Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS : Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK)

I. Identitas Pasien
Nama : EH
Alamat : KP Pasirkalong, Tangerang
Usia : 52 tahun
Status : Menikah
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Tanggal datang ke Rumah Sakit Umum Siloam : 4 September 2018

II. Anamnesis Pasien


Anamnesis dilakukan secara dilakukan secara Autoanamnesis pada tanggal 4
September 2018

Keluhan utama :
Nyeri pada telinga kiri.
Keluhan tambahan :
Disertai dengan penurunan pendengaran telinga kiri
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke Rumah Sakit Umum Siloam dengan keluhan nyeri pada
telinga kiri sejak bulan Juli yang disertai dengan penurunan pendengaran pada telinga
kiri. Nyeri yang dirasakan hanya telinga sebelah kiri, hilang timbul, dan tidak
menyebar. Pasien juga merasakan telinga kirinya berdengung. Pasien belum pernah
mengobati gejala nyeri yang dirasakannya. Tidak ada faktor yang memperparah atau
memperingan rasa nyeri. Pasien menyangkal adanya cairan yang keluar dari telinga
kirinya ketika datang ke RS. Namun, sebelumnya pasien pernah berulang kali keluar
cairan pada telinga kirinya namun tidak disertai rasa nyeri. Cairan yang keluar
berwarna bening dan agak kental. Pasien sangat jarang mengorek kupingnya. Pasien
menyangkal adanya gejala batuk-pilek. Pasien juga tidak mengeluhkan adanya sakit
kepala, mual muntah, kejang dan penurunan berat badan.

Riwayat penyakit dahulu :


Pasien pernah mengalami gejala serupa pada telinga kanan. Pasien
menyangkal mengalami trauma, kejang, alergi terhadap makanan, minuman, dan obat
– obatan. Pasien menyangkal memiliki penyakit hipertensi, diabetes mellitus, stroke,
dan kanker.

Riwayat penyakit keluarga :


 Dalam keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang sama.
 Tidak ada yang memiliki riwayat trauma, kejang, ataupun alergi.
 Tidak ada yang memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus, stroke, dan
kanker.
Riwayat sosial :
 Pasien merokok 1 batang/hari selama lebih dari 10 tahun
 Tidak mengkonsumsi alkohol.
 Tidak mengkonsumsi obat – obatan terlarang.
Riwayat operasi :
 Timpanomastoidektomi telinga kanan pada bulan Mei 2018

III. Pemeriksaan Fisik



Keadaan umum : terlihat sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

GCS : 15 (E4, M6, V5)

Berat badan : 60 kg

Tinggi badan : 160 cm

BMI : 23 kg/m2

Status gizi : Normal

Tanda – tanda vital
o Suhu : 36,8˚C
o Nadi : 87x / menit
o Laju pernapasan : 17x / menit
o Tekanan darah : 100 / 80 mmHg
PEMERIKSAAN THT (Telinga, Hidung, Tenggorokan)
Telinga
o Inspeksi
o Telinga bentuk normal, simetris
o Hiperemis (-/-)
o Bekas luka (-/-)
o Massa (-/-)
o Fistula (-/-)
o Abses (-/-)
o Sekret (-/-)
o Nampak fistel retroaurikular sinistra ± 1,5 cm

o Palpasi
o Nyeri tekan tragus (-/-)
o Nyeri tarik pinna (-/-)
o Nyeri tekan mastoid (-/+)  mastoiditis
o Massa (-/-)
o Pemeriksaan otoskopi
Telinga Dextra Sinistra
Canalis auricularis Sekret (-), edema (-), Sekret (-), edema (-),
hiperemis (-), serumen hiperemis (+), serumen
(-) (-)
Membran timpani Utuh, refleks cahaya Tidak utuh, perforasi
(+), retraksi (-), (+, marginal), refleks
hiperemis (-) cahaya (-), retraksi (-),
hiperemis (+),
kolesteatoma (+)

o Pemeriksaan Rinne, Webber


Telinga Dextra Sinistra
Rinne (+) (-)
Webber Tidak ada lateralisasi Lateralisasi ke kiri


