faktor

hematologis yang abnormal.

Kompresi vena pada persimpangan arteriovenosa

Penyempitan mekanis lumen vena di persimpangan ini berperan dalam

patogenesis BRVO. Berdasarkan gambaran anatomi dari persimpangan

A/V dan efek sekunder dari sklerosis arteriolar dapat

menjelaskanpatogenesis dari BRVO. Pada sebagian besar perlintasan

A/V, vena memiliki dinding pembuluh darah yang lebih tipis dan

terletak di antara arteri yang berdinding tebal serta lebih kaku dan

retina yang sangat seluler. Sclerosis pembuluh darah arteri dapat

menekan pembuluh darah vena sehingga menyebabkan terjadinya

oklusi pada pembuluh darah vena di persimpangan arteriovenosa.

Perubahan Degeneratif Pembuluh Darah

22
Hipertensi sistemik, diabetes mellitus, aterosklerosis, dan merokok

dilaporkan lebih sering terjadi pada pasien dengan RVO. Sklerosis

arteri retina yang berhubungan dengan kelainan sistemik ini dapat

mengakibatkan kompresi lebih lanjut pada vena, ketika terjadi

peningkatan kekakuan dinding arteri dan kontraksi selubung

adventisia. Obstruksi mekanis vena melalui arteri yang kaku pada

persilangan A/V dapat mengakibatkan aliran darah turbulen yang

menyebabkan kerusakan pada endotel vena dan intima media sehingga

mengakibatkan rangkaian kejadian oklusi vena.

Gangguan Hematologi

Beberapa penelitian telah mengungkapkan hubungan antara BRVO

dan hiperviskositas karena hematokrit yang tinggi. Viskositas darah

yang lebih tinggi meningkat dalam kondisi aliran darah rendah dan

agregasi eritrosit. Viskositas terutama tergantung pada hematokrit

(semakin besar jumlah eritrosit, semakin besar agregatnya) dan

fibrinogen plasma (diperlukan untuk terjadinya agregasi). Gangguan

hematologi lain yang dibahas dalam patogenesis BRVO adalah

disregulasi keseimbangan trombosis-fibrinolisis. Kaskade koagulasi

termasuk faktor darah yang lainya menghasilkan produksi trombin

yang mengubah fibrinogen yang bersirkulasi menjadi fibrin. Urutan

koagulasi ditahan dan dihambat oleh antikoagulan spesifik termasuk

protein C, protein S, dan antitrombin.

23
2.2.4 Manifestasi dan Diagnosis Klinis

Penderita BRVO umumnya datang dengan keluhan penurunan

penglihatan mendadak tanpa disertai mata merah atau nyeri. Pada

sebagian kasus ketika tidak terdapat keterlibatan macula, penderita

BRVO tidak merasakan gejala apapun.

Pada pemeriksaan funduskopi, umumnya akan ditemukan vena

yang berkelok-kelok, perdarahan intraretinal, yang biasanya

berbentuk lidah api, cotton-wool spot, dan edema retina. Pada

kondisi kronis, perdarahan dapat tidak ditemukan. Pada kondisi

tersebut biasanya tanda yang dapat ditemui antara lain

terbentuknya telangiektasis dan edema macula. Neovaskularisasi

jarang terjadi pada BRVO.

24
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan

laboratorium darah untuk menentukan factor predisposisi,

angiografi fluorosens dan OCT (Optical Coherence Tomography).

Pada pemeriksaan angiografi fluorosens, akan ditemukan perpanjangan

waktu sirkulasi retina. Selain itu juga ditemukan area non-perfusi

kapiler dalam derajat yang bervariasi bergantung pada keparahan

oklusi, mikroaneurisma, telangiektasis pembuluh darah kolateral serta

peningkatan permeabilitas kapiler. Optical Coherence Tomography

(OCT) digunakan untuk menilai edema macula.

2.2.5 Modalitas Pengobatan BRVO

Modalitas pengobatan yang dapat digunakan untuk penderita

BRVO antara lain terapi anti-agregatif dan fibrinolitik, hemodilusi

isovolemik, perawatan laser, steroid intravitreal dan periocular,

injeksi inhibitor VEGF intravitreal, sheathomi dan vitrektomi.

Tatalaksana terhadap kelainan sistemik yang mendasari seperti

hipertensi atau hiperkolesterolemia. Kortikosteroid seperti

triamnisolon asetat diberikan secara injeksi intravitreal untuk

mengatasi edema macula. Anti VEGF intravitreal seperti

bevacizumab atau ranibizumab berguna untuk mengurangi resiko

neovaskularisasi dan mengatasi edema macula.

