Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN KASUS

Dakriosistitis Akut Okuli Sinistra + Sinusistis Ethmoidalis Sinistra

Oleh :

Fistana Bella Valani


1718012126

Preceptor :
dr. Rani Himayani, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


SMF MATA RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
BAB I
STATUS PASIEN

1.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. K
Umur : 32 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Metro

1.2 Anamnesis
Informasi didapatkan melalui autoanamnesis

Keluhan Utama
Benjolan di bawah kelopak mata kiri sejak 1 bulan yang lalu.

Keluhan Tambahan
Nyeri, gatal, dan panas pada benjolan tersebut.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan di bawah kelopak mata kiri
sejak 1 bulan yang lalu disertai nyeri, gatal, dan panas. Awalnya pasien
mengeluhkan mata kiri sering berair dan keluar kotoran (belek) bewarna
kekuningan sejak 11 bulan yang lalu, namun saat ini keluhan tersebut tidak
dirasakan. Benjolan di bawah kelopak mata kiri dirasakan hilang timbul.
Benjolan terkadang mengecil saat malam hari atau ketika bangun tidur dan
kembali membesar saat siang hari. Keluhan nyeri dirasakan saat dilakukan
penekanan pada benjolan tersebut dan terkadang keluar cairan seperti dahak
yang sedikit bercampur darah yang terasa mengalir melalui hidung ke
tenggorokan. Pasien memiliki riwayat pemakaian kacamata. Keluhan mata
merah, gatal, nyeri, sakit kepala, dan riwayat demam tidak ada.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat keluhan yang sama 11 bulan yang lalu.
Riwayat penyakit hipertensi dan diabetes mellitus tidak ada.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada keluarga yang mengalami sakit yang sama.

1.3 Pemeriksaan Fisik


1. Tanda Vital
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 100/60 mmHg
Frekuensi Nadi : 72 x/menit
Frekuensi Napas : 16 x/menit
Suhu : 36.40C

2. Status Generalis
Kepala
Bentuk : Simetris, normochepal
Rambut : Hitam, tersebar merata
Mata : Status Oftalmologis
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Tidak ada kelainan
Mulut : Tidak ada kelainan
Kesan : Dalam batas normal

Leher
Trakea : Deviasi trakea (-)
KGB : Tidak ada pembesaran KGB leher
Kesan : Dalam batas normal
Thoraks
Jantung
Inspeksi : Normothorax, ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : SI/SII reguler, murmur (-), gallop (-)
Kesan : Pemeriksaan jantung dalam batas normal

Paru

Anterior Posterior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Inspeksi Normochest, Normochest, Normochest, Normochest,
pergerakan pergerakan pergerakan dada pergerakan
dada simetris dada simetris simetris dada simetris
Palpasi Ekspansi dada Ekspansi dada Ekspansi dada Ekspansi dada
dextra = sinistra dextra = sinistra dextra = sinistra dextra = sinistra
nyeri tekan (-) nyeri tekan (-) nyeri tekan (-) nyeri tekan (-)
Perkusi Sonor Sonor Sonor Sonor
Auskultasi Suara napas Suara napas Suara napas Suara napas
vesikuler (N), vesikuler (N), vesikuler (N), vesikuler (N),
ronki -/-, ronki -/-, ronki -/-, ronki -/-,
wheezing -/- wheezing -/- wheezing -/- wheezing -/-

Kesan : Pemeriksaan paru dalam batas normal

Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : Teraba lembut, nyeri (-), hepar & lien dalam batas normal
Kesan : Pemeriksaan abdomen dalam batas normal

Ekstremitas
Superior : Akral dingin (-/-), oedem (-/-)
Infrerior : Akral dingin (-/-), oedem (-/-)
3. Status Lokalis Oftalmologis

Oculus Dextra (OD) Oculus Sinistra (OS)