Hidung
o Inspeksi
o Bentuk normal
o Tidak tampak hematoma
o Sekret (-/-)
o Allergic salute (-)
o Allergic crease (-)
o Palpasi
o Tidak terdapat krepitasi
o Nyeri tekan sinus:
- Sinus maxillaris (-/-)
- Sinus frontalis (-/-)
- Sinus ethmoid (-/-)
o Pemeriksaan rhinoskopi
o Anterior
Hidung Dextra Sinistra
Cavum nasi Lapang Lapang
Deviasi septum (-) (-)
Mukosa Licin, pucat (-), edema Licin, pucat (-), edema
(-) (-)
Konka inferior Edema (-) Edema (-)
Polip (-) (-)
Sekret (-) (-)

o Posterior : tidak dilakukan



Mulut
o Kesulitan membuka mulut (-), sianosis (-)
o Gigi berlubang (-), gingiva merah muda.
o Lidah merah muda di seluruh permukaan
o Palatum petechie (-)
o Inspeksi tenggorokan : Faring tidak hiperemis
o Post nasal drip tidak terlihat
o Tonsil (T1/T1)
o Kripta tidak melebar
o Uvula di tengah
PEMERIKSAAN UMUM
 Mata : Pupil isokor, konjungtiva anemis (-) , sklera ikterik (-)
 Leher
o perbesaran KGB (-)
o pembesaran tiroid (-)
o deviasi trakea (-)
 Thorax
o pergerakan dada simetris
o bentuk dada normal
o ekspansi normal
 Jantung
o S1/S2 regular
o suara tambahan (-)
o gallop (-)
o murmur (-)
 Paru
o Pergerakan kedua dada simetris
o retraksi (-)
o vesikuler (+/+)
o ronchii (-/-)
o wheezing (-/-)
 Abdomen
o bentuk cembung
o bising usus (+)
o tidak ada bekas luka operasi
o tidak terdapat bekas striae gravidarum
 Ekstremitas :
Akral simetris, hangat, tremor (-), pucat (-), sianotik (-), deformitas (-), edema
(-), CRT normal (<2 detik), kuku normal.
IV. Pemeriksaan Penunjang
- Laboratorium

TEST Result Unit Reference Range


HEMATOLOGY
Complete Blood Count
Haemoglobin 15.10 g/dL 13.20-17.30
Hematocrit 44.60 % 40.00-52.00
Erythrocyte (RBC) 5.24 10^6/µL 4.40-5.90
White Blood Cell (WBC) 7.74 10^3/µL 3.80-10.60
Platelet Count 221.00 10^3/µL 150.00-440.00
MCV, MCH, MCHC
MCV 85.10 fL 80.00-100.00
MCH 28.80 pg 26.00-34.00
MCHC 33.90 g/dL 32.00-36.00
PT-APTT
Prothrombin Time
Control 12.10 seconds 9.3-12.5
Patient 10.10 Seconds 9.4-11.3
INR 0.93
A.P.T.T
Control 34.20 seconds 27.5-37.1
Patient 32.80 seconds 27.70-40.20
BIOCHEMISTRY
SGOT (AST) 21 U/L 0-40
SGPT (ALT) 29 U/L 0-41
Ureum 20.0 mg/dL <50.00
Creatinine 0.81 mg/dL 0.5-1.3
eGPR 102.2 mL/mnt/1.73 m^2
*) GFR Comment
>=60 Normal kidney function
Blood Random Glucose 153.0 mg/dL <200.00

V. Resume
Pasien laki-laki usia 52 tahun datang dengan keluhan nyeri pada telinga kiri
selama ± 3 bulan. Pasien juga mengalami penurunan pendengaran dan disertai
rasa berdengung pada telinga kiri. Nyeri yang dirasakan hanya pada telinga kiri
saja, tidak menyebar dan hilang timbul. Pasien pernah mengalami keluarnya
cairan pada telinga kiri berulang kali sebelumnya. Cairan berwarna bening dan
agak kental. Pasien juga pernah mengalami gejala serupa pada telinga kanannya
sehingga pasien di operasi timpanomastoidektomi pada bulan Mei 2018. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan adanya fistel retroaurikuler pada telinga kiri pasien
dan pada pemeriksaan otoskopi ditemukan adanya perforasi membrane timpani di
daerah marginal dan kolesteatoma. Pemeriksaan Weber juga menunjukkan adanya
tuli konduktif pada telinga kiri pasien.