25
Fotokoagulasi laser dilakukan untuk mencegah timbulnya

neovaskularisasi, yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan

intraocular dan perdarahan vitreus. Vitrektomi dapat dilakukan

bila terjadi perdarahan vitreus yang dapat mengganggu fungsi

penglihatan pada penderita BRVO.

26
BAB III

PEMBAHASAN

Penegakan diagnosis Branch Retinal Vein Occlusion (BRVO) pada pasien ini

dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang. Pada anamnesis, pasien mengeluhkan penglihatan kabur pada mata

kanan secara mendadak di mulai sejak 1 bulan yang lalu tanpa disertai mata merah.

Keluhan penglihatan kabur secara mendadak tanpa disertai mata merah dapat

disebabkan oleh berbagai penyakit atau kelainan pada mata. Keluhan ini dapat terjadi

akibat ablasio retina, obstruksi pembuluh darah arteri atau vena retina baik sentral

maupun cabang, uveitis posterior (koroiditis), perdarahan badan vitreous, migren,

tumor otak, neuritis optic dan neuropati optic akut karena obat. Keluhan fotopsia dan

floaters serta gangguan lapang pandang pada pasien ini disangkal sehingga diagnosis

ablasio retina dan perdarahan vitreous dapat disingkirkan. Keluhan lainya seperti

gangguan penglihatan warna dan nyeri saat bola mata digerakkan tidak dirasakan oleh

pasien ini, sehingga kemungkinan neuritis optik dan neuropati optic dapat

disingkirkan. Pasien adalah seorang penderita hipertensi sejak 3 tahun yang lalu dan

baru mengkonsumsi obat amlodipine sejak 3 bulan yang lalu. Hipertensi merupakan

salah satu factor resiko dari oklusi pembuluh darah retina.

Pada pemeriksaan oftalmologi, VOD 6/60 dan hasil funduskopi menunjukkan adanya

27
perdarahan pada retina. VOS 6/8 dengan hasil funduskopi tidak ditemukan adanya

kelainan. Tanda utama dari oklusi pembuluh darah retina adalah penurunan visus

yang terjadi secara mendadak pada salah satu mata. Penurunan visus secara

mendadak pada BRVO terjadi karena edema macula. Edema macula pada BRVO

terjadi akibat rusaknya blood-retinal barrier sehingga menyebabkan aliran cairan dari

pembuluh darah ke jaringan pada macula dan mengakibatkan macula menjadi edem.

Edema macula dapat menyebabkan hipoksia retina sehingga penglihatan menjadi

menurun.

Pada pemeriksaan funduskopi terdapat gambaran perdarahan retina pada mata sebelah

kanan. Hal ini terjadi karena adanya gangguan aliran balik darah dari retina sehingga

terjadi bendungan darah dan mengakibatkan pembuluh darah lama kelamaan menjadi

pecah sehingga terjadi perdarahan.

Untuk memastikan diagnosis BRVO pada pasien ini, dilakukan pemeriksaan

penunjang berupa OCT (Optical Coherence Tomography). Hasil pemeriksaan OCT

pada pasien ini terdapat penebalan dari lapisan membran limitan interna hingga

lapisan pigmen retina yaitu 344 µm yang menandakan terjadi penebalan. Dari

pemeriksaan OCT ini juga ditemukan adanya perdarahan pada cabang vena retina.

Penatalaksanaan pada pasien ini dilakukan untuk mencegah penambahan edema

macula sehingga mencegah kerusakan fotoreseptor, mengatasi factor predisposisi dan

mencegah neovaskularisasi. Tindakan laser pada pasien ini dilakukan untuk

28
mengatasi edema macula dan neovaskularisasi. Pemberian spironolactone ditujukan

untuk mengendalikan hipertensi pada pasien ini. Jika terapi laser tidak memberikan

hasil yang baik maka dapat direncanakan injeksi kortikosteroid intravitreum untuk

mengatasi edema macula.

29
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Ambarini MAHD., Andayani A., dan Utari NML. 2019. Prevalensi Kasus

Branch Retinal Vein Occlusion di RSUP Sanglah Periode Januari 2018

– Juni 2018. Jurnal Medika Udayana. Vol 10(10).

Rehak J, dan Rehak M. 2008. Branch Retinal Vein Occlusion: Pathogenesis,

Visual Prognosis, and Treatment Modalities. Informa Healthcare.

33:111–131.

Sitorus RS, et al. 2017. Buku Ajar Oftalmologi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Suhardjo SU, Agni AN. Ilmu Kesehatan Mata. 2nd ed. Yogyakarta:

Departemen Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas

Gadjah Mada; 2012.

Snell RS. 2007. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem.Jakarta:EGC.

30

Anda mungkin juga menyukai