½ /60 Visus 1/60
-10 dioptri Koreksi -10 dioptri
Dalam batas normal Supersilia Dalam batas normal
Edema (-), hiperemis (-) Palpebra Superior Edema (-), Hiperemis (-)
Edema (-), hiperemis (-) Palpebra Inferior Edema (-), hiperemis (-)
Dalam batas normal Silia Dalam batas normal
Ortoforia, Eksoftalmus Ortoforia, Eksoftalmus
Bulbus Oculi
(-), Endoftalmus (-), (-), Endoftalmus (-),
Baik ke segala arah Gerak Bola Mata Baik ke segala arah
Injeksi konjungtiva (-) Konjungtiva Bulbi Injeksi konjungtiva (-)
Konjungtiva
Hiperemis (+), sikatriks (-) Hiperemis (+), sikatriks (-)
Palpebra
Konjungtiva
Sekret (-) Sekret (-)
Fornices
Injeksi siliar (-) Sclera Injeksi siliar (-)
Jernih, infiltrat (-) Kornea Jernih, infiltrat (-)
Camera Oculi
Kedalaman cukup Kedalaman cukup
Anterior
Kripta (+), warna coklat Iris Kripta (+), warna coklat
Bulat, letak central, reflek Bulat, letak central, reflek
Pupil
cahaya (+) cahaya (+)
Jernih Lensa Jernih
(+) Fundus Refleks (+)
Dalam batas normal Corpus Vitreum Dalam batas normal
Normal Tensio Oculi Normal
Edema pada kantus medial,
hiperemis minimal, nyeri
Sistem Kanalis
Normal tekan (+), regurgitasi (+),
Lakrimalis
refluks (+) sekret
mukopurulen (+)

Kesan:
OD: miopi berat, adneksa, segmen anterior mata, segmen posterior
mata, dan sistem kanalis lakrimalis dalam batas normal.
Visus OS: miopi berat, adneksa, segmen anterior mata dan segmen
posterior mata dalam batas normal, dakriosistitis.

1.4 Pemeriksaan Penunjang


CT-Scan:
- Ductus nasolakrimalis sinistra tampak melebar dengan dinding tampak
menebal, tampak lesi isodens di distalnya. Post contras tapak strong
enhanced pada dinding dan distal ductus.
- Bulbus oculi tampak simetris.
- Nervi optic bilateral tak tampak lesi. Post kontras tak tampak
enhancement patologis.
- Canales nervi optic bilateral simetris, tak tampak melebar atau mengecil.
- Retroorbita tak tampak lesi. Post kontras tak tampak enhancement
patologis.
- Sisterna tulang yang ervisualisasi intak, tak tampak lesi. Post kontras tak
tampak enhancement patologis.
- Intracranial yang tervisualisasi dalam batas normal, tak tampak lesi. Post
kontras tak tampak enhancement patologis.
- Tampak penebalan mukosa sinus ethmoidalis sinistra aspek anterior. Post
kontras tampak enhancement.
Kesan:
- Dacryocystitis sinistra (dengan ectasia ductus nasolacrimalis sinistra)
- Sinusitis ethmoidalis sinistra aspek anterior

1.5 Resume
Ny. K 32 tahun datang dengan keluhan terdapat benjolan di bawah kelopak
mata kiri sejak 1 bulan yang lalu disertai nyeri, gatal, dan panas. Benjolan di
bawah kelopak mata kiri dirasakan hilang timbul, terkadang mengecil saat
malam hari atau ketika bangun tidur dan kembali membesar saat siang hari.
Keluhan nyeri dirasakan saat dilakukan penekanan pada benjolan tersebut
dan terkadang keluar cairan seperti dahak yang sedikit bercampur darah
yang terasa mengalir melalui hidung ke tenggorokan. Riwayat keluhan yang
sama 11 bulan yang lalu. Pasien memiliki riwayat pemakaian kacamata.
Pada pemeriksaan oftalmologik didapatkan visus OD: ½ /60, OS: 1/60. Pada
mata kanan didapatkan adneksa, segmen anterior mata, segmen posterior
mata, dan sistem kanalis lakrimalis dalam batas normal. Pada mata kiri
didapatkan dakriosistitis, adneksa, segmen anterior mata, segmen posterior
mata, dan dalam batas normal.

1.6 Pemeriksaan Tambahan


 Anel test atau Fluorescein clearance test
 Probing test

1.7 Diagnosis Banding


 Dakriosistitis akut OS + Sinusitis ethmoidalis sinistra
 Canaculitis OS + Sinusitis ethmoidalis sinistra

1.8 Diagnosis Kerja


 Dakriosistitis akut OS + Sinusitis ethmoidalis sinistra

1.9 Penatalaksanaan
Non-Medikamentosa
 Kompres hangat
 Kontrol ulang setelah 2 minggu

Medikamentosa
 Amoxicillin tab 3x500mg
 Levofloxacin eye drops 4x1 gtt OS
 Metilprednisolon 3x4mg