VI. Diagnosis
- Otitis Media Supuratif Kronik Auricularis Sinistra Maligna dengan komplikasi
Mastoiditis

VII. Diagnosis Banding


- Otitis Media Supuratif Kronis Benigna
- Otitis Media Serosa Kronik

VIII. Pembahasan
Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien ini
menunjukkan bahwa pasien ini menderita OMSK Maligna. Berdasarkan gejala
yang dialami pasien yaitu berupa nyeri pada telinga kiri selama ± 3 bulan disertai
penurunan pendengaran. mengarah kepada penyakit otitis media. Otitis media
yang diderita pasien lebih mengarah ke kronis daripada akut dikarenakan gejala
sudah lebih dari 2 bulan dan pasien juga memiliki riwayat keluarnya cairan
berulang pada telinga kirinya sebelumnya. Pasien juga pernah mengalami riwayat
OMSK pada telinga kanannya, dimana hal ini dapat menjadi salah satu faktor
resiko. Adanya penurunan pendengaran juga dapat mengarah kepada otitis media
serosa, namun pada otitis media serosa membrane timpani tampak utuh,
sedangkan pada pasien ini terjadi perforasi pada membrane timpani. Pasien juga
tidak memiliki riwayat alergi, sinusitis, maupun rhinitis yang dapat menjadi factor
resiko dari otitis media serosa. Ada beberapa hasil dari pemeriksaan fisik yang
mengarah ke OMSK maligna yaitu seperti adanya perforasi membrane timpani di
daerah marginal. Pada tipe OMSK benigna perforasi biasanya terdapat oada
daerah sentral. Pada pasien ini juga ditemukan adanya fistel retroaurikuler ± 1,5
cm, ini juga menjadi tanda dari OMSK maligna. Pada saat pemeriksaan juga
ditemukan adanya kolesteatoma. Kolesteatoma sendiri merupakan tanda dari
OMSK maligna atau tipe bahaya. Pada hasil pemeriksaan telinga juga ditemukan
adanya tanda mastoiditis. Rongga mastoid berhubungan langsung dengan rongga
telinga tengah melalui aditus ad antrum. Mastoiditis sendiri umumnya disebabkan
oleh adanya infeksi kronis telinga tengah yang sudah berlangsung lama biasanya
disertai infeksi kronis di rongga mastoid. Beberapa ahli juga menggolongkan
Mastoiditis ke dalam komplikasi Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK).

OMSK BENIGNA OMSK MALIGNA


Proses peradangan terbatas sampai Proses peradangan tidak terbatas
mukosa sampai mukosa
Proses peradangan mengenai tulang Proses peradangan mengenai tulang
Perforasi tipe sentral Perforasi sering tipe marginal atau atik.
Kadang tipe sub total (sentral) dengan
kolesteatoma
Jarang terjadi komplikasi berbahaya Sering terjadi komplikasi berbahaya
Kolesteatoma tidak ada Kolesteatoma ada

Tanda Klinis OMSK Maligna:


1. Perforasi marginal atau atik
2. Telihat abses atau fistel retroaurikuler
3. Adanya polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar yang berasal dari
dalam telinga tengah
4. Terlihat kolesteatoma pada telinga tengah, sekret berbentuk nanah dan berbau
khas (aroma kolesteatoma)
5. Terlihat bayangan kolesteatoma pada foto rontgen mastoid