1.10 Prognosis
Quo ad vitam : Ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sistem Lakrimalis


Sistem lakrimalis terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa
glandula lakrimalis terletak di temporo antero superior rongga orbita dan
sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimalis, kanalis lakrimalis,
sakus lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis. Glandula lakrimalis terletak
pada bagian lateral atas mata yang disebut dengan fossa lakrimalis. Dari
kelenjar ini, air mata diproduksi kemudian dialirkan melalui 8-12 duktus
kecil yang mengarah ke bagian lateral dari fornix konjungtiva superior dan
di sini air mata akan disebar ke seluruh permukaan bola mata oleh kedipan
kelopak mata. Selanjutnya, air mata akan menuju ke punctum lakrimalis
yang terlihat sebagai penonjolan kecil pada kantus medial kemudian
dialirkan ke kanalis lakrimalis superior dan inferior. Setelah itu, air mata
akan mengalir ke dalam sakus lakrimalis yang terlihat sebagai cekungan
kecil pada permukaan orbita. Dari sini, air mata akan mengalir ke duktus
nasolakrimalis dan bermuara pada meatus nasal inferior. Dalam keadaan
normal, duktus ini memiliki panjang sekitar 12 mm dan berada pada sebuah
saluran pada dinding medial orbita.1

Gambar 1. Glandula Lakrimalis dan Sistem Drainase


2.2 Definisi
Dakriosistitis adalah infeksi sekunder pada sakus lakrimalis akibat adanya
obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Dakriosistitis dapat dibedakan
menjadi dakriosistitis akut dan kronis, umumnya terjadi secara unilateral.2

2.3 Epidemiologi
Dakriosistitis umumnya terjadi pada dua kelompok umur yaitu balita dan
orang dewasa berusia 50-60 tahun. Pada usia pertengahan jarang ditemukan.
Pada kelompok orang dewasa lebih sering ditemukan pada wanita.2

2.4 Etiologi
Pada bayi baru lahir dapat terjadi gangguan penutupan katup Hasner di
distal duktus nasolakrimalis sehingga menyebabkan sumbatan. Umumnya
sembu sendiri dalam waktu 1 tahun. Bila terjadi infeksi akan menyebabkan
dakriosistitis akut. Bakteri penyebab yang sering adalah Haemophillus
Influenza. Pada orang dewasa baik kasus akut maupun kronis disebabkan
karena obstruksi di duktus nasolakrimalis akibat dakriolit (endapan
kalsifikasi pada duktus nasolakrimal), benda asing, tumor, pasca trauma,
atau komplikasi sinusitis. Kuman penyebab infeksi akut sebagian besar
adalah Stapylococcus aureus atau Streptococcus beta-hemoliticus,
sedangkan pada infeksi kronis adalah Streptococcus pneumoniae, pada
kasus langka dapat disebabkan oleh Candida albicans.2

2.5 Patofisiologi
Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya obstruksi
pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi duktus nasolakrimalis pada anak-
anak biasanya akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan
pada orang dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya, misal adanya
polip hidung. Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan
penumpukan air mata, debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang
merupakan media pertumbuhan yang baik untuk pertumbuhan bakteri.3
Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini dapat
diketahui dengan melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis. Tahapan-
tahapan tersebut antara lain:
 Tahap obstruksi
Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga
yang keluar hanyalah air mata yang berlebihan.
 Tahap Infeksi
Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus,
mukopurulen, atau purulent tergantung pada organisme penyebabnya.
 Tahap Sikatrik
Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal
ini dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga
membentuk suatu kista.