Otitis Media Serosa Kronik


 Otitis media serosa adalah keadaan terdapatnya secret yang nonpurulen di
telinga tengah, sedangkan membrane timpani utuh. Adanya cairan di
telinga tengah dengan membrane timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi
disebut juga otitis media efusi. Apabila efusi tersbut encer disebut otitis
media serosa dan apabila efusi tersebut kental seperti lem disebut otitis
media mucoid (glue ear).
 Faktor yang berperan utama dalam keadaan ini yaitu adanya gangguan
fungsi tuba Eustachius. Factor lain yaitu adenoid hipertrofi, adenoiditis,
sumbing palatum, tumor di nasofaring, barotrauma, sinusitis, rhinitis,
defisiensi imunologik atau metabolik.
 Gejala klinis :
o Penurunan pendengaran (40-50dB)
o Pemeriksaan otoskopi menunjukkan membrane timpani utuh,
tampak retraksi, suram, kuning kemerahan atau keabu-abuan.
 Faktor resiko:
o Alergi
o Pembesaran adenoid atau tonsil
o Riwayat sinusitis/ rhinitis

IX. Tata Laksana


 Operasi
Timpanomastoidektomi telinga kiri
Tanggal operasi : 5 September 2017
 Sebelum operasi (perawatan di Rumah Sakit):
o Pasien puasa selama 6 jam sebelum operasi
o Ceftazidime IV 2x1 gr
o Paracetamol IV 2x1 gr
o Tranexid 3x100 ,g
 Setelah Operasi (perawatan di Rumah):
o Levofloxacin 500mg 1x1 diberikan 7 tablet
o Paracetamol 200mg 3x1 diberikan 21 tablet
o Cetirizine 10mg 1x1 diberikan 10 tablet
 Edukasi kepada Pasien
1. Jangan mengorek telinga
2. Air jangan sampai masuk telinga

X. Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanactionam : bonam
TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Telinga Tengah

Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batasnya adalah sebagai berikut:


- Batas luar: membran timpani

- Batas depan: tuba eustachius

- Batas bawah: vena jugularis (bulbus jugularis)

- Batas belakang: aditus ad antrum, kanalis facialis pars vertikalis

- Batas atas: tegmen timpani (meningen/otak)

- Batas dalam: berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horizontal,


kanalis facialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan
promontorium.

Telinga terngah terdiri dari suatu ruang yang terletak antara membran timpani
dan kapsul telinga dalam, tulang-tulang dan otot yang terdapat didalamnya beserta
penunjangnya, tuba eustachius dan sistem sel-sel udara mastoid. Bagian ini
dipisahkan dari dunia luar oleh suatu membran timpani dengan diameter kurang lebih
setengah inci.
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membran shrapnel), sedangkan bagian bawah pars tensa (membran
propria). Pars flaksida hanya berlapis dua, yaitu bagian luar adalah lanjutan epitel
kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti sel epitel
saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi di tengah yaitu lapisan yang
terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier dibagian
luar dan sirkuler pada bagian dalam.
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani
disebut sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) kearah
bawah yaitu pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran timpani
kanan.
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis
searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di
umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serta
bawah-belakang, untuk menyatakan letak perforasi membran timpani. Didalam
telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar kedalam
yaitu, maleus, inkus dan stapes.
Tulang pendengaran didalam telinga tengah saling berhubungan.
Prosesus longus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan
inkus melakat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang
berhubungan dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran
merupakan persendian. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah yang
menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah..

Otitis Media
Otitis media ialah perdangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah,
tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.

Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non-supuratif.
Masing-masing golongan mempunyai bentuk akut dan kronis, yaitu otitis media
supuratif akut (OMA) dan otitis media supuratif kronis (OMSK). Begitu pula otitis
media serosa terbagi menjadi otitis media serosa akut (barotrauma=aerotitis) dan otitis
media serosa kronis.
Skema pembagian otitis media

Otitis Media Supuratif Kronis

Otitis media supuratif kronis (OMSK) ialah infeksi kronis di telinga tengah
dengan perforasi membrane timpani dan secret yang keluar dari telinga tengah terus
menerus atau hilang timbul, kadang disertai gangguan pendengaran. Sekret mungkin
encer atau kental, bening atau berupa nanah.

Tipe klinik OMSK dibagi atas dua, yaitu tipe tubotimpanal (tipe rinogen, tipe
sekunder, OMSK tipe jinak) dan tipe atikoantral (tipe primer, tipe mastoid, OMSK
tipe ganas).
Etiologi
Penyebab terbesar otitis media supuratif kronis adalah infeksi campuran
bakteri dari meatus auditoris eksternal, kadang berasal dari nasofaring melalui tuba
eustachius saat infeksi saluran nafas atas. Organisme-organisme dari meatus auditoris
eksternal termasuk staphylococcus, pseudomonas aeruginosa, B.proteus, dan
aspergillus. Organisme dari nasofaring diantaranya streptococcus viridans
(Streptococcus A hemolitikus, streptococcus B hemolitikus dan pneumococcus).

Perjalanan penyakit
Otitis media akut dengan perforasi membrane timpani menjadi otitis media
supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Bila proses infeksi kurang
dari 2 bulan tetapi lebih dari 3 minggu disebut otitis media supuratif subakut.
Beberapa faktor yang menyebabkan OMA menjadi OMSK ialah terapi yang
terlambaat diberikan, terapi yang tidak adekuat, virulensi kuman tinggi, daya tahan
tubuh pasien rendah (gizi kurang) atau hygiene buruk.
Letak perforasi
Letak perforasi di membrane timpani penting untuk menentukan tipe/jenis
OMSK. Perforasi membrane timpani dapat ditemukan di daerah sentral, marginal,
atau atik.
Pada perforasi sentral, perforasi terdapat di pars tensa, sedangkan di seluruh
tepi perforasi masih ada sisa membrane timpani. Pada perforasi marginal sebagian
tepi perforasi langsung berhubungan dengan annulus atau sulkus timpanikum.
Perforasi atik ialah perforasi yang terletak di pars flaksida.

Klasifikasi Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK)


OMSK dapat dibagi atas dua tipe yaitu:
1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman
Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan
gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain
yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran
nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya
tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan
derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous. Sekret
mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa
telinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.
Secara klinis penyakit tubotimpani terbagi atas:
 Fase aktif
Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan gangguan pendengaran. Biasanya
didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba
eutachius, atau setelah berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga luar.
Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi
dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal pada pars tensa. Jarang ditemukan
polip yang besar pada liang telinga luar. Perluasan infeksi ke sel-sel mastoid
mengakibatkan penyebaran yang luas dan penyakit mukosa yang menetap harus
dicurigai bila tindakan konservatif gagal untuk mengontrol infeksi, atau jika
granulasi pada mesotimpanium dengan atau tanpa migrasi sekunder dari kulit,
dimana kadang-kadang adanya secret yang berpulsasi di atas kuadran
posterosuperior.

 Fase tidak aktif/fase tenang


Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa
telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan.
Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam
telinga.