2.6 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis dakriosistitis dibutuhkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat dilakukan
dengan cara autoanamnesis dan heteroanamnesis. Setelah itu, dilakukan
pemeriksaan fisik. Jika, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik masih
belum bisa dipastikan penyakitnya, maka boleh dilakukan pemeriksaan
penunjang.4
- Anamnesis
Pasien biasanya datang dengan keluhan lakrimasi berlebihan (epifora),
sakit yang hebat didaerah kantung air mata, dan demam.4
- Pemeriksaan fisik
Dakriosistitis akut: inflamasi unilateral diarea sakus lakrimalis (inferior
tendon kantus medialis) bewarna merah, epifora, nyeri saat penekanan,
dan keluarnya sekret purulen melalui pungtum lakrimalis bila kantung air
mata ditekan.
Dakriosistitis kronis: tanda-tanda radang ringan, epifora, nyeri minimal,
dan keluar sekret mukoid atau mukpurulen melalui pungtum lakrimalis
bila kantung air mata ditekan.4
- Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya obstruksi serta letak dan penyebab obstruksi. Pemeriksaan fisik
yang digunakan untuk memeriksa ada tidaknya obstruksi pada duktus
nasolakrimalis adalah dye dissapearence test, fluorescein clearance test,
John's dye test, dan anel test. Ketiga pemeriksaan ini menggunakan zat
warna fluorescein 2% sebagai indikator. Sedangkan untuk memeriksa
letak obstruksinya dapat digunakan probing test. Pemeriksaan tidak boleh
dikerjakan pada fase akut karena akan menimbulkan nyeri.5
- Dye dissapearance test (DDT)
Dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada kedua
mata, masing-masing 1 tetes. Kemudian permukaan kedua mata
dilihat dengan slit lamp. Jika ada obstruksi pada salah satu mata akan
memperlihatkan gambaran seperti di bawah ini.

Gambar 2. Obstruksi pada duktus nasolakrimalis kiri


- Fluorescein clearance test
Dilakukan untuk melihat fungsi saluran ekskresi lakrimal. Uji ini
dilakukan dengan meneteskan zat warna fluorescein 2% pada mata
yang dicurigai mengalami obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya.
Setelah itu pasien diminta berkedip beberapa kali dan pada akhir
menit ke-6 pasien diminta untuk beringus (bersin) dan menyekanya
dengan tissue. Jika pada tissue didapati zat warna, berarti duktus
nasolakrimalis tidak mengalami obstruksi.
- Jones dye test
Dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran ekskresi lakrimal. Uji
ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones Test II. Pada
Jones Test I, mata pasien yang dicurigai mengalami obstruksi pada
duktus nasolakrimalisnya ditetesi zat warna fluorescein 2% sebanyak
1-2 tetes. Kemudian kapas yang sudah ditetesi pantokain dimasukkan
ke meatus nasal inferior dan ditunggu selama 3 menit. Jika kapas yang
dikeluarkan berwarna hijau berarti tidak ada obstruksi pada duktus
nasolakrimalisnya. Pada Jones Test II, caranya hampir sama dengan
Jones test I, akan tetapi jika pada menit ke-5 tidak didapatkan kapas
dengan bercak berwarna hijau maka dilakukan irigasi pada sakus
lakrimalisnya. Bila setelah 2 menit didapatkan zat warna hijau pada
kapas, maka dapat dipastikan fungsi sistem lakrimalnya dalam
keadaan baik. Bila lebih dari 2 menit atau bahkan tidak ada zat warna
hijau pada kapas sama sekali setelah dilakukan irigasi, maka dapat
dikatakan bahwa fungsi sistem lakrimalnya sedang terganggu.
- Anel test
Merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air mata
ke dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi
menelan berupa cairan yang mengalir di tenggorokan dan terasa asin.
Hal ini menunjukkan bahwa fungsi sistem ekskresi lakrimal normal.

Gambar 3. Anel Test


- Probing test
Menentukan letak obstruksi pada saluran ekskresi air mata dengan
cara memasukkan sonde ke dalam saluran air mata. Pada tes ini,
punctum lakrimal dilebarkan dengan dilator, kemudian probe
dimasukkan ke dalam sackus lakrimal. Jika probe yang bisa masuk
panjangnya lebih dari 8 mm berarti kanalis dalam keadaan normal,
tapi jika yang masuk kurang 8 mm berarti ada obstruksi.
Gambar 4. Probing Test
- Dacryocystography (DCG) dan dacryoscintigraphy
Mendeteksi adannya kelainan anatomi pada sistem drainase lakrimal.

2.7 Diagnosis Banding


- Selulitis orbita
Merupakan peradangan supuratif jaringan ikat longgar intraorbita di
belakang septum orbita. Selulitis orbita akan memberikan gejala demam,
mata merah, kelopak sangat edema dan kemotik, mata proptosis, atau
eksoftalmus diplopia, sakit terutama bila digerakkan, dan tajam
penglihatan menurun bila terjadi penyakit neuritis retrobulbar. Pada
retina terlihat tanda stasis pembuluh vena dengan edema papil.
- Sinusitis ethmoidalis
Merupakan inflamasi muksa sinus ethmoidalis. Gejala yang dirasakan
berupa nyeri dibola mata atau belakangnyaterutama bila mata
digerakkan, nyeri alih di pelipis, post nasal drip, dan sumbatan hidung.