2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe bahaya = tipe tulang


Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit atikoantral
lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya
kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom.
Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna
putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrotis. Kolesteatom dapat dibagi
atas dua tipe yaitu:
 Kongenital
Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital, menurut Derlaki dan Clemis
(1965) adalah:
– Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh.
– Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.
– Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel
undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan.
Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang
temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat menyebabkan fasialis parese, tuli
saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.
 Didapat
Kolesteatoma yang didapat seringnya berkembang dari suatu kantong retraksi.
Jika telah terbentuk adhesi antara permukaan bawah kantong retraksi dengan
komponen telinga tengah, kantong tersebut sulit untuk mengalami perbaikan
bahkan jika ventilasi telinga tengah kembali normal : mereka menjadi area kolaps
pada segmen atik atau segmen posterior pars tensa membran timpani.
Epitel skuamosa pada membran timpani normalnya membuang lapisan sel-sel
mati dan tidak terjadi akumulasi debris, tapi jika terbentuk kantong retraksi dan
proses pembersihan ini gagal, debris keratin akan terkumpul dan pada akhirnya
membentuk kolesteatoma.
Pengeluaran epitel melalui leher kantong yang sempit menjadi sangat sulit dan
lesi tersebut membesar. Membran timpani tidak mengalami ‘perforasi’ dalam arti
kata yang sebenarnya: lubang yang terlihat sangat kecil, merupakan suatu lubang
sempit yang tampak seperti suatu kantong retraksi yang berbentuk seperti botol,
botol itu sendiri penuh dengan debris epitel yang menyerupai lilin.
Teori lain pembentukan kolesteatoma menyatakan bahwa metaplasia skuamosa
pada mukosa telinga tengah terjadi sebagai respon terhadap infeksi kronik atau
adanya suatu pertumbuhan ke dalam dari epitel skuamosa di sekitar pinggir
perforasi, terutama pada perforasi marginal.
Destruksi tulang merupakan suatu gambaran dari kolesteatoma didapat, yang
dapat terjadi akibat aktivitas enzimatik pada lapisan subepitel. Granuloma
kolesterol tidak memiliki hubungan dengan kolesteatoma, meskipun namanya
hampir mirip dan kedua kondisi ini dapat terjadi secara bersamaan pada telinga
tengah atau mastoid.
Granuloma kolesterol, disebabkan oleh adanya kristal kolesterol dari eksudat
serosanguin yang ada sebelumnya. Kristal ini menyebabkan reaksi benda asing,
dengan cirsi khas sel raksasa dan jaringan granulomatosa.

Gejala klinis
1. Telinga berair (otorrhoe)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar
sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar
mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa
telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya secret biasanya
hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas
atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang.
Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang
sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk
degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada
OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang
karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah
berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan
tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa
nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya
dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran
mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit
ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila
tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai
tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran
menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung
dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem
pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli
konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga
kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang
didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya
infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel
labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan
terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.
3. Otalgia ( nyeri telinga)
Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu
tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase
pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran
sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan
abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna
sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis,
subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan
vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding
labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan
udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi
hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih
mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga
akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi
serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat
berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis
dan dari sana mungkin berlanj ut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada
kasus OMSK dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif
dan negatif pada membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga
telinga tengah.

Penatalaksanaan

1. OMSK Benigna Tenang


Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan
mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan
segera berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan
sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk
mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.

2. OMSK Benigna Aktif


Prinsip pengobatan OMSK benigna aktif adalah:
 Membersihkan liang telinga dan kavum timpani/aural toilet
Tujuan aural toilet adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik
bagi perkembangan mikroorganisme.

 Pemberian antibiotika:
Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin, polimiksin dan
hidrokortison, bila sensitif dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-steroid
tetes mata. Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam acid carrier dan telinga
akan sakit bila diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil gram positif dan
gram negatif kecuali Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif melawan
kuman anaerob, khususnya. Pemakaian jangka panjang lama obat tetes telinga
yang mengandung aminoglikosida akan merusak foramen rotundum, yang akan
menyebabkan ototoksik.
Antibiotika topikal yang sering digunakan pada pengobatan Otitis Media
Supuratif Kronik (OMSK) adalah:

Terapi

topikal lebih baik dibandingkan dengan terapi sistemik. Tujuannya untuk


mendapatkan konsentrasi antibiotik yang lebih tinggi. Pilihan antibiotik yang
memiliki aktifitas terhadap bakterigram negatif, terutama pseudomonas, dan gram
positifterutama Staphylococcus aureus. Pemberian antibiotik seringkali gagal, hal
ini dapat disebabkan adanya debris selain juga akibat resistensi kuman. Terapi
sistemik diberikan pada pasien yang gagal dengan terapi topikal. Jika fokus
infeksi di mastoid, tentunya tidak dapat hanya dengan terapi topikal saja,
pemberian antibiotik sistemik (seringkali IV) dapat membantu mengeliminasi
infeksi. Pada kondisi ini sebaiknya pasien di rawat di RS untuk mendapatkan
aural toilet yang lebih intensif. Terapi dilanjutkan hingga 3-4 minggu setelah
otore hilang.

3. OMSK Maligna
Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan
konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum
dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya
dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.11
Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada
OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain11 :
a. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan
konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan
pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya adalah supaya
infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi
pendengaran tidak diperbaiki.

b. Mastoidektomi radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi atau
kolesteatom yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum
timpani dibersihkan dari semua jaringan patolgik. Dinding batas antara liang
telinga luar dan telinga tengah dengan rongga mastoid diruntuhkan, sehingga
ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan operasi ini ialah
untuk membuang semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi
intrakranial, sementara fungsi pendengaran tidak diperbaiki. Kerugian operasi
ini ialah pasien tidak boleh berenang seumur hidupnya dan harus kontrol
teraut ke dokter.
Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur pada rongga
operasi serta membuat meatoplasti yang lebar sehingga rongga operasi kering
permanen, tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu meatus liang telinga luar
menjadi lebar.

c. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi


Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik,
tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan
dan dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi ini adalah
untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan
mempertahankan pendengaran yang masih ada
d. Miringoplasti
Operasi ini merupakan operasi timpanoplasti yang paling ringan,
dikenal juga dengan timpanoplasti tipe I. Rekonstruksi hanya dilakukan di
membran timpani. Tujuan operasi ialah untuk mencegah berulangnya infeksi
telinga tengah pada OMSK tipe aman dengan perforasi yang menetap.
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman fase tenang dengan ketulian
ringan yang hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani.

e. Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang
lebih berat atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenagkan dengan
pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi ialah untuk menyembuhkan
penyakit serta memperbaiki pendengaran.
Pada operasi ini selain rekonstruksi membran timpani sering kali harus
dilakukan juga rekonstruksi tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk
rekonstruksi tulang pendengaran yang dilakukan maka dikenal istilah
timpanoplasti tipe II, III, IV, dan V. Sebelum rekonstruksi dikerjakan lebih
dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa
mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis. Tidak jarang operasi
ini harus dilakukan 2 tahap dengan jarak waktu 6 s/d 12 bulan.

f. Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach tympanoplasty)


Operasi ini merupakan teknik operasi timpanoplasti yang dikerjakan
pada kasus OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi yang luas.Tujuan
operasi ini ialah untuk menyembuhkan penyakit dan memperbaiki
pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa
meruntuhkan dinding posterior liang telinga). Membersihkan kolesteatom dan
jaringan granulasi di membran timpani, dikerjakan melalui 2 jalan (combine
approach) yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan
timppanotomi posterior. Teknik operasi ini pada OMSK tipe bahaya belum
disepakati oleh para ahli, oleh karena sering kambuhnya kolesteatom kembali.
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki
membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan
pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.

Komplikasi
Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut
dari OMSK berhubungan dengan kolesteatom.
A. Komplikasi ditelinga tengah :
 Perforasi persisten
 Erosi tulang pendengaran
 Paralisis nervus fasial
B. Komplikasi telinga dalam
 Fistel labirin
 Labirinitis supuratif
 Tuli saraf ( sensorineural)
C. Komplikasi ekstradural
 Abses ekstradural
 Trombosis sinus lateralis
 Petrositis
D. Komplikasi ke susunan saraf pusat
 Meningitis
 Abses otak
 Hindrosefalus otitis

Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3


macam lintasan :
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
2. Menembus selaput otak.
3. Masuk kejaringan otak.
XI. Daftar Pustaka

1. Buku Ajar Ilmu Keseharan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI. Edisi ketujuh. 2015
2. Aboet A. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap: Radang Telinga Tengah
Menahun. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2007
3. Djaafar ZA. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Soepardi, E, et al, Ed. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi VI. Balai Penerbitan FKUI, Jakarta.
2006: p. 64-77.
4. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid. Dalam:
Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC,
1997: 88-118
5. Acuin, Jose. Chronic Suppurative Otitis Media. BMJ Clinical Evidence. London;
January 2007.

Anda mungkin juga menyukai