2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan
masase kantong air mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga diberikan
antibiotik amoxicillin/clavulanate atau cefaclor 20-40 mg/kgBB/hari dibagi
dalam tiga dosis dan dapat pula diberikan antibiotik topikal dalam bentuk
tetes (moxifloxacin 0,5% atau azithromycin 1%) atau menggunakan
sulfonamid 4-5 kali sehari.2
Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan
kompres hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang
cukup sering. Amoxicillin dan chepalosporine (cephalexin 500mg p.o. tiap 6
jam) juga merupakan pilihan antibiotik sistemik yang baik untuk orang
dewasa. Untuk mengatasi nyeri dan radang, dapat diberikan analgesik oral
(acetaminofen atau ibuprofen), bila perlu dilakukan perawatan di rumah
sakit dengan pemberian antibiotik secara intravena, seperti cefazoline tiap 8
jam. Bila terjadi abses dapat dilakukan insisi dan drainase. Dakriosistitis
kronis pada orang dewasa dapat diterapi dengan cara melakukan irigasi
dengan antibiotik. Sumbatan duktus nasolakrimal dapat diperbaiki dengan
cara pembedahan jika sudah tidak radang lagi.2

Penatalaksaan dakriosistitis dengan pembedahan bertujuan untuk


mengurangi angka rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan
pada dakriosistitis adalah dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada
DCR ini dibuat suatu hubungan langsung antara sistem drainase lakrimal
dengan cavum nasal dengan cara melakukan bypass pada kantung air mata.

Gambar 5. Teknik Dakriosistorinostomi Eksternal


Dakriosistorinostomi internal memiliki beberapa keuntungan jika
dibandingkan dengan dakriosistorinostomi eksternal. Kontraindikasi
pelaksanaan DCR ada 2 macam, yaitu kontraindikasi absolut dan
kontraindikasi relatif. Kontraindikasi relatif dilakukannya DCR adalah usia
yang ekstrim (bayi atau orang tua di atas 70 tahun) dan adanya mucocele
atau fistula lakrimalis. Beberapa keadaan yang menjadi kontraindikasi
absolut antara lain kelainan pada kantong air mata (keganasan dan
dakriosistitis spesifik seperti TB dan sifilis), kelainan pada hidung
(keganasan, rhinitis spesifik seperti rhinoskleroma, rhinitis atopik), dan
kelainan pada tulang hidung (periostitis).2

2.9 Komplikasi
Dakriosistitis yang tidak diobati dapat menyebabkan pecahnya kantong air
mata sehingga membentuk fistel. Bisa juga terkadi abses kelopak mata,
ulkus, bahkan selulitis orbita. Komplikasi juga bisa muncul setelah
dilakukannya DCR. Komplikasi tersebut di antaranya adalah perdarahan
pascaoperasi, nyeri transien pada segmen superior os.maxilla, hematoma
subkutaneus periorbita, infeksi dan sikatrik pascaoperasi yang tampak jelas.4

2.10 Prognosis
Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika namun masih berpotensi
terjadi kekambuhan jika obstruksi duktus nasolakrimalis tidak ditangani
secara tepat, sehingga prognosisnya adalah dubia ad malam. Akan tetapi,
jika dilakukan pembedahan baik itu dengan dakriosistorinostomi eksternal
atau dakriosistorinostomi internal, kekambuhan sangat jarang terjadi
sehingga prognosisnya dubia ad bonam.4
DAFTAR PUSTAKA

1. Burkat CN and Wei LA. 2015. Anatomy of the lacrimal system. In The
Lacrimal System. Springer. pp 1-14.
2. Sitorus SR, Sitompul R, Widyawati S, dan Bani PA. 2017. Buku Ajar
Oftalmologi. Edisi Ke-1. Jakarta: Badan Penerbit FK UI.
3. Gilliland GD. 2009. Dacryocystitis [internet]. USA: Gilliland and Associates.
[diakses tanggal 25 Juli 2019]. Tersedia dari :http://www.emedicine.com/.
4. Eva RP and Whitcher PJ. 2015. Vaughan and Asbury Oftalmologi Umum.
Edisi ke-17. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
5. Ilyas, Sidharta. 2006. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata
Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai